Chapter 3 : Ekspedisi ke Hutan

Malam berlalu dengan cepat. Setelah mengobrol tentang beberapa hal dengan Ricchie, akhinya Hendra memutuskan untuk pulang ke rumahnya. Kedengarannya semua berlangsung dengan biasa saja, tapi tentunya informasi baru yang dia dapatkan  tidaklah biasa. Kini masalah yang ada di hadapan Hendra sudah jadi lebih jelas, tapi ini berarti kalau Hendra akan menghadapi lawan yang cukup sulit.

Hendra agak kesulitan untuk tidur malam itu. Kepalanya dipenuhi akan pertanyaan soal bagaimanakah dia bisa menyusup ke lokasi baru yang dipilih oleh The Spiders untuk mengedarkan narkoba yang mereka produksi. Selain itu, fakta bahwa ada kelompok lain yang akan mengejarnya merupakan satu masalah lainnya yang tentunya akan mengganggu.

Sebenarnya, Hendra tidak terlalu perlu untuk menyusup ke Hutan Lindung Inkuria hanya untuk memastikan apakah The Spiders ada di sana. Hendra punya pilihan untuk mengamati hutan itu dari bagian luar untuk mencari tahu apakah ada pergerakan yang mencurigakan di sana. Kalau Hendra menggunakan cara itu, tentunya akan lebih aman baginya. Selebihnya mungkin bisa diurus oleh kepolisian.

Tapi, Hendra ingin melihat lebih jelas siapa saja yang terlibat di markas baru mereka ini. Karena apa yang sudah Hendra lakukan, tentunya mereka akan memberikan pengamanan lebih kali ini. Mereka tidak ingin kecolongan lagi. Jadi, akan lebih baik jika Hendra bisa mengetahui sebanyak apa kekuatan yang mereka miliki.

Lagi, Hendra tahu kalau The Spiders mungkin juga menerima bantuan dari kelompok lain untuk membantunya memasarkan dan menyembunyikan semua narkoba yang mereka punya. Hendra ingin melihat sendiri siapakah orang - orang yang membantu The Spiders kali ini, agar dia tahu bagaimana caranya untuk menyiapkan diri kalau dirinya diserang.

Berbicara soal bantuan, Hendra jadi agak khawatir soal siapa yang membantu The Spiders kali ini. Ricchie menyebutkan nama Mr. Heartless sebagai orang yang mengajukan diri untuk membantu, yang mana bukanlah sebuah pertanda baik. Hendra tahu siapa pria ini, dan kelompok macam apa yang dipimpinnya. Kalau sebelumnya The Hunterz adalah "hakim" dari Underground, maka kelompok yang akan dihadapinya ini adalah "algojo" dari Underground.

Sudah menghentikan satu kelompok yang paling berpengaruh di Underground adalah sebuah pekerjaan yang mengagumkan, tapi Hendra tahu kalau pertahanan Underground tidak hanya itu saja. The Hunterz adalah pengadil yang kadang turun tangan dalam masalah yang ada di Underground, tapi ada tiga kelompok lainnya yang merupakan pasukan penyerang di Underground, dan salah satunya kini ada di depan hidungnya, meski belum sepenuhnya kelihatan.

Mengetahui kalau satu kelompok paling brutal dari Underground akan membantu The Spiders kali ini adalah salah satu hal yang menarik. Tapi, Hendra tahu apa alasan sebenarnya Mr. Heartless memutuskan untuk melindungi The Spiders. Alasannya cukup menarik, dan Hendra sebenarnya ingin tahu apa yang terjadi di antara kedua pemimpinnya.

Satu hal yang Hendra tahu adalah, antara kedua pemimpinnya ada sebuah kisah manis yang tidak banyak orang tahu. Hendra sendiri kaget saat mengetahui soal ini. Tidak ada informan di Underground yang tahu soal ini, karena sepertinya ini masih jadi rahasia di antara para pemuka kelompok. Hendra bisa mengetahui hal ini dalam beberapa penyusupan dan keberuntungan yang dia punya, serta beberapa penyelidikan yang sudah dia lakukan.

Sejauh yang Hendra tahu, Mr. Heartless akan selalu melindungi pemimpin The Spiders kalau memang itu diperlukan, karena kedua kelompok ini secara umum memang punya ikatan antar kelompok yang baik. Rasanya tidak aneh kalau dia mengajukan kelompoknya untuk melindungi The Spiders secara keseluruhan. Tapi, ini berarti Mr. Heartless akan mengamuk dan membunuh Hendra kalau sampai dia macam - macam pada The Spiders.

Ada banyak sekali hal yang perlu Hendra khawatirkan soal Underground kali ini. Mulai dari peredaran obat - obatan, sampai ancaman yang akan diterimanya dari kelompok lain. Hendra agak kesulitan untuk tidur karena memikirkan semuanya, tapi akhirnya dia toh tertidur di antara semua pemikiran itu.

Kurang tidur tentunya bukan hal yang baik. Hendra perlu banyak energi untuk bekerja, dan dia hanya mendapatkan tidur selama empat atau lima jam paling lama. Terlebih lagi, jam tidur Hendra jadi kacau sejak seminggu lalu karena pekerjaan dan penyelidikan yang dia lakukan. Kantung mata menggantung di bawah mata Hendra, dan itu bukanlah pemandangan yang bagus.

Hendra maunya sih beristirahat saja di rumahnya sebelum kembali menyelidiki masalah yang dia punya, tapi dia masih harus pergi ke sekolah keesokan paginya. Dengan itulah, Hendra pergi ke Sekolah San Rio dengan tenaga yang dia punya, untuk menunaikan kewajibannya sebagai seorang guru. Hendra berharap kalau dirinya bisa bertahan sampai saatnya dia bisa pulang nanti siang.

