Chapter 11

Selamat datang di chapter 11

Tinggalkan jejak dengan vote, komen atau benerin typo-typo yang meresahkan

Thanks

Happy weekend

Happy reading everybody

Hopefully you will love this story like I do

❤️❤️❤️

____________________________________________________

Bagaimana mungkin aku diharapkan konsentrasi penuh pada serentetan jadwal padat sementara alasan terkuat diriku tidak fokus adalah dia yang penuh tanda tanya?

—Alejandro Rexford
____________________________________________________

Musim semi
Santander Madrid, 25 Mei
12.45 p.m.

Akhirnya pertanyaan atas keanehan Quorra Wyatt selama lebih dari sebulan belakangan terjawab dengan tindakan yang tak pernah kusangka-sangka sebelumnya. Meski sebagian kecil dari hatiku mengatakan salahku juga karena tidak menyadari keanehan itu sebagai indikasi menuju arah sana, tetap saja, tak pernah terlintas dalam benakku sedikitpun bila Quorra akan mengambil tindakan setolol itu dengan gagah berani memutuskan hubungan kami tanpa penjelasan apa pun. Lalu dia pikir, aku akan bersujud di kakinya untuk mengemis cintanya seperti pecundang kalah perang? Begitu? Oh! Jangan harap!

Tidakkah Quorra berpikir seharusnya dia berbangga diri karena pria sepertiku mau-maunya mengikat diri dengan membangun hubungan bersamanya? Di saat lusinan wanita sibuk mengejar-ngejarku untuk mengemis, mengais, mendambakan dan berusaha menjadi wanita dengan status tersebut dan aku hanya menginginkan dirinya semata? Fokus pada dirinya semata? Dan dikuasi dirinya semata?

Terlebih, sampai melawan akal sehat, menarik kendali diri, membuang-buang waktu, tenaga dan pikiran demi dirinya semata? Termasuk membelikan Quorra kalung rancangan khusus dengan penantian yang seharusnya dapat meledakkan orang tidak sabaran sepertiku?

Atau mungkinkah aku yang terlalu idiot sampai bisa terperdaya dengan permainan wanita penggoda seperti Quorra? Meski dia tergolong polos untuk hal-hal yang berbau beradu keringat secara dewasa dan dengan sabar aku mengajarinya berbagai hal baru mengenai hal tersebut, tetapi sekarang, coba lihatlah apa yang telah dilakukannya padaku! Tidakkah kepolosannya menipuku telak?

Ayah benar, wanita memang seperti ular berbisa yang bisa meracuni pria kapan saja. Mungkin karena dulu aku pernah berpikir Quorra berbeda dari kebanyakan wanita yang kudekati, diriku jadi sedikit melunak tentang peringatan ayah. Namun, kali ini, bisa kupastikan aku akan mencari penawar paling kuat untuk melawan bisanya.

Apabila Quorra benar-benar ingin bermain denganku. Maka kuperingatkan wanita itu untuk bersiap-siap mendapatkan balasan setimpal atas apa yang telah diperbuatnya padaku. Terutama atas kendali diri yang pernah direnggutnya dariku.

Pandanganku yang semula tersita lurus ke jalan raya kini beralih ke luar jendela mobil yang membawaku ke bandara. Musim semi sudah menyambut. Tunas-tunas baru mulai menunjukkan eksistensinya di berbagai tanaman dan pohon. Suasana Santander lebih hidup, penuh warna. Orang-orang terlihat berjalan kaki di trotoar dengan suka cita sambil membiarkan diri mereka diterpa siraman cahaya mentari yang sudah tak malu-malu muncul seperti musim sebelumnya. Dan sialan! Semua keceriaan seharusnya selaras dengan hubunganku dan Quorra.

Tidakkah dia bodoh sekali? Atau akulah yang terlalu dilambungkan kebingungan mengenai hatiku sendiri hingga tak sadar semuanya telah usai tanpa dia merasa perlu melibatkanku dalam  mengambil keputusan itu? Maksudku, cobalah lihat janji yang dia minta buat. Sangat mepet dari jadwal keberangkatanku ke Castellón. Aku yakin dia sangat ahli dalam hal perhitungan seperti ini sehingga tak memberiku kesempatan apa-apa.

Aku mengeluarkan kotak beledu hitam berisi kalung bodoh yang gagal kuberikan pada Quorra dari balik saku celana kerja sedari tadi. Kubuka kotak itu dan kuamati isinya. Dorongan melempar perhiasan tersebut ke luar jendela begitu menggoda akal pikiran, tetapi tidak kulakukan sebab tiba-tiba gendang telingaku menangkap suara seorang wanita berkata, “Wah, kalung itu indah sekali, Alex.”

