Chapter 5 : Mencari Petunjuk

Malam berlalu dengan sangat cepat, dan Delia merasa kalau dirinya tidak ingin untuk cepat - cepat pergi ke kantornya pagi itu. Tentu saja, sedikit banyak Delia masih merasa kesal karena dia kembali bertemu dengan dua senior yang telah mengukir masa lalu yang buruk baginya. Kalau dipikir lagi, Delia tidak hanya merasa kesal. Sepertinya, semua emosi negatif kini tengah berkumpul di dalam diri Delia, dan semuanya bercampur aduk dan membuat perasaan kesal di dalam diri Delia jadi semakin parah.

Tapi, mau tidak mau Delia harus terima keadaan itu. Semuanya sudah jadi bagian dari masa lalu Delia, jadi masalah ini tidak boleh mempengaruhi Delia sedikitpun, terutama dalam pekerjaannya sebagai seorang penyidik. Selain itu, siapa yang tahu kalau waktu juga telah merubah mereka berdua jadi orang yang lebih baik. Meski begitu, dari apa yang dikatakan oleh Ramon kemarin, Delia jadi tidak bisa memercayainya dengan baik. Mereka punya reputasi yang jelek di mata Delia, jadi dia tidak bisa percaya begitu saja.

Walau begitu, Delia harus tetap profesional dalam pekerjaannya. Di dalam dirinya, Delia juga sudah bertekad untuk mencari tahu apa yang sebenarnya terjadi dalam masalah yang sudah disodorkan di hadapan hidungnya. Apapun itu, meski ada banyak kebohongan, Delia akan berusaha untuk mengetahui apa yang sebenarnya terjadi. Meski ini berarti kalau Delia juga harus menjauhkan rasa dendamnya terlebih dahulu.

Karena itulah, pada hari ini Delia berusaha sebisa mungkin agar terlihat biasa saja. Untuk beberapa jam, Delia harus bisa mengendalikan diri dan ekspresinya agar tidak terlihat oleh orang lain. Lebih penting lagi, Delia tidak mau kalau sampai dirinya lepas kendali dan menyakiti orang lain.

Jadi, pagi ini Delia berangkat bersama Yoshi ke kantornya, dan memilih untuk lebih banyak diam karena berbicara akan memperlihatkan kalau ada sesuatu yang salah dengan dirinya. Delia mengenakan kemeja berwarna ungu yang dilapisi dengan jaket serta sepasang celana jeans berwarna kelabu, sesuai dengan permintaan untuk berpakaian 'preman'. Sesampainya di ruangan mereka, Delia dan Yoshi bisa menemukan kalau tiga rekan mereka sudah ada di sana.

Delia memutuskan untuk duduk di kursinya, membiarkan pikirannya melayang tak tentu arah ke mana saja dia mau. Yoshi hanya bisa tersenyum tipis, dan membiarkan tunangannya dalam diam sejenak. Dari bagaimana Delia menolak untuk bercerita, Yoshi merasakan kalau apa yang Delia rahasiakan ini adalah sesuatu yang penting. Delia tidak akan berbohong atau menyimpan sesuatu tentang dirinya sendiri, jadi tentunya cerita ini punya kesan tersendiri bagi Delia, yang mungkin agak traumatis.

Yoshi bisa berpikir seperti itu, karena dia tahu kalau keduanya tidak begitu banyak membahas apa yang terjadi saat mereka berdua pertama kali bertemu. Kalau memang membahas atau menyinggungnya, mereka hanya akan membahas bagian bagusnya saja. Pertemuan saat itu bersejarah, tapi agak mengerikan kalau harus dibahas secara rinci.

Di dalam hatinya, Yoshi agak kesal juga karena dia tidak pernah tahu kalau Delia masih punya satu cerita yang selama ini masih dirahasiakan. Tapi Yoshi juga tidak menyalahkan Delia, karena tentunya butuh waktu sampai akhirnya Delia bisa merasa nyaman untuk memberitahu apa yang sebenarnya terjadi. Yoshi hanya bisa menebak kalau kejadian ini cukup buruk, karena Delia tidak pernah memberitahu apapun soal ini.

Untuk saat ini, Yoshi akan membiarkan Delia menata isi kepalanya terlebih dahulu. Sepertinya, siapa saja akan kaget kalau tiba - tiba seseorang yang selama ini disangka tidak akan pernah mereka temui lagi tiba - tiba saja muncul di depan hidungmu. Yoshi bisa membayangkan beberapa skenario seperti itu di dalam kepalanya, dan kalau memang hal itu terjadi, Yoshi pastinya akan kaget bukan main.

Misalnya saja, kalau ada orang yang selama ini sudah dianggap tidak ada malah muncul lagi di hadapan wajahmu, tentu saja itu mengejutkan, kan? Contoh yang Yoshi bayangkan adalah kalau ayahnya, Pak Kazuki, tiba - tiba saja muncul di hadapan pintu rumahnya. Selain bingung, mungkin Yoshi juga merasa horor kalau melihatnya.

Yoshi menjauhkan pikiran itu dari dalam kepalanya, karena kini dia harus bersiap untuk menghadapi kasus yang ada di hadapannya. Delia mungkin kelihatan tidak percaya akan apa yang Ramon katakan semalam, tapi Yoshi masih harus mencari tahu apa yang sebenarnya terjadi pada kasus itu, dan apa saja yang membuat Delia merasa curiga. Kini, Yoshi melirik ke seisi ruangan, dan dia baru sadar kalau ada salah satu dari mereka yang belum berada di sana.

"Loh, mana Rendi? Dia belum datang ya?" tanya Yoshi.

"Sudah kok, cuma tadi dia lagi pergi ke toilet. Palingan sebentar lagi juga balik kok," sahut Arin.

"Kita langsung berangkat ke Raven Protection setelah ini?" tanya Delia.

"Iya Del. Memangnya ada apa?" sahut Bu Risa.

Delia menggelengkan kepalanya, "Enggak, cuma tanya saja."

Delia kemudian menghela napasnya, dan berusaha untuk kembali menenangkan isi kepalanya. Sebentar lagi, Delia harus menghadapi dua orang itu lagi, jadi dia harus berusaha untuk tenang dan tetap berpikiran logis. Kalau Delia mau tahu apa yang sebenarnya terjadi, maka dia harus menggunakan otaknya dengan benar dan jangan sampai terbawa perasaan.

Di sisi lain, Yoshi bisa melihat kalau kini Delia jadi lebih tegang. Yoshi tidak tahu apa alasan persisnya, tapi apapun itu, Yoshi tahu kalau Delia masih tidak berada dalam suasana hati yang baik. Walau begitu, Yoshi tahu kalau Delia tidak akan mundur dalam penyidikan kasus ini, meski sedikit banyak Yoshi jadi mengkhawatirkan keadaannya. Jadi, Yoshi mendekat ke arah Delia, dan memeluk tunangannya itu dari samping.

"Kamu sudah mendingan, Del? Kayaknya kamu masih bete berat tuh," tanya Yoshi.

Delia kembali menghela napasnya. Kalau mau jawaban yang jujur, maka Delia tidak akan pernah merasa mendingan sebelum dia bisa menyelesaikan masalah ini atau mengakhiri hidup Ramon, atau salah satu dari orang - orang yang sudah mengajarnya saat itu. Tapi ... sepertinya Delia tidak akan bisa melakukan sesuatu yang seperti itu seenak jidatnya.

"Entahlah, Yo. Aku sendiri juga tidak tahu," sahut Delia.

Topik pembicaraan ini membuat ketiga rekan mereka yang ada di dalam ruangan itu kini menoleh ke arah sepasang sejoli itu. Mereka merasa kalau ada sesuatu yang terjadi, dan mulai bepikir. Di saat itulah, mereka baru sadar kalau memang sejak semalam Delia kelihatan agak aneh. Mereka tentunya tidak tahu alasan apa yang jadi latar belakang kejadian ini, tapi mereka jadi penasaran akan apa yang sebenarnya terjadi.

