Chapter 9

Latihan dimulai tepat pukul empat sore sampai delapan malam. Dikarenakan, mereka mengimbangi anggota yang masih sekolah.

Meskipun masih lelah, baik Chisa dan Sachi tidak patah semangat. Guru koreo mereka pun melatih mereka perlahan-lahan dengan metode pengulangan.

Ia memberi contoh beberapa gerakan lalu membiarkan ketiga gadis itu mengingatnya. Jika saat diulang mereka masih salah, guru itu langsung bergabung di grup dan membenarkan kesalahan mereka.

"Tap! Tap! Tap tap tap!"

Sesudah gerakan itu, sang guru meminta mereka beristirahat sejenak. Chisa dan Sachi langsung duduk dengan lemas.

"Ah, Neko. Nanti bantu tugasku lagi ya," ucap Sachi yang telah mengubah posisinya menjadi berbaring.

"Enak saja. Neko nanti yang bantu aku," ucap Chisa.

"Ih, apa sih, Chisa. Orang aku yang bilang duluan kok."

"Kapan?"

"Tadi."

"Aku dah bilang sedari pagi, bwe," ucap Chisa sembari menjulurkan lidahnya.

Neko yang sudah selesai minum pun hanya bisa bergeleng lalu menghampiri kedua rekannya, "Gabung saja belajarnya."

"Gabung?" tanya Sachi.

"Oh, seperti les itu ya," ucap Chisa yang mendapatkan anggukan dari Neko.

"Sayangnya, lagu kali ini tidak ada rap," eluh Sachi.

"Mana mungkin lagu kelulusan dikasih rap. Kalau mau dinyanyikan di sekolah, masa harus rap. Gimana sih," ucap Chisa.

"Tapikan bagus," balas Sachi.

Kali ini, Neko tidak ingin ikut dalam perdebatan itu. Ia hanya menjadi tim penonton hingga sang guru memutuskan untuk mengulangi latihan yang sebelumnya.

*****

Seusai latihan, mereka membersihkan diri, makan malam, dan diakhiri dengan belajar bersama.

Ya, meskipun begitu, bukan Chisa dan Sachi namanya jika tidak diselingi perdebatan kecil diantara mereka.

"Soal mudah saja kau tanya. Jangan-jangan, kau hanya memanfaatkan Neko ya?" ucap Chisa.

"Mana mungkin. Aku memang tidak tahu jawabannya," elak Sachi.

"Masa?"

"Iya!"

"Sudah cari dibuku, belum?"

"Malas, hehehehe."

Chisa membuang muka setelah menerima jawaban itu dan kembali fokus pada tugasnya.

Tidak lama berselang, Banri muncul dengan kantong plastik besar ditangannya. Neko mau tak mau harus membantu Banri menaruh plastik itu di meja dapur.

"Apa itu, Banri-san?" tanya Sachi.

"Hadiah untuk kalian dari Pak Takanashi," jawab Banri dengan ramah.

"Hee!?" Sachi dan Chisa bangkit dari duduknya dan memeriksa isi kantong plastik tersebut.

Neko mengajak Banri untuk duduk di sofa dan membiarkan kedua anak itu sibuk membongkar isi plastik. Sesekali, Chisa dan Sachi kembali rebutan hal-hal kecil.

"Pasti susah menjaga mereka," ucap Banri yang belum mengalihkan pandangannya pada Chisa dan Sachi.

"It's nothing. Chisa bisa menangani dirinya sendiri dan Sachi lebih baik dariku," balas Neko.

"Jadi, bagaimana dengan kemampuan mereka?" tanya Banri sembari menatap manik merah dihadapannya.

"Perlahan-lahan, Sachi mulai menguasai dance dengan cepat. Untuk Chisa, tidak ada masalah dalam dance. Hanya, aku masih perlu waktu lebih agar dia terbiasa dalam beberapa nada," jelas Neko.

Buk!

Sebuah benda melayang dan jatuh tepat di pangkuan Neko. Tentunya, gadis itu menatap benda berbulu itu dengan tatapan heran.

"Boneka beruang?" tanya Neko.

"Yamato menitipkannya padaku. Katanya itu untukmu," jelas Banri.

"Cieee punya penggemar," ucap Sachi dengan nada yang terdengar seperti mak comblang.

Neko tidak menggubris ucapan Sachi. Ia membolak-balik boneka itu dan menemukan sebuah tulisan yang membuat Neko tersenyum.

"Cieee surat cinta, ahay," ucap Sachi.

Chisa menyenggol Sachi, "Anak kecil diam!"

Setelahnya, Chisa mendekati Neko dan ikut membaca kertas itu.

"Oh, ini surat permintaan maaf, Sachi. Bukan surat cinta," ucap Chisa dengan tatapan datar.

"Lah, kenapa juga Neko harus senyum?"

"Astaga. Ya itu sudah wajarlah. Dikasih boneka buat permintaan maaf. Coba kalau Momo-san minta maaf terus ngasih kamu boneka. Senang tidak?"

Sachi tersenyum girang, "Pastinya. Apalagi itu dari Momo. Dah aku bikinin museum langsung."

Chisa hanya bisa menggelengkan kepala melihat tingkah Sachi. Sementara Banri, ia hanya bisa tersenyum pada tingkah unit barunya.

"Banri-san, apa sudah makan? Hari ini Neko buat kari. Mau coba?" tawar Chisa.

"Hm? Kari, boleh. Kebetulan aku belum makan," ucap Banri.

"Sachi, tolong ya!"

Sachi menggembungkan pipinya. Akan tetapi, Sachi tetap melakukan perintah Chisa untuk membantunya.

Setelah menyajikan makanan untuk Banri, Chisa menghampiri Neko yang masih duduk bersama boneka beruang coklat. Dan Sachi, ia justru ikut makan lagi bersama Banri.

"Hati-hati, dia buaya."

Neko hanya menatap Chisa yang duduk dihadapannya.

"Dia dan Gaku, buaya idol," sambung Chisa sembari menawari kue di meja mereka.

"Ya, aku juga tahu dari cerita mereka kemarin," balas Neko.

*****

"Terimakasih atas makanannya, Diamond. Dan jangan patah semangat untuk comeback kalian, ya," pesan Banri sebelum meninggalkan dorm Diamond.

"Terimakasih juga untuk oleh-olehnya, Banri-san," ucap Neko.

"Iya, terimakasih untuk jajannya," ucap Chisa.

"Hati-hati di jalan, Banri-san!" ucap Sachi sembari melambaikan tangan.

Setelah kepergian Banri, mereka beranjak ke kamar masing-masing. Sachi dan Chisa mengemasi serta meneliti barang yang harus mereka bawa ke sekolah agar tidak ada yang ketinggalan. Setelahnya, mereka beranjak tidur.

Sementara Neko, ia belum bisa tidur. Ia masih memikirkan cara agar Chisa mudah mengingat nada.

Bukan, bukan karena Diamond akan berakhir dengan pembubaran paksa yang diperoleh dari hasil kecurigaan pada para member. Tapi, yang Neko khawatirkan hanya Chisa kedepannya.

Untuk Sachi, Neko tidak terlalu memusingkannya. Sachi masih kecil, masih bisa dibentuk lebih baik lagi. Baik secara mental, bakat, dan fisik.

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top