Perhatianku secara otomatis teralihkan ke sumber suara wanita di sebelahku. Sial! Aku sampai lupa ada Beatrisa yang duduk di sampingku di jok belakang. Memang normalnya seperti ini ketika kami menemui klien atau pergi dinas. Selalu menggunakan sopir. Aku tidak ingin wanita ini terlalu percaya diri dan menganggapku mendekatinya saat kami semobil berdua, terlebih aku yang menyetir. Karena seperti itulah yang biasanya wanita-wanita lain lakukan padaku—terlalu percaya diri saat aku baru akan berniat mendekati mereka. Dan di saat Quorra mendapatkan keistimewaan itu, dia malah membuangnya.

Kutepis pikiran itu sebab lebih berusaha tertarik menanyakan pendapat kalung tersebut pada Beatrisa. “Menurutmu begitu?”

Wanita dengan dandanan tebal dan wangi menyengat itu tersenyum lebar. Namun, kelihatan tidak tulus, seperti dibuat-buat. Dari perangainya, Beatrisa tampak cemas dan khawatir. Dia pun menjawab, “Tentu saja. Sederhana, tapi kalau dilihat dari dekat, sangat kompleks.”

Ya, itulah kenapa aku memilih kalung tersebut. Karena mirip dengan Quorra. Wanita itu sangat sederhana pada awal mula hubungan kami, sehingga semuanya terasa mudah. Lalu tiba-tiba aku seolah dilempar jauh-jauh dari hidupnya. Kurang ajar.

“Apa yang akan kau lakukan dengan itu? Tidak biasanya kau membeli perhiasan,“ tanya Beatrisa lagi.

Aku kembali memandang kalung tersebut. Taburan berlian turkuoisnya tertimpa cahaya matahari sehingga tampak berkilat-kilat. Mengingatkanku pada warna iris mata Quorra. Binarnya kurang lebih sama seperti ketika dia menatapku dengan senyum yang seolah-olah hanya ditujukan padaku. Seolah-olah akulah satu-satunya pria di muka bumi sehingga membuatku merasa istimewa, terbang dan amarah dalam diriku secara otomatis terbentuk lagi kala teringat kembali dengan kondisi kami sekarang.

Kututup kembali kotak kalung tersebut secara kasar dan kusimpan lagi di saku celanaku. “Bukan urusanmu. Omong-omong, tolong bacakan jadwalku hari ini.”

Wanita itu mengernyit sebentar tanda keheranan masih melingkupinya, sebelum akhirnya mengubek tas dan mengeluarkan catatan kecil lalu membacakan jadwalku menggunakan bahasa non formal.

“Setelah tiba, kita akan langsung rapat dengan Señor Lozaro untuk membahas proyek. Setelahnya makan malam. Dan istirahat.”

“Besoknya?”

Beatrisa membalik halaman buku catatannya. “Setelah sarapan, ada rapat dengan arsitek Valle Verde, lalu makan siang, setelahnya rapat ekspansi vertikal. Makan malam, dan istirahat.”

“Besoknya lagi?” tanyaku kembali.

Alis Beatrisa mengernyit sambil memandangku heran. “Kau serius? Ada apa denganmu sebenarnya?”

“Jangan banyak tanya. Bacakan saja jadwalku,” jawabku. Tak peduli seberapa ketusnya suaraku didengarnya.

Beatrisa menganga sebentar sebelum lanjut membacakan jadwalku dengan nada menggerutu. “Setelah sarapan, ada survei lapangan dengan arsitek Velle Verde dan Señor Lozaro. Lalu makan siang dan kembali ke Santander.”

Sembari menganalisa semua jadwal yang dibeberkan Beatrisa, tiba-tiba sebuah ide datang menghampiriku. Seringai tipis kini terbentuk di bibirku begitu saja kala memikirkan sekaligus membayangkan apa yang hendak kulakukan pada Quorra.

“Kalau begitu, tolong padatkan jadwalku dan majukan jadwal pembukaan ballroom Santander sepulang dari Castellón,” titahku pada Beatrisa.

Ya, masih banyak kesempatan untuk bertemu Quorra untuk menjalankan rencanaku. Dan yang paling dekat waktunya adalah pesta pembukaan ballroom Paraíso del Mundo hasil garapannya pasca urusanku di Castellón de la Plana selesai. Akan kupastikan dia datang dengan dalih keprofesionalan mitra kerja seperti yang selalu ingin dia junjung saat aku menggodanya selama bekerja.

