Chapter 7 : The Hunterz

Yoshi kini memperhatikan lagi sosok misterius bermata hijau itu. Dia kelihatannya sangat senang bisa bertemu dengan Hendra. Sebuah senyuman terukir di wajahnya, dan Yoshi bisa bilang kalau tidak sepenuhnya senyuman itu jahat. Malah, senyumannya terlihat cukup bersahabat, jika saja pakaian orang ini tidak terlihat misterius.

Mr. H memandangi Yoshi selama beberapa saat, dan Yoshi balas memadangnya. Entah kenapa, dia tidak terlihat terkejut akan adanya Yoshi di sana. Sepertinya dia malah terlihat senang, yang mana membuat Yoshi agak bingung. Apa kedatangannya di sini memang sudah diperkirakan, atau pandangan mata itu memiliki maksud lain? Yoshi tentunya tidak tahu soal itu.

Sementara itu, Hendra memberi lawannya sebuah pandangan santai. Dia tentunya sudah memperkirakan kalau pria ini akan muncul. Puncak pimpinan dari The Hunterz, seseorang yang dipanggil dengan nama Mr. H. Walau begitu, Hendra tahu siapa orang yang ada di balik topeng itu. Dia tahu benar siapa Mr. H ini.

Yoshi ingin sekali menanyakan soal pria ini kepada Hendra, tapi rasanya percuma. Tentu saja Hendra mengenal pria ini, karena pekerjaannya membuatnya mengetahui soal pimpinan kelompok - kelompok yang ada di Underground. Tapi, Yoshi merasakan kalau sepertinya Hendra mengetahui sesuatu yang lebih dari itu, dari apa yang Yoshi bisa lihat dari matanya.

"Ah, aku bisa lihat kalau kali ini kau membawa seorang teman. Jarang sekali kau melakukannya, karena biasanya kau akan mengundang teman - temanmu di akhir permainan," ujar Mr. H

"Bukannya kau sudah bisa menduganya? Lagipula, kan tidak seru kan kalau cuma kita berdua yang bermain? Sepertinya kalau ada lebih banyak orangnya akan lebih seru jadinya," sahut Hendra.

Mr. H terkekeh, "Oh, rupanya kau sudah banyak sekali berubah, Hendra. Bahkan kau sekarang lebih pintar daripada yang sebelumnya. Tentunya ada banyak sekali yang terjadi sejak terakhir kali kita bertemu, ya?"

"Tentu saja. Pengalaman mengajarkanku banyak hal, dan aku tumbuh bersama pengalaman itu. Karena itulah, aku tahu kalau menghadapi kalian sendirian itu adalah tindakan yang bodoh."

"Kurasa kau tidak salah soal itu, kawan. Tapi, apakah teman kita ini sudah tahu akan apa yang sebenarnya terjadi di sini? Kau tentunya tidak seenaknya menyeret Kiyo ke sini dan tidak menjelaskan masalahnya, kan?"

"Untungnya, aku sudah menjelaskan akan hal itu. Aku belajar dari pengalaman kalau keadaannya akan agak kacau kalau aku tidak menjelaskannya. Sudah seharusnya juga Yoshi tahu lebih banyak tentang kalian. Jadi ya, dia sudah tahu hampir semua hal yang perlu untuk dia ketahui."

Yoshi yang dibicarakan oleh kedua orang itu hanya terdiam. Dia memang sudah mendengar penjelasan Hendra sebelum mereka terlibat dalam situasi mendadak ini. Tapi kalau mau jujur, Yoshi akan lebih senang jika dia bisa diberi sedikit waktu agar bisa mencernanya. Semuanya terjadi dengan sangat cepat, dan Yoshi tidak menyangka kalau situasinya akan berubah hari ini juga.

"Aku senang karena kau sudah tahu semuanya, Kiyo. Tapi, karena Hendra tidak memperkenalkanku padamu, akan lebih baik jika aku memperkenalkan diriku terlebih dahulu. Aku adalah Mr. H, pemimpin dari The Hunterz, yang merupakan kelompok pelindung kerahasiaan bawah tanah. Dan aku sudah dengar sedikit tentangmu, Kiyo."

Kalau mau jujur, sebenarnya Yoshi agak kaget karena rupanya Mr. H sudah tahu akan siapa dirinya. Yoshi nyaris saja membiarkan keluguannya lepas karena dia ingin bertanya kenapa Mr. H bisa tahu akan siapa dirinya, tapi dia menahan dirinya di detik terakhir. Tentu saja pria ini bisa tahu, Yoshi dan EG Group kan sudah cukup lama bersekongkol dengan Hendra. Mereka tentunya juga akan mewaspadai orang - orang dari kepolisian, terutama yang berperan banyak dalam membantu Hendra dalam membongkar soal rahasia Underground.

"Aku senang bisa berkenalan denganmu, Kiyo. Kau adalah salah satu polisi muda yang hebat, sepertinya kau bisa menggantikan Wardana Senior di kepolisian. Kurasa, akan menyenangkan kalau aku bisa berbincang sedikit denganmu. Walau sebenarnya sekarang ini bukanlah waktu yang tepat untuk tanya jawab dan bercerita, aku rasa akan lebih baik jika aku mengetahui apa saja yang masih belum kau ketahui. Tanyakan saja apa yang ingin kau tanyakan, Kiyo," kata Mr. H, lalu meletakkan tangannya di pembatas balkon.