Rekan - rekan Hendra di kantornya tidak ada yang begitu menyadari keadaannya yang agak mengantuk pagi itu. Mungkin mereka merasa wajar saja kalau Hendra agak lelah, karena memang ada beberapa pekerjaan yang harus diselesaikannya. Padahal, Hendra sudah menyelesaikan pekerjaan kantornya, dan kini dia berkutat dengan masalah yang lebih besar lagi. Toh, mereka memang tidak begitu tahu akan pekerjaan sampingan berbahaya macam apa yang Hendra miliki. Mungkin memang sebaiknya kalau rekan - rekannya tidak pernah tahu soal itu.

Tapi, Nira yang sudah mengenal Hendra dalam waktu lama tahu hampir semua hal dalam diri Hendra. Jadi, tentunya Nira menyadari kalau Hendra terlihat agak tidak bersemangat pagi ini. Mungkin kalau hanya satu atau dua hari, Nira tidak akan bingung kenapa. Hanya saja, Nira sudah memperhatikan kalau hal ini sudah berlangsung selama setidaknya seminggu. Tentu saja Nira menyadari kalau ada sesuatu yang terjadi pada teman dekatnya itu. Nira jadi curiga kalau Hendra tengah mengalami satu lagi petualangan tidak biasa berkaitan dengan pekerjaan sampingannya.

Satu lagi hal yang Nira tahu adalah, Hendra tidak akan menceritakan masalahnya kepada siapapun, apalagi kalau itu berkaitan dengan pekerjaan sampingannya. Hendra sudah terlalu terbiasa sendirian dan menyimpan rahasia dari orang lain, dan itu tidaklah baik. Nira ingin agar Hendra mau membuka dirinya dan membagi beberapa rahasia yang dia punya dengan perlahan, karena kini si pria harus belajar bagaimana untuk membagi kisahnya sedikit. Hendra punya orang - orang yang akan selalu ada di sisinya hingga dia mati, jadi Nira ingin agar dia bisa mengetahui sedikit apa yang ada di dalam pikiran Hendra.

Karena itulah, ketika Nira sudah sampai di kantor, dia memandang Hendra selama beberapa saat. Si wanita tersenyum, kemudian memutuskan untuk membuka pembicaraan. Kebetulan letak meja Hendra dan Nira bersebelahan, jadi hal ini tentunya mudah. Nira langsung menghampiri Hendra yang sedang duduk termenung di depan meja kerjanya. Si wanita melambaikan tangannya di depan wajah Hendra, untuk menyadarkan pria itu dari lamunannya.

Hendra yang tengah berpikir keras tersadarkan karena lambaian tangan Nira. Ketika melihat siapa yang ada di hadapannya, Hendra tersenyum karenanya. Nira memandang Hendra dengan sebuah pandangan prihatin, yang membuat si pria tahu kalau rekan kerjanya ini sudah tahu bahwa dia tengah memikirkan sesuatu.

Hal ini tidak membuat Hendra kaget. Nira akan selalu bisa mengetahui kalau Hendra sedang mengalami sesuatu yang tidak biasa. Bagaimana tidak, toh mereka memang sudah lama sekali saling mengenal satu sama lainnya. Selain itu, sepertinya Tuhan tidak punya rencana untuk memisahkan mereka dalam waktu dekat. Tentu saja Nira bisa tahu kalau ada sesuatu yang mengganggu pikiran Hendra.

"Pagi Ndra. Tumben, kok masih pagi begini kamu malah kelihatan tidak semangat begitu? Ada apa?" tanya Nira.

"Ah, nggak apa kok. Aku cuma agak mengantuk, dan sedang berpikir," sahut Hendra.

"Kurasa berpikir dan mengantuk bukanlah perpaduan yang bagus, Ndra."

Pernyataan Nira tadi membuat Hendra terkekeh, "Siapa yang bilang kalau itu adalah perpaduan yang bagus? Tapi itulah yang aku lakukan."

Nira juga ikut terkekeh, karena respon Hendra yang membalasnya dengan sebuah pernyataan yang sangat jujur. Walau begitu, Nira tahu kalau Hendra tidak akan langsung mengatakan apa yang sebenarnya terjadi. Bagi Hendra, pantang memang menceritakan masalahnya kepada Nira. Terutama karena Nira akan selalu mengkhawatirkannya. Hendra tidak ingin Nira terlalu mengkhawatirkannya karena pilihan apa yang dia ambil. Tapi di satu sisi, Nira ingin tahu apa yang ada di dalam pikiran Hendra.

"Hei, kamu jangan begitu dong. Kamu bisa ceritakan semuanya kepadaku kok Ndra! Memangnya apa yang mengganggumu?" tanya Nira, yang kini menarik kursi kerjanya agar dia bisa duduk di sebelah Hendra.

"Tidak apa, Ra. Kamu tidak perlu khawatirkan soal pekerjaanku. Aku baik - baik saja kok. Hanya saja, ada beberapa hal yang terjadi selama seminggu ini dan aku memikirkan apa yang akan terjadi selanjutnya."

Nira tersenyum. Si wanita mendekati Hendra, kemudian menggenggam kedua tangan si pria yang ada di atas mejanya. Hendra membiarkan tangannya digenggam oleh Nira, sambil menatap mata si wanita. Mereka terdiam selama beberapa saat, sampai akhirnya Nira kembali berucap.

"Hendra, kamu bisa ceritakan semuanya kepadaku. Kamu tahu kalau aku bisa jaga rahasia, kan? Akan lebih baik jika kamu mulai terbuka akan apa yang sebenarnya terjadi kepadamu. Bukannya aku sudah bilang, kita kan ...."

"Ssshh ...."

Nira langsung terdiam. Bukan hanya karena Hendra yang memintanya untuk diam, tapi juga karena si pria tiba - tiba meletakkan jari telunjuknya di bibir Nira. Sentuhan lembut yang tiba - tiba itu membuat Nira tidak tahu harus berbuat apa selain menutup mulutnya dan memandang ke dalam mata Hendra. Nira bisa melihat ada sebuah tatapan serius dari mata Hendra, yang membuat si perempuan jadi agak salah tingkah. Kemudian, Hendra menjauhkan jarinya dengan perlahan, dan menggenggam kedua tangan Nira, lalu tersenyum.