Apalagi, setelah diperhatikan rupanya keadaan Delia tidaklah begitu baik. Semalam, mereka melihat kalau Delia bisa saja mematahkan leher Ramon saat menanyakan semua hal yang membuatnya curiga. Kemudian, hari ini Delia juga memancarkan aura membunuh yang agak tidak enak. Jadi, Pak Indra berinisiatif untuk bertanya kenapa.

"Eh, ada apa dengan kalian? Delia ngambek ya? Kenapa, kamu marahan sama Yoshi?" tanya Pak Indra.

Yoshi menggaruk kepalanya, karena dia tidak tahu bagaimana caranya untuk menjelaskan hal yang satu ini. Sementara itu, Delia memutuskan untuk memeluk Yoshi, dan membiarkan dirinya diam saja. Karena Delia juga masih tidak ingin untuk menjelaskannya.

"Bisa dibilang begitu?" kata Yoshi, dengan nada bertanya.

"Ah, hal seperti itu sih biasa. Aku sama Indra juga sering marahan begitu, tapi nanti pasti ademan kok," sahut Bu Risa.

Yoshi hanya diam, sementara itu Delia masih memeluk Yoshi. Apa yang dilakukan Delia mungkin kelihatannya tidak begitu sering terlihat di hadapan orang lain, tapi Delia merasa memerlukannya. Kehadiran Yoshi bisa membantu Delia dalam menenangkan dirinya, dan toh Yoshi tidak protes karenanya.

Seperti yang dikatakan oleh Arin tadi, tak lama kemudian Rendi kini kembali dan masuk ke dalam ruangan mereka. Melihat kalau formasi mereka sudah lengkap, langsung saja Pak Indra mengajak kelima rekannya untuk pergi. Tujuan mereka tentunya adalah kantor pusat dari Raven Protection, tempat di mana mereka akan mencari tahu masalah apa yang sebenarnya terjadi.

Sebelum pergi, Pak Indra sudah menghubungi Ramon dan mengatakan kalau mereka berada di perjalanan, seperti janjinya semalam. Karena itulah, ketika EG Group sampai di depan pintu masuk kantor Raven Protection, mereka disambut langsung oleh Ramon. Si pria terlihat sangat rapi dengan setelan jasnya dan memasang sebuah senyuman lebar terhadap tamunya.

"Ah! Akhirnya kalian datang juga! Ayo, silahkan lewat sini! Steven sedang berada di ruangan kerja kami, nanti kita bisa menemuinya di sana," ujar Ramon.

Delia hanya bisa berjalan di bagian paling belakang rombongan, sambil menggandeng tangan Yoshi. Si perempuan berusaha untuk menghindari tatapan dari Ramon, karena Delia bisa saja tergoda untuk mematahkan leher Ramon jika pandangan si pria ini terlihat mencurigakan. Selain itu, Delia berusaha mengatur pernapasannya, agar dia bisa merasa lebih tenang.

Di sisi lain, Ramon tidak begitu memperhatikan keberadaan Delia, karena dia lebih fokus untuk menyambut kedatangan Pak Indra. Dalam dunia bisnis yang dia lakoni, sambutan tentunya adalah hal yang penting. Meski yang datang ini adalah para polisi, Ramon tetap berusaha untuk memukau tamunya itu, agar dia bisa mendapatkan penilaian yang baik.

Setelah menyambut tamunya dengan basa - basi, Ramon kini membawa tamunya untuk menuju ke sebuah lift. Tujuan mereka adalah lantai 12, yang merupakan lantai teratas dari perusahaan asuransi tersebut. Menurut penuturan Ramon, di sana nanti akan ada Steven, dan juga semua berkas yang sudah mereka kumpulkan dari Chloe. Selain itu, nanti mereka akan menemui Chloe serta beberapa orang lainnya untuk dimintai kesaksiannya.

Sesampainya mereka di lantai yang dituju, Ramon memimpin EG Group untuk menuju ke sebuah ruangan. Ruangannya berada di ujung koridor, dan mempunyai dua pintu besar berwarna putih. Seperti beberapa bagian kantor yang sudah dilihat oleh EG Group dari kantor ini, ruangan ini kelihatannya cukup berkelas dan sangat rapi. Ramon langsung membuka pintu putih itu tanpa permisi.

Ketika pintunya terbuka, mereka bisa melihat kalau di balik pintu itu ada sebuah ruangan kerja yang cukup luas, dan dikelilingi oleh jendela kaca. Sebagaimana ruang kerja pada umumnya, terdapat beberapa meja kerja di sana, meski ada beberapa hal lainnya yang menunjukkan kalau tempat ini spesial.

Di ujung sebelah kiri dari pintu masuk, ada sebuah bar yang tersedia. Selain itu, ada satu set sofa berwarna hitam dengan kain yang kelihatannya sangat lembut serta dengan sebuah meja kopi yang berada di tengah ruangan itu.

Ruangan itu tidaklah kosong, karena ada tiga orang di dalam sana. Dua orang perempuan tengah asyik bekerja, yang satu tengah mengetikkan sesuatu di layar laptop, dan yang satunya lagi tengah berbicara ke sebuah telepon dengan seseorang. Sementara itu, satu orang lainnya adalah seorang pria dengan setelan jas yang rapi. Pandangannya terfokus pada laptop yang ada di hadapannya, lalu dia mendongak ketika mendengar suara pintu dibuka.

"Kaliankah itu?" tanya si pria.

Orang itu tidak lain dan tidak bukan adalah Steven, yang sepertinya sedang bekerja. Dia menatap ke arah Ramon sejenak, kemudian melirik ke arah EG Group. Setelah memandang mereka selama beberapa saat, mata Steven jatuh pada Delia. Entah karena alasan apa, wajah Steven agak berubah ekspresinya, sebelum akhirnya dia bisa kembali mengendalikan dirinya dan memasang wajah yang normal lagi.

Tapi, pandangan matanya tidak lepas dari Delia. Mereka sempat bertatapan selama beberapa saat, sebelum akhirnya Steven kembali memandang Ramon. Tatapan mata Steven tadi membuat Delia jadi teringat akan hari itu, tapi si perempuan berusaha untuk menjauhkan pemikirannya seputar hal itu. Kini, Delia harus serius dalam mencari tahu apa yang sebenarnya terjadi. Dengan perlahan, Delia melepaskan gandengan tangan Yoshi, dan ikut melangkah ke dalam ruangan itu.

"Iya, ini kami," jawab Ramon

"Saya senang karena bisa melihat kalian mau repot - repot datang kemari. Silahkan, masuk saja," kata Steven.

Mungkin hanya Delia yang tahu beberapa karakter dari Steven, tapi kelima rekannya bisa merasakan satu hal yang aneh dari Steven. Sebagai penyidik, mereka bisa merasakan kalau ada yang tidak natural dari ekspresi wajah Steven, tapi mereka tidak bisa mengerti kenapa. Steven tidak sepenuhnya kelihatan berbohong, tapi sepertinya ada beberapa hal yang berusaha untuk dia sembunyikan. Dari apa yang bisa mereka lihat, sepertinya ada satu perasaan tidak nyaman dalam diri Steven, yang entah kenapa bercampur dengan rasa takut.

Apapun itu, mereka tidak tahu apa alasannya. Ekspresi ini juga bisa terlihat ketika Steven berkunjung ke kantor polisi, dan rasanya hal ini bukan hal biasa. Meski lima anggota lainnya dari EG Group bisa mendapatkan beberapa hal yang berusaha untuk disembunyikan oleh Steven, hanya Delia yang tahu apa maksud ekspresi itu. Delia sudah pernah melihat ekspresi ini di wajah Steven sebelumnya, di hari saat Delia mengetahui akan apa yang sebenarnya dilakukan oleh para kakak kelasnya.

"Silahkan, mari masuk! Ini kantor saya dan Steven, jadi buatlah diri kalian senyaman mungkin. Selain itu, saya harap kalian mau untuk berkeliling kantor sebentar nantinya setelah selesai menyelidik di sini," kata Ramon.