Hendra diam - diam menghela napas lega karena perkataan Mr. H tadi. Biasanya, tentu saja Hendra akan berurusan entah dengan baku tembak atau permainan yang berbahaya dalam waktu singkat semenjak kedatangannya  jika dia harus berhadapan dengan orang - orang dari Underground. Tapi, Hendra tahu kalau Mr. H memang agak berbeda dari pemimpin kelompok Underground yang lainnya. Dia masih punya sisi baik, yang tidak banyak diketahui oleh orang lain.

Walau begitu, di dalam hatinya Hendra berharap kalau Yoshi bisa meyakinkan Mr. H dengan tampangnya yang rada polos itu. Entah Yoshi melakukannya dengan sengaja atau tidak, tapi Hendra bersyukur karena Yoshi melakukannya. Akan lebih baik lagi jika Yoshi punya pertanyaan. Itu bisa mengulur waktu dengan baik tanpa Hendra perlu mengerahkan kemampuan bacotnya. Pak Indra pasti bisa memanfaatkan sedikit waktu yang mereka dapatkan untuk bisa sampai di sini.

Sementara itu, kalau mau jujur, Yoshi punya sekali banyak pertanyaan. Dia bisa menanyakannya pada Hendra, tapi Yoshi akan menyimpan pertanyaan tersendiri untuk Hendra. Underground masih agak abu - abu baginya, bahkan ketika dia sudah mendapatkan cukup banyak informasi soal mereka. Sepertinya, tidak ada salahnya kalau Yoshi menanyakan sedikit soal pria ini, agar dia bisa lebih memahami soal Underground. Yoshi berharap kalau apa yang dilakukan oleh Mr. H ini bukanlah sebuah pancingan.

Toh, Hendra tidak melarang Yoshi untuk melakukannya. Jadi, seharusnya semua ini aman saja. Yoshi mengangguk, dan menyiapkan pertanyaan pertamanya.

"Eh, terima kasih, kurasa. Jadi, The Hunterz ini adalah semacam ... salah satu pertahanan kalian di Underground, atau aku sudah salah memahaminya?" tanya Yoshi.

Mr. H terkekeh, "Kau tidak salah kok. Secara umum, ya, kami adalah salah satu pertahanan di Underground. Khususnya, kami mengurus orang - orang yang berniat untuk memberitahukan keberadaan kami kepada orang banyak," jawab Mr. H.

Yoshi mengangguk, "Oke, aku senang karena aku tidak salah memahaminya. Lalu, kenapa dan bagaimana kalian bisa terbentuk?"

"Kalau kau bertanya akan hal itu, ceritanya akan jadi cukup panjang. Tapi khusus untukmu, akan kujelaskan apa saja yang perlu kau ketahui tentang kami."

Mata Mr. H terarah kepada Yoshi selama dia berbicara, dan itu membuat keberadaan Hendra jadi sedikit terabaikan. Keadaan ini tentunya malah menguntungkan untuk Hendra, karena dia bisa mengamati sekelilingnya tanpa dicurigai. Mungkin dia bisa menemukan beberapa hal yang penting akan tempat itu.

Sebenarnya, Hendra paham sekali denah rumah itu. Bukan pertama kalinya Hendra kemari, karena di tempat ini jugalah dulu Hendra pertama kali bertemu dengan Sony Gloody. Tempatnya tidak banyak berubah, terutama ketika melihat dindingnya Hendra masih bisa melihat beberapa lubang bekas peluru karena pertemuan mereka saat itu.

Karena Hendra tidak bisa melihat adanya orang lain yang berada di lantai bawah, maka dia mencurigai kalau kemungkinan pasukan milik Mr. H ada di bagian atas atau belakang dari rumah ini. Kalau memang begitu, maka keadaannya bisa jadi gawat. Hendra dan Yoshi tidak membawa pelindung kepala bersama mereka, jadi jika saja ada yang menyerang mereka dari bagian atas balkon, maka hal itu akan jadi keadaan yang cukup berbahaya. Dalam hatinya, Hendra berharap kalau bantuan akan segera datang.

"The Hunterz sebenarnya sudah cukup lama terbentuk. Tapi, pada awalnya kami hanyalah sebuah sub kelompok. Di Underground, ada beberapa kelompok yang membuat sub kelompok dengan tujuan untuk melakukan tugas yang lebih spesifik. The Hunterz adalah bagian dari The Gloody, yang menjadi pusat komando di Underground. Setelah Hendra melumpuhkan The Gloody, anggota kelompok itu jadi terpecah dan banyak anggota yang bisa menyelamatkan diri mereka memutuskan untuk bergabung dengan kelompok - kelompok lain yang ada di Underground, tapi The Hunterz dengan jumlah anggotanya yang tidak seberapa memutuskan kalau kami akan jadi sebuah kelompok baru. Mereka mengangkatku sebagai pemimpinnya, dan di sinilah aku sekarang," tutur Mr. H.

