SPOILER ALERT!
Disclaimer: Ini hanya spoiler, bukan cerita lengkap. Selamat membaca teman-temin ❤️❤️❤️
•••
"Ya, kamar kita selama akhir pekan. Sebenarnya, akhir-akhir ini aku tidak bisa tidur nyenyak. Banyak pekerjaan yang harus kuselesaikan. Dan hari ini aku mengajakmu ke sini. Kau tahu, membangkitkan kenangan yang tidak menyenangkan itu hal sulit sekali bagiku. Karena itu, aku membutuhkanmu di sisiku ketika tidur, Mi Querida. Walau hanya di akhir pekan. Apa kau keberatan?"
"Baiklah. Kalau begitu tunjukkan kamar kita."
"Waw, ini benar-benar spektakuler. Aku pasti betah menempati kamar ini walau itu hanya selama akhir pekan," komentar Quorra dengan senyum merekah. Dia ada di balkon dan pandangannya fokus ke laut Alboran. Lagi-lagi dia terlihat seperti lukisan Pre-Raphaelite yang digarap secara cermat.
"Itu bagus. Jadi, bisa dipastikan aku juga akan tidur nyenyak malam ini."
"Dasar aneh! Padahal kau tidur di sofaku bisa senyenyak itu sampai-sampai tidak sadar kalau aku melepas sepatumu dan suit-mu," ejeknya dengan tawa kecil.
"Itu karena tempatmu terlalu nyaman. Maksudku, selalu nyaman kalau ada kau di mana pun. Omong-omong, jam berapa sekarang? Aku sudah lapar. Apa kau tidak lapar?"
•••
Banyak orang melihat tingkah Quorra sehingga aku menarik wanita itu. Dengan cepat, kulepas topiku. Sebelum kupasangkan topi itu di kepala Quorra, aku merangkul dan mencium bibirnya kilat untuk menunjukkan kepada orang-orang bahwa dia adalah milikku. Rona merah pada wajah Quorra menandakan dia rikuh. Aku begitu senang karena dia berada di jalur yang tepat. Yakni dalam kuasaku.
"Seharusnya kau bilang kalau kita akan berlibur. Jadi, aku akan memakai gaun musim panas. Bukannya kemeja dan jins pendek ini," protesnya yang kuyakini untuk mengalihkan kerikuhannya. Dia pun membenarkan letak topi sembari merapikan rambut.
"Kalau kukatakan padamu waktu itu, kau pasti akan menolak. Jadi, lebih baik membiarkanmu penasaran."
"Dasar kau!"
•••
"Apa yang kau lakukan? Aku sedang memasak, Alex."
"Tidak ada, aku hanya melihat," balasku.
Aku sama sekali tidak menyentuh Quorra, tetapi kedua tanganku merentang dan masing-masing telapak tanganku berpegangan di ujung meja kabinet. Seperti memerangkap Quorra.
Wanita itu pun menolehku dan wajah kami menjadi sangat dekat. Pandanganku sengaja turun ke bibirnya yang lembut, sebagai tanda ingin menciumnya. Sayangnya, dia malah mengusir, "Menjauhlah, Alex. Kau terlalu dekat. Aku tidak memiliki banyak ruang gerak. Kecuali kau mau masakan ini tidak selesai."
"Kenapa kau mengusirku dari dapurku sendiri?"
"Astaga, kau tentu tahu aku tidak bermaksud seperti itu."
"Ternyata kau sangat galak," ledekku sambil mencium pelipisnya sebelum pergi dan membiarkan Quorra menggerutu.
•••
"Kukira kau sudah tidur," lontar Quorra.
Dari bintang-bintang di langit Casares-Costa yang gelap, aku memutar tubuh untuk menghadapnya yang baru saja memasuki kamar. "Aku menunggumu," jawabku jujur lalu mengembuskan asap rokok ke udara malam.