"Tentu saja, kami akan sangat senang jika bisa diajak berkeliling kantor ini," Ujar Pak Indra.

Dari bagaimana Pak Indra berbicara dengan Ramon, sepertinya beliau sudah terbiasa untuk menghadapi orang kalangan atas. Bukanlah hal yang aneh, karena Pak Indra tentunya sudah berpengalaman cukup lama dalam pekerjaannya. Tapi, salut juga karena Pak Indra sanggup berhadapan dengan orang semacam ini. Delia mungkin tidak akan bisa sesabar itu, entah yang dihadapinya kakak kelasnya sendiri atau bukan.

"Saya rasa kalian mau untuk langsung memeriksa berkas yang kami temukan di laci meja kerja Chloe? Kami sudah menyitanya dan menyimpan berkasnya di sini. Saya rasa kalian bisa mengambilnya, sebagai barang bukti nantinya."

Pak Indra mengangguk, "Tentu saja."

Ramon mengangguk, kemudian membawa mereka ke arah sofa yang ada di tengah ruangan. Mereka semua duduk di atas sofa berwarna hitam yang memang terasa sangat nyaman itu. Di atas meja kopi, sudah ada setumpuk berkas, seperti yang sudah dijanjikan oleh Ramon. EG Group memandang berkas itu sejenak, sebelum akhirnya Pak Indra mengambil map yang ada di tumpukan paling atas. Tindakan ini diikuti oleh rekan - rekannya.

Sementara EG Group memeriksa dokumen itu, Ramon mengatakan kalau dia akan meminta seseorang untuk membuat minuman bagi mereka. Jadi, Ramon menjauh dan meminta salah satu asisten yang ada di sana untuk memanggil salah satu pekerja yang ada untuk membuatkan minuman, kemudian Ramon menghampiri Steven.

Ketika rekan - rekannya sibuk membaca dokumen yang ada di hadapan mereka, Delia malah terdiam dan menggunakan sudut matanya untuk melirik Ramon dan Steven. Meja kerja Steven agak jauh dari tempat Delia berada, tapi posisi duduknya berhadapan dengan tempat di mana kedua pria itu berada. Meski Delia tidak bisa mendengarkan apa yang mereka katakan, setidaknya Delia bisa menangkap gerak - gerik mereka.

Kedua orang itu sepertinya juga sengaja berbisik - bisik, agar orang lain tidak bisa mendengarkan percakapan mereka. Walau begitu, Delia bisa menangkap ekspresi Steven yang kelihatannya merasa tidak nyaman. Kemudian, gerak - gerik Ramon seperti berusaha untuk menegaskan sesuatu, sebelum akhirnya mereka berhenti berbicara. Delia punya kecurigaan tersendiri akan apa yang sebenarnya terjadi, tapi dia hanya menyimpan dugaan itu untuk dirinya sendiri.

Tiba - tiba saja, pintu ruangan itu terbuka. Seorang pria masuk dengan membawa troli, dan melangkah ke dekat sofa tempat EG Group berada. EG Group meliriknya sejenak, dan mereka bisa melihat kalau ada seorang pria dengan seragam berwarna abu - abu dan rambut klimis masuk. Dia memasang sebuah senyum yang ramah, entah karena alasan apa.

"Terima kasih, Andi. Kamu bisa meletakkan tehnya di atas meja untuk tamu kami," kata Steven.

"Tentu saja, tuan," sahut si pria.

Delia mengerutkan alisnya ketika dia mendengar nama itu. Tapi, pertanyaan Delia terjawab ketika si pria meletakkan teh di hadapannya. Pria yang dipanggil Andi ini melirik Delia sejenak, kemudian dia diam - diam memberikan sebuah kedipan mata pada Delia. Hal ini membuat Delia tersenyum, karena akhirnya dia sadar akan satu hal.

Pria inilah yang dimaksud oleh Rila sebagai informan dari SPE yang bekerja di Raven Protection. Delia sudah mendapatkan kontak Andi dari informasi yang sudah dikirimkan oleh Rila, tapi tentu saja Delia tidak menyangka kalau dia akan bertemu dengan Andi di saat seperti ini. Sayangnya, Delia tidak bisa bicara dengan langsung padanya, jadi dia memutuskan untuk membaca dokumen yang ada di hadapannya.

Sambil ditemani oleh teh dan sedikit cemilan, EG Group fokus menelaah isi dokumen yang ada di hadapan mereka. Setelah membaca dokumennya, rasanya kini mereka tahu kenapa isinya dianggap sangat penting. Tak heran kalau sampai Ramon mau menyerahkan urusan kebocoran data mereka ini kepada kepolisian, karena setelah dicermati, rupanya data yang katanya berhasil diambil oleh Chloe ini kebanyakan adalah informasi seputar dari klien yang merupakan kaum konglomerat di kota.

Kalau dipikirkan, resikonya memang sangatlah besar. Para klien dari Raven Protection pasti akan marah besar jika data mereka yang sangat rahasia bisa sampai jatuh ke tangan orang lain, apalagi ke orang yang tidak bertanggung jawab. Lagi, banyak sekali informasi seputar aset kekayaan, apa saja yang diasuransikan, dan hal lainnya yang berhubungan dengan keuangan terdapat dalam data itu. Siapapun bisa saja menyalahgunakan informasi sebanyak ini kalau mereka mau, dan bisa menimbulkan kekacauan yang besar.

Tapi, ketika mengamati perusahaan mana dan siapa saja yang informasinya ada di sini, Delia mengerutkan alisnya. Mungkin teman - temannya mengetahuinya, tapi Delia menyadari kalau ada satu pola dalam penggolongan data di map ini. Semua orang yang informasinya ada di sini adalah para pemuka dari perusaan atau pemilik bisnis besar di Inkuria, dan isi mapnya digolongkan berdasarkan pekerjaan apa yang mereka lakukan. Dari semua dokumen ini, masih ada keanehan lainnya yang bisa Delia temukan.

Tadi sudah disebutkan, kalau dokumen ini dipisahkan dalam berbagai map dan digolongkan berdasarkan berbagai pekerjaan yang dilakukan oleh para klien. Delia bisa menemukan berbagai nama dengan berbagai pekerjaan, seperti pemilik perusahaan real estate, perusahaan konstruksi macam Pacifia Construction, penyedia jasa atau barang, dan bahkan ada satu map yang khusus isinya merupakan para politikus. Ada banyak sekali nama, dan Delia memang tidak kenal semuanya. Tapi karena pengetahuannya dalam dunia bisnis, Delia bisa memastikan kalau orang - orang ini adalah orang penting dan bisa heboh kalau sampai mereka ada dalam posisi bahaya.

Satu keanehan yang Delia temukan adalah, dia tidak bisa menemukan informsi soal ayahnya. Bukannya bermaksud sombong, tapi Pak Togar punya sebuah perusahaan importir yang cukup terkenal dan terkemuka. Belum lagi beliau juga memegang beberapa saham penting di kota Inkuria. Rasanya, aneh juga karena nama beliau tidak ada di sini. Bahkan, Delia tidak bisa menemukan nama anggota keluarganya yang lain di sini, karena ada beberapa dari mereka yang juga jadi orang penting di Inkuria.

Hal ini tidak biasa, dan Delia jadi berpikir apa maksudnya. Apakah kalau memang benar bahwa informasi ini akan dijual, maka Delia bisa jadi tahu siapa orangnya? Apakah ini merupakan permintaan dari orang yang dekat dengan Delia atau keluarganya? Entahlah, Delia tidak tahu. Pokoknya, Delia merasakan kalau ada hal yang aneh di sini, meski Delia tidak tahu persisnya hal apa itu.

Delia jadi berpikir, apakah ini kelakuan Hendra untuk mendapatkan informasi soal orang - orang kalangan atas di Inkuria? Tapi Delia langsung menarik pemikiran itu, karena Hendra tentunya tidak akan melakukan hal sebodoh ini. Hendra tentunya akan memilih orang lain yang lebih hati - hati, atau melakukannya dari luar agar lebih susah dilacak. Lagi, Hendra sudah meminta SPE untuk mengawasi Raven Protection melalui Andi, jadi rasanya hal ini bukan tindakan dari pak gurunya yang satu itu.

