12. Sang Duke Dingin
Dentuman keras di langit mengejutkan Hazel, menyadarkannya dari lamunan. Ia menatap ke atas, melihat kembang api berwarna merah, kuning terang, hijau, dan ungu yang menghiasi langit hitam dengan meriah. Pesta kembang api itu sangat semarak, menunjukkan bahwa tuan rumah benar-benar ingin memanjakan para tamunya dengan atraksi yang memukau. Di tengah keriuhan itu, Rainhard tetap tenang, bahkan semakin intens mengecupi leher Hazel.
"Kau terlihat sangat cantik malam ini," puji Rainhard. "Kita akan membuat malam ini tak terlupakan. Kau pasti akan mengingatku."
"Saya tidak bisa," tegas Hazel menolak.
Hazel khawatir tentang kemungkinan orang-orang datang dan menemukan mereka. Skandal yang bisa timbul dari situasi ini akan mencemarkan nama baik keluarganya. Rainhard memandang Hazel dengan tatapan penuh gairah, matanya yang biru safir berkilau dengan hasrat yang tak tertahan.
"Kenapa? Apa kau belum lelah menipu diri sendiri? Akui saja, Lady, kau menginginkanku sama seperti aku menginginkanmu."
Hazel mendorong dada Rainhard dan menjauh. "Saya tidak bisa merusak reputasi keluarga saya. Anda tahu, banyak bangsawan yang tidak menyukai ayah saya. Mereka menunggu kesempatan untuk melihatnya jatuh, dan saya tidak ingin itu terjadi. Mohon, mengertilah."
"Jadi, kau rela mengorbankan kebahagiaanmu demi ayahmu yang tidak peduli padamu?"
Hazel mengalihkan pandangannya. Kata-kata Rainhard menusuk hatinya. Ia menyadari betapa egois ayahnya sebenarnya.
Rainhard mendekati Hazel dengan lembut, berusaha mengubah pikirannya. "Sejak kita bertemu, aku merasa seperti gila karena terus memikirkanmu."
Rainhard tidak hanya mahir dalam ciuman yang menggoda, tetapi juga dalam kata-kata yang mengguncang keyakinan Hazel. Ia merasa tertarik dengan apa yang mungkin terjadi selanjutnya. Namun, saat ia menundukkan kepala, Hazel melihat gaunnya yang sudah berantakan. Bagian bawah tubuhnya masih berdenyut hebat. Walau demikian, ia mendorong Rainhard dan mundur beberapa langkah, jantungnya berdetak kencang karena takut akan kemungkinan masalah yang akan timbul.
Hazel menolaknya dengan tegas. "Maaf, Tuan. Saya harus pergi," ucapnya sambil berusaha menyembunyikan kecemasan.
Dengan hati yang berat, Hazel berlari menuruni tangga dengan cepat. Namun, di beberapa anak tangga terakhir, kakinya tergelincir, dan nyaris terjatuh.
"Lady, tunggu!" seru Rainhard, tetapi Hazel sudah terburu-buru melarikan diri meninggalkannya.
Rainhard bisa saja menyusulnya, akan tetapi ia memilih tidak melakukannya. Ia memandangi kepergian Hazel dengan senyum miring tergurat di wajahnya.
***
Hazel kembali ke balkon lantai dua dengan langkah yang penuh keraguan, jantungnya berdetak kencang. Malam yang dingin justru menambah kegelisahannya. Ia berdiri di sana, memandangi langit bertabur bintang sambil mencoba menenangkan dirinya. Pemandangan kastil tua di bawahnya sedikit memberikan rasa tenang. Ia berharap pria misterius tadi tidak mengikuti jejaknya.
"Sudah berlalu satu jam," bisik Hazel pada dirinya sendiri, mencoba menenangkan hati. "Aku harus kembali ke ballroom."
Namun, setiap langkah terasa berat. Keringat dingin menetes di pelipisnya, membuat ketidaknyamanan bertambah. Hazel menoleh ke aula pesta yang masih ramai dengan tamu-tamu yang sedang bercakap-cakap dan tertawa. Ia menyadari bahwa Duke Kingsley kemungkinan besar sedang mencarinya di antara kerumunan.
Dengan napas yang tidak beraturan, Hazel memutuskan untuk menghadapi situasi. Ia harus masuk ke aula, berusaha tampil seperti biasa, sambil berharap Duke Kingsley tidak memperhatikannya.
Setelah menarik napas dalam-dalam, Hazel melangkah dengan tekad masuk kembali ke aula. Ia disambut oleh senyuman ramah dari beberapa putri dan bangsawan yang sedang berbincang di sekitar ruangan. Hazel membalas sapaan mereka dengan sopan, meskipun hatinya terus berdebar kencang.