Yoshi kembali mengangguk ketika mendengarkan cerita dari Mr. H. Menurutnya, semuanya masuk akal, karena bagi Yoshi nama The Hunterz memang agak asing. Karena mereka dulunya adalah sub kelompok, mungkin Yoshi tidak menyadari atau mengingat kalau mereka ada. Tapi hal ini membuat Yoshi bertanya, kira - kira ada berapa banyak lagi sub kelompok di Underground yang sebenarnya bisa mendirikan kelompok mereka sendiri?

Di sisi lain, Hendra melirik Mr. H. Hendra tentunya tidak menyangka kalau Mr. H benar - benar berniat untuk menjelaskan semuanya. Hendra tentunya tidak akan protes, karena situasi ini cukup menguntungkan baginya. Ketika Hendra tengah memperhatikan Mr. H dengan seksama, dia bisa merasakan kalau ada sesuatu yang bergetar di celananya. Hal ini membuatnya tersenyum, karena itu sepertinya adalah sebuah pertanda baik.

"Lalu, kamu bertanya kenapa The Hunterz dibentuk? Nah, kau kan polisi, jadi tentunya kau tahu kalau ada mahkamah khusus di kepolisian, kan? Kira - kira, seperti itulah cara kerja The Hunterz. Kami adalah semacam mahkamah khusus di Underground yang mengurus berbagai macam pelanggaran dan masalah yang ada seputar rahasia kami. Kalau ada yang melakukan pelanggaran, maka kami berhak melakukan eksekusi. Kami akan menghentikan orang - orang yang mengumpulkan informasi sebagai agen ganda, atau seperti pada pejabat yang baru saja kami eksekusi, yang melanggar perjanjian dengan kami. Kami juga bertugas untuk memusnahkan orang yang dianggap berbahaya bagi kelangsungan kejahatan di Underground. Contohnya, seperti orang yang ada di sebelahmu itu," kata Mr. H.

Hendra memberikan sebuah cengiran kuda ketika Mr. H melirik ke arahnya. Yoshi hanya bisa tersenyum kecil, karena dia tahu kalau sepupunya ini pastinya sudah membuat banyak sekali kekacauan sampai orang - orang seperti The Hunterz harus turun tangan. Yah, tapi memang begitulah yang dilakukan Hendra, kan memang dia berniat untuk membawa rahasia Underground ke permukaan, dan kalau bisa sekalian memusnahkan mereka. Tidak heran kalau dia malah diburu oleh para penjahat begitu.

Kemudian, Hendra bisa merasakan getaran kedua di sakunya. Getaran yang kali ini membuatnya bingung, tapi Hendra memutuskan untuk mengabaikannya. Dia percaya kalau semuanya akan baik - baik saja.

"Hm, jadi kalian adalah semacam mahkamah? Menarik. Lalu, kenapa kau sendiri tertarik untuk bergabung dengan The Hunterz? Aku tidak merasakan aura orang jahat darimu, tapi kenapa kamu memutuskan untuk memilih berada di sini?" tanya Yoshi.

Pertanyaan tadi membuat Hendra agak kaget. Dia langung menoleh ke arah Yoshi untuk melihat apakah sepupunya sudah tahu sesuatu soal Mr. H atau memang itu hanya nalurinya. Dari apa yang bisa Hendra lihat, sepertinya itu memang naluri Yoshi untuk menanyakannya, karena kelihatannya dia tidak tahu. Walau begitu, sepertinya Yoshi bisa merasakan kenyataan yang ada. Hendra bisa mengatakan, kalau sebenarnya ada sebuah cerita yang tersembunyi dari Mr. H, dan Yoshi bisa merasakan kalau ada yang tidak biasa dari pria ini.

Sementara itu, Mr. H sendiri kelihatannya tidak kaget karena pertanyaan Yoshi tadi. Justru dia malah tersenyum lebar karenanya. Mr. H memandang Yoshi sejenak, sebelum akhirnya dia menjawab pertanyaan itu.

"Kemampuan pengamatanmu mengagumkan sekali, Kiyo. Aku sepertinya harus menyalahkan darah Wardana yang ada pada dirimu. Aku agak tersinggung sebenarnya, karena kau mengatakan bahwa aku tidak terlihat jahat untukmu. Kau tanya kenapa aku bisa berada di sini? Jawabannya mudah saja, karena semua orang harus bertahan hidup, dan semuanya akan lebih mudah jika kau berada di sisi jahat."

Jawaban tadi agak membuat Yoshi bingung, walau baginya sebenarnya jawaban tadi  cukup masuk akal. Sementara itu, Hendra malah terlihat kaget karenanya. Hal itu disebabkan karena Hendra tahu kalau jawaban yang diberikan oleh Mr. H adalah sebuah kejujuran. Mr. H baru saja mengakui akan keterpaksaannya pada Yoshi, dan Hendra tidak tahu kalau Mr. H melakukannya di hadapan orang lain.

Hendra menghela napasnya, kemudian dia memandang Mr. H dengan tatapan sedih. Semua ini seharusnya tidak perlu terjadi. Tapi semua orang tentunya tahu kalau hidup ini tidaklah mudah. Terkadang, ada beberapa pilihan yang beresiko yang terpaksa diambil hanya untuk bertahan hidup.

"Jawabanmu agak aneh ... tapi kurasa itu menjelaskan semuanya," kata Yoshi.

"Kau akan memahaminya nanti, Kiyo. Kau masih punya pertanyaan lainnya?" tanya Mr. H.