Wanita yang mengenakan baju tidur satin kuning halus selutut yang dilapisi luaran itu menghampiriku di balkon. "Maaf, mandiku agak lama. Kau tahu, mandi lama sebelum tidur memang sangat menyenangkan. Aku juga keramas dan mengeringkan rambutku lebih dulu. Sekarang, aku sudah siap tidur."
Aku mengisap rokokku lebih lama sampai putungnya tinggal sedikit. Sembari membagi asap nikotin di udara malam, aku menyudutkan ujung rokok yang terbakar di pasir atas tempat sampah dekat pintu. "Ayo kita tidur."
Aku menutup pintu dan Quorra merapikan rambut sebelum berbaring. Aku lantas mengikutinya dan mulai meringkuk mirip bocah kecil yang memeluknya. "Benar-benar nyaman. Selamat tidur, Mi Querida."
•••
Bagaimana mungkin aku diharapkan bisa tidur nyenyak dalam keadaan seperti ini?
Posisi kepala Alejandro diletakkan di dadaku. Tangan kiri besar dan hangat pria itu melingkari tubuhku sementara tangan satunya menyelinap ke baju tidurku guna membelai-belai kulit punggungku.
Dengan sekuat tenaga, aku menahan diri agar tidak mengeluarkan raungan erotis oleh sensasi panas yang ditularkan tangan Alejandro di kulitku yang merinding. Menyakini, jangankan tidur nyenyak. Aku bahkan ragu bisa tidur dengan kualitas kaleng-kaleng.
"Alex, bisakah kau singkirkan tanganmu dari sana?" bisikku pasca memejam sesaat, mengambil napas berat dan mengeluarnya perlahan-lahan serta menelan Saliva yang terasa sangat berat kulakukan. Dengan tujuan mengendalikan diri. Menampik godaan sensual yang pria itu tawarkan.
•••
Menurut pendapat Alejandro, aku harus berjemur supaya kulitku tidak sepucat sekarang. Jadi, terpaksalah dia membelikanku bikin one piece karena aku tidak membawa benda-benda semacam itu-aku tak percaya ini. Namun, setelah melihatku memakai bikini yang dibelinya itu, dia malah menggerutu. "Apa-apaan ini? Kenapa bikini ini jelek sekali? Tidak perlu berjemur. Biarlah kulitmu tetap seperti itu. Kau cantik apa adanya. Tak peduli warna kulitmu sepucat ini."
•••
"Terima kasih, Alex."
Alejandro menjawab, "Tidak, seharusnya aku yang berterima kasih karena kau mau menerima masa laluku yang-kau tahulah."
Aku mengangguk dengan senyuman. Kemudian secara mengejutkan, menawarinya, "Apa kau mau menginap di sini? Barangkali kau lelah. Kau bisa pulang besok."
"Aku sangat ingin. Tapi aku khawatir tidak bisa bangun pagi. Kau tahu, rumahmu selalu nyaman. Lagi pula aku benci pagi-pagi harus diomeli Beatrisa. Suaranya bising sekali. Tidak ramah di telingaku."
Aku tidak tahu harus berkata apa, tetapi diingatkan kembali soal pengakuan Beatrisa yang didekati Alejandro lalu ditinggalkan pria itu membuat hatiku berdenyut. Padahal aku sudah bedsusah payah melupakannya. Dan seakan bisa membaca pikiranku, Alejandro menenangkanku dengan mengaku, "Kau tahu kalau dia mengomeliku, aku jadi merasa seperti seorang adik laki-laki yang diomeli kakak perempuannya. Ya sudah, aku pulang dulu."
Beberapa menit kemudian, ketika aku membongkar baju-baju kotor dari tas untuk kucuci, bel apartemenku berdentang. Aku berjalan santai sambil mereka-reka siapa yang bertamu. Dan kekagetanku tak bisa disembunyikan lagi ketika mendapati tamu tersebut ialah Alejandro Rexford.
"Oh, Alex. Apa ada yang ketinggalan?" tanyaku ragu dan setengah berharap dia akan benar-benar menerima tawaranku untuk menginap di sini.
