Chapter Bonus [1] : Gaun dan Riasan
11 Juli 2016
Nira kini tengah berdiri di depan cermin sekukuran badan yang ada di kamarnya. Dia memandang lurus ke arah dirinya sendiri selama beberapa saat, kemudian tersenyum. Setelahnya, Nira memutar tubuhnya beberapa kali, memastikan kalau dirinya terlihat baik.
Di belakang Nira, ada ibundanya yang kini memandang anaknya dengan sebuah senyuman. Bu Mega memeluk anaknya dari samping, lalu mencium pipi puterinya. Nira terkekeh karena tindakan ibunya itu, lalu kembali memandang ke dirinya di hadapan cermin.
Nira tahu kalau ini tentunya akan agak berlebihan, tapi dia menganggap kalau dirinya terlihat sangat cantik hari ini. Tidak pernah sekalipun di dalam hidupnya Nira merasa kalau dia benar - benar menjadi dirinya sendiri dan bangga akan apa yang dilakukannya. Apalagi setelah semua hal yang terjadi sebelum hari bersejarah ini datang.
Di dalam hatinya, Nira juga merasa sangat gugup. Akhirnya, dia akan bisa menjadi istri Hendra secara sah. Menjadi seorang wanita yang berjanji untuk selalu berada di sisi Hendra, sehidup dan semati. Menjadi satu - satunya orang yang memiliki dan dimiliki oleh Hendra. Setelah sekian lama, kini Nira berada di posisi ini.
Kalau saja mereka kembali ke masa lalu dan Nira memiliki kesempatan untuk memberi nasihat kepada dirinya yang masih berusia 18 tahun, maka Nira akan mengatakan bahwa dirinya harus memberikan kesempatan pada Hendra untuk mendekatinya. Meski begitu, sepertinya dia yang berusia 18 tahun itu akan menertawakan nasihat itu, mengatakan kalau dia tidak akan pernah mencintai Hendra sampai kapanpun.
Walau ada beberapa hal yang mungkin Nira ingin untuk ubah di dalam hidupnya, tapi sepertinya semuanya tidaklah begitu buruk. Pada akhirnya, takdir yang membawa Nira berada di tempat ini sekarang. Mungkin memang inilah yang harus terjadi. Semuanya mungkin akan lebih baik jika tetap begitu. Toh, ada banyak pelajaran berharga yang bisa Nira dapatkan dari semua hal yang sudah terjadi, yang sedikit banyak Nira syukuri.
Nira melirik ke arah kasurnya, kemudian tersenyum. Anak perempuannya, Fira, masih terlihat agak mengantuk. Si anak mengucek matanya, kemudian merenggangkan tubuhnya. Ketika Fira bisa melihat penampilan ibunya, dia memandangi Nira selama beberapa saat sebelum akhirnya dia tersenyum.
Bu Mega tersenyum, sambil memandangi Nira sekali lagi. Beliau tentunya juga bahagia karena anaknya terlihat bahagia di hari yang spesial ini. Sudah lama sekali Bu Mega tidak melihat Nira benar - benar bahagia seperti ini. Hingga akhirnya, suara ketukan pintu menyadarkan kedua orang ini dari pikiran mereka masing - masing.
"Sebentar ya Ra, aku bukakan pintunya," kata Bu Mega.
Nira mengangguk, dan Bu Mega meninggalkan kamar itu. Tersisalah Nira dan Fira di sana, yang sama - sama terdiam. Setelah beberapa saat kemudian, Fira melangkah mendekat ke arah ibunya, lalu menyentuh gaun yang dikenakan Nira. Kemudian, mereka berpandangan satu sama lainnya, sebelum akhirnya Fira memandang ke arah pintu.
"Mama tahu siapa yang ketuk pintu rumah pagi - pagi begini?" tanya Fira.
"Mungkin itu Kak Delia, Kak Arin sama Tante Risa. Mereka mau bantu Mama dandan, biar mama kelihatan lebih cantik katanya," sahut Nira.
Fira mengangguk, "Oooh, begitu? Iya ya, Mama kan harus dandan dulu, biar bisa jadi yang paling cantik hari ini!"
Nira terkekeh, "Iya dong!"
"Tapi ini beneran kan Ma, kalau Om Hendra jadi ayah baru Fira?"
"Iya sayang. Sebentar lagi."
"Wah, Fira nggak nyangka kalau mimpi Fira supaya punya ayah yang baik bisa terkabul! Mulai sekarang, Fira mau panggil dia Ayah, boleh kan?"
Nira tersenyum karena perkataan anaknya, kemudian berjongkok untuk mengelus kepala Fira. Bahkan anaknya sendiri tahu mana orang yang lebih cocok untuk jadi ayahnya. Nira tahu kalau Haris adalah pria yang baik, tapi dia bukanlah pria yang cocok untuk Nira. Haris sering kali sibuk dengan pekerjaannya di kantor ekspedisi tempat dia bekerja. Bukannya Nira mau membandingkan siapa yang lebih baik di antara keduanya, tapi Hendra lebih bisa memberikan lebih banyak waktu untuk bersama Nira dan juga kedua anaknya, walau di tengah kesibukan dan kehidupannya yang kacau. Hendra juga bertanggung jawab, dan akan melakukan apa saja demi kebahagiaan mereka. Selain itu, Hendra sudah mengenal Nira lebih lama daripada Haris, jadi tentu saja Hendra tahu lebih banyak soal Nira.
"Ya, tentu saja boleh, nak. Mama senang karena kamu senang, nak."
