Chapter 14
Selamat datang di chapter 14
Tinggalkan jejak dengan vote, komen, atau benerin typo
Thanks
Happy reading everybody
Hopefully you will love this story like I do
♥️♥️♥️
____________________________________________________
Padahal kupikir aku satu-satunya, ternyata aku hanya salah satunya.
—Quorra Wyatt
____________________________________________________
Musim semi
Santander, Madrid, 28 Mei
18.13 p.m.
“Terima kasih,” ucapku disertai senyum pada petugas hotel yang membantu menutup pintu mobil jemputan dari Paraíso del Mundo.
Mulanya, aku mengira Alejandro sendirilah yang akan menjemputku. Sayang sekali, dugaan itu jelas keliru dan aku harus menahan diri agar tidak melayangkan segala bentuk protes. Memangnya, apa yang bisa diharapkan dari seorang playboy? Perhatian khusus sebagai pria yang memperlakukan wanita dengan segala kasih sayang? Tentu tidak, bukan?
Dengan segala upaya, aku mengembuskan napas berat untuk menghalau pikiran itu sambil membenahi gaun yang menurut Zurina sangat bagus kukenakan. Ya, aku setuju. Gaun ini memang sangat bagus, terutama warnanya yang kalem, tetapi memancarkan keeleganan melalui kerlap-kerlipnya. Kecuali modelnya. Aku sangat tidak sependapat tentang itu. Banyak kulit yang harus kupamerkan sehingga membuat gaun ini sedikit tak nyaman dikenakan.
Sambil menenteng gaun itu sewaktu siap-siap tadi, Zurina menegaskan, “Biarkan mata Alejandro tertuju padamu terus-menerus. Jadi, kau harus memakai gaun ini.”
Karena tidak ingin berharap, aku membalas, “Tidak mungkin. Pasti akan banyak wanita yang jauh lebih cantik daripada aku yang datang ke pembukaan itu dan akan membuat perhatiannya teralihkan.”
Tangan Zurina yang tidak menenteng gaun ditekuk di pinggang. “Buktinya dari sekian banyak wanita, Alejandro memilihmu, Quorra. Dia bahkan ke apartemenmu pada dini hari hanya karena ponselmu tidak bisa dihubungi. Hanya demi menyampaikan informasi yang sebenarnya bisa dia sampaikan lewat sekretarisnya. Lalu kenapa dia repot-repot ingin menyampaikannya sendiri? Tidakkah kau berpikir dia merindukanmu?”
Merindukanku ya? Awalnya aku juga berpikir sekaligus berharap demikian. Nyatanya apa yang dilakukan dan dikatakan Alejandro tidak mengarah ke sana. Kekecewaan itu telah membanting harapanku sampai pecah berkeping-keping.
Aku mengembuskan napas berat sekali lagi untuk menghalau pikiran tersebut dan meluruskan fokus pada tujuan utamaku kemari. Meski bukan sesuatu yang baru kualami, tetap saja malam ini merupakan malam besarku. Hasil dari kerja kerasku bersama rekan-rekan Belleza Pura akan dipamerkan. Jantungku pun berdebar-debar karena gugup sekaligus penasaran dengan respons tamu-tamu yang datang. Apakah mereka akan menyukainya sehingga Belleza Pura memiliki kesempatan memperluas pasar? Atau justru sebaliknya?
Kala sepatu hitam bertumit lancip tinggi dengan bantalan merah yang kukenakan kugunakan untuk melangkah, aku terperanjat dengan debar jantung berpacu lebih cepat dua kali lipat lantaran melihat Alejandro yang menurunkan ponsel dari telinga. Dengan muka ditekuk sembari menyimpan alat komunikasi tersebut ke saku celananya, pria itu berjalan cepat menghampiriku.
Aku yang benar-benar dilanda gugup pun menyapa, “Em, hai, aku rasa aku tidak terlambat kan? Kenapa kau terburu-buru seperti—”
“Apa yang sedang kau lakukan, Mi Querido?” potong pria berbadan tegap dalam balutan tuksedo hitam yang terpotong sesuai bentuk tubuh kekarnya itu.
“Apa yang sedang kulakukan?” tanyaku tak paham maksud Alejandro. Dan apa yang tadi dia katakan? Mi Querido? Lagi? Apa maksudnya panggilan itu tak dihilangkan setelah dia menyetujui hubungan kami diakhiri?
Pandangan Alejandro yang menusuk kini menelisik dari atas kepala hingga ujung kakiku. Lalu menarik tanganku dan menyeretku entah ke mana. “T-tunggu, Alex. Aku tidak bisa berjalan secepat itu. Lagi pula, ke mana kau pikir kau akan membawaku pergi? Lift menuju ballroom-mu bukan ke arah sini.”