Dia menukas, "Ya. Kurasa kau menjatuhkan ini di jok mobilku."
Alejandro mengulurkan sebuah kalung emas putih berbandul bunga kecil bertabur berlian berwarna turkuois. Dengan bingung aku menerimanya. "Ini bukan punyaku."
"Lalu milik siapa? Aku tidak berkencan dengan wanita lain selain kau selama berbulan-bulan lalu."
Jantungku berdebar kencang atas pengakuan Alejandro yang membuatku bagai dilambungkan tinggi-tinggi. Pria ini telah berubah. Dia tidak playboy seperti rumornya. Kurasa, aku bisa mempercayainya. Meski demikian, aku tidak merasa memiliki kalung tersebut. Jadi, aku tetap menyangkalnya sambil mengulurkan kalung indah itu kepada Alejandro.
"T-tapi aku benar-benar tidak memiliki kalung ini."
Pria itu mendorongnya kepadaku lagi. Kedua alis Alejandro bahkan mengernyit tanda tidak menyukainya. Dengan ketus, dia lantas berkata, "Ya sudah kalau begitu simpan saja kalung itu!"
Alejandro pergi dan aku meneriakinya. "Alex, bagaimana bisa aku menyimpan ini?"
Pria itu berbalik menghadapku dan lagi-lagi berkata ketus. "Lalu bagaimana denganku? Apa kau pikir aku akan menyimpan barang-barang wanita? Atau kau bahkan berharap aku mengenakannya di pesta sosialita? Jadi, simpanlah! Kalau tidak mau, buang saja! Aku pulang dulu!"
•••
Alejandro menjemput dan mengantarku pulang ke apartemen lamaku di Santander kemudian sorenya mengajakku bermain ice skating. Katanya, "Anggap saja ini penebusan karena dulu kita belum jadi ke sini."
Lagi-lagi Alejandro membuatku terkesima. Dan aku tak kuasa menahan perasaanku yang meluap-luap kepada pria itu. Aku menggamit lengannya yang dibalut jaket tebal hitam dan dia mengenakan sarung tangan sama sepertiku. Kemudian aku mengajaknya menyusuri lintasan ice skating ini bersama. Melewati orang-orang yang menatap kami sambil bisik-bisik.
Secara perlahan, Alejandro menarik tanganku dan memutarku seolah kamu sedang berdansa di antara musik lembut romantis.
"Jadi, kau sudah siap mengerjakan proyek hotelku di Castellón de la Plana, Mi Querida?" tanya pria itu.
"Yap, sebenarnya aku sudah menukar jadwalku minggu depan dengan rekan kerjaku."
Aku tidak menceritakan kedekatanku dengan Alejandro kepada Zurina atau siapapun. Karena tidak akan kubiarkan telingaku terkontaminasi dengan gosip-gosip yang beredar mengenai Alejandro. Biarlah jarak yang jauh dari mereka-meski itu hanya sementara-membuatku menikmati hubunganku dengan Alejandro tanpa gangguan.
"Akan kuminta Beatrisa menyiapkan kamar untukmu dan untuk rekan-rekanmu. Jadi, kau dan timmu tidak perlu susah payah mencari tempat tinggal sementara untuk waktu tiga bulan," papar Alejandro yang membuatku menganga.
"Wah, aku tidak menyangka kau akan menjamu kami dengan baik. Aku-mewakili timku-sangat menghargainya. Terima kasih, Alex." ucapku tulus dengan senyum tulus pula.
Alejandro lantas menarik salah satu sudut bibirnya membentuk senyum miring dan mengatakan, "Jujur saja, aku ingin sekali mengajakmu tinggal bersamaku selama di Castellón. Kurang lebih seperti di Casares-Costa. Sayangnya, tidak setiap hari aku akan ada di sana untuk memantau. Walau sangat ingin di sana bersamamu, pekerjaanku di sini tidak bisa kutinggalkan begitu saja."
