Chapter 8
Kini, telah sebulan lamanya Diamond debut. Dan dalam waktu sebulan itu, mereka hanya melatih diri mereka sedikit demi sedikit agar tubuh mereka mulai terbiasa jika diberi koreo yang lumayan sulit.
Memang, hal itu biasa bagi Neko. Tapi, untuk kedua rekannya, mereka masih tampak sedikit kaku.
Dalam melakukan pemanasan, Neko pun sengaja menekan tubuh mereka secara perlahan agar tubuh mereka lentur dan tidak mudah cedera.
Saat latihan baru dimulai beberapa menit, pintu ruangan latihan mereka dibuka. Di pantulan cermin itu, mereka melihat Banri yang tampak rapi seperti biasanya.
"Ada apa, Banri-san?" tanya Neko yang mewakili rekannya.
Banri melangkahkan kakinya dan berdiri dihadapan ketiga gadis itu. Dengan sebuah senyuman penuh ketenangan, "Kalian akan mendapatkan lagu baru yang berjudul Apophitisi."
"Apophitisi?" tanya Sachi.
"Apophitisi artinya kelulusan. Karena, tepat saat mendekati akhir dari musim semi ini, ketiga agensi menginginkan kalian membawakan lagu dengan tema kelulusan itu untuk ikut merayakannya," jelas Banri.
"Tapi, aku kan belum lulus sekolah," ucap Sachi dengan polosnya.
"Bukan begitu maksudnya. Kita membawakan lagu itu untuk para kakak kelas yang lulus tepat diakhir musim semi ini," jelas Chisa yang membuat Sachi mengangguk paham.
"Jadi, kapan kita akan latihan?" tanya Neko.
Banri langsung membagikan kertas yang berisi lirik lagu pada ketiga anak didiknya. Tidak lupa, ia juga memberikan sebuah rekaman nada dari lagu tersebut.
"Mulai besok, kalian akan latihan dengan koreo baru. Semangat!"
"Besok!?" Chisa terkejut atas jadwal dadakan oleh Banri.
"Ada apa, Chisa?" tanya Banri yang kini telah berada lebih dekat dengan sang center.
"Tidak. Aku hanya memikirkan untuk mengatur jadwal," cicit Chisa.
Banri tersenyum maklum, "Tidak masalah. Kalau kau masih sibuk untuk sekolah, bisa kita tunda lusa."
"Tidak, jangan ditunda. Aku cukup baik untuk manajemen waktu," ucap Chisa dengan sebuah senyuman yang meyakinkan.
Setelahnya, Banri langsung pamit untuk mengurus persiapan esok.
"Yeay! Lagu baru!" Sachi berteriak kegirangan.
Dan lagi, Chisa tampak murung saat menerima lagu baru. Ia tampak mengibaskan kertas itu perlahan, seolah-olah ia akan mengacaukan proses rekamannya nanti.
"Jangan khawatir, kalau terus-menerus dilatih pun akan bisa," ucap Neko sembari menepuk pelan punggung Chisa.
"Ya, aku rasa," gumam Chisa.
Tiba-tiba Sachi memeluk Chisa dari belakang, "Chisa, ayo traktir aku es krim!"
Chisa memberontak dan membuat Sachi melepaskan pelukannya. Ia menatap Sachi dengan tatapan datar, "Kalau kau batuk, bukan aku yang nanggung ya."
"Sachi, Sachi. Nanti saja beli es krimnya. Saat sudah diperbolehkan. Lagipula, suaramu tidak boleh serak apapun kondisinya," tegas Neko.
*****
Sesudah makan malam, Neko membantu Chisa untuk mengingat nada dari lagu itu. Beruntungnya, nada lagu kali ini tidak serumit saat mereka debut.
Chisa berulangkali mengulangi nyanyian itu. Dan berulang kali pula ia dibenarkan oleh ketuanya.