"Kurasa tidak."

"Baguslah! Kalau kau sudah paham, maka kita cukupkan saja sesi tanya jawabnya. Karena sekarang, permainan akan segera di mulai."

Mungkin sesi tanya jawab mereka sudah selesai, tapi Yoshi sebenarnya masih belum tahu permainan macam apa yang akan mereka lakukan malam ini. Apapun itu, Yoshi berharap kalau permainan itu tidaklah berbahaya. Karena dia khawatir kalau semuanya akan menjadi gawat dengan cepat, seperti bagaimana keadaan bisa berubah jadi seperti ini dalam hitungan jam.

Hendra sendiri sudah tahu apa yang mungkin terjadi setelah ini. Permainan yang dibawakan oleh Mr. H adalah sebuah permainan klasik yang sudah pernah dimainkannya. Mereka punya sandera, dan sepertinya merekalah yang akan jadi pusat perhatian kali ini. Kadang Hendra sampai heran, kenapa Underground suka sekali dengan permainan yang satu ini. Sampai dia berpikir kalau sebenarnya Underground itu iri bahwa orang lain memiliki orang - orang yang mereka sayangi, dan memutuskan untuk menyakiti orang - orang itu.

Suara Mr. H tadi sepertinya adalah sebuah komando bagi orang - orangnya untuk beraksi. Tidak lama setelah Mr. H selesai berucap, bisa terdengar suara banyak langkah kaki dari arah tempat Mr. H muncul. Dari belakang pria itu, kini datanglah 6 orang. Tiga di antara mereka adalah perempuan dalam keadaan tangan terikat, dan tiga sisanya adalah orang - orang yang berpakaian seperti Mr. H.

Yoshi memperhatikan tiga perempuan yang disandera itu. Dia tidak bisa menyembunyikan kekagetannya, karena dirinya bisa mengenal dua dari tiga sandera yang ada di balkon. Ada Bu Friska dan Tante Nora di sana, yang membuat pertanyaan Yoshi akan apa yang terjadi pada mereka kini sudah terjawab. Yoshi pada awalnya mungkin bingung, tapi kini dia bisa menebak permainan macam apa yang direncanakan oleh Mr. H, dan dia tidak menyukainya.

"Halo Tante Nora~ sudah lama ya kita nggak ketemu?" sapa Hendra, sambil melambaikan tangannya.

Sapaan Hendra tadi membuat tantenya terkekeh. Mereka berpandangan sejenak, dengan sebuah tatapan yang penuh pengertian. Tante Nora menghela napasnya, kemudian tersenyum.

"Senang bisa melihatmu masih bisa bertahan hidup, Ndra. Kulihat, sepertinya kau membuat ulah dengan orang yang salah lagi ya? Kau kadang keterlaluan, Ndra, tapi bisa kulihat kalau pekerjaanmu sebenarnya cukup bagus," kata Tante Nora.

"Hehe, maafkan aku tante. Aku kan tidak tahu kalau hal ini akan terjadi."

Di balkon, Yoshi bisa melihat kalau ada dua buah macam ekspresi. Bu Friska dan satu wanita lainnya sama - sama memasang wajah ketakutan, dan mereka sama - sama berusaha melepaskan diri mereka dari pegangan orang yang ada di belakang mereka. Sementara itu, Tante Nora terlihat tidak takut. Malah, dia kelihatannya santai sekali, bahkan orang yang ditugaskan untuk menjaganya tidak perlu memeganginya dengan kuat.

"Kurasa kalian sudah tahu siapa yang akan jadi pemeran utama wanita kita dalam permainan malam ini, tapi akan lebih baik jika aku memperkenalkannya pada kalian. Kita punya Bu Friska, istri dari Guntur Wibowo, lalu Bu Siska, istri dari Rizky Alfian, dan Nora Wardana," kata Mr. H.

Hendra menghela napasnya, "Aku tidak mengira kalau kau akan membawa perempuan - perempuan yang menarik untuk permainan kita malam ini," kata Hendra.

"Yah, aku kan butuh lebih banyak aktris di sini. Kau tahu, kadang dengan terlalu banyak pria di sekelilingmu, semuanya akan terlihat membosankan. Kita butuh sedikit pemanis di sini."

"Tunggu dulu, bukannya kau mengatakan kalau The Hunterz akan memusnahkan orang - orang yang bermasalah dengan kalian? Tapi kenapa kalian malah menyandera mereka?" tanya Yoshi.

"Karena itulah inti dari permainannya! Aku memilih beberapa orang yang layak untuk mati sebagai tamu kita di sini, dan kita bisa memilih mana yang menurut kalian lebih layak untuk hidup!"

Pernyataan tadi membuat Yoshi merinding. Dia tidak senang karena salah satu dugaan jeleknya benar. Siapapun itu, sepertinya salah satu dari mereka tidak akan keluar hidup - hidup dari rumah ini. Atau kalau mau yang lebih parah lagi, bisa saja tidak akan ada yang selamat.

"Hei! Kalian tidak bisa seenaknya melakukan hal itu! Kau tidak bisa membunuhku! Aku akan segera menjebloskan kalian ke dalam penjara! Apa kau juga membunuh suamiku?! Kalau iya, maka kalian akan benar - benar merasakan akibatnya!" seru Bu Friska.