"Omong-omong, kau tidak pernah mengenakan kalung bunga itu. Apa kau benar-benar membuangnya?" tanya Alejandro setelah beberapa kali kami mengitari lintasan ice skating dan berhenti di salah satu sudut untuk beristirahat.
"Oh, tentu saja aku tidak membuangnya. Kalung itu kusimpan. Aku ragu memakainya."
"Kenapa kau ragu memakainya?" sungut Alejandro yang seakan baru saja tersengat listrik.
"Aku benar-benar tidak ingat pernah membelinya. Jadi-"
"Kalau begitu, buang saja!"
Aku tidak tahu apa yang salah dengan kata-kataku sehingga membuat Alejandro merasa geram seperti itu.
"Mana mungkin aku bisa membuangnya, Alex?" tanyaku tak kalah menaikkan nada. Benar-benar bingung.
Sebenarnya kalung itu milik siapa sampai-sampai Alejandro jadi seperti ini? Lebih-lebih, dia bahkan menegaskan, "Kalau begitu, pakailah saat pembukaan hotel Paraíso del Mundo di Castellón de la Plana nanti. Aku hanya ingin tahu."
•••
"Kau terlihat gugup, Mi Querida."
Quorra menjawab, "Begitulah. Reputasi Belleza Pura dan Paraíso del Mundo sedang dipertaruhkan malam ini. Apakah orang-orang akan menyukai interiornya?"
Tanpa jeda dan tanpa ragu, aku menegaskan, "Tentu saja. Aku pribadi sangat menyukai semua interiornya. Kupikir, kau tidak akan gugup karena sudah merasakan hal serupa di pembukaan ballroom Santander beberapa waktu lalu. Atau di acara peresmian lainnya."
"Itu lain cerita, Alex. Kau selalu mengawasi setiap penggarapan ballroom di Santander. Sedangkan kali ini, kau justru memasrahkan semuanya kepadaku dan timku," bantah Quorra.
Aku juga berkelit, "Tapi aku ke sini seminggu sekali."
"Hanya di akhir pekan. Dan apa yang kau lakukan di akhir pekan itu, Alex?"
Aku mengedikkan bahu ringan. "Tidur di apartemenmu."
"Dan?"
"Menunggumu memasak untuk makan kita dan mengajakmu jalan-jalan."
"Nah, tepat sekali. Kau ke sini mengunjungiku. Tapi bahkan tidak pernah ke hotelmu untuk mengecek pekerjaanku."
"Itu karena aku percaya padamu dan Belleza Pura. Lagi pula Beatrisa melaporkan setiap detailnya kepadaku. Dia juga menunjukkan foto-foto dan video-video setiap garapan di hotelku," terangku yang membuat Quorra menghela napas panjang.
"Baiklah. Tapi itu tidak membantuku meredakan kegugupanku sama sekali," katanya lemah, mengalah. Kemudian menundukkan kepala.
Wajahku mendekat dan sebelah tanganku yang bebas mengangkat dagu wanita itu, memaksanya menatap mataku dalam keremangan yang dibantu lampu-lampu sepanjang jalan. "Kau berbakat. Aku yakin orang-orang akan menyukainya. Omong-omong, aku punya cara lain untuk meredakan kegugupanmu."
"Ya? Bagaimana itu?"
***
Ohohoho cukup segini dulu ya spoilernya. Besok-besok lagi 😁😁😁
Omong-omong, buat teman-temin yang pengin banget belajar bikin novel tapi kesulitan mulai dari mana, kebetulan untuk yang ke-3 kalinya, Tempa Penulis menunjuk saya sebagai mentor kelas novel.
Ini dia bannernya
Buat teman-temin yang berminat, bisa banget DM saya, mau tanya-tanya tentang kelas novelnya juga boleh. Atau bisa DM di Instagram saya: chachaprima03
Well, bonus foto Alejandro Rexford dulu ya, biar pada mimpi indah 😁😁😁
Well, see you next another spoiler (kalau mau ya)
With Love
©®Chacha Prima
👻👻👻
Jumat, 23 September 2022
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top