Chapter 07
Kejujuran Silvanna atas perasaannya malam itu, membentuk jarak yang begitu lebar di antara dirinya dan Ling. Bukan satu hal yang mustahil jika akhirnya mereka tak bertegur sapa selama satu minggu.
Hal yang sebenarnya disayangkan bila harus terjadi. Kedua bintang yang sedang naik daun itu tengah berada di ujung tanduk. Kurang lebih itu yang ada di pikiran Leomord saat ini.
Mungkin jika Valentina masih ada, pikiran mereka akan sama. Namun di balik itu semua, Leomord memang tahu apa yang dilakukan Valentina pada Silvanna itu salah. Bisa jadi ada alasan lain kenapa Silvanna mau mengikuti kemauan Valentina selama ini.
Awak media pun sudah mencium aroma retaknya hubungan Ling dan Silvanna. Semuanya berawal ketika acara malam penganugerahaan sebuah stasiun televisi, keduanya tidak datang dan tampil bersama. Keduanya tetap bungkam meskipun dihujani berbagai pertanyaan dari para wartawan infotainment.
Bukan lagi menghindar atau mengelak dari awak media. Kesibukan Silvanna sekarang adalah mencari manager baru untuk menggantikan tugas Valentina. Dibantu Leomord, Silvanna memilih beberapa kandidat dari CV yang diterimanya selama dua hari ini. Silvanna mempercayakan Leomord untuk meng-interview calon-calon managernya.
"Tapi beneran, kan, sekarang kamu lagi free?" tanya Silvanna ketika jalan berdampingan dengan Leomord ke sebuah ruang pertemuan di gedung apartemennya.
Leomord mengambil alih dokumen-dokumen yang diperlukan selama interview dari tangan Silvanna.
"Kebetulan lagi free cuma hari ini. Besok, baru mulai sibuk lagi," sahut Leomord.
"Sorry ya, Leo. Harusnya hari ini kamu istirahat."
"It's ok, Silvanna. Udah tugas gue buat bantuin lo."
"Thanks. Soalnya, aku juga bingung gimana caranya nyari pengganti Valentina secepat ini. Aku belum punya pengalaman interview orang."
"Gue maklum, kok. Lo mau cari kandidat yang terbaik buat karir lo ke depannya juga, kan?"
Silvanna tersenyum kemudian mengangguk. Entah berapa banyak kalimat terima kasih yang terangkai dalam otak Silvanna untuk Leomord.
"Mm, Silvanna. Lo serius udahan sama Ling?"
Ada perubahan signifikan dari air muka Silvanna ketika Leomord menanyakan itu. Enggan untuk menjawab, Silvanna hanya mengangguk lemah.
"Why?"
"Aku capek, Leo," jawab Silvanna langsung.
Mereka menghentikan langkah sejenak sebelum masuk ke ruang pertemuan itu. Leomord menatap Silvanna yang tingginya beberapa inci di bawahnya. Sorot bingungnya beradu dengan tatapan memohon dari Silvanna.
"Aku tahu, Valentina pasti cerita banyak ke kamu, kan?" ungkap Silvanna. "Termasuk perasaan aku sama Ling." Silvanna seakan menemukan jawaban dari sorot mata Leomord saja tanpa mendengar kata 'iya' dari mulutnya.
"I see," sahut Leomord. "Dan lo tau, Ling belum bisa diajak ngobrol banyak sampai saat ini."
Dan ternyata bukan hanya dirinya yang menjadi objek kediaman Ling. Manager pribadinya pun merasa hal demikian. Kediaman Ling berimpas pada beberapa orang.
"It's my bad," kata Silvanna sebagai permohonan maaf pada Leomord.
"Gue ngerti. Lo cuma mau kebebasan tanpa adanya paksaan soal hidup lo, kan?" Tanpa diduga, Leomord malah mendukung keputusannya.
Kedua ujung bibir Silvanna terangkat ketika Leomord menepuk kedua bahunya pertanda memberikan support pada perempuan itu.
Namun, keberadaan mereka tak boleh terlalu lama di sana. Leomord menaruh curiga pada seseorang berjaket cokelat yang ada di resepsionis apartemen tersebut. Pasalnya, dari ekor matanya, Leomord tahu kalau orang itu memperhatikan gerak-geriknya dengan Silvanna.
Leomord hanya khawatir akan ada berita buruk setelah ini.
***
Acara interview hari ini sudah memakan waktu sekitar dua jam setengah. Itupun menyisakan satu kandidat terakhir yang masih duduk tenang di ruang tunggu.