Mr. H tertawa. Bahkan bukan hanya dia, Hendra juga terkekeh karenanya. Mereka berdua tahu apa yang sebenarnya sudah terjadi, dan apapun usaha Bu Friska untuk melepaskan dirinya, dia tidak akan berhasil. Perempuan itu akan terus berakting sepanjang hidupnya, dan mungkin sebentar lagi sandiwaranya akan berakhir.

"Hendra, bisa kau bunuh dia duluan? Sejak tadi dia sudah berisik dan doyan ngedumel sendiri. Aku rasa ada yang salah dengan kepalanya," kata Tante Nora.

Bu Friska yang ada di sebelah kanan Tante Nora langsung memandangnya dengan sengit. Pandangan itu hanya dibalas dengan sebuah senyuman oleh Tante Nora, yang membuat Bu Friska semakin terlihat marah. Sepertinya, karakter yang menyebalkan ini memang ada di dalam darah seorang Wardana, karena kalau saja Hendra ada di posisi Tante Nora, mungkin dia akan melakukan hal yang sama.

"Ah, percuma saja kau mengancam dan teriak seperti itu. Kurasa, suamimu juga mati karena kebanyakan bacot sepertimu. Aku sebagai sesama sandera di sini hanya mengingatkanmu, kalau kita akan segera mati. Bahkan seorang polisi ganteng seperti Yoshi saja tidak akan bisa menolongmu. Penjara dan hukum yang kau ketahui tidak berlaku di sini. Terimalah kenyataannya, toh kita akan mati. Meski begitu, aku akan sangat senang jika aku sempat melihatmu mati duluan," kata Tante Nora.

"Oh, kau mengancamku?! Awas saja kalau nanti kita bisa sama - sama lepas! Aku akan langsung menghajarmu!" seru Bu Friska.

Tante Nora tertawa, "Aku berani taruhan kalau aku bisa menjatuhkanmu ke tanah dalam satu kali tonjokan. Dan, aku juga bisa membuatmu pingsan sebelum kau bisa memanggil bantuan."

Hendra terkekeh karena perkelahian kecil itu. Dia akan sangat tertarik untuk melihat jika Bu Friska dan Tante Nora benar - benar berduel. Tante Nora adalah seorang instruktur kebugaran yang menguasai Thai Boxing, pastinya menarik untuk melihat jika beliau dihadapkan dengan Bu Friska yang hanya dimodali dengan bacotannya.

"Ah, sudah aku duga kalau kalian adalah aktris - aktris yang berbakat! Aku rasa Nora sudah tahu akan apa yang sebenarnya terjadi? Apa Hendra yang memberitahukannya padamu?" tanya Mr. H.

"Tidak. Tapi tadi kau menyebut nama dua orang pejabat. Salah satunya sudah mati, dan aku tidak meragukan kalau hal yang sama terjadi pada yang satunya. Karena kalian memang doyan mengeksekusi orang, kurasa kedua orang itu punya masalah dengan kalian dan Hendra menyelidiki soal itu," jawab Tante Nora.

"Benar sekali. Tapi, kurasa tidak ada salahnya kan jika aku menjelaskan sedikit apa masalahnya pada dua wanita ini? Sepertinya akan lebih baik jika kedua wanita terhormat ini mengetahui apa yang terjadi pada suami mereka sebelum mereka mati. Kau keberatan jika aku menjelaskannya, Hendra?"

"Tidak masalah. Kurasa akan lebih baik jika mereka mendapatkan sedikit hadiah sebelum kematian mereka," sahut Hendra.

"Baiklah! Jadi, Bu Siska dan Bu Friska, kami dimintai tolong oleh kelompok Casino King soal suami kalian. Tidak perlu repot memikirkan siapa Casino King ini,  intinya mereka punya bisnis perjudian. Mereka melapor kepadaku karena suami - suami kalian dan rekan - rekannya yang terhormat sudah menunggak banyak sekali hutang judi dan mereka tidak mau membayarnya. Belum lagi rupanya mereka sudah mengambil jatah uang yang dijanjikan untuk kami dari kasus korupsi yang mereka lakukan dengan bantuan kami. Bukannya berusaha untuk melunasinya, mereka malah menggunakan kekuasaan mereka sebagai pejabat untuk mengancam bahwa mereka akan membocorkan rahasia kami. Tapi mereka terlalu bodoh untuk menyadari kalau kekuasaan mereka tidaklah berguna di bawah tanah. Ketika kami memutuskan bahwa seseorang harus mati, maka dia harus mati. Hutang adalah hutang, dan kami tidak menoleransi ancaman mereka yang sampah itu."

Berita yang disampaikan Mr. H ini tidak bisa diterima dengan baik oleh kedua istri pejabat itu. Mereka sepertinya merasa kalau suami mereka adalah orang baik - baik, dan apa yang dikatakan oleh Mr. H hanyalah sebuah omong kosong. Bahkan Bu Siska yang sejak tadi terdiam terlihat kaget dan tidak terima akan pernyataan tadi.

"Itu tidak mungkin benar! Suamiku tidak mungkin melakukan hal seperti itu! Dia adalah orang baik - baik!" seru Bu Siska.

