Chapter 19

Selamat datang di chapter 19

Tinggalkan jejak dengan vote, komen, atau benerin typo

Thanks

Happy reading everybody

Hopefully you will love this story like I do

♥️♥️♥️

____________________________________________________

Aku membutuhkan Quorra Wyatt lebih daripada yang kusangka

—Alejandro Rexford
____________________________________________________

Musim semi
Santander, Madrid, 29 Mei
06.55 a.m.

RedupnyaRedupnya sinar mentari yang terasa begitu tiba-tiba seolah menemani kemurunganku di pagi hari. Untuk tipe manusia yang selalu bisa beradaptasi dari sesuatu yang menimpaku, aku justru membenci diriku yang sekarang lantaran tidak dapat melakukan hal itu. Yakni terjebak dalam hati setenang putaran vorteks yang mengisab. Sebab Quorra batal memenuhi kebutuhan biologisku.

Kedongkolan itu pun menjadi awal mula hariku yang buruk. Diawali dengan diriku yang kelaparan dengan harapan masakan Quorra-lah yang mengisi perutku sampai kenyang. Disusul hujan yang tiba-tiba runtuh di tengah kemacetan lalu lintas yang bisa membuat orang darah tinggi. Yang mau tidak mau membuatku memutar kendaraan langsung menuju kantor ketimbang mampir rumah untuk mandi lebih dulu. Padahal aku sedang butuh-butuhnya mengguyur sekujur tubuh menggunakan air dingin guna mengenyahkan bayangan betapa menggodanya Quorra ketika meminta diriku membuatnya mengerang dengan cara paling menggairahkan.

Dampaknya bermacam-macan. Mula-mula Beatrisa mengeluhkan penampilanku. “Astaga ..., Alejandro Rexford ..., kau berantakan dan kacau sekali. Ada apa denganmu? Kenapa kau masih mengenakan baju semalam? Astaga, lihat kemeja putihmu itu! Kusut dan basah. Begitu juga dengan sepatumu. Apa kau hujan-hujan?”

Dengan masygul dan langkah tegap berjalan cepat menuju ruangaku, aku menyembur sekretarisku itu. “Diamlah, Beatrisa. Sudah kubilang mood-ku sedang jelek! Sebaiknya kau siapkan saja satu setel pakaian, sarapan dan kopi untukku sebelum rapat dimulai daripada sibuk mengomentari penampilanku!”

Aku membanting pintu ruanganku. Sambil merokok, aku menunggu sekretarisku melaksanakan perintahku. Sesekali aku menyusurkan jari-jemari ke rambutku kuat-kuat guna menyisir serta membuang rintik-rintik air hujan. Sudah kukatakan sebelumnya kalau aku butuh mengguyur sekujur tubuh untuk mengenyahkan bayangan Quorra. Jadi, aku sengaja hujan-hujan. Namun, bukannya berhasil, aku justru merasa sebaliknya.

Aku membutuhkan Quorra lebih daripada yang kusangka. Dan aku membenci kondisi ini. Pun, otak dalam batok kepalaku berisi Quorra semata.

Bermenit-menit kemudian, Beatrisa datang dan kembali menyebar kebisingan.

“Ini, sesuai keinginanmu.” Wanita itu mendorong gantungan beroda yang memajang satu set pakaian kerjaku, lengkap dengan handuk. Di sebelahnya ada office boy yang meletakkan senampan croquet ayam dan jamur serta kopi di meja.

Setelah office boy itu pergi, Beatrisa mengoceh lagi. “Sebenarnya apa yang terjadi padamu akhir-akhir ini? Pacarmu betulan berselingkuh?” selidiknya dengan gestur jemawa. Seandainya kinerjanya tidak becus, pasti sudah kutendang jauh-jauh wanita itu dari kantor Paraíso del Mundo. Dia terlalu mengurusi urusan pribadiku hanya karena merasa hubungan kami dekat.

Harus kuakui, aku memang pernah berniat mendekati Beatrisa karena—semua pria di muka bumi juga tahu—dia cantik, tubuhnya bagus dan seksi. Pasti banyak pria berfantasi tentangnya, termasuk aku. Sebagai pria normal dan lanjang, aku bebas melakukan apa yang kuinginkan, bukan?

Namun, setelah merasa Beatrisa mulai menyukaiku, aku memensiunkannya sebagai wanita yang kudekati lantaran sudah tidak menarik lagi. Insting berburuku tidak lagi di puncak gairah. Status kami pun praktis berjarak kembali selayaknya atasan dan sekretaris. Hingga belakangan ini ketika dia tahu aku bersama Quorra, Beatrisa terus-menerus menggunakan bahasa nonformal dan berusaha mengorek-ngorek hubunganku dengan Quorra.