Walau begitu, Delia merasakan, siapapun yang melakukan hal ini, memang ada tujuan tertentu yang diinginkannya. Apapun itu, tujuan ini berbahaya, dan Delia yakin dia tidak akan menyukainya. Masih ada banyak hal yang jadi pertanyaan di sini, dan mereka harus menyelidikinya.

"Wah, banyak juga data yang berhasil didapatkan oleh Chloe, ya? Kalau sampai bocor, hal ini tentunya bahaya," kata Pak Indra.

Ramon tersenyum, kemudian menghampiri EG Group. Dia duduk di satu sofa kosong, kemudian dia menghela napasnya. Setelah melirik EG Group selama beberapa saat, akhirnya Ramon kembali berbicara.

"Begitulah, Pak Indra. Saya juga pusing karenanya. Apalagi kemarin kami dapat kabar kalau sudah ada orang luar yang mengetahui masalah ini. Katanya ada juga yang tahu kalau kami melapor pada polisi. Saya takut kalau sampai ada wartawan atau orang - orang penasaran yang datang ke sini," kata Ramon.

Dalam pikiran semua anggota EG Group, tentu saja hal ini agak aneh, walau memang bisa saja terjadi. Pasti akan ada orang yang memberitahu hal rahasia semacam ini, entah secara sengaja atau tidak. Masalahnya adalah, bagaimana bisa mereka tahu dalam waktu secepat itu? Baru saja Delia membuka mulutnya, tapi Yoshi sudah mendahuluinya.

"Bagaimana bisa? Cepat sekali ya informasinya bocor begitu? Kenapa? Siapa yang melakukannya?" tanya Yoshi.

Ramon kembali menghela napasnya, "Saya juga tidak tahu kenapa, siapa, dan bagaimana bisa informasi ini bocor. Padahal saya sudah mewanti - wanti agar jangan sampai hal ini bocor. Tapi ... entah bagaimana hal ini tetap bocor juga."

"Itu sepertinya cukup bahaya. Semoga saja para wartawan tidak akan menyerang kalian nantinya. Dan semoga saja masalah ini bisa segera selesai nantinya," kata Pak Indra.

"Semoga saja, pak."

"Ini sudah semuanya, kan? Apa masih ada laporan penyelidikan atau data lainnya yang perlu untuk kami ketahui?" tanya Delia.

Ramon memandang Delia dengan kebingungan, karena dia tidak paham akan apa maksud pertanyaan Delia tadi. Sementara itu, Delia memandang Ramon dengan tajam. Setelah beberapa saat Ramon terdiam, dia kelihatannya tidak menemukan sesuatu yang penting untuk disampaikan, jadi akhirnya dia menggelengkan kepalanya.

"Tentu saja itu sudah semuanya. Aku tidak akan menyembunyikan apapun dari kalian, karena memang inilah yang kami temukan dari laci meja kerjanya Chloe," sahut Ramon.

Delia tidak menjawab, dan dia hanya menyeringai. Mungkin rekan - rekannya tidak ada yang menyinggungnya, tapi masih ada satu hal yang seharusnya ada. Data laporan dari SPE, kalau memang benar Ramon meminta bantuan dari mereka. Hanya saja, Delia sudah tahu kalau hal ini tidak pernah terjadi. Entah Ramon yang benar - benar lupa akan kebohongannya sendiri, atau dia yang bersikap pura - pura bodoh, tapi bagi Delia, ini membuktikan satu lagi kecacatan dalam kasus yang diajukan oleh Ramon ini.

"Oke, karena ini cukup banyak dan juga sudah semuanya, sebaiknya kami simpan ini dan minta tim IT untuk menganalisisnya. Lalu ... seharusnya si Lana sebentar lagi sampai, kan? Dia harus memeriksa sistem di divisi IT kalian, kan? Coba dong Sa, kamu kirim pesan ke Lana?" tanya Pak Indra.

Bu Risa mengangguk, kemudian mengambil ponselnya. Setelah mengetikkan beberapa hal, akhirnya Bu Risa mengirimkan sebuah pesan. Mereka kembali mencermati informasi yang ada di hadapan mereka, hingga akhirnya ponsel Bu Risa berbunyi. Si pemilik ponsel melihat ke arah benda yang tadi berbunyi, kemudian mengangguk.

"Lana baru saja sampai, katanya. Dia sudah ada di depan pintu masuk," kata Bu Risa.

"Bagus, kalau begitu kita bisa simpan dulu ini. Bagaimana kalau kita temui Lana, sekalian untuk mengamankan semua map ini? Setelahnya, kita bisa ke ruangan milik divisi IT dan menemui Chloe sekalian," tanya Pak Indra.

"Kenapa tidak?" kata Ramon.

Karena itulah, EG Group kini merapikan map yang ada di hadapan mereka, kemudian bersiap untuk pergi. Rendi dan Yoshi membawa map - map itu ke dalam mobil Pak Indra, sebelum akhirnya mereka menemui Lana. Si pria yang diminta ini sudah ada di depan pintu masuk Raven Protection, dan Pak Indra memperkenalkannya pada Ramon.

Lana, alias si pemimpin tim IT di Kepolisian Inkuria ini adalah seorang pria yang tidak kelihatan seperti seorang polisi. Yah, karena dia memang bukan seorang polisi. Lana adalah seorang pemuda yang benar - benar ahli dalam ilmu teknologi, dan lulusan dari institut teknologi terkemuka di Amerika. Usianya mungkin masih 27 tahun, tapi dia sudah menyelesaikan pendidikan S2 di bidang ilmu teknologi di usia 22 tahun.

Kenapa dia bisa bekerja sebagai ahli IT di kepolisian adalah, karena dia bisa meretas sistem keamanan di Kepolisian Inkuria. Saat itu, Lana memberikan pesan secara anonim akan kekurangan apa saja yang ada dalam server Kepolisian Inkuria, dan dia bilang kalau dirinya bersedia untuk membantu dalam mengamankannya. Sejak saat itulah, Lana bekerja sama dengan kepolisian, hingga akhirnya dia tergabung dengan tim IT Kepolisian Inkuria.

Penampilan Lana kelihatan sebagaimana anak muda kebanyakan, dengan kaus polo berkerah warna merah dan celana jeans, serta sepatu kets berwarna merah. Rambutnya disisir ke belakang dan agak berantakan karena dia merapikannya menggunakan tangannya, serta dia juga punya kulit berwarna kecoklatan karena dia punya hobi berselancar. Ekspresinya kelihatan riang, dan sebuah kacamata berbingkai bulat dengan warna keperakan menghiasi wajahnya ketika dia menyapa Ramon.

"Wah, kau kelihatan masih cukup muda, ya? Aku tidak banyak menemui ahli IT yang sepertimu," komentar Ramon.

Lana terkekeh, "Ah, kalau begitu, berarti anda tidak akrab dengan dunia IT. Banyak kok para ahli IT yang masih muda, tapi memang kelihatannya yang lebih tua memang lebih berpengalaman. Maaf juga karena aku agak lambat datangnya, karena pagi ini aku ada beberapa pekerjaan yang harus dilakukan," kata Lana.

"Begitu ya? Tidak apa kok. Lebih baik, kita segera saja menuju ke ruang IT, agar semuanya bisa selesai."

EG Group yang kini ketambahan Lana mulai mengikuti Ramon untuk menuju ke ruang IT. Ruangan ini berada di lantai sembilan, dan berupa sebuah ruangan besar yang berisi sejumlah pekerja yang tengah berhadapan dengan komputer mereka masing - masing. Mereka kelihatannya sangat sibuk, dan Lana memandang ke arah sekelilingnya.

"Hum, kelihatannya ada banyak sekali hal yang harus kalian lakukan di sini, ya? Aku tidak heran sih. Jadi, siapa yang pegang kendali di sini?" tanya Lana.