"Eh, tapi kalau Mama sama Ayah sudah kenal dari dulu, kok Mama sama Ayah baru menikah sekarang? Kenapa enggak dari dulu saja?"
Nira terdiam sejenak, karena dia tidak menyangka kalau Fira akan memanggil Hendra dengan sebutan "Ayah" secepat itu. Hal ini membuat Nira senang, tapi sekaligus bertanya, sihir macam apa yang membuat Fira bisa senang ketika bersama dengan Hendra. Nira sudah sering memerhatikan kalau sejak lama Hendra memang kadang menghabiskan waktunya dengan Fira, terutama ketika anaknya ini berkunjung ke sekolah tempatnya bekerja, tapi rasanya agak mengherankan juga karena Hendra bisa disukai oleh seorang bocah. Atau mungkin itu memang pesona yang dimiliki oleh Hendra? Entahlah.
Setelahnya, Nira kembali ke pertanyaan anaknya tadi. Menanyakan sesuatu tentunya adalah hal yang wajar bagi bocah seumuran anaknya, jadi rasanya tidak aneh kalau Fira menanyakan kenapa hal ini bisa terjadi, karena memang ada beberapa keanehan yang terjadi di dalam hubungan Nira dengan Hendra. Tapi, di saat yang bersamaan, pernyataan Fira itu jelas sangat menohok hati. Kalau saja dulu Nira tidak bertindak egois dan mau menerima perasaan Hendra, mungkin ceritanya tidak akan jadi seperti ini. Mungkin saat ini Nira sudah hidup bahagia bersama kedua anaknya dan juga Hendra. Nira tidak perlu jatuh bangun terlebih dahulu dalam meyakinkan Hendra bahwa dirinya menyadari kalau hatinya sudah mencintai sang pria lebih dalam daripada yang dia kira. Nira tidak akan perlu bermasalah dengan Hendra yang tidak percaya akan perasaannya, karena pada titik ini Hendra sudah menyerah untuk mendapatkan hati Nira.
Di dalam hatinya, Nira sangat menyesal karena telah menyia - nyiakan perasaan Hendra di masa lalu. Kalau saja itu tidak terjadi, mungkin saja semuanya tidak akan seperti ini. Tapi untungnya, saat ini belum terlambat untuk berubah. Meski Nira harus bersusah payah agar dia bisa membuat pernikahan ini terjadi, tapi rasanya hal itu setimpal dengan apa yang Nira dulu lakukan ketika dia menolak Hendra. Karena Nira bisa merasakan bagaimana perasaan Hendra ketika dia memperjuangkan Nira dulu.
Menjelaskan hal ini tentunya agak sulit, apalagi kalau yang bertanya ini adalah seorang anak berusia 7 tahun. Jadi, Nira terdiam sejenak, berusaha untuk menyusun perkataan yang cocok untuk Fira. Sementara itu, anaknya menunggu dengan sabar, sambil memperhatikan ekspresi wajah ibunya. Setelah mendapatkan perkataan yang tepat, Nira menghelan napasnya, kemudian menatap ke arah Fira.
"Iya nak, Mama tahu kalau bisa saja Mama menikah dengan Hendra sejak dulu. Tapi yang namanya cinta, ada yang cepat dan ada yang lambat. Kali ini, Tuhan ingin mengajarkan sesuatu kepada Mama sebelum bisa menemukan orang yang benar - benar Mama cintai. Makanya, baru sekarang Mama bisa menikah sama Hendra. Susah untuk jelaskan semuanya, nak. Tapi Mama yakin kalau nanti kamu akan paham."
Wajah Fira masih dipenuhi dengan ekspresi kebingungan, tapi dia tetap mengangguk. Nira tersenyum kepada anaknya, kemudian membelai wajahnya. Sang anak tersenyum, kemudian dia membalas perkataan ibunya tadi.
"Kalau begitu, nanti kalau sudah besar Fira nggak mau kayak Mama! Fira mau cari betul - betul siapa orang yang Fira sayang!"
"Iya sayang. Jangan sampai kamu seperti Mama ya? Tapi, sekarang kamu mending mandi dulu deh, terus kamu siap - siap, ya?"
Fira menuruti perintah ibunya itu, dan dia bergegas untuk mandi. Setelah Fira keluar dari kamar Nira, Bu Mega kini kembali. Beliau kini bersama Delia, Arin dan Bu Risa yang membawa tas tangan dan beberapa kantong belanjaan.
"Nih Ra! Penata rias dadakan kamu sudah datang!" kata Bu Mega.
"Wah, kalian rupanya serius soal mau meriasku habis - habisan, ya?" sahut Nira.
"Iya dong! Ini kan hari bersejarah buat ibu~" celetuk Delia.
"Ralat, hari bersejarah ke dua dalam hidup Nira." ujar Bu Risa.
"Nggak, bagiku ini tetap hari bersejarah yang pertama buat Bu Nira. Yang sebelumnya itu nggak pernah ada, dan aku nggak akan pernah menganggapnya ada, karena semua itu adalah kesalahan. Aku masih gak terima soal itu."
"Ya ampun, ini anak. Kayanya nggak rela betul ya kalau Hendra nggak sama Nira?"
"Aku memang nggak pernah rela, tahu! Dulu, aku ingat kalau Bu Nira menikah saat aku kelas 8, dan aku disuruh jadi perwakilan kelas untuk datang ke acara pernikahannya. Aku menolak mentah - mentah permintaan dari teman sekelasku itu dengan berbagai macam alasan yang aku punya. Aku nggak terima karena Bu Nira nggak menikah sama Pak Hein."