Alejandro tidak peduli pada apa yang kukatakan. Bahkan dengan mengabaikan orang-orang yang melihat kami, dia tetap fokus berjalan sambil mengenggemam tanganku menuju lift khusus. Dia menekan tombol lantai paling atas, menanti pintu ditutup, baru menatapku tanpa melepas genggaman tangannya.
Lift pun mulai bergerak bebarengan dengan napasku yang naik-turun. Jujur saja, perlakuan pria beraroma kayu memikat ini membuatku bingung sekaligus berdebar. Berduaan dengan Alejandro dalam kotak besi juga membuatku ingin melemparkan diri ke pelukannya seandainya ingatan bagaimana bentuk hubungan kami tidak menyelinap masuk dan mengguncang-guncang kesadaranku.
“Kau benar-benar akan mengenakan gaun bodoh ini untuk pesta pembukaan ballroom-ku?” tanya Alejandro sengit. Sekali lagi secara saksama dia meneliti penampilanku dari ujung kepala hingga ujung kaki seakan-akan menelanjangiku hingga ke dasar jiwaku.
“Gaun bodoh?” ulangku dengan nada tersinggung, tetapi kulafalkan dalam bentuk bisikan.
“Ya, gaun bodoh ini. Begitukah caramu ingin mendapat perhatian semua orang? Dengan memamerkan hampir seluruh lekuk tubuhmu? Apa-apaan belahan dada rendah dan punggung terbuka itu?”
“A-apa?” Aku terperangah sambil menatap sepasang iris gelap sekelam malam pria itu yang menghujamiku lantaran tak percaya dengan kata-kata yang baru saja dia keluarkan dari mulutnya. Denyut dalam rongga dadaku tiba-tiba terasa menusuk. “Pantaskah kau mengatakan itu, Alex?” tanyaku yang tiba-tiba berkata dengan nada tajam sama seperti Alejandro.
“Ya!” jawabnya tegas. Hampir seperti bentakan. Rasa tusukan di hatiku semakin pedih. Di saat itu pula dia kembali melanjutkan omongannya. “Biar kuberi tahu kau satu hal, Mi Querido. Gaun itu membuatmu terlihat murahan.”
Dasar berengsek! Alejandro benar-benar berengsek!
“Dan siapa kau berani mengkritik cara berpakaianku?” pekikku, tak percaya dia merendahkanku seperti itu. “Lagi pula semua undangan wanita juga berpakaian seperti ini! Potong jariku kalau tidak!”
Pria itu berdecak sebal sebelum merespons omonganku. “Kau ini memang serampangan sekali ya, Mi Querido? Apa kau tidak membaca berita di tajuk utama koran elektronik awal tahun baru? Beritanya heboh ke mana-mana dan mencoreng nama Paraíso del Mundo. Aku hanya tidak ingin ada keributan semacam itu lagi! Sebagai orang yang melihat, tentu aku berhak mengomentari pakaianmu.”
Mau tidak mau, otakku dipaksa berpikir tentang kejadian rusuh di ballroom Alejandro sesuai koran elektronik yang kubaca dan yang pernah kudiskusikan bersama Zurina. Semuanya karena Lozaro Kruse yang mabuk lalu menggoda maître d hotel ini. Lalu istri pria itu mengamuk. Melalui omongan Alejandro, bisa ditarik kesimpulan kalau Lozaro datang bersama istrinya malam ini.
“Maître d hotelmu berpakaian sopan. Jadi, ini tidak ada hubungannya sama sekali dengan cara berpakaian.”
“Itu masalahnya. Kalau staf hotelku yang berpakaian sopan saja bisa dilecehkan seperti itu. Apalagi kau yang berpakaian seperti ini?”
Sekali lagi aku tercengang. Apakah sikap Alejandro yang marah-marah ini karena demi keselamatan diriku? Dan apakah boleh jantungku berdebar seperti ini untuk Alejandro yang perhatian—jika ini memang bisa disebut demikian? Namun, apakah perhatian ini eksklusif untukku semata?
Dikarenakan tidak ingin menaruh harapan besar berdasarkan kesimpulan yang kubuat sendiri sekaligus rasa penasaran yang berperan mengambil alih pikiran, dengan gugup aku pun bertanya, “A-apa kau juga melakukan ini pada setiap tamu wanita yang datang dengan gaun minim di ballroom?”
Pangkal-pangkal alis Alejandro kontan lebih berhimpitan daripada sebelumnya seolah-olah mengatakan aku sudah gila. Namun, ucapan yang keluar dari mulut pria itu sungguh sangat berbeda dengan respons fisiknya. “Bukankah sudah jelas? Kalau itu bisa membuat acara ini aman terkendali, kenapa tidak? Aku bahkan menyita ponsel dan gadget setiap undangan kecuali wartawan yang memiliki izin khusus untuk meliput.”
