11. Godaan Pria Tampan
"Maaf, tidak, terima kasih," ujar Hazel. Ia tidak ingin mengambil risiko mengikuti ajakan pria asing yang dapat saja berbahaya. Lagi pula, ayahnya pasti akan marah besar jika tahu ia bersama pria lain selain tunangannya.
Rainhard tidak tersinggung dengan penolakan Hazel. Di bawah cahaya rembulan dan bintang-bintang, ia tampak bersinar layaknya dewa ketampanan. Sikap anggunnya membuat jantung Hazel berdegup kencang.
"Malam ini kau sangat menawan, Lady," kata Rainhard dengan suara yang dalam. Hazel merasa terpesona oleh karismanya.
Hazel menelan ludah, berusaha menenangkan dirinya. "T-terima kasih, Tuan," jawabnya dengan gugup.
Rainhard melangkah mendekati Hazel, tatapan tajamnya membuat Hazel terpaku. "Apa yang kau pikirkan, Lady? Apakah kau takut pada tunanganmu yang egois dan hanya memikirkan dirinya sendiri?"
Hazel menggeleng perlahan, meskipun dalam hati ia merasa Rainhard bisa membaca pikirannya. "Tidak, sama sekali tidak. Saya... saya hanya sedikit gugup, itu saja."
Rainhard tersenyum, menyadari kegugupan Hazel. "Kau tahu, kadang kita harus mengikuti kata hati kita, bukan hanya aturan yang dibuat oleh orang lain."
Hazel menatap Rainhard dengan perasaan campur aduk. "Apa maksud Tuan?"
Rainhard mendekatkan diri ke Hazel, membuatnya merasa terjebak antara dinding batu kuno dan kehadiran pria di depannya. "Aku ingin kau tahu bahwa hidup ini terlalu singkat untuk dihabiskan dalam ketidakbahagiaan. Kau pantas mendapatkan lebih dari yang kau miliki sekarang."
Hazel terdiam, terpesona oleh kata-kata Rainhard yang bijak. Namun, keraguan masih berkecamuk di dalam dirinya. "Tapi... apa yang akan dikatakan Duke Kingsley?"
Rainhard mengangkat alisnya, senyumnya yang menggoda membuat Hazel semakin berdebar. "Apa yang bisa dikatakan Duke Kingsley jika ia tahu bahwa aku hanya ingin memberimu kebahagiaan yang layak kau dapatkan?"
Hazel terdiam, merenungkan kata-kata Rainhard. Hatinya berdebar keras, terombang-ambing antara kewajiban dan keinginan. Namun, akhirnya, ia menemukan kekuatan dalam dirinya untuk mengikuti kata hatinya.
"Dengarkan, Lady Ellsworth," lanjut Rainhard dengan suara penuh keyakinan. "Aku tidak akan memaksamu melakukan sesuatu yang kau tidak ingin lakukan. Namun, ingatlah bahwa kesempatan seperti ini tidak datang dua kali dalam hidupmu."
Hazel menatap dalam ke mata Rainhard yang sebiru samudera. Mata itu seakan memiliki daya magis yang mengisap lalu menenggelamkannya. Sejenak Hazel melupakan tugasnya sebagai putri dari keluarga terhormat, melupakan status kebangsawanannya, dan melupakan kesetiaannya pada tunangan yang tidak ia cintai. Tanpa berkata apa-apa, ia mengulurkan untuk Rainhard genggam.
"J-jadi... Tuan, tolong bawa saya bersamamu," bisik Hazel pelan.
Rainhard menerima tangan itu, menggenggamnya erat. Bersama-sama mereka meninggalkan balkon di lantai dua kastil itu. Dengan perasaan cemas, Hazel mengikuti Rainhard menaiki tangga yang gelap. Semakin tinggi mereka naik, semakin lelah kakinya. Sesaat Hazel ingin berhenti, tetapi rasa ingin tahunya terlalu besar.
Rainhard membuka salah satu pintu di sepanjang koridor. Hazel terkejut mengetahui bahwa pria misterius ini membawanya ke sisi lain kastil, yang tidak menghadap kota, tetapi menghadap ke arah barat, di mana perbukitan yang berbatasan dengan hutan pinus terbentang.
Lolongan serigala, suara burung hantu, dan desiran angin di puncak bukit membuat Hazel menggigil. Antara kedinginan dan ketakutan, ia memeluk dirinya sendiri.
Melihat Hazel menggigil, Rainhard dengan cepat menyelimuti bahunya dengan mantel. "Maaf, aku lupa kalau di sini lebih dingin," katanya dengan senyum lembut.
Hazel tersenyum kecil. Perhatian Rainhard membuat hatinya yang dingin terasa hangat. Namun, dalam kehangatan momen itu, ia merasa canggung. "Ah, maaf, Tuan. Saya belum mengembalikan mantel Anda yang satunya," katanya malu-malu.
Rainhard tertawa pelan. "Tidak masalah. Itu berarti kita harus bertemu lagi, Lady," ujarnya dengan santai.
Hazel merasakan jantungnya berdebar kencang. Wajahnya yang pucat mulai memerah karena malu. Bagaimana bisa pria asing ini membuatnya terpesona sekaligus penasaran?