"Kurasa, kamu bisa bicara dengan Pak Nadir. Beliau akan jelaskan apa saja yang mereka dapatkan selama saya memintanya untuk menyidiki apa saja yang sudah terjadi pada sistem kami," sahut Ramon.

Kedatangan Ramon dan beberapa orang ini tentunya menarik perhatian para pegawai yang ada di sana. Beberapa dari mereka hanya melirik selama beberapa saat, sebelum akhirnya mereka kembali ke pekerjaan mereka. Ada juga yang kini malah melirik dengan penasaran dan berbisik - bisik dengan rekan kerja yang kebetulan ada di dekat mereka.

Walau begitu, tujuh orang ini tidak begitu peduli. Ramon membawa mereka menghampiri seorang pria yang sudah cukup berumur. Beliau mengenakan kemeja kerja yang rapi, dan memperkenalkan diri sebagai Nadir, pimpinan dari divisi IT di Raven Protection. Setelah sebuah perkenalan singkat, akhirnya Lana memutuskan untuk menanyakan apa saja yang sudah terjadi dan dilakukan oleh Pak Nadir bersama timnya. Rendi memutuskan untuk membantu Lana, karena dia juga punya pengetahuan seputar teknologi.

Sementara Lana dan Rendi menanyai seputar masalah teknis, lima anggota EG Group yang lainnya kini mengikuti Ramon dan menemui tersangka utama yang mereka miliki. Si perempuan ini duduk di bagian ruangan yang terdapat di bagian belakang dari pintu masuk.

Di sisi lain, Arin rupanya bertemu dengan salah satu temannya semasa SMK yang kebetulan satu klub dengannya saat itu. Arin menghampiri temannya ini, kemudian mengedipkan matanya ke arah empat rekannya. Mereka hanya mengangguk, karena sepertinya tidak ada salahnya kalau Arin menanyakan apa saja yang terjadi di sini dari sudut pandang pegawai yang lainnya.

Empat orang yang tersisa ini diperkenalkan pada Chloe. Rupanya, Chloe adalah seorang wanita muda dengan penampilan yang bisa dibilang sangat menarik, seperti pegawai perusahaan mahal pada umumnya. Tubuhnya tinggi langsing dengan sepasang sepatu hak tinggi dan tubuhnya dibalut dengan pakaian kerjanya yang bagus. Meski Chloe kelihatannya cukup ramah, tapi dapat terlihat sebuah senyum agak angkuh yang cukup khas seperti orang berkelas.

Chloe memperkenalkan dirinya dengan sopan, dan menjabat tangan tamunya satu - satu. Ketika Chloe berjabat tangan dengan Delia, sang polisi memberikan sebuah tatapan tajam pada Chloe. Mereka hanya bertatapan selama beberapa saat, tapi Delia bisa menangkap sebuah ekspresi di dalam mata Chloe. Dia kelihatan tidak terkejut karena kedatangan lima orang ini, malah dia sepertinya biasa saja. Lagi, entah kenapa Delia bisa merasakan sesuatu yang jahat dari tatapan Chloe. Delia tidak memikirkan alasannya kenapa, tapi firasatnya mengatakan kalau ada sesuatu yang cukup jelek akan terjadi.

Setelah sedikit basa - basi, akhirnya Pak Indra memutuskan untuk memulai sesi tanya jawab mereka. Sebelumnya, mereka pindah ke ruangan longue yang ada di sebelah kantor mereka, agar bisa lebih leluasa lagi berbicara. Saat mereka berada di situasi yang lebih nyaman, Pak Indra mulai mengajukan beberapa pertanyaan pada Chloe.

Pertanyaannya tidaklah banyak, karena sepertinya pernyataan Ramon seputar apa yang ditemukannya sudah cukup menjelaskan bagaimana bisa Chloe ketahuan menyembunyikan kopi dari data rahasia klien Raven Protection. Pak Indra hanya mengonfirmasi kalau memang apa yang terjadi itu benar. Chloe mengiyakannya, bahwa memang pagi itu dirinya menemukan kalau bosnya sudah membongkar laci di meja kerjanya.

Setelah selesai dengan konfirmasi, Pak Indra memulai sesi tanya jawabnya. Pertanyaan dimulai dari motif apa yang membuat Chloe memutuskan untuk membuat dan memiliki kopian data milik para klien penting dari Raven Protection. Jawaban yang diberikan Chloe bisa dibilang cukup ganjil, karena dia mengatakan kalau dirinya sedang melakukan sebuah riset dan data pribadi itu adalah bahan untuk risetnya. Saat ditanyai riset apa yang tengah Chloe lakukan saat ini, dia menjawabnya dengan agak meragukan.

Chloe bilang kalau riset yang dilakukannya adalah tentang kecenderungan dan latar belakang klien yang terdaftar di Raven Protection. Tapi saat dikonfirmasi, Ramon tidak pernah mengetahui kalau Chloe melakukan riset, yang membuat Ramon curiga saat menemukan salinan data itu. Kalau memang ada riset, tentu saja Ramon harusnya tahu, dan dia tidak akan merasa curiga karena Chloe memiliki data semacam itu. Apalagi, biasanya riset semacam itu sering dilakukan oleh tim statistik, bukan divisi IT tempat Chloe berada.

Pak Indra melanjutkannya dengan pertanyaan apakah Chloe dibantu oleh seseorang atau mungkin mendapatkan sogokan dari orang lain. Ketika menjawab pertanyaan ini, Chloe mengatakan bahwa hal tersebut tidak didapatkannya, walau jawabannya diberikan dengan cara yang agak meragukan. Karena entah kenapa, ekspresi tenang Chloe yang sebelumnya kelihatan biasa saja kini malah berubah jadi sebuah ekspresi marah yang aneh.

Hal ini membuat jawaban Chloe terlihat agak meragukan. Jadi, Bu Risa memutuskan untuk menegaskan pertanyaannya dengan menanyakan apakah ada orang lain yang menyuruhnya untuk mendapatkan semua informasi yang sudah diambilnya. Chloe kini menjawabnya dengan sebuah bantahan yang cukup tegas, seolah membela 'atasannya' tersebut, kalau memang ada. Si pegawai menjawab pertantaan Bu Risa dengan nada agak tinggi bahwa dirinya tidak disuruh oleh orang lain. Dia meyakinkan kalau dirinya melakukan hal itu atas kehendaknya sendiri, dan bukan untuk tujuan tidak baik yang sudah dituduhkan orang lain kepadanya.

Pak Indra dan Bu Risa kini memandang satu sama lainnya dengan ekspresi berpikir. Mereka merasakan kalau pernyataan Chloe ini tidak sepenuhnya bisa dipercaya, kalau memang ada pernyataan yang benar di dalamnya. Mereka bisa menemukan ketidak konsistenan dari pernyataan Chloe, yang membuat mereka jadi berpikir begitu.

Lagi, keduanya bisa melihat kalau ekspresi Chloe tidaklah biasa. Bagi seseorang yang dirinya dicurigai telah melakukan sebuah kejahatan, Chloe kelihatan tenang sekali saat menghadapi pertanyaan yang diberikan. Dia tidak terlihat takut atau khawatir. Tapi, mereka juga bisa merasakan kalau ada sebuah kemarahan yang dibuat - buat ketika Chloe menjawab pertanyaan seputar apakah ada orang yang membantunya.

Delia mengamati pandangan mata Chloe dengan seksama, dan Delia bisa merasakan kebohongan dari orang ini. Selain itu, Chloe menghindari pandangan mata Delia, yang membuat Delia semakin menyakini kalau ada satu dugaan di dalam dirinya ini benar. Tapi, Delia menyimpan dugaan itu untuk dirinya sendiri sementara ini. Mungkin nanti, Delia akan mengatakannya pada teman - temannya.

Sementara itu, Yoshi bisa melihat kalau Chloe berusaha curi pandang padanya dari tadi. Hal ini membuat Yoshi tertawa di dalam hatinya, karena dia tahu apa maksud dari pandangan Chloe ini. Hanya saja, Yoshi terlalu sibuk untuk memikirkan bagaimana bisa dirinya mencari tahu apakah memang benar Chloe hanya sendirian, atau ada satu atau beberapa orang di dekatnya yang bisa jadi membantunya.