"Kamu sepertinya memang benar - benar mendukung sekali sama kedua gurumu ini, ya?" ujar Arin.
"Iyalah! Pak Hein dan Bu Nira adalah pasangan terbaik yang pernah aku temui seumur hidupku, dan aku ingin keduanya jadi kenyataan. Karena itulah aku senang bisa berada di sini."
Nira menggelengkan kepalanya. Delia sudah sejak dari dulu begitu, dan mendukung dirinya agar bisa dekat dengan Hendra. Ketika Nira baru pertama kali mengetahui soal masalah ini, dia hanya bisa menggelengkan kepalanya karena kelakuan Delia yang ada - ada saja ini. Tapi, kalau dipikir, Nira tidak bisa menyalahkan Delia untuk masalah yang satu ini. Mungkin Delia sudah bisa melihat dengan sangat teramat jelas kalau sebenarnya Nira punya perasaan tersembunyi pada Hendra, yang baru saja dia sadari lama setelahnya.
"Haduh, walau aku sudah kenal kamu cukup lama, kadang aku masih saja heran sama kelakuanmu yang satu itu. Kenapa sih kamu suka banget kalau kami berdua dekat - dekat seperti itu? Kalau kamu masih belajar di kelasku, aku pasti sudah ngasih kamu nilai jelek, Del!"
Delia terkekeh, "Itu karena kalian serasi dan saling mencintai. Sayangnya, kalian berdua tidak menyadari perasaan itu. Kalau Pak Hein sih, beliau sebenarnya masih sadar diri. Ibu tuh yang kadang bikin geregetan."
Nira hanya menghela napasnya. Di dalam kepalanya, dia berpikir, apakah semudah itu perasaannya pada Hendra diketahui oleh orang lain? Yah, kalau mau jujur, kini Nira mengerti kenapa kadang dia dapat lirikan maut dari beberapa anak muridnya kalau dia berada di dekat Hendra. Tapi, apa memang sebegitu jelasnya perasaannya kepada Hendra bisa terlihat? Kalau memang iya, rasanya Nira merasa bodoh sekali karena dia baru saja menyadarinya setidaknya tiga tahun yang lalu.
Ketiga tamu Nira itu tidak hanya diam saja selama mereka mengobrol tadi. Mereka kini sudah mengeluaran semua perlengkapan tata rias yang mereka punya, dan mulai bersiap untuk mendandani sang mempelai wanita. Nira kini sudah duduk di depan cermin, dan membiarkan tangan teman - temannya berada wajahnya agar bisa memberikan sentuhan kecantikan pada dirinya.
"Jadi Ra, kemarin Delia sudah cerita sedikit bagaimana ceritanya kamu bisa tiba - tiba menyatakan perasaanmu ke Hendra. Tapi, ini anak sengaja nggak menceritakan semuanya kepada kami. Dia cuma bilang kalau sebenarnya kamu sudah cerai sama Haris sejak lama, dan merahasiakannya dari semua orang sementara kamu berusaha untuk mendekati Hendra. Kalau kamu nggak keberatan, bagaimana kalau kamu ceritakan saja soal proses saat kamu akhirnya sadar kalau kamu suka sama Hendra, terus sampai ke bagian di mana kalian bikin satu kantor heboh dengan adanya undangan pernikahan kalian di atas meja kerja kami," kata Bu Risa.
Nira tersenyum. Memang benar, karena dirinya selama ini sudah dengan sengaja merahasiakan apa yang terjadi pada semua orang soal perceraiannya dengan Haris. Terutama kepada Hendra, karena Nira tahu kalau mungkin Hendra bisa saja menyalahkan dirinya sendiri atas cerainya Nira dengan Haris. Hal ini memang agak mempersulit apa yang terjadi selama beberapa tahun ini, tapi Nira tetap tidak mengatakannya agar tidak terjadi kehebohan yang tidak diperlukan.
Tapi, perjuangan Nira untuk mendapatkan Hendra kini sudah selesai. Usaha yang dilakukannya cukup berat, tapi Nira mendapatkan buah yang manis dari usaha itu. Jadi sepertinya, tidak ada salahnya kalau Nira menceritakan apa yang sebenarnya terjadi. Karena itulah, Nira mengangguk dan memulai penuturannya akan kisah bagaimana semua ini bisa terjadi, sementara membiarkan ketiga rekannya merias wajahnya.
Nira memulai kisahnya dengan bagaimana dirinya merasakan ada sesuatu yang aneh di dalam hatinya. Hal itu terjadi pada sekitar tahun 2012, dan entah kenapa dia merasa kalau ada sesuatu yang tidak biasa di dalam hatinya, berkaitan dengan Hendra. Temannya yang satu itu kini bekerja di tempat yang sama dengan Nira, yang tentunya membuat mereka jadi semakin dekat. Apalagi saat itu Nira terlibat dengan beberapa petualangan Hendra, yang sepertinya tidak dapat dihindarkan. Tapi, saat itu Nira masih berusaha untuk menepis perasaan aneh itu, mengabaikan apa yang sebenarnya terjadi di dalam hatinya.
Sampai akhirnya pada tahun 2013, Nira menyadari bahwa hubungannya dengan Haris mulai mendingin. Sang mantan suami itu memang sering kali sibuk, tapi kali ini semuanya kelihatan tidak biasa. Haris sering kali pergi ke luar kota, bahkan dia tidak ada di sisi Nira ketika istrinya melahirkan anak keduanya pada akhir tahun 2012. Malah, Hendra yang sering berada di sekitar Nira, dan selalu memerhatikan keadaan Nira. Hendra juga melindungi Nira habis - habisan, padahal dia bukanlah suami Nira.