Rainhard, menikmati reaksi Hazel, memutuskan untuk menggoda sedikit. "Siapa yang menyangka bahwa sebuah mantel bisa menjadi alasan dua orang untuk bertemu lagi?" katanya sambil tersenyum.
Hazel membalas senyuman Rainhard dengan malu-malu. "Saya rasa, saya harus lebih berhati-hati dengan mantel-mantel Tuan di masa depan," ujarnya, berusaha menyembunyikan rasa gugupnya.
Rainhard menatapnya dengan lembut. "Atau, kau bisa sengaja mengembalikannya, untuk alasan yang sama," ujarnya dengan nada penuh arti.
Hazel tertawa kecil, menyadari bahwa pesona Rainhard sulit dihindari. "Mungkin itu ide yang bagus, Tuan. Saya akan mengingatnya untuk kesempatan berikutnya,"
Mereka berdua terdiam sejenak, menikmati kehangatan momen itu meskipun angin dingin berhembus. Rainhard lalu mengulurkan tangannya pada Hazel, mengajaknya berjalan di sepanjang balkon.
"Tanganmu sangat dingin, Lady. Sepertinya kau sangat tertarik padaku," goda Rainhard sambil menggenggam erat jemari Hazel. "Bukankah itu alasan kegugupanmu, Lady Ellsworth?"
Hazel mengaikan saja rayuan Rainhard. "Bagaimana Anda menemukan tempat ini?"
"Kau menyukainya, Lady?"
Hazel mengangguk sambil menghirup dalam-dalam aroma pinus yang terbawa angin. "Pasti menyenangkan minum teh di pagi hari sambil menikmati pemandangan bukit yang indah."
"Bagaimana kau tahu kalau pemandangan di sini indah? Aku hanya melihat gelapnya malam," tanya Rainhard.
"Dari suara hewan dan wangi pinus, aku bisa membayangkannya."
"Benarkah?" tanya Rainhard.
Hazel mengangguk kecil. "Ya. Rasanya sangat damai."
"Imajinasi yang luar biasa, Lady. Aku jadi penasaran bagaimana imajinasimu tentang diriku." Rainhard tersenyum miring, "Apakah itu akan sangat manis, atau... sangat liar?"
Hazel menoleh dan mendapati mata biru Rainhard menatapnya. "Anda..."
Rainhard tidak memberinya kesempatan untuk melanjutkan. Ia menyudutkan Hazel ke dinding kastil yang dingin. Tangannya yang kuat menangkup wajah Hazel, menatap dalam ke matanya.
"Apakah kau pernah mengalami malam yang panas dengan seseorang?" tanya Rainhard dengan suara menggoda.
"Tuan..." Hazel mendesah, "Jika Anda mengenal keluargaku, seharusnya Anda tahu..."
"Ya," Rainhard memotong ucapannya seraya mengangguk. "Aku tahu siapa keluargamu, Lady. Aku juga tahu siapa dirimu."
"Benarkah?" tanya Hazel.
"Ya, dan oleh karena itu aku ingin memberikan pengalaman yang tak akan kau lupakan sebelum menikah dengan Duke pilihan orang tuamu. Hanya satu malam."
Hazel tidak bisa menolak. Ia tak sadar seberapa jauh ia terjerat hingga Rainhard menautkan bibir mereka dalam ciuman lembut.
Awalnya Hazel terkejut, tetapi dada Rainhard yang bidang menekannya. Hazel tahu sia-sia saja untuk memberontak. Jadi ia memejamkan mata dan menikmati ciuman Rainhard.
Rainhard menatap dalam-dalam ke mata Hazel sebelum perlahan mendekatkan wajahnya. Awalnya, ciumannya lembut, seperti sentuhan angin di malam hari. Bibirnya menempel dengan penuh kelembutan pada bibir Hazel, memberikan ciuman yang penuh perhatian dan kasih sayang. Hazel merasakan kehangatan yang mengalir dari bibir Rainhard, membuat hatinya berdebar-debar dan tubuhnya terasa ringan.
Namun, kelembutan itu perlahan berubah. Rainhard menarik Hazel lebih dekat, merengkuh pinggangnya dengan tangan yang kuat. Ciuman itu mulai lebih dalam, lebih intens, dan lebih menuntut. Bibir Rainhard yang tadinya lembut kini bergerak dengan penuh gairah, memagut bibir Hazel dengan hasrat yang membara. Ia menyelipkan lidahnya, menyentuh dan menjelajahi, memicu gelombang sensasi yang menyebar ke seluruh tubuh Hazel.
Hazel merasakan panas yang meningkat di antara mereka. Napasnya mulai memburu, mengikuti ritme ciuman yang semakin intens. Dada Rainhard yang bidang menekan tubuhnya, membuatnya merasakan detak jantung pria itu yang kuat dan cepat. Sentuhan bibir dan lidah Rainhard semakin menggoda dan menuntut, membuat Hazel tenggelam dalam kenikmatan yang memabukkan.
(adegan dewasa lebih lengkap dan detail ada di karyakarsa ya.)
***
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top