"Aku tahu, Ra. Maafkan aku, kamu tahu sendiri kalau kebiasaanku yang satu itu agak jelek. Aku masih belum terbiasa untuk transparan soal diriku sendiri, Ra. Aku juga tidak ingin membuatmu terlalu khawatir karena masalah apa yang aku hadapi. Sepertinya aku butuh waktu sampai aku bisa terbiasa untuk itu," kata Hendra.

Nira tersenyum, "Baiklah, kalau kamu bilang begitu. Tapi, kamu harus cerita, ya? Kamu makin bikin aku khawatir kalau kamu nggak cerita apa - apa, dan tentunya kamu tahu itu. Memang kenapa sih? Kamu dapat kasus baru lagi?"

"Bukan kasus sih, sebenarnya. Seperti yang kamu tahu, baru - baru ini ada satu kelompok yang berhasil di runtuhkan. Pastinya itu membuat keadaan di bawah sana jadi sangat kacau, karena mereka tahu ini adalah ulahku. Lalu, aku juga sudah membantu kepolisian untuk mengacaukan beberapa bisnis penting mereka. Hal ini tentunya membuat mereka semakin ingin untuk mengejarku untuk memberikan sebuah pelajaran."

"Lalu, apa saja yang terjadi?"

Dengan volume suara pelan, Hendra mulai menceritakan semua hal yang telah terjadi selama seminggu kebelakang. Mulai dari kekacauan yang ada di Underground, dan penyelidikan yang dia lakukan. Kemudian juga tentang bagaimana kepolisian mulai mencurigai peredaran narkoba yang ada di Inkuria, kemudian diakhir dengan apa yang didapatkan Hendra dari Ricchie tadi malam. Hendra berusaha untuk menceritakan semuanya dengan hati - hati, agar orang lain yang lewat di dekat mereka tidak mengetahui apa yang sebenarnya mereka bicarakan.

Sementara itu, Nira mendengarkannya dengan saksama. Dia tahu kalau keadaan memang jadi agak gawat setelah insiden dengan The Hunterz beberapa waktu lalu, tapi tentunya Nira tidak tahu kalau Hendra sudah sangat dekat sekali dengan jejak satu lagi kelompok Underground yang bisa dia hancurkan. Nira agak khawatir kalau Hendra akan kenapa - napa, tapi seiring dengan waktu, dia belajar bahwa Hendra bisa selamat dari keadaan bahaya yang dia hadapi dalam banyak kasus. Sepertinya Tuhan tidak akan membiarkan orang seperti Hendra mati dengan sia - sia. Walau begitu, tetap saja Hendra juga harus memperhatikan dirinya sendiri, kan?

"Jadi, selama seminggu ini kamu begadang terus? Nah, jam berapa kamu tidur tadi malam?" tanya Nira, setelah Hendra selesai bercerita.

Pernyataan Nira tadi membuat Hendra terdiam sejenak, kemudian dia terkekeh. Dari nada suaranya, Hendra tahu kalau Nira betulan khawatir padanya. Si perempuan mungkin hanya menanyakan kapan dia tidur tadi malam, tapi nada suaranya menyiratkan kalau Nira mengkhawatirkan akan keselamatannya.

"Aku baru pergi tidur pada sekitar jam dua malam. Tapi kamu tahu, kalau aku sudah punya kasus begitu, aku tidak akan bisa langsung tertidur dengan cepat. Sepertinya aku baru benar - benar tertidur sekitar setengah jam kemudian," jawab Hendra.

Nira menghela napasnya, "Pantas saja tuh lingkaran hitam di bawah matamu kelihatannya lumayan mengerikan. Aku tahu kalau kasusmu ini sangat penting, tapi kamu juga jangan lupa untuk menjaga kesehatanmu. Mungkin musim ulangan sudah berakhir dan kamu sudah selesai mengerjakan pekejaan lainnya yang harus kamu lakukan, tapi kamu tetap harus berada dalam keadaan yang baik untuk menghadapi masalah ini. Lalu ... kamu tahu sendiri kan, sebentar lagi akan ada sesuatu yang penting?"

Hendra tersenyum karena perkataan Nira tadi. Tentu saja dia ingat. Nira benar, karena sebentar lagi Hendra akan menghadapi satu hal yang tidak kalah pentingnya dari permasalahannya dengan Underground. Dalam hatinya, Hendra berharap kalau dia bisa menyelesaikan masalah ini sebelum saat itu.

"Aku tahu, Ra. Iya deh, nanti aku akan tidur siang dulu sebelum nanti malam aku bisa meneruskan penyelidikanku malam ini. Itupun kalau aku bisa tidur siang."

"Baiklah, aku harap kamu akan bisa untuk menjaga kesehatanmu dengan baik. Tapi, kamu pernah beberapa hal cerita soal kelompok yang tadi kamu bilang. Kalau tidak salah, kamu menyebutkan bahwa mereka cukup penting dan berbahaya di bawah sana, itu benar?"

"Memang. Jaringan The Spiders benar - benar seperti laba - laba. Melebar dan lengket. Mereka juga cepat dalam membuat jaring baru. Belum lagi orang yang mau membantunya ini, dia dan kelompoknya adalah orang - orang yang ahli dibidangnya."

Nira mengeratkan genggamannya di tangan Hendra. Setelah melirik jari si pria selama beberapa saat, Nira kembali memandang wajahnya dan memberikan sebuah ekspresi penuh keyakinan. Apa yang Hendra hadapi pastinya sangatlah sulit, tapi Nira berharap kalau pria ini bisa melaluinya dengan baik.

"Aku yakin kamu bisa menghadapi semua itu, Ndra. Aku agak khawatir, tapi aku tahu kalai kamu tahu apa yang harus kamu lakukan."

"Yah, aku juga berharap begitu. Aku sudah punya rencana, tapi kuharap Tuhan merestui ideku ini. Kuharap semuanya bisa segera selesai, karena masih ada hal penting lainnya yang harus kita urus. Oh iya, bukannya nanti siang kita harus pergi, ya?"