"Melissa Raquel Hanz."
Gadis bersurai pendek tajam itu berdiri ketika namanya disebut. Ia mengangguk sopan pada Leomord yang memanggilnya. Gadis itu menurut ketika Leomord mempersilakannya duduk.
Silvanna membolak-balikkan berkas lamaran yang dibawa Melissa saat itu. Ia cukup takjub dengan kolom pengalaman kerja gadis muda ini. Usianya memang masih muda dan baru bekerja di satu tempat saja.
"Di usia kamu yang masih muda, pengalaman managerial artis kamu udah enam tahun? Luar biasa sekali." Silvanna mulai berbicara dengan Melissa.
"Saya sudah memulainya sejak lulus sekolah menengah pertama, Nona."
"Lulus SMP?"
"Ya, saya terpaksa memulai karir saya sebagai asisten Bunda Rafa. Satu tahun bekerja bersama beliau, saya diangkat menjadi managernya. Saat itu usia saya masih lima belas tahun. Dan saya mencari pekerjaan lain ketika Bunda Rafa sudah tiada beberapa bulan yang lalu." Melissa menjelaskan latar belakang dan karir managerialnya pada Silvanna dengan nada yang lugas.
"Terpaksa? Kamu terpaksa bekerja?" Silvanna tertarik pada kalimat awal gadis itu.
"Ya, dulu saya terpaksa bekerja karena keluarga saya tergolong tidak mampu. Sementara saya punya dua adik yang harus disekolahkan. Maka dari itu, saya mengalah dan mulai bekerja. Tapi saat ini saya semangat bekerja untuk melanjutkan tanggung jawab orang tua saya untuk menyekolahkan adik-adik saya."
Silvanna takjub atas semangat anak ini. "Saya salut sama kamu. Gimana menurutmu, Leo?"
"Dari hasil test karir dan psikologinya juga cocok. Apalagi ketika pertanyaan esai seputar managerial dia sudah lebih paham dari kandidat yang lainnya," jelas Leomord. "Kalo lo ngerasa cocok, gue setuju."
Silvanna tersenyum lebar. Berkat Leomord ia menemukan pengganti Valentina secepat ini.
"Kamu saya terima. Selamat bergabung." Silvanna mengulurkan tangannya dan disambut antusias oleh Melissa.
"Terima kasih banyak, Nona. Saya merasa terhormat bisa bekerja dengan Nona Silvanna."
"Kamu mulai bekerja besok, bisa?"
"Sangat bisa." Melissa begitu antusias menyambut pekerjaan barunya.
"Sekarang istirahatlah. Saya akan buatkan akses masuk khusus ke apartemen ini."
Melissa dan Silvanna sama-sama berdiri untuk kembali berjabat tangan. Dengan satu anggukan pertanda pamit, Melissa keluar ruangan itu dengan riang.
Senyum Silvanna surut ketika ia melihat Leomord yang duduk terdiam di tempatnya. Ponselnya yang menyala hanya diputar-putar sendiri.
"Ada apa, Leo?" tanya Silvanna.
Pria itu menoleh begitu panik. "Lo baca berita trending di sosial media sekarang!"
Silvanna memasang wajah serupa dengan Leomord ketika mendengar kata 'trending' dari pria itu.
"Tikungan sang Manager Begitu Tajam. Ling dan Silvanna Resmi Bubar?"
"Terkuak orang ketiga di antara Silvanna dan Ling."
"Selalu Bungkam, Ternyata Sang Manager Penyebab Kandasnya SilvaLing?"
Kurang lebih seperti itu headline di berbagai media saat ini.
***
"Ling, gue bisa jelasin soal berita yang beredar itu!"
Leomord tiba-tiba masuk tanpa mengetuk ke apartemen Ling. Kebetulan, sang empunya ada di sana.
Ling hanya menengok datar ke arah Leo sambil mengambil kantung teh sebelum membuangnya.
Seteguk teh hangat meluncur ke tenggorokan Ling sebelum menyahut Leo.
"Ada apa?" tanya Ling datar seolah tak terjadi apa-apa.
"Lo udah baca--"
"Banyak artikel yang gue baca barusan." Ling bangkit lalu mengitari Leomord yang terdiam di tempat. "Waw, plot twist yang keren." Ling kembali menyesap tehnya sambil berdiri.
"Kenyataannya bukan seperti yang lo kira Ling."
"Ketemu Silvanna diam-diam?"
"Gue baru ketemu dia sekarang. Itupun karena gue mau bantu dia nyari manager baru buat gantiin Valentina."