"Huft, semua nada selalu gagal," ucap Chisa sembari menyandarkan dirinya di sofa.
"Tidak juga, hanya beberapa saja," ucap Neko yang duduk berseberangan dengan sang center.
"Tapi, ini lebih parah dari sebelumnya."
"Justru, yang sebelumnya lebih parah dari ini."
Tidak lama kemudian, mereka mendengar suara langkah kaki yang terdengar tergesa-gesa.
"Neko-san! Chisa-san!"
Sachi berteriak seperti seseorang yang kehilangan barangnya.
"Nah, kalau sudah manggil dengan '-san', berarti ada maunya tuh anak," ucap Chisa dengan nada cuek.
Brak!
Sachi menaruh dua buku dengan kasar di meja. Setelahnya, ia menatap dua gadis dengan perbedaan umur yang cukup jauh darinya.
"Tolong bantu aku mengerjakan soal ini," ucap Sachi sembari menunjuk nomor yang ada di bukunya.
"Oh, soal matematika. Aku tidak bisa. Melihat angkanya saja sudah membuatku pusing," ucap Chisa.
"Ah, Chisa. Bantu aku," rengek Sachi.
Berbeda dari Chisa, Neko justru mengambil buku Sachi secara diam-diam. Manik merahnya mengamati dengan teliti persoalan tersebut dan tangannya pun sibuk mencorat-coret buku.
"Dah, ini jawabannya," ucap Neko.
Sachi menghentikan perdebatannya dengan Chisa. "Terimakasih!" ucap Sachi dengan semangat.
"Sama-sama," balas Neko.
"Heran, padahal kau juara kelas. Tapi mengerjakan seperti ini saja masih bingung," ucap Chisa dengan manik yang masih mengamati buku Sachi.
"Biarin, yang penting juara," balas Sachi.
"Sachi masih lumayan dibandingkan dengan aku. Dulu, aku hanya tidur tiap jam matematika. Tapi saat ulangan, nilaiku selalu delapan dan sembilan. Saat di ijazah pun, nilai matematikaku sembilan," ucap Neko dengan wajah santai.
Baik Chisa dan Sachi hanya bisa terkejut atas apa yang mereka dengar.
"Hm? Kenapa kalian terkejut?" tanya Neko.
"Sungguh luar binasa," ucap Sachi.
"Luar biasa, Sachi. Tapi, bagaimana mungkin? Tidur dapat nilai bagus? Seperti cerita di anime saja," ucap Chisa.
"Kalian boleh lihat ijazahku kalau kalian tidak percaya," ucap Neko yang langsung dicegah oleh Sachi, "Jangan. Nanti aku insecure, Kapten."
Setelah kejadian itu, mereka membantu Sachi mengerjakan tugas. Saat tugas itu selesai, mereka berlatih bersama.
Neko melatih dasar-dasar yang harus dikuasai oleh rekannya. Meskipun semuanya sudah diajarkan saat trainee sebelumnya, rasanya masih ada yang kurang bagi Neko.
"Neko, kau debut di teater umur berapa?" tanya Sachi yang membuat mereka berhenti latihan.
"Tujuh tahun," jawab Neko dengan manik yang masih fokus pada lirik lagu baru mereka.
"Peran?" tanya Sachi.
"Swann princess, Odette," jawab Neko yang berhasil teralihkan dari kertas itu.
Sachi tidak bisa menahan rasa kagumnya. Ia membuka mulut lebar lalu tersenyum.
"Pasti di luar Jepang?" timpal Chisa.
Neko hanya mengangguk. "Kau sendiri, juga punya ras China, bukan?"
"He!?" Sachi kembali terkejut, "China!?"
"Ya, aku keturunan campuran, sama seperti Neko," jelas Chisa yang membuat Sachi menatap mereka dengan tatapan polos, "Aku tidak mengerti."
"Lupakan," jawab Neko dan Chisa secara serempak.
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top