"Oh ya, mungkin saja! Mereka akhir - akhir ini sering pergi lembur, kan? Nah, aku beri tahu saja, mereka itu berbohong pada kalian. Karena di saat malam hari datang, mereka 'bermain' di tempat kami. Mereka berjudi, dan menunggak dengan begitu banyaknya tanpa tahu malu. Aku tidak mau menyebutkan nominalnya, tapi bisa kupastikan bahwa jumlahnya akan cukup untuk membuat orang membunuh demi mendapatkannya," kata Mr. H.

"Kau yang berbohong! Suamiku pergi bekerja, dan bukan untuk macam - macam! Dia tidak akan melakukan hal seperti itu!" seru Bu Friska.

"Ah, pantas saja Pak Guntur ingin sekali segera menceraikan anda, rupanya istrinya sangatlah menyebalkan. Tapi, semua itu memang terjadi, dan aku bisa dapatkan kesaksian dari teman - temannya kalau hal itu benar. Suamimu bahkan lebih suka pelukan perempuan - perempuan lacur di Darla's Harem daripada dirimu. Tapi, suamimu itu memang seorang bajingan, karena aku dapat laporan kalau dia tidak memberi bayaran yang layak dan memperlakukan semena - mena para wanita yang ditidurinya."

"Suamiku mencintaiku! Dia tidak akan melakukan hal seperti itu! Dia adalah pria terhormat, dan aku mencintainya!"

Hendra kini tertawa lepas. Pernyataan Bu Friska tadi sangatlah lucu bagi Hendra, karena dia tahu kenyataan yang sebenarnya. Pak Guntur memang bajingan, dan istrinya sebenarnya tidak kalah parahnya.

"Ah, apa benar kau mencintainya? Kau bahkan sudah memeluk Yoshi tadi, tanpa memikirkan soal suamimu. Kusarankan Yo, kamu mandi pakai kembang tujuh rupa setelah ini. Hilangkan semua kebusukan yang dia berikan padamu," kata Hendra.

Yoshi tersenyum, "Saran yang bagus. Aku yakin Delia tidak akan mau untuk menciumku sebelum aku membersihkan diriku dengan baik setelah dari sini," sahut Yoshi.

"Kalian boleh mengelak, tapi begitulah kenyataannya. Aku beri tahu saja, suami kalian itu pejudi yang payah dan tukang selingkuh. Kami ditugaskan untuk memusnahkan orang - orang seperti itu, jadi berterima kasihlah," kata Mr. H.

"Tapi bukan berarti kau harus memusnahkan kami juga kan?! Kalau memang hanya suamiku yang kau mau, maka lepaskan aku! Aku tidak ada sangkut pautnya kalau memang dia melakukan kejahatan di luar sana!" seru Bu Siska.

"Aku tahu, tapi kami tidak setengah - setengah dalam melaksanakan tugas, jadi kami juga akan memusnahkan kalian. Kalian kira kalau kami tidak tahu bahwa sebagai istri pejabat, kalian berdua juga sudah banyak melakukan hal yang buruk?"

Bu Siska dan Bu Friska hanya bisa terdiam. Sepertinya perkataan Mr. H tadi membuka sebuah rahasia yang mereka ingin sembunyikan rapat - rapat. Sementara itu, Tante Nora hanya terdiam sambil menghela napasnya, mungkin berusaha untu menahan tawanya.

"Aku mungkin tidak punya masalah seperti dua perempuan jahanam ini, tapi kalian sudah agak keterlaluan dengan membunuh suamiku. Dia tidak sepertiku yang tahu semua ini, Peter tidak layak untuk mendapatkannya. Tapi, kurasa kalian bodoh juga karena menyasarnya. Kalau kau ingin membuat Hendra goyah, kurasa akan lebih baik jika kalian membunuh Yoshi. Aku juga boleh, kalau kamu mau. Pasti akan lebih efektif kalau seperti itu," kata Tante Nora.

"Aku setuju. Kenapa kau tidak berusaha menangkap Yoshi saja? Dia lebih mudah untuk dijadikan pancingan daripada mereka bertiga. Aku pasti akan segera ke sini jika Yoshi yang jadi umpannya. Padahal, Tante Nora bisa saja loh malah menghancurkan rencana kalian gara - gara dia keburu menghajar anak buahmu dengan tendangan memutarnya yang mematikan. Yah, tapi kali ini sepertinya tanteku sedang malas berantem, makanya dia menurut saja," sahut Hendra.

"Hei, aku capek, tahu! Aku baru saja selesai melatih saat pulang ke rumah, dan rasanya percuma saja kalau aku membuang tenaga dengan keadaan empat orang bersenjata itu."

Pernyataan itu langsung saja membuat Yoshi menatap sengit ke Hendra. Hendra yang ditatap sengit hanya santai saja sambil tersenyum pada sepupunya. Yoshi jelas tidak terima jika dirinya harus dijadikan sandera berikutnya. Betapa jahatnya makhluk yang satu ini karena dia lebih memilih kalau Yoshi segera mati seperti itu.

Walau begitu, sebenarnya Yoshi paham kalau di balik senyumannya, Hendra merencanakan sesuatu. Mungkin saja kata - katanya tadi hanyalah pancingan. Toh, dirinya terlindungi oleh rompi anti peluru, jadi Yoshi merasa lebih tenang sedikit dan mencoba untuk mengikuti permainan yang diciptakan oleh Hendra. Lagi, Hendra tentunya tidak akan membiarkan Yoshi berada dalam masalah.

