Chapter 18
Sepulang sekolah, Chisa langsung dijemput Banri untuk meeting pembuatan filmnya. Memang, menjadi seorang idola harus mengorbankan waktu istirahat untuk karirnya.
Selama perjalanan, Chisa hanya diam dan sibuk berkutat pada ponselnya. Terkadang, ucapan Akane masih terpintas dipikirannya.
"Chisa, kita sudah sampai," ucap Banri yang membuat Chisa terbangun dari pemikirannya.
Dengan pakaian seragam sekolah, Chisa memasuki gedung agensinya, Takanashi production. Beberapa staf selalu menyapa saat berpapasan dengannya.
Setibanya di ruang meeting, ada satu hal yang membuat Chisa bingung. 'Yuki-san akan ikut syuting?' batin Chisa.
"Selamat datang, Chisa-san, Banri-san. Silakan duduk," ucap sang manajer Re: Vale, Rinto Okazaki.
"Um," ucap Chisa sembari mengikuti Banri.
"Jarang sekali melihatmu dengan seragam sekolah," ucap Yuki.
"Jarang? Berarti Yuki-san pernah melihatku memakai seragam sekolah?" balas Chisa.
"Pernah, saat tidak sengaja melihatmu, Tamaki, dan Iori sedang menunggu bus.
Chisa hanya ber-'oh' ria setelah mendengar penjelasan Yuki.
"Selain itu, gelang yang bagus," puji Yuki.
Chisa mengangkat tangannya, "Oh, ini Neko yang beri. Awalnya aku berpikir kalau gelang ini sedikit tidak cocok untukku. Tapi, setelah aku bercermin, lama-lama gelang ini juga cocok untuk rambut dan warna mataku."
Yuki tampak tersenyum tipis. Chisa masih belum mengerti kapan senpai nya satu ini serius dan main-main.
Sebelumnya, senyuman tipis itu juga pernah ia lihat saat berada di villa. Tatapan tajam dan senyuman tipis, sudah cukup membuatnya jadi villain.
"Omong-omong, Banri. Mengapa kau tidak memberitahuku jika Yuki-san juga berperan disini?" bisik Chisa.
Banri tetap tersenyum, "Memang mendadak. Saat awal, pihak produksi film pun tidak menyampaikan jika Yuki-san akan ikut andil dalam film ini.
Tapi, ada baiknya jika Yuki-san ikut. Aku dengar dari Neko, terkadang kau masih kaku dalam ekspresi wajah."
"Maksudnya, aku bisa sekalian belajar?" ucap Chisa.
"Ya, seperti itu," ucap Banri.
Tidak lama kemudian, sutradara dan beberapa stafnya memasuki ruang meeting. Setelahnya, meeting pun dimulai.
Mereka banyak membicarakan tentang hal-hal yang mereka butuhkan. Termasuk di naskah tersebut.
"Ada apa Yuki-san? Tampaknya ada hal yang ingin kau sampaikan," sahut sang Sutradara.
"Tidak ada," balas Yuki.
"Bagaimana denganmu, Chisa-san?" tanya sang Sutradara.
"Aku rasa naskah ini sudah bagus," jawab Chisa.
*****
Chisa merebahkan dirinya secara kasar di sofa ruang keluarga. Dirinya sangat lelah dan malas untuk melihat naskah setebal itu.
"Cape?" tanya Neko yang tampak baru saja keluar dari kamarnya.
"Tidak, tidak cape. Tapi cape," balas Chisa.
"Apaan sih, Chisa," sahut Sachi yang masih sibuk menghabiskan kue kering buatan Mitsuki.
Neko duduk dihadapan Chisa. Ia menyalakan dan mulai menonton televisi.
"Neko," panggil Chisa.
"Hm?"
"Bagaimana cara menghapal segini banyaknya?" ucap Chisa.
Neko mengalihkan pandangannya ke naskah tebal itu. Setelahnya, dia hanya diam dan tidak berkata apa-apa.
Buk!
Sebuah bantal mendarat diperutnya. Neko tahu kalau Chisa yang melemparnya.
"Iya-iya, nanti malam akan aku ajari," jawab Neko.
"Gitu lah dari tadi," balas Chisa.
"Kalian enak ya, langsung dapat job setelah rilis musik video kedua," sahut Sachi.
Neko dan Chisa menatap Sachi secara bersamaan.
"Aku sendiri belum dapat pekerjaan sama sekali. Jadi iri ya," gumam Sachi.
"Iri? Untuk apa iri? Kan enak di rumah, nonton televisi, daripada harus menghapal segini banyaknya," ucap Chisa yang tampak seperti sebuah protes kecil.
"Mungkin nanti, kalau kau sudah terlihat menarik seperti Mitsuki," ucap Neko.
"Mitsuki?" ucap Sachi.
"Ya, Mitsuki kakaknya Iori. Dulu dia juga kurang dipandang. Tapi, dia tidak kenal putus asa dan sekarang dia sering menjadi mc di beberapa variety show," jelas Neko.
"Benar. Tamaki juga. Kalau bukan karena dance nya, Tamaki juga sama seperti mu yang membutuhkan waktu buat bersinar," sambung Chisa.
"Omong-omong soal bersinar. Neko, sudah tahu tujuanmu menjadi idol?" ucap Chisa sembari menatap Neko.
Neko menghela nafas, "Ya, tujuanku masih sama seperti sebelumnya. Hanya saja, sekarang aku lebih mencoba untuk menikmatinya dibandingkan sebelumnya. Sankyu naa Chisa."
"Sama-sama," balas Chisa.
"Kau sendiri bagaimana?" sahut Sachi.
"Rahasia," jawab Chisa.
"Rahasia, rahasia terus. Menyebalkan," ucap Sachi.
"Sachi, sudah siap di asrama sendiri?" ucap Neko dengan tatapan jahil.
"Ah, aku juga dengar dari Banri. Kalau dorm ini sepi di malam hari, maka banyak penunggunya yang keluar," sahut Chisa.
"Tidak benar itu," ucap Sachi yang tampak sedikit ketakutan.
"Benar kok," ucap Chisa.
"Darimana kau tahu?" tanya Sachi.
"Rahasia," jawab Chisa.
"Sudah lah, malas saya." Sachi menggembungkan pipinya. Ia kesal karena Chisa selalu merahasiakan semuanya darinya.
"Malas kenapa?" sahut Neko.
"Malas lihat macan disana," jawab Sachi yang langsung dilempar bantal sama Chisa.
"Awas, macan ngamuk!" Sachi berlari menuju kamarnya sembari menghindari beberapa bantal yang dilemparkan oleh Chisa.
Sepeninggal Sachi, Neko dan Chisa melanjutkan menonton televisi bersama. Tanpa mempedulikan bantal yang berceceran akibat perang dari Chisa.
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top