24. Malam Yang Panjang
Hazel merasakan kehangatan yang memabukkan saat Rainhard menggendongnya dengan mesra. Sentuhan lembut dan penuh gairahnya begitu menggetarkan, membuat jantung Hazel berdegup kencang dipenuhi hasrat. Kadang-kadang, Rainhard mengusap lembut bokong Hazel, mencoba membuatnya terangsang.
Saat mereka tiba di kamar, Hazel terperangah melihat ruang yang luasnya lima kali lipat dari kamarnya di rumah orang tuanya. Ruangan itu didekorasi dengan elegan—dengan area lounge kecil di dekat pintu, sudut nyaman untuk membaca, dan meja rias mewah.
"Rainhard, ini kamar siapa?" Hazel bertanya dengan nada penuh rasa ingin tahu. "Apakah ini kamarku, atau kamarmu?"
Rainhard memandangnya dengan senyuman penuh makna. "Ini kamar kita, sayang. Mulai sekarang, kita akan berbagi ruang ini sebagai pasangan suami istri."
Hazel teringat akan kamarnya yang sederhana dan usang. Kamar ini, dengan semua kemewahannya, terasa seperti istana bagi gadis yang terbiasa tidak dianggap di rumahnya sebelumnya.
Rainhard menurunkan Hazel ke pinggir ranjang yang besar dan empuk, dengan selimut sutra yang mengkilap di bawah cahaya lampu lembut. Dia memijat bahu Hazel dengan sentuhan lembut yang membangkitkan sensasi hangat di seluruh tubuhnya.
"Apakah kau lelah, sayang?" Rainhard bertanya dengan nada penuh kasih.
Hazel mengangguk, merasa lelah baik secara fisik maupun emosional setelah hari yang panjang.
"Jika kau lelah, biarkan aku memulihkanmu," Rainhard berkata sambil melanjutkan pijatannya, menambahkan keleluasaan pada kenyamanan yang dirasakannya.
Meskipun Hazel merasa canggung, dia mulai merasa nyaman dengan perhatian Rainhard. "Rain... semua ini terasa seperti mimpi," katanya dengan lembut.
Rainhard tertawa kecil. "Jika ini mimpi, aku ingin kita tidak pernah terbangun. Aku ingin kita selamanya seperti ini."
Wajah Hazel semakin merah. "Aku hanya... tidak terbiasa dengan semua ini."
Rainhard berhenti sejenak, menatap dalam-dalam ke mata Hazel. "Tak perlu terburu-buru. Kita memiliki banyak waktu untuk menyesuaikan diri. Aku hanya ingin kau merasa nyaman dan bahagia."
Hazel mengangguk, berusaha percaya pada kata-kata Rainhard. Pria ini, dengan kelembutan yang tulus, sangat berbeda dari kesan dingin yang pernah dia rasakan sebelumnya.
Rainhard duduk di samping Hazel, meraih tangannya dan mengecupnya dengan lembut. "Apa yang kau pikirkan?"
"Aku... hanya merasa beruntung. Kamar ini sangat indah, dan kau sangat baik," jawab Hazel dengan suara bergetar.
"Kau layak mendapatkan yang terbaik, sayang. Aku ingin kau merasa seperti ratu di sini," kata Rainhard dengan keyakinan penuh.
Hazel tersenyum malu. "Terima kasih, Rain. Kau membuatku merasa sangat istimewa."
Rainhard menatapnya dengan penuh kasih. "Kau memang istimewa, sayang. Sejak pertama kali aku melihatmu, aku tahu kau adalah orang yang tepat untukku. Dan sekarang, aku akan memastikan kau selalu bahagia."
Hati Hazel terasa meleleh mendengar kata-kata Rainhard. Dia berusaha melawan kegugupan dan menikmati momen tersebut. "Rain, aku juga ingin belajar bagaimana membuatmu bahagia. Aku ingin menjadi istri yang baik untukmu."
Rainhard tersenyum lebar. "Kita akan belajar bersama, sayang. Kita akan menghadapi segala sesuatu bersama."
Dengan lembut, Rainhard menarik Hazel ke dalam pelukannya. Dia merasakan detak jantung Hazel yang cepat, bergetar selaras dengan detaknya sendiri.
"Haz," suara Rainhard penuh kekuatan, "apakah kau sudah memikirkannya?"
Hazel mengangkat wajahnya, kebingungan jelas tergambar di matanya. "Memikirkan apa, Rain?"
Tanpa peringatan, Rainhard meremas lembut bagian intim Hazel. "Bukankah aku sudah memintamu untuk memikirkan ini sampai celana dalammu kering? Sekarang kau menggantinya dengan yang baru, apa kau tidak akan memanggilku 'sayang'?"
Hazel tersentak, tubuhnya langsung menegang. Suara desahannya menjadi lebih dalam saat jari-jari Rainhard melanjutkan permainan di area lembutnya. Sensasi hangat dan nikmat mengalir melalui tubuhnya, membuat pikirannya berantakan.
"Rain... apa yang kau..." Suara Hazel terputus saat bibir Rainhard menutup mulutnya dengan ciuman yang penuh gairah. Sentuhan ciuman itu membuatnya tak berdaya, membiarkan bibir mereka bertaut dalam ritme yang membuatnya melupakan segalanya.
Rainhard semakin menggila, ciumannya berubah menjadi semakin dalam dan panas. Tangan satunya mulai melucuti gaun tidur tipis yang dikenakan Hazel, mengungkapkan kulit halusnya yang memerah karena gairah. Bibirnya kemudian bergerak turun, mencumbu dada Hazel dengan penuh nafsu. Desahan demi desahan keluar dari bibir Hazel, dia tak bisa berkata apa-apa selain menikmati sensasi yang membanjiri tubuhnya.
"Masih belum mau mengubah panggilanmu?" tanya Rainhard dengan suara serak, matanya menatap penuh dengan hasrat.
Hazel membuka mulut untuk menjawab, tetapi yang keluar hanya desahan panjang. Sentuhan Rainhard terlalu menggoda, membuatnya kehilangan kemampuan untuk berbicara. Ia hanya bisa memejamkan mata, merasakan setiap gerakan tangan dan bibir Rainhard yang semakin intens.
"Aku... aku..." Hazel berusaha keras untuk mengumpulkan kata-katanya. "Ah, Rain."
Rainhard tersenyum mendengar panggilan itu, bibirnya kembali menemukan bibir Hazel. "Bukan itu yang kuinginkan," bisiknya di antara ciuman yang membakar. "Panggil aku 'sayang'."
(silakan baca selengkapnya di karyakarsa)
***
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top