Lantas, apakah aku akan dengan mudahnya memberitahu hubunganku dengan Quorra kepada Beatrisa? Apakah dia tidak belajar bahwa bermimpi juga ada batasannya? Tidakkah dia sadar diri? Dia pikir, dia siapa?

“Terima kasih untuk pakaian dan sarapannya. Kau boleh meninggalkan ruanganku, Beatrisa.”

Wanita dengan dandanan menor itu mengernyit dan menengadahkan kedua tangannya. Pertanda dia tidak mempercayai omonganku. M “Dengarkan aku, Alex. Apa kau benar-benar tidak sadar kalau pacarmu itu telah membuatmu menjadi pria menyedihkan?”

“Tutup mulutmu, Beatrisa! Dan keluarlah dari ruanganku!” Berani-beraninya dia mengatakan hal itu padaku, meski memang benar.

Sebelum meninggalkan ruanganku, Beatrisa meledak-ledak bak petasan. “Aku begini bukan karena ada perasaan padamu, Alex. Melainkan menyelamatkan Paraíso del Mundo dari berbagai ketidakfokusanmu. Tapi, aku juga kasihan padamu karena tahu dia jelas-jelas mempermainkanmu. Dia itu pemain! Sebentar lagi dia akan membuangmu. Jadi, berhentilah bertindak konyol dan menyedihkan seperti itu! Oh, satu hal lagi. Kalau kau tidak percaya semua omonganku, potong gajiku!”

Dasar sekretaris kurang ajar! Berani sekali dia meramalkan nasibku dengan tebak-tebakan begitu.

Akibatnya, rapat pagi ini dengan Alesandro dan Lozaro terasa jauh lebih memuakkan. Berkali-kali aku tidak menyetujui ide-ide mereka untuk hotel pada saat semua kepala divisi mengangguk setuju, termasuk Beatrisa. Ketika kami selesai rapat dan aku baru keluar dari ruang pertemuan tersebut, arsitek itu menyejajarkan langkah di sebelahku kemudian ikut-ikutan Beatrisa mengorek-ngorek isi hati dan kepalaku.

“Sepertinya kau sedang banyak pikiran, Alex.”

“Tentu saja. Banyak dari proyek kita yang harus dipikirkan,” jawabku diplomatis. “Aku hanya belum menemukan kecocokan dari ide-ide semua orang ”

“Abaikan soal itu. Maksudku, selain pekerjaan. Aku melihatmu mengantar Quorra Wyatt semalam. Kabarnya kalian punya hubungan. Apakah telah terjadi sesuatu dengan kalian? Sehingga membuatmu ingin menerkam semua kepala divisi?”

Langkahku kontan berhenti lalu fokus pada pria berambut cokelat terang itu. “Tidak kusangka pria semacam kau juga suka bergosip.”

Dengan kurang ajarnya, Alesandro membalas, “Alex, kalau aku tidak punya telinga, mungkin aku juga tidak mendengarnya. Tapi, bisakah kau bersikap profesional dan mengesampingkan urusan pribadimu agar proyek kita lancar?”

“Kuanggap kau sedang tidak banyak kerjaan, jadi melantur. Aku pergi dulu. Masih banyak yang harus kuurus. Selamat siang, Señor Baltasan,” tanggapku yang kemudian pergi sesegera mungkin.

Dan dampak dari kebutuhan biologisku yang tidak bisa terpenuhi itu terus berlanjut. Sepanjang hari ini mood-ku sangat buruk. Lebih sialnya lagi, ramalan Beatrisa sepertinya mulai menunjukkan tanda-tanda menjadi kenyataan.

Ketika jam kantor nyaris berakhir, aku menelepon Quorra. Wanita itu tidak mengangkatnya sehingga membuatku pergi ke Belleza Pura. Tanpa banyak pikir, aku menerobos resepsionis untuk pergi mencari Quorra. Tidak seberuntung itu, yang kutemukan bukanlah wanita itu, melainkan Luzi yang ketakutan di depan berderet-deret kubikel yang berada di depan beberapa ruang khusus. Aku bisa membaca nama Quorra lengkap dengan jabatannya di pintunya.

Beberapa orang yang bersiap pulang memperhatikanku. Namun, mana aku peduli?

Walaupun membenci kenyataan ini, tetapi aku harus mengakui dan meyakini bahwa hanya Quorra-lah yang bisa mengisi mood sehingga bagus.