"Kenapa harus lo?"
"Karena dia cuma kenal dan percaya sama gue," tegas Leo. "Lo jangan kayak orang yang nggak melek media, Ling. Wartawan infotainment suka ngelebih-lebihin sekarang. Apalagi, mereka denger kabar lo baru putus sama Silvanna. Otomatis, mereka bakal bikin berita yang bisa naikin traffic mereka."
Leomord membanting tubuhnya ke sofa. "Gue nggak mungkin ngelakuin hal sebodoh itu ke lo, Ling," kata Leomord lagi.
Ling mengambil tempat duduk di kursi bagian lain. Ia tersenyum miring, lantas tertawa. "Serius banget lo nanggapinnya?" Ling terkekeh. "Gue nggak segoblok itu, percaya media begitu aja."
Napas lega Leomord menguar di ruangan itu. Ia takut jika Ling tiba-tiba memecatnya.
"Yang gue sayangkan, kenapa lo ngedukung rencana Valentina buat ikut ngatur perasaan Silvanna." Ling mendadak serius.
"Maksud lo?"
"Silvanna udah bilang semuanya waktu itu. Dan nggak mungkin kalo lo nggak tau rencana Valentina di balik ini semua."
Leomord mengambil napas dalam, mengebuskannya. Ia siap menjawab pertanyaan Ling. "Karena gue peduli sama lo. Lo sayang kan sama dia?"
"Tapi itu artinya lo udah ikut bohongin gue!" Nada bicara Ling meninggi.
"Bukan maksud gue bohongin lo. Gue pikir, Silvanna bakal luluh sama lo setelah rencana ini berjalan. Sebenernya mana ada sih cewek yang nggak suka sama lo?"
Ling diam. Cukup kesal dan menyakitkan kalau pembicaraan ini berlanjut.
"Ling, ada informasi juga buat lo. Produser film layar lebar lo sama Silvanna udah nunggu kepastian kalian sampe hari ini. Kalo lo keberatan, film ini bakal jatuh ke tangan aktor lain." Leomord menyampaikan kabar itu hati-hati karena ingin menjaga hati Ling.
"Lo tau kan kalo jadi bintang kayak sekarang itu impian gue dari lama. Gue nggak akan lepasin project itu. Film epic fantasy pertama di negeri ini. Meskipun itu sama Silvanna." Ling tampak tegar menyetujuinya.
Hal tersebut mengembangkan senyum dari bibir Leomord yang mengharapkan jawaban itu dari Ling.
***
"Aku bilang nggak bisa, ya nggak bisa, Leo!"
Inilah penolakan ke sekian kalinya dsri Silvanna untuk Leomord.
Cowok itu terus memohon pada Silvanna untuk menerima tawaran peoduser film layar lebar terbarunya bersama Ling.
Silvanna bersiap pergi dari kursinya sembari mengajak Melissa untuk ikut beranjak.
"Silvanna, please. Ini project utama kalian yang udah ditunggu banyak penonton. Kamu harus profesional," ucap Leomord setelah menahan Silvanna untuk pergi.
"Aku nggak bisa, Leo. Lagipula, penonton juga nggak akan nunggu film ini lagi."
"Siapa bilang?"
"Karena pemberitaan yang sempat viral soal aku sama Ling."
Dua orang gadis melewati meja tempat Leomord, Silvanna, dan Melissa berada. Salah satu gadis itu memegang smartphone berkamera boba sambil merekam meja itu.
"Gila ya, bisa-bisanya ngelepas berlian demi babu tukang tikung!" ucap gadis itu menohok. Diiringi senyum liciknya kedua gadis itu berlalu.
Tak hanya itu, Silvanna melihat beberapa kelompok yang sama-sama berada di kafe itu tampak berbisik sambil memandang ke arahnya.
Silvanna memegang kedua sisi kepalanya sambil menopang siku di atas meja. Ini cuma mimpi, ini cuma mimpi. Pikirnya.
Namun ketika wajahnya kembali mendongak, beberapa kelompok orang yang membicarakannya mulai melengos sambil menatapnya benci.
"Nggak pernah bersyukur punya cowok seperfect Ling! Mending buat gue aja!"
Bahkan ada salah satu fans Ling yang frontal langsung menggebrak meja mereka.
"Lo tau apa?" amuk Leomord. Ia lantas berdiri.
"Lo diem deh, tukang tikung!"