Nira tersenyum, "Kamu tenang saja Ndra. Biar aku saja yang membereskan semua itu. Aku bisa jamin kalau semuanya akan baik - baik saja. Kamu bersiaplah untuk apa yang ingin kamu lakukan malam ini."

"Tidak apa nih kalau kamu pergi ke sana sendirian?"

"Tidak apa kok. Kamu selesaikan saja dulu masalahmu, aku akan selesaikan masalah yang lainnya."

"Baiklah, kalau kamu bilang begitu. Terima kasih, Ra, aku tahu kalau aku akan selalu bisa untuk mengandalkanmu. Malam ini aku akan melakukan ekspedisi ke hutan lindung dan mengecek keberadaan The Spiders di sana. Doakan semoga aku bisa menemukan sesuatu yang penting di sana."

"Sama - sama. Aku akan selalu mendoakan yang terbaik untukmu, Ndra. Tapi, ada satu hal lagi."

"Apa itu?"

"Kumohon, kamu jangan lakukan hal yang bisa membahayakan dirimu sendiri hanya karena alasan yang sepele. Kumohon, kamu jangan lakukan hal konyol dan mati karenanya.Jangan bahayakan dirimu sendiri, Ndra."

Hendra tersenyum. Tentu saja Nira akan mengatakan hal ini. Nita tidak ingin Hendra kenapa - napa, dan si pria tahu tentang hal itu. Pekerjaannya memang berbahaya, tapi dia juga tidak ingin mati dengan cara yang seperti itu. Tidak, setelah semua hal yang terjadi pada dirinya sendiri dan setelah sejauh apa kini dia melangkah.

"Aku tidak bisa berjanji untuk hal yang satu itu, Ra. Hidupku sendiri sudah sangat berbahaya. Kamu tahu itu kan?"

"Tapi, aku tidak mau kehilangan kamu, Ndra. Kamu sangat berarti dalam hidupku. Jujur saja, aku benci hidupku yang datar. Dengan adanya kamu yang suka bermain dengan nyawamu sendiri, aku merasa hidupku jadi lebih bergairah. Aku tidak ingin sendirian di dunia yang membosankan ini tanpa orang sepertimu."

Hendra tersenyum, "Baiklah. Aku akan berusaha untuk bertahan hidup. Kalau memang itu maumu. Aku juga tidak ingin untuk mati secepat itu, kau tahu?"