Señor Alejandro? Apa yang kau lakukan di sini?” tanya wanita itu. Lagaknya Luzi ingin lari terbirit-birit. Baguslah, kalau seandainya dia bersikap seperti itu karena merasa bersalah punya andil dalam membuat mood-ku hancur lebur dan luluh lantak akibat menggangguku saat akan bercinta dengan Quorra tadi pagi buta.

“Tidakkah kau bisa menebak, Señora Luzi?” sinisku dengan senyum tipis miring. “Aku mencari atasanmu bernama Quorra Wyatt. Apa dia masih di ruangannya?”

Aku bersumpah melihat wajah Luzi seperti kehilangan warna. Dia pucat pasi. “M-maafkan aku, Señor. Quorra tidak ada di kantor. Dari tadi pagi, dia belum datang.”

“Bukankah kau memintanya menggantikanmu menemui klien jam tujuh tepat setelah hujan deras?” ingatku akan hal itu sekaligus menyindir. Ssmoga dia paham

“I-iya. Tapi dia tidak mengatakan pada kami secara spesifik bagaimana hasil pertemuannya untuk proyek selanjutnya,” jawab Luzi terbata-bata. Wajahnya sungguh memilukan. Sayangnya, simpatiku tidak tumbuh untuk wanita ini.

Bagaimana tidak? Dia yang membuat mood-ku jelek.

“Bagus sekali,” cemoohku lagi. “Kalau begitu, sebaiknya aku pergi karena sepertinya tidak ada lagi yang bisa kulakukan di sini. Selamat sore, Señora Luzi.”

Ketika tubuhku sudah kuputar 180 derajat untuk berjalan pergi, Luzi berseru di belakangku. “Señor Alejandro, soal tadi pagi, aku sungguh minta maaf.”

Dan aku hanya mengangkat sebelah tangan tanpa melihatnya sebab sibuk berpikir; sekarang, aku harus bagaimana?

Musim panas
Santander, Madrid, 17 Agustus
19.45 p.m.

Quorra Wyatt menghilang dari kehidupanku. Begitulah kira-kira yang terjadi selama musim semi Daan hampir memasuki musim panas. Itu membuatku uring-uringan setiap saat. Dia tidak bisa kuhubungi atau kutemui di Belleza Pura. Aku tidak yakin ini hanya kebetulan semata ataukah memang ada unsur yang dimaksudkan tidak bilang-bilang di mana letak spesisik Quorra sedang ke luar kota untuk mengerjakan proyek baru.

Meski benci, aku harus mengakui bahwa omongan Beatrisa benar. Quorra jelas-jelas mempermainkanku. Mempermainkan kelemahanku akan dia. Peringatan itu memang sudah ada sejak lama dalam diriku, tetapi aku selalu mengabaikannya karena berhadapan dengan Quorra sangatlah membuatku kesulitan mengendalikan diri.

Harga diriku yang terluka tidak pernah mengizinkan ini terjadi. Satu-satunya wanita yang berstatus sebagai mantan kekasihku itu harus merasakan akibatnya karena telah berani memainkanku sampai aku hilang kendali.

Pertama-tama, aku harus membenahi diri. Aku ingin kembali fokus pada kerjaan. Beatrisa pun memujiku. “Aku senang kau kembali seperti dulu, Alex,” komentarnya. “Jangan terlalu dipikirkan. Masih banyak ikan di laut. Quorra bukanlah satu-satunya wanita di muka bumi.”

Kubiarkan Beatria senang dengan berkomentar seperti itu.

Kedua, aku meminta bantuan detektif swasta untuk mencari keberadaan Quorra sambil mengurusi proyek bangunan baru Paraíso del Mundo di Castellón de la Plana bersama Alesandro dan Lozaro.

Ketiga, sambil menunggu, aku mempersiapkan sesuatu untuknya yang bisa kupastikan dia tidak akan bisa lepas dari jeratanku. Oh! Aku sungguh tidak sabar untuk melakukannya. Salah Quorra sendiri karena telah membuatku seperti ini.

Lalu, pada pertengahan musim panas, detektif itu akhirnya membawa kabar positif. Katanya, “Wanita itu sedang bekerja di rumah sakit penyintas kanker di Solares. Tepatnya di poli anak-anak.”

Senyum puas melekuk di bibirku begitu saja.

Bersiaplah, Mi Querido Quorra Wyatt.

____________________________________________________

Thanks for reading this chapter

Thanks juga yang udah komen, vote, atau benerin typo

Kelen luar biasa

Bonus foto Alejandro Rexford

Well, see you next chapter teman-teman

With Love
©®Chacha Prima
👻👻👻

Sabtu, 23 Juli 2022

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top