"Yang harusnya diem itu lo! Lo nggak tau apa-apa! Lagi pula, Silvanna dan Leomord itu nggak ada apa-apa!" Melissa ikut berapi-api ketika ada yang menyikut Silvanna.
Dicaci menjadi hal biasa bagi seorang public figure seperti Silvanna. Namun dilabrak seperti tadi, ini yang pertama baginya.
"Siapa lo anak kecil?" ternyata Fans Ling yang satu ini keras kepala.
Melissa menariknya untuk menjauh dari meja, dan tak segan-segan untuk menamparnya.
"Denger ya, lo belum pernah nelen biji kedondong? Apa nyokap lo ngidam kulit durian? Tajem banget lidah lo!" Melissa membentak gadis itu yang masih memegangi pipinya.
"Kalo masih gangguin Silvanna, gue nggak segen bakal lapor ke pihak yang berwajib!" Ancaman Melissa sepertinya tidak main-main.
Silvanna melihat dan mendengarnya merasa tersanjung. Melissa sudah bisa menjalankan tugasnya sebagaimana mestinua, termasuk membela Silvanna.
Berakhir urusan dengan gadis tak punya etika itu, Melissa kembali bergabung dengan Silvanna dan Leomord.
"Lo hebat!"
Hanya kalimat itu yang meluncur tiba-tiba dsri mulut Leomord.
"Udah tugasku jagain Kak Silvanna."
Leomord kembali menatao Silvanna. "See? Lo harus perbaiki image lo di deoan penonton," kata Leomord setengah berbisik. "Ling udah setuju sama project ini. Dan kalo lo masih bersikukuh, kita semua bakal hancur. Keputusan ada di tangan lo."
Silvanna berpikir. Mana mungkin karir yang selama ini dibangunnya dibiarkan hancur begitu saja.
Lagi pula, keputusannya sangat berpengaruh untuk dua orang lainnya, yakni Ling dan Leomord.
"Produsernya minta keputusan lo hari ini."
Silvanna menghela napas. "Demi profesionalitas, gue setuju," sahut Silvanna meski terdengar setengah hati.
"Deal. Beberapa hari ke depan, lo sama Ling udah mulai reading script.
Silvanna hanya mendengarkan. Ia terlalu sibuk membedakan apakah keputusannya ini benar atau salah.
***
- Dua Lipa - Homesick -
Kebiasaan Silvanna akhir-akhir ini, keluar menuju balkon ketika waktu manusia sedang nyenyak-nyenyaknya.
Bersama angin yang membelai rambut-rambut tipisnya, ia menatap bulan yang masih tampak separuh.
Baginya menanti purnama sama lamanya dengan menghitung pasir di laut. Nggak ada habisnya. Jika diteruskan hanya membuang waktu berharganya.
Tapi lain jika konteksnya ingin bertemu Granger, pria misterius yang mulai membelai hatinya.
Rasa penasaran dan kerinduan yang mengendap terasa makin sempurna jika dilampiaskan saat pertemuan tiba.
Di sisi lain, ia khawatir jika ini hanya oerasaan sepihak. Perasaan yang hanya miliknya, dan tidak berlaku untuk Granger.
Silvanna memegang dadanya. Aliran darah di sana seakan mendesir ketika hatinya menyebut nama Granger. Matanya terpejam seraya mututnya yang siap berucap.
"Apa yang terjadi akhir-akhir begitu mengejutkan buat aku, Granger. Kematian Valentina, begitu juga dengan ketakutanku yang menjadi nyata. Bodohnya aku, sudah keluar dari labirin permasalahanku, kini kembali masuk ke labirin masalah yang lain. Aku butuh kamu di sini, Granger." Dalam isak tipis, ia mengatakan itu. Ia berharap, angin membawa pesan itu untuk disampaikan pada Granger.
Nyatanya, dalam bayangan yang tak bisa ditembus pandangan manusia biasa, Granger mendengarnya langsung dari belakang Silvanna. Seprrti biasa, sayap besarnya mengepak, menutup akses kaca antara kamar Silvanna dengan balkon.
Jika bisa, Hellbringer ingin memeluk perempuan ini saat itu juga.
"Sabarlah, Silvanna. Kelak kamu akan menemukan kebahagiaanmu sendiri. Aku janji." Suara Hellbringer yang hanya bisa didengar olehnya dan angin malam.
Hellbringer memejamkan mata. Ia tak peduli pada perasaan haram yang muncul mengganggunya. Perasaan cinta pada manusia yang seharusnya tak pernah lahir dari diri sesosok iblis sepertinya.
Bersambung...
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top