Setelah terdiam selama beberapa saat, akhirnya Yoshi mendapatkan sebuah ide. Yoshi memandang Chloe dengan sebuah senyum, yang membuat si pegawai jadi agak kaget, tapi juga membalasnya dengan sebuah senyuman. Pak Indra baru saja ingin mengungkapkan keanehan dari pernyataan Chloe, saat Yoshi tiba - tiba memotong dan memberikan sebuah pertanyaan.

"Kalau aku boleh tahu, berapa ya umurmu?" tanya Yoshi.

Pertanyaan ini pada awalnya membuat Chloe agak bingung. Begitu juga Pak Indra dan Bu Risa. Hanya Delia yang tetap terdiam, karena dia tahu apa yang sebenarnya ada di dalam pikiran Yoshi. Setelah beberapa saat, akhirnya Chloe tersenyum dan menjawabnya.

"Eh, umurku 25 tahun, memangnya ada apa ya?" jawab Chloe.

Yoshi mengangguk, "Wah, rupanya kamu masih cukup muda ya? Sudah menikah?"

"Belum, saya berencana untuk menikah tahun depan."

"Eh, sayang sekali, kukira kamu masih sendiri. Berarti sudah punya pacar atau tunangan dong? Orang sini juga? Karena rasanya percintaan di kantor itu sudah biasa, kan?"

"Memang! Ada banyak temanku yang menikah dengan pegawai dari bagian lain di kantor ini. Pacarku ada di tim keuangan, namanya Victor. Dia adalah pria yang sangat baik, dan aku merasa beruntung memilikinya."

"Begitu ya? Kedengarannya kisah kalian cukup menarik. Lalu, kamu masih tinggal sendirian untuk saat ini?"

"Ya. Tapi, aku dan Victor sudah membeli sebuah rumah dan kami akan tinggal bersama selepas menikah nanti."

Yoshi kembali mengangguk, "Oke, terima kasih, karena mau menjawab sedikit pertanyaan dari saya. Kurasa sudah semua kan, Pak Indra?"

Pak Indra terdiam sejenak, karena beliau masih berusaha untuk mencerna apa yang baru saja Yoshi tanyakan pada Chloe. Setelah beberapa saat, akhirnya Pak Indra mengerti apa maksudnya. Beliau melirik Yoshi sejenak, kemudian mengangguk.

"Hm, sepertinya sih sudah semuanya, Yo. Mungkin akan lebih baik kalau kamu kembali ke pekerjaanmu, Chloe. Kamu hanya perlu tinggalkan nomor telepon, agar kami bisa menghubungimu kalau - kalau kami masih ingin menanyakan beberapa hal," sahut Pak Indra.

Chloe mengangguk, kemudian menyebutkan nomor teleponnya yang dicatat oleh Bu Risa. Setelah urusannya selesai, Chloe langsung undur diri untuk kembali bekerja, dan tersisalah lima orang yang masih duduk di ruangan longue itu. Pak Indra dan Bu Risa masih nampak agak bingung, karena Yoshi mengakhiri wawancara mereka dengan cara yang sedikit aneh. Meski sebenarnya mereka mengerti apa maksud dari Yoshi ini.

"Yah, meski pendek, setidaknya kita bisa mendapatkan beberapa informasi penting. Bagus juga tadi kamu Yo, karena kamu ingat untuk mengorek informasi soal kehidupan pribadi Chloe, karena akan selalu ada kemungkinan kalau Chloe dimanfaatkan oleh orang terdekatnya. Apalagi, kalau katanya memang Chloe punya pacar yang juga bekerja di sini," kata Pak Indra.

"Itu kan penting. Kita kan tidak tahu bagaimana kehidupan pribadinya, jadi selama kita bisa mendapatkan sedikit info, ya kenapa tidak? Mungkin nanti bisa membantu kita," sahut Yoshi.

"Tentu saja kamu bisa mendapatkannya, Yo. Kelihatan betul tuh kamu menggunakan pesonamu dengan baik. Tapi, nggak ada salahnya sih kamu tanya itu. Kan itu ajaran Sensei, kalau kita harus memerhatikan beberapa detil, termasuk soal kehidupan pribadi," kata Delia.

"Ck, ternyata kamu pakai ajarannya si Hendra toh! Pantas saja rada tidak biasa tadi," ujar Bu Risa.

"Wah, saya kayaknya sudah terlalu terbiasa dengan pola pikir para polisi ya? Tadi tidak kepikiran bagi saya buat mencari tahu soal orang terdekatnya, karena saya rasa itu tidak terlalu penting. Padahal, dari detil kecil seperti itu kadang kita bisa mendapatkan sebuah titik terang," sahut Pak Indra.

"Sejak awal kan kita sudah mencium adanya sebuah keganjilan dari Chloe. Kalau dia menutupi masalah uang imbalan yang dia dapat, ada kemungkinan kalau dia mendapatkan jumlah yang menjanjikan kalau bisa melakukan tugasnya dengan baik. Tapi, Chloe malah menutup - nutupi tentang orang yang menyuruhnya untuk mengkopi data itu, yang berarti kemungkinan otaknya adalah seseorang yang dia kenal baik dan dia sayangi, makanya dia melindunginya. Kalau Chloe disuruh oleh orang yang tidak terlalu mengenalnya, dia pasti akan mau mengakui siapa orangnya karena dia pasti tidak mau dijadikan tersangka tunggal," jelas Yoshi.

"Ya tapi kan itu masih kemungkinan besarnya. Kalau ada hal lain yang tersembunyi, kita tidak akan tahu. Siapa tahu juga kalau Chloe dibayar dengan cukup mahal oleh orang yang asing baginya, sehingga dia mau tutup mulut. Atau, malah bisa jadi kedua kemungkinan itu terjadi di saat yang sama. Kita masih harus cari tahu soal itu," ujar Delia.

Pak Indra mengangguk, "Benar, kita masih harus cari tahu apa yang sebenarnya terjadi di sini," sahut Pak Indra.

Entah kenapa, ada sebuah perubahan ekspresi di wajah Ramon yang sejak tadi memerhatikan percakapan empat polisi ini. Perubahan ini disadari oleh Delia, yang hanya menyeringai karenanya. Delia meyakini kalau Ramon menyadari kalau "Hendra" yang disebutkan oleh Bu Risa ini adalah guru mereka saat masih SMP, apalagi karena Delia memanggilnya dengan sebutan "Sensei", dengan sengaja tentunya.

Delia hanya diam dan menanggapi di dalam hatinya, karena kini semuanya beda jauh dari saat itu. Lagi, pernyataan Delia tadi mengatakan secara implisit kalau Delia sebenarnya bisa menduga bahwa Chloe mendapatkan sejumlah uang untuk melakukan hal ini. Informasi yang Delia bisa simpulkan dari rekening Chloe ini mungkin belum bisa dipastikan, tapi Delia merasa kalau memang itulah yang terjadi.

Di sisi lain, Ramon berusaha untuk berpikir akan balasan apa yang bisa dia berikan pada keempat polisi ini. Mereka kelihatannya bisa mengetahui banyak hal dengan mudah, termasuk terhadap beberapa hal yang sebenarnya Ramon tidak ingin mereka tahu. Ramon jadi khawatir karena para polisi ini sepertinya tahu apa yang harus mereka lakukan.

"Kamu memang anak didiknya Hendra deh. Kamu sepertinya berguru dengan baik padanya," sahut Bu Risa.

"Yah, mau bagaimana lagi? Saya sering dengan tidak sengaja terlibat dalam kasusnya, dan saya sedikit banyak belajar beberapa teknik dari dia. Lagi, aku dan dia masih punya hubungan keluarga, jadi maklumi sajalah. Delia pasti tahu betul bagaimana nyelenehnya si Hendra kalau lagi menangani kasus," ujar Yoshi.