Hendra mengangkat tangan Nira, dan mencium punggung tangan si wanita. Nira bisa merasakan kalau wajahnya menghangat karena tindakan Hendra yang manis itu. Bagaimana Nira bisa hidup tanpa Hendra, kalau pria yang satu ini akan selalu memperhatikannya dengan cara yang manis seperti itu?

~~~~~~

Pada malam harinya, Hendra benar - benar pergi menuju ke hutan lindung tempat salah satu pintu menuju ke Underground berada. Setelah Hendra bersiap seperti malam sebelumnya, langsung saja dia menuju ke pintu depannya dan menaiki motornya.

Tidak seperti malam sebelumnya, malam ini Hendra benar - benar pergi dari rumahnya. Dia memacu motornya di tengah keheningan malam, sambil sekekali berpikir akan apa yang mungkin saja terjadi malam itu. Perjalanan menuju ke kawasan hutan lindung yang berada di pinggiran kota akan makan waktu agak lama, jadi Hendra memutuskan untuk menikmati perjalanan malamnya yang dingin sejenak di tengah kelabat pikirannya.

Sebenarnya, kalau mau Hendra bisa saja masuk melalui pintu yang ada di belakang rumahnya itu. Apalagi antara distrik 17 dan distrik 22 tidaklah terlalu jauh. Tapi Hendra tidak melakukannya karena kalau sampai dia dengan bodohnya melakukan hal itu, maka sama saja dengan dia berusaha untuk cari mati. Berbahaya sekali kalau sampai Hendra mencoba untuk menyusup ke sarang para komplotan Underground di jam seperti ini. Kemungkinan besar dia akan kepergok.

Lagi, seperti yang sudah disebutkan, pintu yang ada di distrik 22 ini langsung terhubung dengan markas The Spiders. Di markas itu tentunya akan ada banyak sekali orang, dan dia punya kemungkinan besar untuk ketahuan, bahkan walau dia menyamar sekalipun. Salah - salah, bisa jadi Hendra akan mati hari ini juga. Meski Hendra harus melalui penjagaan beberapa petugas di hutan lindung, tentunya mereka akan lebih mudah dilewati dibandingkan dengan sekumpulan penjahat bawah tanah yang haus darah.

Setelah perjalanan selama sekitar setengah jam, akhirnya Hendra sampai di kawasan hutan lindung kota Inkuria. Meski keberadaannya sedikit di perbatasan kota, Hendra hapal betul tempat dia berada saat ini. Karena Hendra tidak bisa langsung masuk ke dalam hutan itu bersamaan dengan motornya, dia memarkir kendaraannya di depan sebuah apotek yang buka 24 jam yang ada di dekat kawasan itu.

Hendra kenal dengan si pemilik apotik, dan juga para pegawainya. Si pemilik, Pak Hildan, adalah salah satu orang yang pernah ditolong oleh Hendra, jadi beliau paham kalau Hendra tiba - tiba datang dan menitipkan kendaraannya di depan tokonya. Hendra bisa melihat si pemilik apotek yang keluar dari tokonya dan menyapanya, yang Hendra balas dengan ramah. Setelah bertegur sapa selama beberapa saat, akhirnya Hendra meneruskan pekerjaanya.

Kawasan ini tidaklah asing bagi Hendra. Dia sudah pernah beberapa kali menghadapi kasus dengan orang - orang Underground di sekitar sini. Sepertinya lokasi pinggiran kota yang sepi dan dipenuhi oleh rumah - rumah kosong adalah tempat favorit bagi orang dari Underground. Satu dari sekian banyak petualangan yang Hendra masih ingat dengan baik adalah saat pertama kali dia menghadapi kasus di sini. Hendra membantu keluarga Nira saat itu, yang menjadikannya sebuah kenangan tersendiri.

Setelah memarkir kendaraannya dan agak menjauh sedikit dari apotek, Hendra merogoh isi tasnya. Si pria mengambil pisau saku dari dalam tasnya, dan memastikan kalau senternya ada di sakunya, lalu juga mengambilnya. Hendra menyalakan senternya, untuk memastikan kalau benda itu berfungsi dengan baik. Setelah dirasanya cukup, Hendra mematikan senternya dan menggenggam kuat pisau sakunya di tangan kanannya. Selain itu, Hendra juga memasukkan revolver yang dia miliki ke dalam saku yang tersembunyi di balik jaketnya. Setelah dirasanya siap, Hendra kembali menggunakan ranselnya dan melanjutkan langkahnya.

Hendra sudah mendekati kawasan hutan lindung yang ditujunya. Si detektif bawah tanah ini sudah dengan sengaja memilih tempat yang penjagaannya paling rawan dari hutan lindung itu. Bagian yang Hendra kunjungi adalah yang berada di bagian ujung dekat dengan perbatasan kota, dan di sana tidak ada penjagaan yang berarti.

Hendra memasuki kawasan hutan itu, dan dia mengacuhkan tanda larangan masuk ke kawasan itu. Kelihatannya memang seperti hutan lindung pada umumnya, tapi Hendra tahu kalau dalam sana ada sebuah gubuk kecil. Tempat itulah yang jadi pintu masuk dari Inkuria menuju ke Underground, langsung menuju ke markas The Spiders. Gubuk itu biasanya kosong, karena para petugas jaga kadang mengecek tempat itu. Tapi sekarang, sepertinya gubuk itu sudah diisi dengan barang - barang haram yang diproduksi oleh The Spiders.

Hendra menyusuri jalan setapak yang sering kali dilalui oleh para petugas jaga dengan hati - hati. Si detektif bawah tanah ini juga menajamkan indera pendengarannya, kalau - kalau dia mendengar sesuatu. Sekekali, Hendra juga berlindung kalau dia mendengar langkah kaki mendekatinya, tidak peduli suara langkah dari siapa itu. Kalau mereka sudah menjauh, barulah Hendra kembali melangkah. Hendra juga sebisa mungkin untuk tidak menebas atau menjauhkan apapun yang menghalangi jalannya, agar tidak menimbulkan suara berisik.

Setelah sekitar setengah jam melalui jalanan setapak itu, Hendra bisa melihat seberkas cahaya. Hendra tahu kalau dia sudah dekat dengan tujuannya. Apalagi setelah dia mendengar bahwa ada beberapa suara perintah dan barang yang dipindahkan. Ini berarti, dugaan Hendra memang benar. Dengan perlahan, Hendra melangkah ke arah cahaya itu, berusaha untuk tidak terlihat.

Ketika sudah berada dalam jarak yang lebih dekat, Hendra bisa melihat kalau ada beberapa orang yang berkeliaran di sana. Dapat terlihat juga sebuah rumah kayu kecil yang kelihatannya cukup bagus pencahayaannya. Hendra menarik napasnya, dan dia ingin mengambil sedikit resiko dengan mencoba mendekati rumah itu. Dia berharap kalau banyaknya semak - semak dan pohon yang berada di sekitarnya dapat melindunginya dari pengelihatan orang - orang yang ada di sana.

Dari tempatnya berdiri, Hendra dapat melihat bahwa di bagian depan rumah kayu itu terlihat ada dua orang pria yang petugas untuk berjaga. Keduanya sama - sama berdiam diri, dan membiarkan sejumlah pria keluar dan masuk dari dalam rumah kayu itu. Tentunya, seperti yang Hendra duga, kemungkinan besar para petugas itu adalah para penjaga yang seharusnya bertugas mengawasi hutan lindung. Hendra tidak akan heran kalau mereka sudah disogok oleh The Spiders.

Hendra melangkah menuju ke arah lainnya, dengan tujuan untuk mengelilingi rumah kayu itu dari jauh agar dia bisa sampai tepat di bagian belakangnya. Dia ingin mencoba, apakah dirinya bisa mendekati bagian belakang dari rumah itu. Mungkin saja Hendra bisa mendapatkan lebih banyak informasi kalau dia cukup dekat.

Setelah berusaha untuk mendekati rumah kayu itu sepelan mungkin agar tidak terlihat, akhirnya Hendra berhasil mencapai bagian belakang rumah itu. Ada beberapa semak yang terletak di sana, sepertinya akan jadi tempat bersembunyi yang cukup bagus karena semaknya cukup tinggi. Hendra akan menggunakannya nanti, kalau dia merasa perlu.

Untuk saat ini, Hendra berusaha untuk mendekati jendela rumah kayu itu. Setelah berhasil mendekati salah satu jendela itu, Hendra mengintip ke dalam sambil berusaha untuk menjaga agar kepalanya tetap berada pada posisi rendah agar tidak terlihat. Dalam hatinya, Hendra berharap agar tidak ada yang melihatnya.

Di dalam rumah kayu itu dapat terlihat aktfitas dari beberapa pria yang sedang memindahkan kotak - kotak entah dari kayu atau karton dengan menggunakan sebuah katrol. Dapat terlihat kalau ada sebuah lubang tempat ke mana katrol itu turun dan dari bawahnya muncul kotak - kotak yang akhirnya dibawa oleh para pria di sana. Mereka tidak banyak bicara, hanya membawa kotak - kotak yang ada di sana.