Awalnya, Nira hanya menganggap bahwa memang begitulah sifat Hendra. Si pria yang satu ini sudah Nira kenal dengan cukup lama, jadi Nira tahu kalau Hendra suka keras kepala dalam melindungi seseorang. Tapi, semakin Nira pikirkan, semakin dia merasakan keanehannya. Hendra selalu berada di sisinya, bahkan walau hubungan mereka hanya sebatas teman. Nira juga merasakan betapa hebatnya kebaikan hati Hendra yang selalu melindunginya dan tidak akan pernah berhenti untuk melindunginya. Di saat itulah, Nira baru menyadari kalau dia sesungguhnya sangat menginginkan sosok seperti Hendra dalam hidupnya.
Awalnya, Nira hanya senang dengan Hendra yang masih berada di dalam hidupnya, setelah semua hal yang mereka lalui. Tapi semakin lama, Nira semakin menyadari kalau dia menginginkan Hendra lebih dari itu. Nira ingin Hendra berada di hidupnya selama yang dia bisa, dan memberikan sebuah perasaan tenang secara jiwa dan raga yang selalu dia rasakan ketika berada di dekat pria itu. Setelah menyadari perasaan ini, Nira memutuskan untuk mengajak Haris untuk berbicara empat mata akan apa yang terjadi.
Ketika Haris mendengarkan apa yang Nira katakan, dia tidak marah seperti yang mungkin orang lain duga. Malah, Haris mengerti akan apa yang dirasakan oleh Nira, dan dia langsung memutuskan untuk menceraikan Nira. Haris tidak ingin membuat Nira bersamanya lebih lama lagi karena perasaan Nira yang kini sudah berubah itu, jadi mereka memproses perceraian mereka dengan cukup cepat.
Bukan berarti Haris melakukan semua itu karena dia diam - diam marah sebab Nira tidak mencintainya lagi. Haris sempat mengatakan sesuatu kepada Nira sebelum mereka berpisah. Pria itu berkata, bahwa sejak awal dia tahu kalau perasaan Nira tidak pernah ada bersamanya. Haris bertemu Hendra pertama kali pada tahun 2009, di sebuah kasus sebelum keduanya melangsungkan pernikahan mereka. Nira selalu mengatakan kalau dia mencintai Haris, tapi Haris bisa melihat kalau apa yang dikatakannya itu mungkin tidak benar.
Meski Haris baru saja mengenal Hendra, dia bisa melihat bagaimana Hendra yang mencintainya dengan sepenuh hati, dan Nira yang merasakan sebuah kenyamanan yang tidak biasa ketika bersama pria yang dia anggap sahabatnya itu. Sebelum pernikahan mereka, Haris sudah mengatakan kalau Nira bisa saja membatalkan semuanya kalau dia mau. Tapi, Nira tetap berkeras kalau dirinya mencintai Haris, sehingga pernikahan mereka tetap berlangsung. Walau begitu, Haris bisa melihat perasaan Nira yang sebenarnya dan dia mungkin saja tak menyadari betapa besarnya perasaannya pada Hendra. Haris tahu kalau perceraian itu akan terjadi, cepat atau lambat. Perceraian terjadi, dan Haris melepaskan Nira dengan sukarela karena dia ingin agar Nira bisa bahagia dengan orang yang benar - benar dicintainya.
Perceraian terjadi, dan Nira resmi menjadi seorang janda pada pertengahan tahun 2013. Mulai saat itulah Nira berusaha untuk mendekati Hendra dan mengakui sepenuhnya pada dirinya sendiri kalau dia memang mencintai Hendra. Tapi di saat yang sama, Hendra sudah menyerah untuk mendapatkan hati Nira pada saat itu. Hendra menerima saja kalau dirinya dan Nira hanya akan menjadi sebatas teman, sehingga Hendra agak menghindar kalau sudah membahas soal perasaan atau berduaan dengan Nira. Meski begitu, keduanya tetaplah dekat, apalagi karena mereka jadi semakin sering ngobrol dan bercengkrama, dan Nira juga terlibat dalam beberapa kasus lainnya dengan Hendra.
Nira berusaha keras selama sekitar satu setengah tahun untuk membuat Hendra percaya pada dirinya akan perasaan apa yang Nira miliki pada Hendra. Tentunya ini bukan pekerjaan mudah, karena Nira berhadapan dengan Hendra yang sudah tidak peduli untuk berusaha mendapatkan hati Nira. Hendra selalu bersikap baik dan tetap menjadi Hendra yang biasa Nira kenal, sehingga Nira jadi agak bingung akan bagaimana caranya untuk meyakinkan Hendra bahwa Nira serius bahwa dirinya menyanyangi Hendra lebih dari seorang teman.
Puncaknya terjadi pada September tahun 2015 lalu, saat Bu Nira melibatkan dirinya dalam sebuah kasus yang ditangani Hendra. Atau tepatnya, Nira adalah bagian dari kasus itu dan dia dengan sengaja melibatkan dirinya di dalamnya. Saat itu, Nira hampir saja mengorbankan dirinya untuk melindungi Hendra. Selain itu, mereka berdua harus melakukan banyak manuver berbahaya dalam kasus yang mereka alami. Ketika Hendra bertanya kenapa Nira melakukan semua itu, saat itulah Nira mengakui perasaannya kepada Hendra.