Sekretarisku itu langsung protes, “Astaga! Apa kau sudah gila? Jadwalmu sudah sangat padat, Alex!” Beatrisa menunjuk-nunjuk buku catatannya untuk menekan setiap kalimatnya.

Sayang sekali dia harus kecewa karena mana aku peduli?

“Tidak. Aku rasa masih bisa dipadatkan. Alihkan jadwal rapat dengan Lozaro ke makan siang atau makan malam. Alihkan juga jadwal rapat dengan pihak Velle Verde. Dah geser rapat ekspansi vertikal.”

Beatrisa mengembuskan napas berat. “Begini, aku akan bersikap jujur padamu, Alex. Sebagai orang yang mengenalmu, aku kasihan padamu. Kami semua tahu kau ada hubungan spesial dengan Señora Wyatt. Aku juga melihatmu berciuman saat di ballroom. Tapi itu bukan urusanku. Maksudku, kalau kau memadatkan jadwalmu demi dia, kusarankan jangan. Aku tidak ingin bergosip atau ikut campur urusan percintaanmu, tapi kalau sampai itu berpengaruh terhadap kerjaaan kita, aku pikir aku harus mengatakannya padamu kalau kemarin aku melihat dia bersama seorang pria. Dan mereka sangat mesra.”

“Aku tidak mengerti dan tidak peduli dengan apa yang kau bicarakan. Jadi, padatkan saja semua jadwalku.”

Musim semi
Santander Madrid, 25 Mei
12.45 p.m.

Bohong besar kalau omongan Beatrisa sedikit-banyak tidak mempengaruhiku. Dari pertanyaan yang sudah terjawab, kini muncul lagi dengan kapasitas jauh lebih banyak mengenai Quorra. Apakah jangan-jangan alasan Quorra memutuskan hubungan kami karena dekat dengan pria lain? Lalu, siapa pria itu sebenarnya? Bagaimana kira-kira tampangnya? Kedudukannya? Kemampuan ranjangnya yang mungkin membuat Quorra tergila-gila? Atau yang lainnya? Apakah melebihi aku sehingga Quorra memilih pria sialan itu? Apa aku terlalu membosankan karena tak benar-benar pernah mengajaknya berkencan selain makan dan menginap di penthouse-ku?

Aku bersumpah akan mencekik wanita penggoda itu bila ada di sini, bersamaku. Bagaimana mungkin aku diharapkan konsentrasi penuh pada serentetan jadwal padat sementara alasan terkuat diriku tidak fokus adalah dia yang penuh tanda tanya? Jari-jemariku gatal ingin menggelincirkan diri di layar ponsel untuk meneleponnya. Namun, untuk apa? Menanyakan alasannya memutuskan hubungan kami yang kurasa sudah basi alias telat kulakukan itu? Apakah lagi-lagi aku bertindak bodoh?

Aku benci mengakui hari pertama putus dengan Quorra ditambah omongan Beatrisa membuatku bagai hidup di neraka. Setiap sel-sel yang menyusun tubuhku terasa panas di tengah cuaca sejuk musim semi. Musim yang jelas berlawanan dengan hubungan kami. Aku membutuhkan mandi air dingin beberapa kali, tetapi tidak mempan. Dan aku pun berusaha semampuku untuk tetap konsentrasi menjalankan serentetan jadwal-jadwal padatku dengan baik.

Hari kedua, akhirnya aku pulang ke Santander—jelas lebih cepat daripada jadwal awal—dengan penerbangan terakhir dan tidak peduli Beatrisa kembali mengomel, “Aku tidak percaya hanya karena seorang wanita, kau bisa bertindak semena-mena seperti ini padaku dan semua pihak mitra, Alex. Apa yang sesungguhnya telah diperbuatnya padamu sampai mau-maunya kau diperbudak seperti ini? Seharusnya kau memutuskan hubunganmu dengannya! Lihat! Badanku remuk total!”

Sialan! Seandainya tahu, pasti akan kuteriakkan jawabanku keras-keras pada Beatrisa yang buru-buru masuk taksi yang akan membawanya pulang. Sedangkan aku? Coba tebak apa yang kulakukan?

____________________________________________________

Thanks for reading this chapter

Thanks juga yang udah vote, komen atau benerin typo-typo yang meresahkan

It’s meat a lot to me

Bonus foto Alejandro Rexford

Well, see you next chapter teman-temin

With Love
©®Chacha Prima
👻👻👻

Sabtu, 25 Juni 2022

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top