Tapi, Hendra dapat melihat kalau ada dua orang pria yang tengah berdiri di pojokan ruangan, dekat dengannya. Sepertinya mereka adalah mandor dari para pekerja ini. Hendra berusaha untuk menajamkan telinganya, agar dia bisa menguping apa yang mereka bicarakan di dalam sana. Setelah beberapa saat, akhirnya Hendra bisa menangkap apa yang keduanya katakan.

"…… semuanya."

"Baiklah, tentu saja. Kita tentunya tidak boleh kekurangan pasukan barang di kota. Yang terjadi kemarin itu buruk sekali bagi bisnis. Aku tidak pernah melihat Mr. Coca semarah itu selama aku bekeja padanya. Lalu, semua pasokan ini akan langsung diedarkan ke kota, kan?"

"Tentu saja. Sudah ada sebuah mobil yang boks datang ke sini. Sesuai dengan perintah Mr. Coca, kita akan memuat semua kotak itu ke dalam mobil boks, dan membawanya ke kawasan perhotelan dan pusat hiburan malam. Kita akan langsung mengedarkan semuanya di sana."

"Baiklah, aku paham. Kalau begitu, lebih baik kita lihat bagaimana keadaan di luar sana, agar setelah ini kita bisa langsung pergi."

Hendra berusaha mencerna perkataan kedua pria yang dia dengar itu. Seperti yang mungkin sudah diduganya, The Spiders memang benar - benar menggunakan rumah kayu itu sebagai tempat meletakkan stok barang dagangan mereka. Selain itu, rupanya mereka memasok semua barang itu ke daerah perhotelan di Inkuria.

Informasi yang Hendra dapatkan cukuplah bagus, karena sebelumnya kepolisian belum berhasil mengetahui ke mana barang haram yang mereka dapatkan dari gudang narkoba yang sudah mereka gerebek. Mungkin kali ini, mereka juga bisa membongkar perdagangan narkoba yang ada di pusat hiburan Inkuria, dan tentunya ini akan jadi tangkapan besar. Walau begitu, sepertinya mereka tidak bisa melakukan penggerebekan lainnya dalam waktu dekat, karena hal ini tentunya akan mengundang kecurigaan.

Sepertinya Hendra terlalu lama terdiam dan sibuk dengan isi kepalanya sendiri. Karena ketika Hendra sadar dan kembali ke alam nyata, dia bisa melihat ada sinar senter yang mengarah ke dekatnya. Hendra terdiam sejenak, berusaha untuk mendengarkan apa yang terjadi. Ada suara langkah kaki, yang sepertinya berasal dari dua orang dan suaranya mendekat ke arah Hendra. Bayangannya mulai mendekat, dan apa yang Hendra khawatirkan di dalam kepalanya kini jadi kenyataan.

"Siapa di sana?!" seru sebuah suara.

Baru saja Hendra berniat untuk bersembunyi di balik semak - semak yang ada di dekatnya, sinar dari salah satu senter itu kini terarah ke dirinya. Otak Hendra tidak bisa memproses kejadian apa yang ada di hadapannya dengan cepat, tapi refleks tubuhnya lebih cepat daripada apa yang kepalanya bisa katakan padanya. Karena setelah menyadari adanya sinar senter itu, Hendra langsung berbalik dan melangkahkan kakinya untuk pergi.

Hendra harus kabur. Sekarang juga.

Kaki Hendra tanpa diperintah langsung berlari agar bisa menjauh dari tempat itu. Dalam dirinya, Hendra menyumpah karena tentunya kedua pria itu kini sudah menyadari keberadaannya karena gerakan tiba - tiba yang dia lakukan tadi. Tapi, itu tidaklah penting, karena dia harus segera melarikan diri dari sana. Ada untungnya juga karena nalurinya bekerja terlebih dahulu sebelum otaknya. Mungkin efek dari keseringan menantang bahaya, jadi Hendra kini lebih peka kalau dirinya dalam keadaan terancam.

"Hei! Jangan lari kau!" seru salah satu dari dua penjaga itu.

Tentu saja Hendra tidak mengindahkan perintah dari mereka berdua. Hendra punya kesempatan untuk kabur yang lebih baik, karena dia keburu lari duluan sebelum kedua orang itu bisa menyadari keadaannya. Ketika baru sadar kalau ada gerakan dari Hendra, barulah kedua orang itu menyusul Hendra dan berusaha mengejarnya.

Hendra terus saja berlari secepat yang dia bisa, dan untungnya dia hapal jalan pintas apa saja yang ada di hutan lindung itu. Karena sepertinya petugas yang mengejarnya agak kebingungan dengan jalan yang dipilihnya. Hendra tentunya sudah membawa mereka ke jalan yang agak asing bagi mereka.

Untuk mengecoh kedua orang penjaga itu, Hendra memutuskan untuk bersembunyi di balik sebuah semak besar yang melindungi pemandangan banyak orang. Kelihatannya seperti tidak ada jalan di balik semak - semak itu, tapi sebenarnya ada sebuah celah yang bisa dilewati. Di situlah Hendra bersembunyi, berusaha untuk membuat pengejarnya kehilangan jejaknya. Kalau usahanya ini tidak berhasil dan bisa diketahui oleh kedua orang itu, maka kemungkinan besar Hendra perlu untuk menyerang mereka.

Hendra mengintip dari tempat persembunyiannya, dan kedua pengejarnya kini berhenti berlari. Keduanya terlihat terengah - engah karena pengejaran tadi, dan Hendra dapat melihat kalau keduanya kini tengah menyisir keadaan di sekitar mereka. Hendra berusaha untuk tetap diam, terutama ketika kedua orang itu berada di dekat persembunyiannya. Mereka kelihatannya tidak melihat di mana keberadaan Hendra, padahal mereka cukuplah dekat dengannya, sampai Hendra harus menahan napasnya sendiri.

Tapi, sepertinya mereka tidak tahu kalau Hendra berada di dekat mereka. Setelah beberapa waktu mencari, keduanya menyerah. Mereka hanya bisa melihat semak besar yang melindungi jalan, dan pohon - pohon besar di sekeliling mereka. Keduanya bercakap sejenak, dan berpikir kalau mungkin itu hanya orang iseng. Setelahnya, kedua penjaga itu memutuskan untuk kembali ke tempat kerja mereka, karena tentunya keberadaan mereka lebih dibutuhkan di sana.

Hendra membiarkan kedua orang itu pergi terlebih dahulu, karena tentunya dia tidak bisa sembarangan bergerak dalam situasi seperti ini. Akan lebih aman kalau mereka sudah jauh terlebih dahulu sebelum akhirnya dia pergi dari sana.

Setelah beberapa saat Hendra terdiam dan mengatur napasnya, dia bisa mendengar kalau suara langkah kedua orang tadi sudah menghilang. Untuk memastikannya, Hendra mengintip dari tempat persembunyiannya. Benar saja, kedua orang itu sudah tidak ada di sana, dan sinar senter mereka sudah jauh dari pandangannya.

Meski pengejarnya sudah kehilangan jejaknya, Hendra tetap berusaha untuk melangkah dengan hati - hati. Hendra mengingat di mana posisinya di hutan lindung itu, sebelum akhirnya dia memilih satu jalan yang menuju ke luar dari sana. Setelah beberapa saat melangkah, akhirnya Hendra kembali menemui jalan yang tadi dilewatinya. Hal ini membuat Hendra lega, terutama ketika beberapa saat kemudian sudah berada di titik awal tempatnya masuk ke hutan lindung itu.

Hendra merasa bahwa sekarang dia sudah tahu apa yang harus dia ketahui tentang apa yang terjadi di gudang narkoba baru yang berada di bawah kendali The Spiders. Sebenarnya, Hendra mengira kalau akan ada hal yang lebih buruk lagi ketika Hendra ketahuan menyusup. Untungnya di sana tidak ada petugas bersenjata yang berjaga. Kalau tidak, keadaannya akan jadi gawat dalam waktu cepat.

Walau begitu, ketahuan tentulah bukan hal yang bagus. Hendra bisa merasakan kalau kedua penjaga itu akan melaporkannya kepada bos mereka. Si pemimpin The Spiders, yang mereka panggil dengan sebutan Mr. Coca, tentu saja bukan orang goblok. Dia tentunya bisa dengan mudah menyadari kalau orang yang berani menyusup ke tempat persembunyiannya itu adalah si Hoodie Detective. Siapa lagi coba orang gila yang berhasil menyusup ini, karena tidak banyak orang gila seperti Hendra yang kegilannya sudah terkenal di Underground.

Hendra toh tidak kaget kalau dia memang diincar oleh Mr. Coca. Semuanya akan terjadi, cepat atau lambat. Lagi, ini bukanlah satu - satunya rencana Hendra. Dia masih punya rencana lainnya yang kemungkinan bisa dia jalankan dalam waktu dekat. Ada sebuah umpan lainnya yang Hendra letakkan untuk memancing musuhnya. Mungkin ini bisa membuat kemarahan dari The Spiders meledak, tapi memang itulah yang Hendra mau. Hendra ingin membuat keadaan mereka jadi lebih kacau daripada yang sebelumnya.

Tapi, sepertinya inilah petualangan Hendra untuk malam itu. Hendra akan melihat apa yang akan terjadi pada umpannya, dan apa respon dari Mr. Coca akan kejadian malam ini. Untuk mengakhiri petualangannya, Hendra kembali ke apotek tempat dia meletakkan motornya, kemudian dia menyalakannya. Hendra melesat di tengah keheningan malam, menuju kembali ke rumahnya.

