18. Aku Adalah Orang Yang Sama

Di dalam katedral yang megah dan diterangi oleh cahaya lilin yang lembut, Uskup Agung Gregory Wilton berdiri dengan sikap tegak di depan altar. Para tamu duduk dengan serius, menunggu dengan penuh harapan untuk momen istimewa dari pernikahan ini. Hazel dan Rainhard, pasangan yang akan menjalani upacara suci, berdiri di hadapan Uskup Agung, siap untuk mengucapkan janji mereka.

Uskup Agung Gregory mengangkat tangannya, memulai upacara dengan suara yang mendalam dan penuh wibawa. "Hari ini, kita berkumpul di hadapan Tuhan dan saksi-saksi untuk merayakan penyatuan Hazel dan Rainhard dalam ikatan pernikahan yang suci."

Hazel berdiri dengan tangan bergetar, dipenuhi oleh kecemasan dan kegugupan. Dia teringat pada dua sisi berbeda dari Rainhard dalam hidupnya. Pertama kali mereka bertemu, Rainhard adalah pria misterius yang menggoda dan penuh rahasia. Namun setelah terungkap bahwa dia adalah Duke Kingsley, sikapnya menjadi jauh lebih dingin dan acuh tak acuh.

Rainhard merasakan ketegangan Hazel dan menggenggam tangannya dengan lembut, berusaha menenangkannya. "Tak perlu khawatir, Haz. Aku tetap sama seperti yang kau kenal," bisiknya lembut di telinganya.

Hazel menoleh kepadanya, matanya menunjukkan kebingungan dan sedikit keraguan, "Haz?"

"Ya, mulai sekarang aku akan memanggilmu Haz, dan aku harap kau juga akan memanggilku Rain," jawab Rainhard.

"Ba-baiklah... Rain, mengapa kau tampak berbeda begitu?" Hazel bertanya dengan suara lirih penuh kekhawatiran.

Rainhard tersenyum dengan tenang. "Aku hanya ingin membuatmu merasa lebih nyaman. Kau tampak sangat tegang setiap kali bersamaku."

Hazel mengernyit, belum sepenuhnya puas dengan penjelasan itu. "Tapi kenapa? Apa alasan sebenarnya?"

Rainhard menatapnya dalam-dalam dengan senyum yang semakin dalam. "Karena reaksimu selalu menarik perhatian, Haz."

"Apakah kau mempermainkanku?" Hazel tampak kesal.

Rainhard tersenyum tipis. "Aku tidak pernah mempermainkanmu. Semua yang berhubungan denganmu selalu aku tanggapi dengan serius."

Upacara berlanjut, dengan Uskup Agung Gregory membacakan doa dan janji pernikahan. Hazel masih sibuk memikirkan kata-kata Rainhard, berusaha untuk memahaminya. Namun, dia tahu saatnya telah tiba untuk menerima kenyataan dan melepaskan kebimbangannya.

"Rainhard Kingsley, apakah kau bersumpah setia untuk mencintai dan menghormati Hazel Ellsworth dalam setiap keadaan, baik saat bahagia maupun sedih, dalam kekayaan maupun kemiskinan, dalam kesehatan maupun sakit, hingga maut memisahkan kalian?" tanya Uskup Agung dengan nada penuh makna.

"Aku bersumpah setia," jawab Rainhard dengan yakin, menatap Hazel dengan penuh keyakinan.

"Hazel Ellsworth, apakah kau bersumpah setia untuk mencintai dan menghormati Rainhard Kingsley dalam setiap keadaan, baik saat bahagia maupun sedih, dalam kekayaan maupun kemiskinan, dalam kesehatan maupun sakit, hingga maut memisahkan kalian?" lanjut Uskup Agung, beralih pada Hazel.

Hazel menarik napas dalam-dalam, berusaha mengumpulkan keberanian. "Aku bersumpah setia," jawabnya akhirnya, suaranya sedikit bergetar tetapi tegas.

