Chapter 1
Selamat datang di chapter 1
Tinggalkan jejak dengan vote dan komen
Tandai juga apabila ada typo
Thanks
Happy reading everybody
Hope you like and enjoy this story as well
❤️❤️❤️
____________________________________________________
Seberapa keras orang mengantisipasi sesuatu yang buruk, ada saja hal tak terduga yang terjadi
—Alejandro Rexford
___________________________________________________
Musim dingin
Santander, Madrid, 1 Januari
00.05 a.m.
Malam tahun baru sialan! Gara-gara ulah begundal mabuk itu, interior di hotelku hampir rata seperti debu. Rasa penyesalan membumbung tinggi, menguasai diriku karena telah mengizinkan mereka menginjak-injak ballroom Paraíso del Mundo—hotel bintang lima terbaik di Santander, Madrid dan tentunya hampir di seluruh daratan Eropa—yang sudah kubangun susah payah dengan sedemikian megah. Sehingga bisa mendongkrak harga sewanya menjadi setinggi langit.
Pesta tahun baru yang tadinya meriah dengan konsep pesta topeng, menjadi petaka seketika. Namun, para tamu tentu memiliki pendapat lain. Buktinya, di antara kebisingan letupan-letupan kembang api yang menyala-nyala di langit, mereka menyoraki pria paruh baya agak gemuk pemilik perusahaan konstruksi—partnerku yang akan membangun hotel baruku beberapa bulan lagi—yang menjadi bintang utama puncak acara malam ini bersama istrinya.
“Apa yang kau lakukan? Berani-beraninya kau, Lozaro!” teriak istrinya sambil menggebuki lengan pria bernama Lozaro Kruze itu hingga membuatnya mundur.
Berhubung alkohol sudah mengambil alih seluruh kesadarannya sehingga tidak bisa berdiri tegak, Lorazo hampir ambruk. Patung Dresden berbentuk malaikat bermain lyra di meja keramik tersenggol punggungnya, bergoyang-goyang secara dramatis sebelum resmi mencium lantai dalam bentuk kepingan-kepingan tajam. Beruntungnya tidak menjatuhi kepalanya atau melukai siapa pun, karena secara praktis orang-orang yang mengerumuni mereka—termasuk aku yang tidak sengaja terseret ke dalamnya—mundur untuk menghindar.
Dalam keadaan memalukan seperti itu, Lozaro melepas topengnya dan tertawa puas. Bahkan dengan tidak tahu aturan mengatakan sesuatu yang lebih mempermalukan istrinya. “Pantat maître d seksi itu masih kencang dan asli. Tidak sepertimu. Semuanya silikon, plastik.”
“Kurang ajar kau, Lozaro! Kau yang menyuruhku melakukan operasi-operasi menyakitkan itu! Berani-beraninya sekarang kau menghinaku! Mana? Mana maître d sialan itu?”
“Hei, suamimu yang menggodanya, aku melihatnya sendiri. Maître d itu tidak bersalah. Malah bagus dia mempertahankan harga dirinya,” pekik wanita dalam balutan gaun hitam yang berdiri di belakang Lozaro.
Namun, selayaknya wanita yang disergap rasa camburu, istri Lozaro tidak menggubris perkataan tersebut dan mengubah sasaran kemurkaannya dengan mengendarkan pandangan ke seluruh penjuru ballroom. Orang-orang malah membuka jalan untuk menunjukkan posisi wanita berseragam hotelku yang tampak ketakutan di sebelah pintu masuk. Selanjutnya, tidak perlu ahli peramal masa depan untuk mengetahui adegan yang akan terjadi. Aku sudah bisa menebaknya.
Kendati jelas-jelas Lozaro yang bersalah dalam kasus ini dan maître d tersebut merupakan korban tindakan asusila yang melawan, pegawai hotelku itu masih harus mendapat amukan singa betina yang tidak sungkan-sungkan menggoreskan kuku-kuku bercat merah menterengnya.
Kondisi ini semakin parah. Asisten jempolan Lozaro berusaha merebut vas-vas bunga kecil pajangan meja bundar yang digenggam istri pria itu. Sayangnya terlambat. Vas-vas itu sudah melayang ke arah maître d berwajah pilu yang beruntungnya bisa menangkis benda-benda itu.
Aku mengembuskan napas berat panjang. Peganganku pada gelas bordeaux berisi Merlot mengetat. Sampai-sampai aku khawatir, sedikit saja tekanan yang kusuntikkan pada jari-jemariku, gelas ini akan pecah berkeping-keping. Urat-urat di dahiku pun mulai bermunculan.