~~~~~

Petualangan yang dialami Hendra kemarin malam cukup menguras tenaga. Siapa yang tahu kalau Hendra harus berlari - larian malam itu di tengah kegelapan dan melewati rintangan alam berupa akar pohon dan semak - semak? Tentunya Hendra tidak berharap kalau hal itu terjadi. Walau begitu, tetap saja Hendra tidak bisa tidur dengan mudah karena berbagai macam hal yang ada di dalam pikirannya, meski tubuhnya penat. Kebiasaan Hendra yang satu ini memang menyebalkan, tapi si pria sepertinya sudah terbiasa akan hal itu.

Meski Hendra sudah terbiasa, tidak mendapat tidur yang baik tentunya tidak membuat seseorang terlihat jadi tampan. Hendra hari ini masuk ke ruang guru SMP San Rio dengan kantung mata yang lebih parah daripada hari sebelumnya, dan bisa terlihat kalau dia lebih tidak bersemangat.

Hal ini membuat rekan - rekannya yang lain mulai menyadarinya dan menanyakan kenapa Hendra seperti rakun dalam wujud manusia. Siapa yang tidak berpikir seperti itu kalau melihat mata Hendra yang seolah berteriak minta di istirahatkan itu? Tapi, Hendra hanya meresponnya dengan ringan kalau dia tidak bisa tidur tadi malam.

Tapi tentu saja, Nira tahu ada sesuatu yang terjadi. Si perempuan agak penasaran akan apa yang sebenarnya terjadi pada Hendra kemarin malam. Hendra mengatakan kalau dia akan pergi ke hutan lindung, dan mungkin saja dia mendapatkan sesuatu. Lagi, sepertinya Hendra membutuhkan sedikit dukungan moral agar bisa terlihat bersemangat.

Karena itulah kali ini Nira kembali mendekati Hendra pagi itu, dan menggenggam tangan si pria dengan lembut. Hal itu membuat Hendra agak kaget, tapi dia tidak melepaskan genggaman tangan Nira. Dengan perlahan, Hendra menoleh dan memandang Nira. Si pria tersenyum karena perhatian yang Nira berikan kepadanya, membuat Nira jadi agak salah tingkah selama beberapa saat, sebelum akhirnya dia membuka pembicaraan.

"Hendra? Kamu oke kan?" tanya Nira.

Hendra terkekeh, "Yah, tentu saja, setidaknya tubuh dan jiwaku masih ada pada tempatnya. Aku beruntung. Kalau tidak, sepertinya aku tidak akan berada di sini pagi ini," jawab Hendra.