Pada awalnya, Hendra jelas tidak percaya akan apa yang Nira katakan dan menganggap semuanya hanya sebuah angin lalu. Tapi, di bulan berikutnya, Oktober tahun 2015. Nira sengaja memberikan kejutan di hari ulang tahun Hendra. Di hari itu jualah Nira kembali menyatakan dan menegaskan perasaan apa yang ada di dalam hatinya. Nira juga meyakinkan Hendra kalau semua ini adalah kenyataan dengan menceritakan apa saja yang sudah terjadi kepada Hendra. Di bulan berikutnya, barulah Hendra bisa percaya akan apa yang dikatakan oleh Nira dan dia menerima pernyataan Nira, meski si pria masih agak tidak percaya akan apa yang terjadi padanya ini adalah sebuah kenyataan. Setelah melalui beberapa perbincangan, mereka memutuskan untuk menikah di tahun depannya dan merahasiakan masalah ini dari semua teman mereka.
Setelahnya, Delia melanjutkan kisah itu dengan bagaimana ceritanya dia bisa tahu apa yang terjadi di antara Nira dan Hendra. Seperti yang mungkin sudah diketahui, Delia mengenal kedua gurunya ini sejak dia masih SMP. Karena itulah dia bisa melihat bagaimana ganjilnya interaksi kedua guru ini, yang membuat Delia yakin kalau Nira punya perasaan tertentu yang tidak disadarinya.
Delia bisa mengetahui ceritanya bukan karena sebuah keberuntungan. Setelah Delia pulang dari akademi polisi pada pertengahan tahun 2015, Delia mendapatkan banyak sekali cerita dari adiknya, Rima tentang apa saja yang terjadi selama dia pergi. Salah satu kisah yang menarik adalah soal kedekatan Hendra dan Nira yang semakin lama semakin intim. Karena penasaran, Delia memutuskan untuk menerima tawaran Rima untuk datang ke acara pesta dansa San Rio, dan mencari tahu apa yang terjadi.
Delia mungkin dijebak adiknya sendiri agar dia bisa berdansa dengan Yoshi saat itu. Tapi, Delia mendapatkan sebuah berita mengejutkan yang sengaja dia rahasiakan dari Rima sampai akhirnya undangan pernikahan Hendra dan Nira tersebar. Delia awalnya memancing pembicaraan dengan bercanda soal cincin di jari manis Bu Nira yang tidak ada, dan iseng menebak bahwa mungkin saja Nira sudah bercerai dengan Haris dan mengincar Hendra. Rupanya, tebakan Delia jitu, yang membuat Nira memutuskan tidak ada gunanya untuk merahasiakan semuanya dan mengatakan apa yang terjadi pada Delia sebelum pesta dansa itu dimulai. Lalu, ketika Nira, Delia dan Bu Risa menunggu proses operasi dari ketiga pria yang terluka di malam itu, Nira menceritakan semuanya pada Delia. Bu Risa tidak mendapatkan ceritanya saat itu, karena beliau memutuskan untuk pergi tidur setelah Delia selesai dengan ceritanya soal Yoshi.
Selain itu, Yoshi juga tahu tentang hal ini karena dia adalah bagian dari keluarga Hendra. Tapi, Yoshi baru mengetahui semuanya pada bulan November tahun lalu, sebelum Hendra menerima pengakuan Nira itu. Setelah selesai dengan penyerangan ke gudang senjata milik Philip, Yoshi yang bersama anggota EG Group lainnya menunggu untuk mengetahui bagaimana keadaan Rendi, dan Yoshi menyelinap untuk menemui Hendra yang ada di rumah sakit yang sama sehingga dia bisa mendapatkan cerita akan apa yang telah terjadi.
Selain dari kedua orang itu, hanya kedua pihak keluarga saja yang tahu akan apa yang sudah terjadi. Nira menumpahkan semua keluh kesahnya kepada sang ibunda, Bu Mega. Orangtuanya yang tersisa itulah yang jadi tempat curahan hatinya, dan jadi penyemangatnya saat dia merasa kalau dia tidak akan mendapatkan Hendra. Setelah melalui berbagai macam rintangan di tahun ini, akhirnya mereka sampai pada hari bahagia ini.
Setelah melalui banyak pembicaraan di kedua belah pihak keluarga dan prosesi pertunangan yang tidak terlalu mereka besar - besarkan, Nira dan Hendra setuju untuk menikah pada 11 Juli 2016. Hendra dan Nira sengaja menyimpan rahasia itu dari semua teman dan rekan mereka. Sampai akhirnya, minggu lalu mereka berkeliaran malam - malam hanya untuk menyebarkan undangan pernikahan mereka dan membuat semua teman mereka terkejut pada pagi harinya. Soal undangan ini adalah ide Hendra, karena tentunya dia akan dengan senang hati ingin mengerjai semua temannya yang mengira kalau Hendra akan tetap menjadi seorang bujangan sampai dia mati.
"Nira, jujur saya bahagia karena kamu bisa bersama Hendra dan merasa bahagia karena kamu bisa menjadi suaminya. Tapi, rasanya aku perlu untuk menghajar suamimu itu kalau melihatnya nanti karena dia sudah membuat satu kantor nyaris kena serangan jantung karena dia sudah dengan sengaja menyebarkan undangan dengan cara begitu. Sialan, kalau nanti ketemu bakalan kujitak dia! Lagi, rupanya aku ketinggalan informasi karena aku memutuskan untuk tidur malam itu? Ah sialan kalian, kalau tidak kan seharusnya aku sudah tahu soal ini!" komentar Bu Risa.