Harga patung Dresden, vas-vas, atau gelas-gelas yang ikut berjatuhan dari meja bertaplak satin putih yang sudah lengser itu memang tidak seberapa. Namun, perlu semua orang ketahui bahwa aku tipe pria yang menyukai kesempurnaan. Aku ingin pesta ini berjalan sempurna dengan tatanan ruang tanpa cela.
Namun, bukankah selalu ada pengecualian dalam hidup? Seberapa keras orang mengantisipasi sesuatu yang buruk, ada saja hal tak terduga yang terjadi. Contohnya ada di depan mataku sekarang. Beruntungnya tak lama kemudian petugas keamanan yang sudah kutitahkan kemari datang membantu menyeret pengacau-pengacau itu keluar.
Aku meletakkan gelas di meja sampingku dan berniat pulang. Tidur mungkin akan mengembalikan kestabilan emosionalku; aku benci ada yang mengusiknya. Dan, Beatrisa Catalina—sekretaris sekaligus asistenku—malah mengekoriku. Jadi, jangan heran kalau aku mengusirnya. “Jangan ikuti aku!” desisku. Sama sekali tak ingin beramah-tamah.
Sayangnya, Beatrisa bersikeras. “Tapi bagaimana kalau Anda membutuhkan sesuatu, Señor[2]?”
“Aku ingin pulang. Satu-satunya yang kubutuhkan adalah tidur tanpa gangguan.” Lalu aku berhenti menghadap wanita itu sebab teringat sesuatu. “Pastikan maître d itu menghadap ke ruanganku besok lusa. Satu lagi, jangan sampai kekacauan ini terendus wartawan.”
Tentu saja tahun baru bukanlah situasi yang tepat untuk merenggut ketenangan utuh. Apalagi untuk hotel sekelas Paraíso del Mundo. Orang-orang selalu berburu berita heboh yang relevan dengan tempat terkenal.
Pukul tujuh pagi, aku menerima koran elektronik dari Beatrisa bahwa kekacauan semalam sudah dimuat menjadi tajuk utama di halaman pertama. Kini, seluruh penduduk Madrid menikmati berita itu dengan secangkir kopi dan croissant mereka.
“Bukankah aku sudah memerintahmu untuk mengurusi hal ini?” geramku. Hampir melempar tablet dengan layar masih menyuguhkan berita itu. Berita yang mungkin saja akan mempengaruhi rencana pembangunan hotel baruku. Dan semuanya gara-gara Lozaro.
Dari seberang sambungan telepon, Beatrisa menjawab, “Maafkan aku, Alex. Orang-orang di hotel kita memang sudah mengurusi wartawan. Tapi kita tidak bisa mencegah para tamu mengambil video-video mereka dan menjualnya ke wartawan.”
“Ck, lain kita harus menyita ponsel atau kamera mereka kalau mengadakan pesta lagi.”
“Ok, Alex,” jawabnya, lagi-lagi memanggil namaku. Namun, memang begitulah kami kalau tidak di kantor. Lebih sering bicara santai.
Aku diam sebentar untuk memikirkan tindakan tepat dalam menangani berita ini. Sayangnya, tidak menemukannya. “Untuk kali ini biarkan beritanya mengalir dan reda dengan sendirinya. Tapi aku jelas butuh perancang interior untuk mengganti interior ballroom. Segera. Jadi, tolong carikan yang bagus. Jangan hubungi perancang interior yang sama seperti sebelumnya. Aku ingin sesuatu yang baru dan segar. Lalu, tolong kirimkan surat pembatalan kontrak kerja sama dengan pihak Lozaro.”
“Akan kuurus segera, Alex.”
Kemudian, seperti yang telah dijadwalkan Beatrisa. Keesokan harinya, pasca menerima laporan pengiriman pembatalan kontrak kerja sama yang telah kutandatangani, maître d korban Lozaro datang ke ruanganku. Aku meminta maaf kepadanya secara pribadi; aku tidak melakukannya setelah kejadian karena membiarkan dia tenang dulu, dan hari ini kurasa sudah cukup membuatnya tenang. Aku juga mengusulkannya melaporkan tindakan Lozaro dan istrinya ke pihak berwenang. Sayang sekali dia menolak.
Pukul sebelas, Beatrisa mengabarkan kedatangan Lozaro. Aku menduga pria itu tidak terima dengan pembatalan kontrak tersebut. Jadi, kupersilakan dia duduk di kantor penthouse hotel bergaya minimalis modern milikku.
“Alex, aku sungguh minta maaf dengan apa yang terjadi. Aku juga mewakili istriku untuk minta maaf padamu dan pegawaimu,” mohonnya yang kuyakini hanya basa-basi belaka. Agar aku menarik surat pembatalan itu.