Uskup Agung Gregory tersenyum penuh kehangatan, merasakan kekuatan ikatan yang sedang terbentuk di antara mereka. "Apa yang telah dipersatukan Tuhan, idak dapat diceraikan manusia. Dengan ini, aku menyatakan kalian sebagai suami dan istri. Kalian diperbolehkan untuk berbagi ciuman."

Hazel merasakan jantungnya berdetak cepat, penuh kecemasan dan ketegangan. Dia tahu bahwa ciuman ini adalah simbol dari awal baru mereka, tetapi rasa gugupnya masih mendalam. Sementara itu, Rainhard tampak tenang dan percaya diri.

Rainhard mendekatkan wajahnya, menatap Hazel dengan lembut. "Tenang saja," bisiknya dengan suara menenangkan.

Hazel menutup matanya, berusaha untuk rileks. Ketika bibir mereka bersentuhan, ciuman itu lembut namun penuh perasaan. Rainhard memimpin dengan lembut, membuat Hazel merasa sedikit lebih nyaman. Para tamu memberikan tepuk tangan meriah untuk pasangan baru ini.

***

Perayaan pernikahan Duke Kingsley dan Lady Hazel Ellsworth berlangsung di ballroom hotel mewah di kota Verdantia. Musik klasik mengalun lembut, menciptakan suasana yang meriah dan elegan. Para tamu berinteraksi dengan semangat, membahas pasangan baru yang mengundang banyak perhatian.

Di sudut ruangan, beberapa wanita berbisik dengan nada terkejut, "Lihatlah Duke Kingsley! Dia jauh lebih tampan dan karismatik dibandingkan dengan berita yang selama ini kita dengar."

Yang lain menambahkan, "Betul sekali! Tidak kusangka pria dengan reputasi begitu buruk ternyata memiliki sisi yang sangat menarik. Tapi kenapa Hazel yang mendapatkan dia? Dia bukan siapa-siapa."

Hazel, yang kebetulan berada dekat mereka, mendengar percakapan tersebut. Meskipun hatinya sedikit terganggu, dia memutuskan untuk tetap tenang dan ramah kepada para tamu yang menghampirinya.

Rainhard dengan cepat menyadari perubahan ekspresi Hazel. Ia segera mendekat dan merangkulnya, menariknya ke dalam pelukan hangat.

"Haz, kau tidak apa-apa?" bisik Rainhard lembut di telinga Hazel.

Hazel mengangguk, berusaha menutupi kegundahannya. "Aku baik-baik saja, Rain. Jangan khawatir."

Rainhard, yang peka terhadap suasana, tidak membiarkan hal itu berlalu begitu saja. Ia menilai sekeliling ruangan dan, dengan suara yang cukup keras agar didengar oleh semua orang, berkata, "Jika perlu, aku bisa mengatur agar semua yang berbicara tidak pantas tentangmu di sini berhenti."

Ruangan langsung hening. Semua mata tertuju pada mereka, termasuk wanita-wanita yang baru saja bergosip. Mereka terdiam, tidak menyangka bahwa perbincangan mereka didengar Rainhard.

Hazel tersenyum tipis, merasa didukung oleh Rainhard. Dia memandang suaminya dengan rasa terima kasih yang mendalam. "Tidak perlu, Rain. Biarkan saja mereka berbicara. Yang penting adalah aku tahu siapa aku dan siapa yang ada di sampingku."

Rainhard mengangguk dan membimbing Hazel menuju lantai dansa. "Baiklah, tapi ingatlah, aku akan selalu di sini untukmu."

Musik berubah menjadi waltz yang lembut. Rainhard menggenggam tangan Hazel dan mulai berdansa. Meskipun langkah mereka agak lambat, Hazel mengikuti dengan cukup baik. Mereka berputar dengan elegan di lantai dansa, menarik perhatian para tamu di ballroom.

Seorang tamu berbisik kepada rekannya, "Mereka tampak sangat cocok bersama. Mungkin kita salah menilai Hazel."