"Yah, jangan dong bu! Hendra kan lagi bahagia di hari ini, masa ibu mau ngajakin dia berantem sih?" tanya Arin.
Delia tertawa, "Wah, ide bagus itu bu! Aku ikut! Aku gatal nih, kepengen pengen menghajar Pak Hein! Aku memang tidak kaget soal undangan itu karena aku tahu apa yang terjadi, tapi tetap saja dia manusianya suka bikin orang lain greget!" sahut Delia.
"Eits, kalian kalau mau menghajar suamiku, lewatin dulu mayatku," ujar Nira, lalu terkekeh.
"Busyet dah, nggak yang suami, nggak yang istri rupanya sama saja! Sama - sama ganas! Aku jadi ingat kalau aku pernah tanya sama Pak Hendra, soal apa yang akan beliau lakukan kalau ada seseorang yang mau mencelakakan Bu Nira. Tahu apa jawaban beliau? Pak Hein bilang, "sini, mana orangnya? Langkahin dulu mayatku, baru dia boleh bunuh Nira!" Ngeri memang dua laki bini yang satu ini."
"Wah, sadis sih. Tapi di saat yang sama kok juga romantis ya?" tanya Arin.
"Kalau mau kuakui, sebenarnya Hendra orangnya cukup romantis kok. Cuma dia kadang suka malu - malu untuk bersikap manis," sahut Nira.
"Halah, biasanya juga kalau di hadapan orang lain beliau itu nggak tahu malu! Cuma di hadapan ibu, baru dia bisa malu - malu begitu!" seru Delia.
"Ah, namanya juga si Hendra," ujar Bu Risa.
"Tapi aku senang, karena akhirnya Hendra bisa menikah dengan anakku. Sejak dulu, aku memang pengen banget Hendra jadi menantuku. Hendra itu anaknya baik, dan dia juga sudah menjaga anakku dan juga keluarga kami dengan baik. Dia adalah tipe menantu idaman, meski yah, pekerjaan sampingannya agak tidak biasa," sahut Bu Mega dengan tiba - tiba.
Perkataan ibunya tadi membuat Nira terkekeh. Dia tahu kalau ibunya itu serius, dan Nira mengerti kenapa. Sejak dulu, kedua orang tuanya sering menggoda soal hubungannya dengan Hendra. Kini, akhirnya Nira malah betulan menikah dengan Hendra. Ayahnya yang sudah berada di alam kematian pasti akan tertawa kalau mengetahui kalau doanya ini betulan terjadi. Kalau mau Nira akui, Hendra punya banyak kriteria menantu idaman, jadi tidak heran kalau keluagranya menyukainya.
Delia tertawa, "Sepertinya saya harus setuju sama tante deh. Saat pertama kali ayahku kenal dengan Pak Hein, beliau pernah dengan iseng bilang, "andai saja dia lebih muda atau seumuran denganmu, rasanya Ayah akan merestui saja kalau kamu menikah dengannya. Dia itu tipe mantu idaman ayah loh," begitu katanya. Kan agak keterlaluan juga, sampai ayahku yang kelewatan pemilih dan protektif sampai bilang begitu," ujar Delia.
"Waduh, kok kedengarannya kayak si Hendra ini punya pesona untuk memikat para mertua ya?" sahut Arin.
Delia terkekeh, "Pak guru yang satu itu kadang menyebalkan, tapi sebenarnya dia orang baik. Lagi, kuakui tampangnya juga lumayan cakep. Nggak heran kalau banyak anak muridnya yang terpesona. Bahkan kadang sampai wali muridnya juga ikut terpesona!"
"Iya tuh, siswi - siswi di sekolah pada ngefans sama Hendra. Mereka kira Hendra masih muda, karena tampangnya yang luar biasa menipu itu. Aku bahkan pernah dengar kalau para murid yang ngefans sama Hendra membuat sebuah kelompok pecinta Hendra. Namanya HendraLovers kalau nggak salah," ujar Nira.
"Sebagai seorang alumni SMP San Rio dan muridnya Pak Hein, aku bisa mengkonfirmasi itu. Klub itu memang nggak pernah terdaftar atau apalah, tapi mereka memang sudah ada dari zaman aku masih sekolah, saat masih tahun pertama Pak Hein mengajar."
"Aneh ya? Hendra selalu bilang kalau dirinya nggak patut dicintai dan memilih untuk sendirian. Padahal, orang di sekitarnya mengatakan hal yang sebaliknya. Hendra dicintai oleh banyak orang dan dia memang patut untuk dicintai, karena dia selalu mencintai semua orang yang ada di sekitarnya, dengan cara melindungi mereka dari kejahatan."
"Begitulah si Hendra. Dia itu sering kali terlihat seperti seorang penggerutu yang mengurung dirinya sendiri karena dirinya punya semacam kutukan. Padahal, dia orang yang baik dan banyak orang yang mencintainya dengan semua yang dia miliki. Bahkan, Nira kini menyadari kalau dia mencintai Hendra, yang membawa kita ke momen ini," kata Bu Risa.
"Perumpamaan yang bagus tuh bu! Eh, perkataan ibu tadi membuatku jadi jadi ingat satu lagu yang pas untuk situasi ini! Sebentar, coba aku cari dulu ...." kata Delia.
Delia menuju ke tas tangan yang dia bawa, kemudian mencari ponselnya. Setelah dia menemukan benda yang dicarinya, Delia menekan layarnya beberapa kali. Tidak lama kemudian, dapat terdengarsebuah lagu yang terdengar cukup bersemangat, dan kesannya agak pop alternatif.