"Ah, jangan disebutkan deh, kurasa kalian juga tahu soal itu," kata Delia, lalu terkekeh.

"Jadi sebenarnya kalian mau bilang kalau kita harus mengamati pacarnya itu? Hm, rasanya itu cukup masuk akal. Aku tidak tahu bagaimana hubungannya antara Chloe dan pacarnya ini, tapi boleh juga untuk dicoba," ujar Ramon, yang akhirnya bersuara.

"Yah, aku sih mau bilang begitu tadi. Sebaiknya selama seminggu ini anda coba awasi si Victor ini," sahut Yoshi.

"Baiklah, akan kami coba lakukan saran anda tadi. Saya rasa tidak ada salahnya kalau kita mencobanya."

"Yoshi tadi ada benarnya. Jadi, saya harap anda nanti akan melaporkan hasilnya pada kami," kata Pak Indra.

"Tentu saja, kami akan melakukannya. Bagaimana kalau kita cek keadaan rekan kalian yang masih bersama Pak Nadir?"

Delia memerhatikan ekspresi wajah Ramon dengan seksama. Dari apa yang dilihatnya, sepertinya Ramon tidak nyaman dengan perbincangan saat ini, karena dia sepertinya ingin sekali untuk segera berpindah topik. Delia mungkin tidak bisa terlalu menduga apa yang sebenarnya terjadi, tapi dia bisa merasakan kalau ada beberapa hal yang menandakan kalau bisa saja mereka sudah menyinggung satu topik yang sensitif bagi Ramon.

Ketika mereka berlima keluar dari ruangan longue itu, Delia bisa merasakan kalau ponsel yang ada di sakunya bergetar. Arin juga sudah selesai dengan obrolannya bersama rekan lamanya, jadi kini dia kembali kepada rekan - rekannya dan kini bergabung untuk melihat apa yang kini tengah dikerjakan oleh Lana. Di sisi lain, Delia tidak menghiraukan ponselnya. Tanpa perlu membuka pesannya, Delia sudah tahu apa yang sebenarnya terjadi. Jadi, Delia tersenyum, dan mengatakan bahwa dirinya akan pergi ke toilet sebentar sementara mereka menunggu Lana selesai dengan pekerjaannya.

Tiga orang rekannya tidak ada yang merasa aneh, dan mereka memutuskan untuk menghampiri Lana. Si pemuda ini tengah fokus untuk memperhatikan layar yang ada di hadapannya, sementara itu Rendi bercakap dengan Pak Nadir.

Lana mengatakan bahwa dia memang bisa mendeteksi kalau ada beberapa data yang dihapus dan riwayat pencarian yang hilang, dan Pak Nadir sudah memulihkannya. Datanya mungkin nanti masih perlu untuk dicocokkan dengan map yang sudah mereka terima.

Selain itu, Rendi juga sempat mengintip komputer kerja milik Chloe sebelum si pegawai kembali dari sesi tanya jawabnya. Secara cepat, Rendi berusaha untuk memulihkan riwayat penggunaan komputer itu, dan mengkopinya ke dalam sebuah flashdisk. Nanti Lana juga akan memeriksa riwayat itu lebih lanjut lagi. Tapi sejauh ini, memang hanya Chloe yang melakukan tindakan akses yang mencurigakan.

Tidak lama kemudian, Delia kembali ke ruangan kantor itu, dan Ramon menawarkan untuk berkeliling sebelum para tamunya kembali ke kantor mereka. Lana juga sudah selesai dengan pekerjaannya saat Delia datang, jadi mereka memutuskan untuk langsung berkeliling di kantor pusat Raven Protection.

Mereka berkeliling dan menjelajahi kantor pusat Raven Protection, dengan dipandu oleh Ramon. Si pemimpin ini menunjukkan banyak sekali tempat, mulai dari membawa mereka menjelajahi berbagai ruangan penting yang ada di berbagai lantai, sampai melihat beberapa klien yang sedang menyelesaikan urusan mereka dan juga kesibukan para pegawai di hari yang menjelang siang itu.

Tur mereka berjalan dengan baik, hingga akhirnya semua tempat mereka sudah jelajahi, dan ketujuh petugas ini memutuskan untuk pamit undur diri. Mereka berbasa - basi sejenak, sebelum akhirnya mereka pamit pada Ramon. EG Group menjanjikan kalau mereka akan segera mengabari misalnya saja ada sesuatu yang penting dari kasus ini nantinya.

Hingga akhirnya, mereka sampai di dekat pintu masuk kantor itu, dan melihat sebuah kekacauan. Ada banyak sekali orang di sana, yang dilengkapi dengan mikrofon dan kamera. Hal ini membuat mereka semua berpadangan satu sama lainnya dengan takjub, karena ada banyak sekali pihak dari media massa yang berebutan untuk meliput.

Tidak ada yang tahu bagaimana bisa mereka ada di sini, dan kenapa mereka bisa tahu kalau ada sesuatu yang terjadi di sini. Pihak keamanan dari Raven Protection berusaha sekuat tenaga untuk mengamankan keadaan yang riuh, apalagi setelah mereka bisa melihat bahwa ada Pak Indra di sana.

Di tengah kekacauan ini, Ramon yang kebetulan berada di dekat Delia berbisik. Hal ini tentunya menarik perhatian Delia, karena perkataan ini ditujukan untuknya.

"Kau lihat sendiri kan, Delia? Semua orang tahu kalau ada masalah yang terjadi di sini, dan mereka percaya kalau masalah ini benar - benar terjadi. Keadaan bisa jadi kacau kapan saja, skandal bisa muncul kapan saja. Semuanya akan dipertaruhkan sebentar lagi," kata Ramon, lalu terkekeh.

Delia harus menahan dirinya sendiri agar dia tidak langsung menonjok wajah Ramon. Nada suara Ramon ini menandakan kalau ada sesuatu yang tidak benar di sini, dan Delia tahu apa yang mungkin terjadi. Firasatnya kalau semua ini tidak alami rupanya benar, dan hal ini membuat Delia semakin kesal.

Hanya saja, di dalam kepala Delia, masih ada satu pertanyaan. Kenapa semua ini harus terjadi? Masalah macam apa yang sebenarnya Ramon ingin munculkan? Apa tujuan dia yang sebenaranya? Delia tidak menyukai ke mana masalah ini mengarah, apalagi dengan keberadaan seseorang semacam Ramon di dalam masalah ini.

"Apa maumu, Ramon? Aku tahu kalau ada sesuatu yang kau mau, karena kau akan selalu mencari perhatian dari orang lain kalau kau memang menginginkan sesuatu," kata Delia.

Ramon terkekeh, "Jaga perkataanmu, Delia. Kau boleh jadi seorang polisi sekarang ini, tapi kau tidak secerdas yang kau kira. Memangnya dengan jadi seorang penyidik kau bisa memperlihatkan kalau kau bukan anak culun yang doyan menyendiri bersama seorang pak guru aneh?"

"Kalau ada satu hal yang aku pelajari selama menjadi penyidik, itu adalah bahwa ada banyak penyidik yang merupakan anak culun, atau orang yang aneh, malah kadang ada kombinasi dari keduanya. Lagi, jangan remehkan aku dan EG Group, karena kau tidak pernah tahu siapa aku dan mereka yang sebenarnya."

"Begitu? Kau rupanya semakin lama semakin galak saja. Pantas saja kau semakin kelihatan jelek sekarang. Lihat saja nanti, karena di akhir cerita, kaulah yang berlutut di hadapanku."

"Kau sendiri tetap setan jahanam sebagaimana yang aku ingat saat terakhir kali aku melihatmu. Aku tidak akan sudi untuk berlutut padamu, demi apapun itu. Aku bukan gadis rapuh seperti yang kau lihat saat itu, karena aku sudah banyak berubah selama enam tahun ini."

"Kita lihat saja. Aku yakin kau tidak sekuat kelihatannya, karena aku tahu kau cukup emosional, dan tidak pernah ada yang bisa mengubah hal itu."