Rekannya mengangguk, "Ya, mungkin ada sisi lain dari Hazel yang belum kita ketahui."

Di tengah-tengah lantai dansa, Hazel merasa lebih tenang. Dia menatap Rainhard dengan rasa syukur. "Terima kasih, Rain. Aku tidak tahu bagaimana aku bisa menghadapinya tanpamu."

Rainhard tersenyum hangat. "Kau tidak perlu mengucapkan terima kasih, Haz. Kau istriku, wanita yang kucintai, dan aku akan selalu mendukungmu. Hari ini adalah hari bahagia kita, jadi jangan biarkan kata-kata mereka mempengaruhi kita."

Hazel mengangguk, merasa lebih kuat. "Kau benar, Rain. Ini hari kita. Aku akan menikmati setiap momennya."

Mereka terus berdansa, langkah mereka semakin mantap. Perlahan, suasana ballroom kembali ceria. Para tamu yang awalnya sibuk bergosip kini lebih banyak tersenyum dan berbincang dengan penuh kehangatan.

***

Saat malam semakin larut, Hazel merasakan tubuhnya semakin berat. Wajahnya tampak pucat, dan keringat dingin membasahi dahi. Ketika ia meraih kudapan dari meja, pandangannya mulai kabur. Sebelum sempat menelan, dunianya berputar, dan ia nyaris jatuh jika Barnum tidak memeganginya.

Barnum segera bergerak, wajahnya penuh kemarahan. Dia menarik Hazel dengan kasar dan membawanya ke sudut ruangan yang lebih tenang. "Apa yang sedang kau lakukan, Hazel?!" Barnum menegur dengan nada marah. "Tidak bisakah kau tampil dengan baik hanya untuk satu malam? Lihat dirimu! Sangat memalukan! Jangan biarkan Duke Kingsley menyesal telah memilihmu. Ingat, dia membayar mahar yang sangat mahal. Kau tidak boleh mengecewakannya. Mengerti?"

Hazel hanya bisa terdiam, kepalanya berdenyut, dan tubuhnya terasa lelah. Ia tidak memiliki kekuatan untuk melawan atau bahkan menjawab. Suara Barnum mulai terdengar samar dan jauh.

Di sisi ruangan, Rainhard baru selesai berbicara dengan beberapa tamu penting. Dari kejauhan, ia melihat ayah mertuanya sedang memarahi Hazel. Dengan langkah pasti, ia mendekati mereka.

"Count Ellsworth, cukup." Rainhard berkata dengan nada tegas, melepaskan jasnya dan meletakkannya di bahu Hazel yang bergetar. "Hazel sangat kelelahan. Dia butuh istirahat sekarang."

Barnum melotot marah, tapi ia tahu status Rainhard sebagai Duke Kingsley membuatnya tak bisa berbuat banyak. Dengan kemarahan, Barnum akhirnya pergi.

Rainhard memandang Hazel dengan lembut. "Kau baik-baik saja?" tanyanya penuh perhatian, matanya menilai wajah Hazel yang pucat.

Hazel mengangguk perlahan, lalu memberanikan diri untuk bertanya. "Tuan... yang mana yang sebenarnya? Apakah Rainhard atau Duke Kingsley?"

Rainhard tersenyum lembut, tatapannya tidak bisa diartikan dengan mudah. "Aku keduanya, Hazel. Rain yang kau kenal dan Duke Kingsley yang harus menjalankan tugasnya. Sekarang, istirahatlah. Besok akan lebih baik."

Hazel menatapnya sejenak sebelum mengangguk lebih yakin. Ia mengikuti suaminya keluar dari keramaian pesta. Dalam hati, Hazel merasa bahwa meskipun Duke Kingsley tampak dingin, Rainhard tetap peduli padanya. Malam ini, itu sudah cukup.

"Ter- terima kasih, Rain...."

Rainhard tersenyum lembut, "Itu sudah menjadi tugasku sebagai suamimu, Haz...."

***

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top