I'm in love with a sociopath (hey!)
I'm in love with a sociopath (hey!)
I'm in love with a sociopath
She makes me happy
I'm in love with a sociopath (hey!)
I'm in love with a sociopath (hey!)
I'm in love with a sociopath
She makes me happy
Delia tersenyum, lalu, meletakkan ponselnya di sebuah meja dekat dengan ranjang Nira. Ketiga perempuan itu kembali bekerja untuk menyempurnakan riasan di wajah Nira. Dalam kesehariannya, Nira tidak begitu banyak mengenakan riasan, tapi hari ini tentunya berbeda. Meski ada banyak hal yang dilakukan oleh ketiga temannya, mereka masih berusaha untuk membuat riasannya terlihat natural agar cocok dengan gaun putih panjang yang sedikit menyapu lantai yang Nira kenakan. Gaunnya dihiasi oleh renda, manik - manik dan payet, sehingga membuatnya terlihat berkilauan. Meski begitu, tetap ada kesan sederhana dari gaun itu.
"Sepertinya lagunya cocok buatku, Del. Aku jatuh cinta pada seorang sosiopat, kalau memang Hendra bisa digambarkan oleh kata itu," ujar Nira.
"Selera musikmu aneh juga, Del. Kemarin aku sudah lihat kamu karaoke lagu Someone Like You - nya Adele bareng sama Trio Koplak, sekarang kamu malah memutar lagu pop alternatif," komentar Arin.
"Ah, selera musikku memang kayak gado - gado, Rin. Aku suka lagu - lagu yang menurutku keren," kata Delia.
"Aku jadi penasaran deh sama koleksi lagu apa yang Delia punya. Kayaknya isinya campur aduk nggak jelas," ujar Bu Risa.
"Itu pastinya. Nah, ini sudah cukup kan dandanannya?"
"Iya nak, sudah kok. Coba kamu lihat deh, Ra." ujar Bu Mega.
Empat orang perempuan yang ada di sekitar si mempelai perempuan kini mulai menjauh, agar dia bisa melihat bagaimana riasan di wajahnya. Nira kini menatap ke arah cermin dan melihat bagaimana keadaan wajahnya. Riasan yang ada di wajah Nira terlihat sangat natural, tapi itu membuat Nira terlihat sangat cantik. Tidak pernah Nira merasa dalam seumur hidupnya kalau dia kelihatan sebaik ini sebelumnya.
"Ya ampun! Aku ... ini betulan aku ya, yang ada di hadapanku ini? Kalian yang terbaik deh, sampai - sampai aku kaget begini. Makasih ya," kata Nira.
"Sama - sama, Ra. Kami senang karena kamu bisa merasa bahagia seperti ini, apalagi bersama orang semacam Hendra. Kan, kami juga ingin melihat kalian bahagia," sahut Bu Risa.
"Iyalah kita juga ingin lihat kalian bahagia! Aku yakin kalau Pak Hein bakalan terpesona deh kalau lihat gimana cantiknya ibu hari ini!" ujar Delia.
"Sama - sama, aku senang karena bisa membantumu," kata Arin.
"Kamu tidak pernah terlihat secantik ini nak, kalau mau Mama akui. Tapi kamu tahu apa yang membuatmu terlihat cantik? Karena kamu merasa bahagia. Karena kamu merasakan kebahagiaan dalam dirimu, itu membuat pesonamu itu jadi terpancar dengan lebih baik," ujar Bu Mega.
Nira tersenyum karena perkataan mereka semua. Kemudian, Nira memeluk ibunya, yang diikuti dengan ketiga rekannya yang ikut memberikan pelukan secara kelompok. Ketiga penata rias dadakan itu terlihat sangat puas atas hasil kerja mereka. Hingga akhirnya sebuah suara memecah momen hening itu.
"Mama?" tanya Shafira.
Semua orang kini menoleh ke arah pintu masuk kamar Nira, dan menemukan asal suara itu. Fira sudah selesai mandi, dan juga sudah mengenakan gaun putihnya yang membuatnya terlihat semakin imut. Lima orang yang ada di sana kini melepaskan pelukan mereka, dan Fira masuk ke dalam ruangan itu. Sang anak memandangi ibunya dengan sebuah pandangan takjub sebelum akhirnya dia berkata.
"Mama cantik banget! Ayah pasti suka!"
Pernyataan dari Fira tadi membuat Nira tersenyum. Si anak kini sudah berada di dekat ibunya, lalu memerhatikan wajah Nira dengan lebih seksama lagi. Nira tersenyum, yang juga diikuti oleh Fira. Si anak merentangkan tangannya untuk dipeluk, jadi Nira kini merendahkan sedikit tubuhnya sehingga dia bisa memeluk Fira.
Di sisi lain, ketiga penata rias itu melihat kebahagiaan yang ada di antara Nira dan Fira. Mereka tentunya juga merasa senang, karena hari bersejarah ini akhirnya datang. Delia terkekeh, karena dia teringat akan apa yang dikatakan oleh Fira.
Penyebab Delia terkekeh adalah karena dia mendengar Fira memanggil Hendra sebagai "ayah". Perkataan itu tentunya masih kedengaran agak aneh, tapi tentunya sangatlah manis. Hanya saja, Delia merasa agak geli kalau membayangkan Hendra sebagai sosok ayah bagi kedua anaknya. Bukannya karena Hendra tidak memiliki sosok kebapakan, tapi yah, agak aneh saja.