Apa yang dikatakan oleh Hendra memang agak memprihatinkan. Tapi setidaknya, Nira tahu kalau Hendra bisa melepaskan dirinya dari bahaya kemarin malam. Bahaya apapun itu, setidaknya Nira masih bisa melihat wajah Hendra hari ini. Nira tidak tahu apa yang akan terjadi kalau dia tidak melihat wajah Hendra.

"Aku senang karena kamu bisa ada di sini, Ndra. Tapi, apa yang terjadi? Sepertinya petualanganmu malam tadi seru sekali ya?"

"Tidak juga kok. Aku cuma lari - larian sedikit dari para satpam yang berusaha untuk mengejarku. Untungnya aku bisa menghilangkan jejakku dari mereka. Kemungkinan mereka akan melapor pada bos mereka, tapi kurasa aku akan bisa menghadapi apa yang akan terjadi selanjutnya. Beruntunglah karena aku masih bisa melarikan diri."

"Kamu keberatan untuk bercerita tentang apa saja yang sudah terjadi semalam?"

"Kurasa tidak. Ceritanya tidak begitu panjang atau menegangkan kok. Tapi, kamu juga harus ceritakan apa yang terjadi padamu semalam."

Nira mengangguk, dan dia menyetujui permintaan Hendra. Keduanya saling berbagi kisah akan apa yang terjadi semalam, sambil berusaha untuk membuat orang lain tidak dapat mendengar apa yang mereka katakan. Tetapi, percakapan mereka terputus karena sebuah bunyi nada dering.

Drrrt! Drrrt!

Hendra melirik ke arah ponselnya yang dia letakkan di atas mejanya. Rupanya ada sebuah telepon masuk. Hal ini membuat Nira mengerutkan alisnya, karena tidak biasanya Hendra menerima telepon sepagi itu. Apalagi saat Hendra melirik layarnya, dia dapat menemukan sebuah nama yang tidak asing lagi. Walau begitu, Hendra tetap penasaran karena tidak biasanya orang ini menelponnya.

Axel Ravinski Calling ....

Ketika melihat layarnya, Hendra langsung berpikir ada apa gerangan Axel menelponnya sepagi itu? Tapi biasanya, kalau Axel menelpon Hendra di jam yang tidak biasa, maka ada sesuatu yang penting telah terjadi. Untuk mengurangi rasa penasarannya, langsung saja Hendra mengangkat telepon dari Axel itu.

"Halo Axel? Ada apa ya kamu menelponku sepagi ini?" tanya Hendra, memulai percakapannya.

"Hai Ndra. Maaf kalau aku mengganggumu, tapi ada sesuatu yang penting terjadi. Kamu sudah ada di sekolah atau belum?" tanya Axel.

"Sudah kok. Memangnya ada apa?"

"Kamu sudah mendengar kekacauan macam apa yang terjadi di SMA San Rio?"

"Ya mana aku tahu lah. Kan antara SMP dan SMA beda gedungnya. Lagipula, aku tidak dengar ada sesuatu yang terjadi."

"Memang, karena kami juga baru menemukannya apa yang sudah terjadi pagi ini."

"Memangnya ada apa? Apa yang terjadi?"

"Kami menemukan sebuah mayat di lapangan sekolah. Itu belum berita buruknya. Hal buruknya adalah, mayat ini adalah mayat dari seorang pengajar di SMA San Rio."

"Hah?! Serius kamu? Bagaimana bisa coba ada mayat di tengah lapangan sekolah?"

"Tentu saja aku serius! Masa iya aku bercanda sih! Kalau kau tidak percaya, coba saja datang ke sini!"

"Kan aku kira kamu bercanda. Apa yang sebenarnya terjadi padanya? Kamu tahu sesuatu?"

"Aku tidak tahu apa yang terjadi padanya. Hal yang aku ketahui adalah, ini aneh. Bagaimana bisa ada mayat yang berada di sana, tanpa jejak seretan darah apapun, dan tanpa ketahuan oleh satpam? Kurasa akan lebih baik jika kau cek sendiri."

"Oke, aku akan segera ke sana."

"Kurasa akan lebih baik jika kamu sekalian memanggil teman - temanmu, Ndra. Mereka akan dibutuhkan. Aku tahu kalau pihak sekolah akan protes karena polisi terlibat, tapi kurasa kalau mereka tahu itu adalah teman - temanmu, mereka tidak akan keberatan."

"Aku akan memanggil mereka nanti saja. Karena aku ingin lihat kondisi di sana dulu sebelum rekan - rekanku mengambil alih."

"Baiklah, aku akan menunggu kedatanganmu. Sampai nanti, Ndra."

"Sampai nanti, Axel."

Setelah Hendra mengakhiri panggilan itu, Nira langsung menatap si pria dengan sebuah ekspresi penuh tanda tanya. Apalagi setelah mendengarkan beberapa kata yang tidak biasa, Nira semakin penasaran akan apa yang terjadi. Hendra bisa melihat kebingungan itu di dalam wajah Nira, jadi langsung saja si pria bertanya pada Nira.

"Kamu pagi ini sudah lihat keadaan di SMA San Rio atau belum?" tanya Hendra.

"Eh, kalau SMA San Rio, mana aku tahu. Aku lewat di depan gedung mereka saja tidak. Memangnya apa yang terjadi di sana?" sahut Nira, bertanya balik.

"Kamu tahu kalau sepupuku mengajar di sana kan? Nah, tadi Axel baru saja menelponku. Dia mengabarkan bahwa mereka menemukan sebuah mayat di lapangan sekolah mereka. Katanya, mayat ini adalah mayat seorang pengajar di SMA San Rio. Aku tidak tahu apa yang terjadi di sana, tapi kurasa aku harus melihatnya keadaannya sekarang juga. Mungkin aku juga harus mengabari EG Group soal ini."

Pernyataan itu membuat Nira memandang Hendra dengan sebuah ekspresi tidak percaya. Tapi Nira bisa melihat dari pandangan Hendra kalau pria yang satu ini tidak sedang bercanda. Hal ini membuat Nira jadi khawatir, tapi juga penasaran akan apa yang sebenarnya sudah terjadi.

~~~~~

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top