Dari sofa kulit hitam yang kududuki di seberang Lozaro, aku menarik salah satu sudut bibir membentuk smirk smile. “Anda harus tahu kondisi Anda saat mabuk itu buruk sekali,” komentarku jujur dengan nada tenang.
“Ya … aku tahu, aku tahu, Alex. Tapi—”
“Tidak ada kata tapi untuk apa yang telah Anda lakukan,” selaku dingin.
Tidak peduli berapa jarak usia di antara kami, kesalahan tetaplah kesalahan. Salah Lozaro sendiri membiarkan dirinya mabuk dan berlaku buruk di pesta tuan rumah. Tindakan yang tidak mencerminkan kebijaksanaan. Kalau dia tahu saat mabuk akan melakukan sesuatu di luar kendalinya, tentu lebih bijak dia membatasi jumlah alkohol yang tenggaknya.
Lozaro mengembuskan napas. “Ayolah, Nak. Jangan kolot dengan orang yang lebih tua darimu. Istriku sudah menghukumku, anak-anakku tidak mau bicara denganku, sekarang kau juga menyulitkanku untuk meminta maaf dengan membiayai semua interior yang aku dan istriku rusak.”
Hei! Kenapa jadi aku yang terlihat tidak punya hati di sini? Itu murni kesalahannya.
“Anda pikir aku tidak bisa mengganti interior-interiorku sendiri? Soal pegawaiku, seharusnya Anda meminta maaf padanya secara langsung. Dia yang Anda lecehkan walau tanpa sadar. Bukan aku, meski ... setelah kupikir-pikir lagi aku juga merasa begitu—kendati tidak secara langsung—melalui munculnya berita itu kemarin. Dan soal istri serta anak-anak Anda, apa itu menjadi urusanku padahal perlakuan mereka relevan dengan apa yang Anda perbuat?” tanyaku dengan nada datar, seolah tak benar-benar peduli dan menganggap enteng permasalahan ini.
Padahal, aku hanya malas berurusan dengan orang yang suka menyepelekan sesuatu menggunakan kekuasaan atau uang. Bagiku ini bukanlah soal keduanya, melainkan soal reputasi dan harga diri. Aku tidak mau dikendalikan dengan hal-hal semacam itu. Harga diriku menolaknya dengan tegas.
Lipatan-lipatan di kening Lozaro bertambah, selaras dengan kedua alisnya yang terangkat. “Aku tidak bermaksud merendahkanmu, Alex. Tentu saja kau sangat mampu mengganti barang-barang itu kapan pun kau mau. Aku hanya mencoba bertanggung jawab,” terangnya lugas.
Aku mengembuskan napas. Uap tipis keluar melalui hidung dan mulut karena suhu rendah udara musim dingin yang berusaha dikalahkan penghangat ruangan. “Apa Anda masih tidak mengerti? Dengan tindak-tanduk Anda mulai dari minum sampai mabuk, melecehkan pegawaiku, istri Anda marah-marah, berita di koran pagi, dan sekarang dengan entengnya Anda ingin menutupi semua itu dengan mengganti interior Paraíso del Mundo?”
“Ya Tuhan, Nak. Apa lagi yang kau inginkan? Pembangunan hotel barumu tanpa pungutan biaya?” sungut Lozaro, kelihatan frustrasi.
“Rupanya, Anda masih tidak mengerti. Aku hanya tidak ingin kejadian serupa terulang atau perusahaan konstruksi Anda tidak akan segan-segan kumasukkan ke daftar hitam hotelku.”
Lozaro memelotot, seakan tak percaya. Kemudian wajahnya mengendur. “Itu tidak akan terjadi, aku berani menjaminnya. Jadi, tolong jangan batalkan kerja sama kita,” janjinya kelihatan bersungguh-sungguh.
“Tidak hanya itu, kupikir Anda dan istri Anda juga harus meminta maaf secara pribadi pada pegawaiku.”
Lozaro mengembuskan napas berat, tetapi mengangguk. “Baiklah. Akan kulakukan secepatnya bersama istriku. Jadi, apakah itu sudah cukup? Apa ada yang perlu kulakukan lagi agar kau tidak membatalkan kontraknya?”
Salah satu sudut bibirku tertarik ke atas membentuk smirk smile lagi. “Anda tidak perlu khawatir. Aku tidak menginginkan apa pun.”
“Ayolah, Alex. Jangan seperti itu. Setidaknya biarkan aku merekomendasikan perancang interiornya.”
_______________
2 tuan: Spanyol
____________________________________________________
Thanks for reading this chapter
Thanks juga yang udah vote, komen, atau benerin typo
Kelen luar biasa
Bonus foto Alejandro Rexford
Well, see you next chapter teman-temin
With Love
©®Chacha Prima
👻👻👻
Sabtu, 21 Mei 2022
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top