Delia berusaha untuk menahan dirinya dengan sebaik mungkin, karena dia tahu kalau dirinya tidak boleh terpancing emosi dengan begitu saja. Untuk saat ini, Delia boleh mengatakan kalau dirinya mencurigai bahwa Ramon terlibat dalam sesuatu yang tidak baik berkaitan dengan kasus yang sudah diajukannya ini, tapi Delia tidak bisa menuduhnya secepat itu. Masih ada beberapa hal yang harus Delia buktikan terlebih dahulu sebelum dia bisa mengetahui apa yang sebenarnya terjadi.

Sementara itu, Ramon menyeringai selama beberapa detik, sebelum akhirnya memasang wajah agak panik dan menghampiri seorang satpam yang ada di dekat mereka. Di dalam hatinya, Delia mengutuki pria ini, karena perkataannya yang merendahkan itu. Ramon belum tahu saja apa yang bisa terjadi kalau dirinya benar - benar meledak dalam kemarahan.

Lagi, dia juga meremehkan rekan - rekannya dan menganggap kalau rencana yang dia buat ini sempurna. Padahal, rekan - rekannya bisa melihat dengan jelas kalau ada banyak kejanggalan dalam kasus ini. Hanya butuh sedikit waktu saja sebelum akhirnya mereka bisa membongkar apa yang sebenarnya terjadi.

Ramon kini menanyakan apa yang sebenarnya terjadi di depan kantornya, dan mengusahakan agar ketujuh tamunya bisa keluar dari kantornya dengan aman. Sementara itu, EG Group memandang kejadian di hadapan mereka dengan agak horor, dan Lana malah terlihat sangat tertarik karenanya.

"Aku sudah sering dengar kalau kalian kadang dikejar oleh wartawan. Tapi, ternyata kejadiannya lebih heboh daripada apa yang aku duga ya?" tanya Lana.

"Wah, kadang bisa jadi rame loh. Beberapa dari mereka kadang suka rusuh soalnya," sahut Bu Risa.

"Ngomongin soal rusuh, aku bisa lihat si Rick di sana. Dia pasti bakalan menyerang orang lain hanya demi sepotong informasi, yakin deh," kata Pak Indra, lalu beliau menghela napasnya.

"Rick? Rick Renshaw, ya? Si wartawan dari acara Warta Inkuria dari TV swasta STI?" tanya Lana.

"Ya siapa lagi? Si pembawa acara berita paling rusuh di satu kota Inkuria, Rick Renshaw dari STI. Semoga kita hari ini bisa melalui Rick dengan baik, karena kadang dia bisa jadi kelewatan memaksa."

Beberapa satpam datang dan mengawal ketujuh orang ini keluar dari kantor Raven Protection. Ramon melepaskan kepergian mereka, setelah meminta maaf karena dia tidak tahu kejadiannya akan seperti ini. Pak Indra merasa tidak masalah karena hal itu, dan kini mereka berusaha untuk melewati lautan wartawan yang haus informasi itu dan berharap kalau mereka akan bisa keluar dalam keadaan hidup - hidup.

Entah berapa banyak satpam yang dikerahkan saat itu, tapi tetap saja para wartawan ini berusaha untuk menembus pertahanan itu. Beberapa bahkan berusaha mencari celah agar bisa berada di dekat Pak Indra dan mengajukan beberapa pertanyaan.

Tiba - tiba saja, salah satu wartawan itu bisa menembus barikade dari para satpam. Dia mengenakan seragam kerja berwarna merah marun, dan menyorongkan mikrofonnya dengan penuh semangat. Pak Indra berusaha untuk menghindari orang ini, karena beliau tahu kalau mereka akan dihujani dengan pertanyaan darinya sebentar lagi.

"Pak Indra! Apa yang sebenarnya terjadi di Raven Protection? Apa benar kalau ada sebuah skandal besar di sini? Lalu ada juga isu soal kebocoran, kebocoran apa yang dimaksud di sini?" tanya si wartawan.

Pak Indra menghela napasnya, karena mau tidak mau beliau harus menjawabnya. Jadi, Pak Indra mengangkat tangannya sejenak, kemudian menatap dengan tegas ke arah si wartawan.

"Saya tidak ada komentar, Rick. Lagipula, apa sih yang sebenarnya kamu bicarakan? Kamu kira kami berkunjung ke sini karena ada masalah? Kami cuma melakukan sebuah kunjungan dan tur santai atas undangan Pak Ramon kok. Lihat nih, saya sama teman - teman saya saja tidak pakai seragam. Kalau ada apa - apa, saya rasa kalian semua akan tahu. Jadi, saya tidak punya apapun yang bisa saya katakan pada kalian," ujar Pak Indra.

Si wartawan baru saja mau mengajukan pertanyaan lagi, ketika salah satu satpam mendorongnya menjauh dari jalan mereka. Para satpam ini berusaha sebisa mereka untuk mengamankan ketujuh orang ini sampai masuk ke dalam mobil. Untung saja, setelah itu tidak ada lagi yang bisa menerobos barikade dari para satpam itu, dan ketujuh orang ini bisa masuk ke dalam mobil Pak Indra dengan selamat.

Pak Indra langsung saja tancap gas, meninggalkan kerumunan wartawan itu. Lana yang kini bersama mereka terkekeh, karena apa yang baru saja dialaminya ini tentu bukanlah hal yang biasa terjadi bagi seseorang yang selalu berdiam di dalam kantor.

"Wah, pantas saja orang - orang di kantor bilang kalau Rick adalah wartawan paling menyebalkan yang ingin sekali mereka hindari. Rupanya dia doyan rusuh begitu ya?" kata Lana.

"Nah, selamat, karena kamu sekarang sudah punya pengalaman lapangan seputar hal itu. Makanya dia tidak banyak disukai di kantor. Jadi, karena ini sudah agak siang, sekalian saja kita cari tempat untuk makan siang. Kamu mau ikut kan, Lana? Saya yang traktir kok," tanya Pak Indra.

"Eh, tentu saja! Kalau gratisan, apa sih yang saya nggak mau?"

Lima orang lainnya yang ada di sana terkekeh karena pernyataan Lana tadi. Tapi, Delia kelihatannya tidak terlalu terhibur saat ini. Walau yang lainnya kelihatan tidak mengkhawatirkan serangan wartawan tadi, tapi Delia masih memutar kepalanya. Rasanya, ada yang salah karena para wartawan itu datang sebegitu cepatnya, padahal mereka baru saja memulai penyelidikan.

Hal ini beralasan, karena kalau kasusnya dirahasiakan, maka para wartawan biasanya akan tahu ceritanya setelah kasusnya hampir selesai. Ramon memang mengatakan kalau ada yang memberitahu soal skandal ini ke pihak media, tapi rasanya ini adalah hal yang aneh. Karena dari nada bicaranya saat itu, Delia mendapatkan kesan seolah Ramon tidak keberatan kalau para wartawan datang ke kantornya.

Delia masih tidak tahu apa yang sebenarnya terjadi, tapi dia bisa merasakan kalau Ramon seperti berusaha mengancam dan menantangnya tadi. Apapun alasan Ramon melakukan hal ini, tentunya ini adalah hal yang penting. Hanya saja, Delia masih belum bisa melihat skandal macam apa yang sebenarnya akan terjadi, dan apa tujuan dibuatnya skandal ini, kalau memang skandal ini bukan hanya sekedae kebocoran data karena Chloe yang ketahuan mengkopi data rahasia dari Raven Protection.

Apapun itu, sepertinya hal ini akan membawa mereka ke masalah yang lebih serius lagi. Delia tidak tahu apa yang akan terjadi, dan ini membuatnya jadi semakin khawatir. Sepertinya, setelah ini Delia harus memberitahu rekan - rekannya akan apa yang sudah ditemukannya, agar mereka memahami bagaimana sudut pandang Delia. Meski begitu, mungkin nanti Delia tidak akan menceritakan apa yang sebenarnya terjadi di masa lalunya. Setidaknya belum, mungkin nanti mereka akan tahu soal kejadian itu. Mungkin.

~~~~~

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top