Mr. H bergumam, "Yah, memang bisa saja kalau aku memilih Yoshi sejak awal. Tapi kalau Yoshi yang jadi sandera, maka permainannya tidak akan seru. Nah, sebelum kita membuang waktu lebih lama lagi, ayo kita mulai saja permainannya, aku mau lihat apa pilihanmu, Hendra," kata Mr. H.

"Memilih? Yah, aku tahu. Akhirnya kita masuk ke dalam permainannya, jadi, apa opsi yang aku punya?" tanya Hendra.

"Baguslah, karena aku akan segera menyudahi basa - basi ini. Nah, siapa yang kau pilih? Nyawamu, atau nyawa 3 orang ini yang akan kau jadikan tumbal dalam permainan kita malam ini?"

Ketika mendengar perkataan itu terucap dari mulut Mr. H, tiga orang yang bertugas untuk memegangi para sandera langsung bereaksi. Dengan cepat, mereka mengambil sesuatu dari saku tidak terlihat yang entah di mana letaknya. Mereka mengeluarkan masing - masing sepucuk pistol, dan menodongkannya ke kepala para sandera yang berada di depan mereka, sambil memegangi perempuan yang ada di hadapan mereka dengan tangan yang lainnya.

Bu Siska dan Bu Friska berusaha berontak dari posisi mereka setelah melihat adanya senjata yang diarahkan ke kepala mereka. Sementara itu, Tante Nora terlihat santai sekali walau keadaannya tidak menguntungkan. Kelihatannya beliau malah tidak terganggu sama sekali, seolah dia sudah menyangka kalau hal ini akan terjadi padanya.

Sementara itu Mr. H mengeluarkan sepucuk assault riffle yang sejak kapan sudah ada bersamanya. Dia memainkan senjatanya sejenak dengan menimang dan meliriknya dari berbagai sisi. Setelah puas, Mr. H kini menyiapkan senjatanya dan membidiknya ke arah Hendra.

Hal ini membuat Yoshi dan Hendra langsung bereaksi. Mereka kini menyiagakan senjatanya, dan mengarahkannya ke balkon. Posisi mereka tentunya tidak menguntungkan, karena berada di bawah balkon. Mr. H bisa dengan mudah menembak mereka kapan saja kalau dia mau.

"Kelihatannya bagus sekali dari atas sini. Aku yakin kalau aku pasti bisa membidik kalian dengan baik dari sini," kata Mr. H.

"Ah, curang. Tapi, apa boleh buat, kurasa sebagai tamu aku tidak bisa banyak protes ya?" sahut Hendra.

"Aku sudah memberikanmu apa yang bisa kau pilih. Nah, jadi siapa yang kau pilih? Kau ingin dirimu yang mati atau mereka? Jika kau mau mengorbankan dirimu sendiri seperti yang sering kau lakukan, maka aku bisa langsung membunuhmu dari sini."

"Kau tidak bisa seenaknya saja mempermainkan nyawa orang lain dengan cara seperti itu!" seru Bu Siska.

"Oh, aku tidak mempermainkan nyawa orang lain. Aku hanya melakukan apa yang harus aku lakukan, yaitu membereskan orang - orang yang mengganggu."

Setelah Mr. H menyelesaikan ucapannya, keadaan jadi hening selama beberapa saat.Tidak ada yang berani bicara sepatah katapun, bahkan Bu Friska dan Bu Siska berhenti memberontak. Keheningan itu sangat menyayat, tapi tak satupun di antara mereka yang berani bicara untuk memecahkannya. Sepertinya mereka memberi Hendra waktu untuk memilih, karena hanya dia yang punya hak untuk melakukannya.

Momen itu digunakan Yoshi untuk menenangkan dirinya. Apa yang dikatakan oleh Mr. H memang bukanlah sebuah kejutan, tapi tetap saja Yoshi agak kaget karenanya. Siapa sih yang tidak kaget kalau harus memilih seperti itu? Lagi, ini bukan pilihan yang mudah, karena keduanya sama - sama akan menghilangkan nyawa, entah dalam jumlah yang lebih sedikit atau lebih banyak.

Dari sudut matanya, Yoshi memperhatikan Hendra. Dapat terlihat bahwa ada perubahan ekspresi di wajah wajah sepupunya. Awalnya, Hendra terlihat biasa saja, tapi kini ekspresintya menjadi sangat serius. Selain itu, Yoshi bisa merasakan aura misterius dari Hendra, dan entah kenapa aura itu nyaris terasa seperti Hendra tengah berniat jahat. Apalagi ketika tak lama setelahnya Hendra malah memperlihatkan sebuah senyuman. Bukan, itu adalah sebuah seringaian yang kini melintasi wajah Hendra, dan seringaian ini terlihat jahat.

Karena ekspresi itulah, Yoshi bisa merasakan bahwa sepertinya ada sesuatu di dalam kepala sepupunya itu. Mungkin saja Hendra punya sebuah ide dan dia sudah merencanakannya dengan baik. Tapi, apapun rencana itu, sepertinya rencana yang Hendra miliki bisa dibilang cukup jahat. Karena Yoshi tahu jika Hendra sudah menyeringai seperti itu, dia punya sesuatu yang tidak baik.