Lagi, Delia kaget juga karena Fira kedengarannya bisa menerima Hendra sebagai ayahnya. Ya, Delia juga sudah tahu kalau Haris sering kali meninggalkan Nira dan Fira karena pekerjaannya, tapi rasanya cepat sekali Fira bisa menerima keadaan Hendra. Sampai - sampai Delia curiga kalau Fira lebih menganggap Hendra sebagai ayahnya daripada Haris. Kepala Delia menyusun berbagai spekulasi akan apa yang sebenarnya terjadi, tapi siapa yang tahu, iya kan?
"Nah, karena Mama kamu sudah cantik, sekarang giliranmu buat didandani, Fira!" kata Delia.
Si anak kini melirik ke arah Delia, "Eh? Aku mau dong didandani sama Kak Delia!" sahut Fira.
Delia tertawa, lalu melambaikan tangannya pada Fira, memanggilnya agar bisa mendatangi Delia. Si anak bergegas menghampiri Delia, dan dia duduk di sebuah kursi yang ada di sana. Delia mengambil beberapa perlengkapan rias di sana, lalu mulai mendandani Fira.
Bu Risa dan Arin berpandangan satu sama lainnya, lalu tersenyum. Kalau pada akhirnya Delia menikah dengan Yoshi, keduanya meyakini kalau Delia akan jadi sosok tante yang baik bagi Fira. Tapi kini, mereka tidak perlu mengkhawatirkan soal itu. Kini Nira sudah siap untuk menuju ke tempat ijab kabul akan dilaksanakan.
"Nah, Nira sudah siap. Kita sepertinya bisa pergi sebentar lagi. Tapi, gimana nasib si Hendra ya? Jangan bilang kalau kebiasaan ngaretnya itu juga bakalan muncul di hari seperti ini," tanya Bu Risa.
Hal itu langsung membuat Delia tertawa. Di dalam kepalanya, Delia membayangkan bagaimana kalau saja dalam prosesi akad nikah nanti Hendra malah terlambat. Tentunya akan terjadi kekacauan kecil yang menggelikan kalau sampai hal itu terjadi.
"Wah, pasti seru kalau memang begitu kejadiannya. Tapi ibu tenang saja, karena Yoshi sama Rei menginap di rumahnya Hendra semalam. Kedua kakak beradik itu sepakat kalau sampai Hendra nggak bangun juga jam pada 6 pagi tadi, mereka akan menyiram Pak Hein di kasurnya dengan dua ember air es, lengkap dengan es batunya plus embernya," kata Delia.
"Wah, mereka kompak sekali bikin rencananya. Jahat sih, tapi kayaknya ancaman yang bagus juga," sahut Arin, lalu terkekeh.
"Kuharap itu nggak terjadi. Keterlaluan juga kalau sampai si Hendra telat. Perlu ditabok ramai - ramai dia itu, kalau sampai dia telat," kata Nira.
"Boleh juga itu ancamannya. Lalu, apa Hendra nggak didandani? Dia memang laki - laki, tapi ya setidaknya didandanin lah sedikit, biar makin cakep," tanya Bu Mega.
"Yang pasti bukan suamiku yang akan mendandani Hendra. Si Indra kan nggak tahu apa - apa soal dandan. Kalau dia yang disuruh dandanin Hendra, nanti yang ada si mempelai pria kita kelihatannya kayak hantu," ujar Bu Risa.
"Rendi kemarin bilang, dia yang akan urus soal itu. Dia janji bakalan dandanin Hendra, dan nggak membuat dia kelihatan kayak badut," kata Arin.
"Eh tunggu dulu, sejak kapan ya si Rendi bisa dandan? Kok aku jadi agak khawatir nih sama apa saja yang dia lakukan selama nggak di kantor?" tanya Delia.
Arin terkekeh, "Hei, tenang Del, Rendi masih waras kok. Cuma, di sebelah rumah Rendi itu ada kost, dan tetangga yang tinggal di kost itu adalah para banci salon. Rendi bilang memang beberapa kali mereka berusaha merayu Rendi, tapi mereka semua sebenarnya baik. Jadi, Rendi belajar soal dandan dari banci - banci itu,"
Delia tertawa, "Busyet dah! Keren juga ya tetangganya Rendi!"
"Kamu bisa pastikan kalau Rendi masih normal kan Rin?" tanya Nira.
"Tentu saja. Aku yakin kalau Rendi masih normal. Tenang saja, andai Rendi jadi belok karena banci - banci itu, aku sendiri yang bakalan ngelurusin dia!" jawab Arin.
Pernyataan Arin tadi membuat Delia kembali tersenyum. Delia tahu kalau mungkin saja Arin mengatakannya untuk meyakinkan Nira, tapi Delia membaca makna lain dari perkataan itu. Arin kedengarannya tahu banyak akan beberapa hal yang rekan - rekannya tidak ketahui soal Rendi, yang membuat Delia mencurigai kedekatan mereka. Walau begitu, sebenarnya itu berarti kabar bagus. Siapa tahu saja sebentar lagi mereka akan jadi pasangan, seperti yang diharapkan oleh banyak orang.
"Begitu ya? Kedengarannya sih bagus. Kalau begitu, kita tidak perlu khawatir sama Hendra. Ayo, kita selesaikan yang ada di sini, supaya kita bisa segera pergi," ujar Bu Mega.
Hal itu disetujui oleh semua orang yang ada di sana. Mungkin harinya masih cukup pagi, tapi tentu saja mereka harus bergegas. Ini adalah hari yang spesial bagi Nira dan Hendra, jadi mereka tidak boleh terlambat.
~~~~~
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top