Hazel merasa sampanye yang sempat diminumnya menjadi penyebab utama kegelisahannya. Alkohol sepertinya telah mempengaruhi pikirannya, hampir membuatnya melakukan sesuatu yang akan merusak segalanya. Seperti yang selalu dikatakan oleh dokter, alkohol adalah musuh utamanya. Hazel menyadari seharusnya ia tidak menyentuh minuman itu, tetapi rasa penasaran membuatnya mencicipi, dan kini ia merasakan akibatnya. Hazel bersumpah untuk menjauhi alkohol di masa depan.
'Duke Kingsley tidak tampak di mana pun,' pikir Hazel dengan cemas.
Hazel mengambil segelas air lemon dingin dari meja minuman dan mencari sudut yang cukup sepi untuk meredakan kecemasannya. Namun, matanya segera tertuju pada sosok yang dikenalnya dengan jelas, Duke Kingsley, yang berdiri di ujung ruangan dengan topeng misteriusnya.
Jantung Hazel hampir berhenti berdebar. Ia menyadari bahwa ia harus berhati-hati dan menghindari kontak mata dengan Duke Kingsley agar ketakutannya tidak terbaca.
Namun, takdir tampaknya telah mengatur agar mata mereka saling bertemu. Hazel merasakan seolah terjebak dalam tatapan tajam Duke Kingsley, seperti dirinya tengah ditelanjangi. Ia merasa ketakutan, namun berusaha keras untuk tidak menunjukkan kelemahannya.
"Duke Kingsley," sapa Hazel dengan suara bergetar, mencoba menyembunyikan kegelisahan di balik senyuman yang dipaksakan.
"Lady Ellsworth," balas Duke Kingsley dengan nada yang tenang tetapi sarat dengan ancaman yang tersembunyi. "Senang sekali melihatmu di sini. Bagaimana, apakah pesta malam ini menyenangkan bagimu?"
Hazel berusaha menenangkan napasnya, berusaha menjaga ekspresi wajah tetap tenang meski hatinya berdegup kencang. Ia tahu betapa pentingnya berhati-hati dalam setiap kata dan gerak-geriknya.
"Aku juga merasa senang bisa berada di sini," jawab Hazel dengan suara yang berusaha mantap. "Pesta malam ini sungguh memukau."
Duke Kingsley mengangguk singkat, tetapi tatapannya tetap tajam dan menilai. Hazel merasa seperti berada di bawah pengawasan yang ketat, seolah setiap tindak tanduknya diperhatikan dengan seksama.
"Semoga kau menikmati malam ini," kata Duke Kingsley dengan nada yang tetap tenang namun penuh dengan ancaman terselubung.
Hazel menelan ludah, berusaha menjaga ketenangan meski hatinya seolah ingin melarikan diri. Ia tahu harus berhati-hati agar Duke Kingsley tidak dapat mengungkapkan ketakutannya.
Duke Kingsley dengan langkah mantap mendekati Hazel, yang berdiri sendirian. Hazel menangkap sosok yang dikenal dengan jelas, meskipun ia tidak yakin.
"Apakah hidangannya memuaskan?" tanya Duke Kingsley.
Suara itu. Suara yang terdengar sangat familiar, suara yang hampir membuatnya melakukan kesalahan.
"Lady?" tanya Duke Kingsley sekali lagi.
"Ya, ya... Aku mencoba beberapa salmon asap. Rasanya... cukup enak," ucap Hazel dengan sedikit gemetar.
"Sepertinya Keluarga Vesper tidak menyajikan salmon asap," jawab Duke Kingsley.
"Benarkah?" Hazel merasa semakin cemas karena dua alasan. Pertama, takut perbuatannya terbongkar. Kedua, suara bariton itu terasa sangat akrab.
Hazel terus menatap mata Duke Kingsley, yang sebagian tertutup oleh topeng, merasa seolah ia melihat bayangan dari masa lalu. "Mungkin bukan salmon asap, tapi sampanye. Ya, Keluarga Vesper memang menyajikan sampanye terbaik."
"Minum sampanye? Bukankah kau mudah sakit?" Duke Kingsley memperhatikan wajah Hazel yang tampak pucat meskipun ia berusaha menyembunyikannya dengan bedak tebal. "Kau terlihat sangat lelah, Lady Ellsworth. Kita harus pulang sekarang."
Hazel menggeleng, berusaha menahan tubuhnya yang semakin lemas. "Aku baik-baik saja. Jika Anda masih ingin menikmati pesta dan berbincang dengan kolega bisnis, aku akan menunggu di sini."
"Kau tampak tidak sehat, Lady. Mungkin kau terlalu banyak minum. Lagipula sudah malam. Ayo kita pulang."
"Suara Anda..." Hazel mengeluh.
Duke Kingsley mendekat, memperpendek jarak di antara mereka. "Ada yang salah dengan suaraku?"
"Aku... aku..." Sebelum bisa menjelaskan, Hazel merasa kepalanya berputar dan segala sesuatu di sekelilingnya menjadi buram. Dalam sekejap, ia kehilangan kesadaran dan jatuh pingsan ke dalam pelukan Duke Kingsley.
***
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top