Begitu rupanya. Padahal kupikir aku satu-satunya, ternyata aku hanya salah satunya.
Pandanganku pun secara praktis turun ke genggaman tangan kami. Tangan pria itu hangat, seperti biasa. Meski aku tidak terbiasa bergandengan dengan lawan jenis tanpa ikatan darah sebab hanya Alejandro-lah yang selalu menjadi satu-satunya, tetapi bukankah perlakuan ini tidak hanya diperuntukkan bagiku? Seharusnya, hatiku tidak perlu merasa sesakit ini sebab sudah tahu bagaimana sifat Alejandro, bukan?
“Oh,” responsku pelan. Kemudian memberanikan diri menatap mata pria itu lagi. “Lalu, apa yang harus kulakukan dengan gaun ini? Kutebak kau sudah memiliki rencana. Karena itu kau membawaku, entah ke mana.”
Pintu ganda lift terbuka. Alejandro menarikku keluar dari benda kotak sesak ini. Sambari menyeretku yang berjalan tertatih-tatih untuk bisa menyamakan langkah Alejandro yang berkelok ke sebuah pintu bercat putih. Dia mengambil kartu kunci yang digunakan untuk membuka pintu tersebut. Barulah menjawab, “Aku sudah meminta bantuan stafku untuk mengurus ini. Sebentar lagi mereka akan membawakan beberapa gaun yang cocok denganmu.”
Dan aku tidak bisa menahan diri untuk tidak satire. “Betapa baiknya Paraíso del Mundo dalam menjamu tamu. Terima kasih.”
“Duduklah. Aku akan pergi mengurus sesuatu. Pilih saja gaun yang kau suka. Kalau sudah, aku akan menjemputmu lagi.”
Tidak sampai sepuluh menit kemudian, para staf yang dimintai tolong Alejandro datang dengan sederet gaun elegan. Mereka memintaku mencobanya satu per satu untuk mengetahui mana yang cocok denganku.
Hatiku seperti digempur oleh berbagai macam emosi. Antara senang karena diberi kesempatan mencoba gaun-gaun rancangan desainer kenamaan. Sekaligus nyeri di ulu hati karena aku bukanlah satu-satunya wanita yang diperlakukan spesial. Dan rasa gugup yang tak kunjung sirna sebelum melihat atau mendengar respons positif dari para tamu.
Gaun-gaun ini tergolong sopan dan mewah. Walaupun bentuknya sederhana, aku menyukainya. Gaun merah sewarna dengan bantalan sepatu tumit tinggiku menjadi pilihanku. Bentuknya ramping sampai ke lutut, lalu melebar hingga ke ujung kaki. Lengannya panjang. Belahan dadanya tidak terlalu rendah, dan bagian punggungnya memiliki tali spaghetti.
Di saat para staf selesai membantuku mengenakan gaun itu dan aku keluar kamar hunian mewah hotel ini, sudah ada Alejandro yang duduk di sofa. Kedatanganku membuatnya berkomentar, “Seribu kali lipat jauh lebih baik daripada gaun bodohmu tadi.”
Aku tahu tidak seharusnya aku senang dengan pujian yang dilafalkan dengan ketus tersebut. Namun, pada kenyataannya, aku tidak bisa mencegah diriku terperangkap perasaan itu. “Terima kasih,” balasku rikuh.
Alejandro berdiri kemudian mengulurkan lengan. Aku pun menatapnya sejenak lantaran bingung.
“Ayo, apa yang kau tunggu? Acaranya akan segera dimulai.”
Dengan ragu, aku menggamit lengan Alejandro yang kekar. Dia menepuk punggung tanganku sebentar sebelum mengajakku turun. Ketika kami berada di lift, Alejandro berkata, “Sebenarnya, aku tidak memperlakukan wanita-wanita yang bepakaian minim seperti memperlakukanmu barusan. Mereka datang bersama pasangan mereka masing-masing dan pasangan mereka pasti akan menjaga mereka. Jadi, aku sedikit merasa agak tidak terlalu khawatir. Tapi karena kau bintang utamaku malam ini, aku harus memastikan tidak akan ada hal buruk yang menimpamu.”
Alejandro Redford! Kau membuatku gila!
____________________________________________________
Thanks for reading this chapter
Thanks juga yang udah komen, vote, atau benerin typo
Kelen luar biasa
Bonus foto Quorra Wyatt
Well, see you next chapter teman-teman
With Love
©®Chacha Prima
👻👻👻
Rabu, 6 Juli 2022
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top