Mr. H sendiri menunggu dengan sangat sabar. Sebagai seorang penjahat, dia memperlihatkan sebuah kesabaran yang luar biasa. Tidak banyak penjahat yang akan membiarkan Hendra diam dalam waktu yang cukup lama. Tapi, pria yang satu ini tetap bersabar karena dia penasaran dengan pilihan apa yang akan diambil oleh Hendra. Sementara menunggu, bola mata hijaunya tetap terfokus pada wajah Hendra, sambil tetap memegang senjatanya dalam keadaan siaga.

Ketiga sandera yang ditahan sendiri kini sudah diam. Sepertinya mereka mulai menerima kenyataan kalau mereka tidak berada dalam keadaan yang bagus. Memang Hendra yang memegang kuasa akan hidup mereka, tapi siapa yang tahu apa yang akan terjadi? Tentu saja mereka akan senang jika bisa hidup sedikit lebih lama di dunia ini.

Sementara itu, Hendra masih saja terdiam. Sebenarnya, Hendra sudah merencanakan pilihannya sejak awal. Dia memang sudah menduga kemungkinan bahwa permainan klasik "Tukarkan Nyawamu Dengan Sandera" akan jadi permainan yang dimainkan oleh Mr. H. Ini juga permainan favorit keluarga Gloody, jadi sepertinya akan menyenangkan bagi Mr. H kalau Hendra bisa terbunuh karena permainan yang serupa.

Toh, semuanya bisa ditebak oleh Hendra ketika Axel mengatakan kalau ibunya disandera. Padahal, akan lebih baik jika mereka langsung saja membunuh Tante Nora. Tentunya akan lebih baik jika satu lagi anggota keluarga Wardana yang tersisa bisa dibereskan. Walau begitu, Mr. H memiliki pilihan yang menarik. Hendra sudah tahu apa pilihannya, dan siapapun yang mati, sepertinya tidaklah terlalu penting. Tapi, Hendra masih saja diam, karena dia ingin memainkan skenarionya sambil berusaha mengulur waktu.

Hendra tahu kalau Mr. H tidaklah sendirian. Bodoh sekali kalau orang seperti Mr. H pergi kemari tanpa membawa setidaknya satu pasukan yang siap menewaskannya. Apapun pilihan yang dia ambil, tetap akan ada satu tujuan Mr. H, yaitu memastikan bahwa Hendra tidak akan mengganggu Underground lagi. Hal itu hanya akan mungkin dilakukan jika saja Hendra mati. Karena itulah, kalau dia salah bertindak, maka bisa saja mereka akan diserang.

Hendra berusaha mengulur waktu selama yang dia bisa. Pilihannya sudah pasti, tapi tidak ada salahnya jika dia mendapatkan sedikit waktu ekstra. Harapan untuk semua orang bisa kembali dalam keadaan hidup memanglah sangat tipis, tapi mungkin saja itu bisa terjadi. Hendra berharap kalau Pak Indra akan menggunakan kemampuan ngebutnya di saat seperti ini dengan baik.

Sementara menunggu rekan - rekannya, Hendra sengaja diam dan memasang ekspresi berpikir. Walau begitu, sebenarnya ada satu hal yang cukup mengganggu bagi Hendra. Sejak tadi, sebenarnya dia mengabaikan ponselnya yang entah kenapa sudah bergetar beberapa kali. Hendra mengkhawatirkan kalau ada sesuatu yang terjadi, karena sebelumnya dia berpesan kalau - kalau ada masalah, Pak Indra bisa menghubunginya.

Tapi tentu saja, Hendra tidak bisa mengangkat panggilan atau membaca pesan saat ini. Ceritanya pasti akan jadi lucu kalau di saat genting seperti ini Hendra malah menjawab telepon dengan hal yang akan membuat rencana rahasianya diketahui oleh Mr. H. Karena itulah, Hendra berusaha mengabaikannya dan berpikiran sedikit lebih positif. Mungkin bisa saja itu cuma operator seluler yang iseng mengirimi pesan berisi promo, atau mungkin saja dari teman - temannya di grup chat. Hendra harus tetap fokus, dan menjalankan misinya. Karena itulah, dia memutuskan untuk memancing sedikit pembicaraan agar bisa mengulur waktu.

"Memang apa pengaruhnya pilihanku terhadap hidup kami berempat? Toh, aku tahu kau tidak peduli siapa yang akan mati, kan?" tanya Hendra, sambil menyeringai.

Sahutan ini tentunya tidak diduga oleh Mr. H. Dia mengira kalau Hendra akan protes terhadap pilihan yang diberikannya. Keduanya sama - sama tidak adil, dan akan sulit untuk memilihnya. Tapi ternyata Hendra kini malah menyerangnya dengan sebuah pertanyaan. Hal ini membuat Mr. H bertanya akan apa yang sebenarnya di dalam kepala Hendra. Apapun rencana yang dia punya, Mr. H ingin tahu itu.

"Pengaruhnya? Kalau kau mengorbankan mereka, maka kemungkinan besar kau akan bebas, dan jika kau mengorbankan dirimu sendiri, kemungkinan besar maka mereka akan bebas. Semudah itu," jawab Mr. H.

Hendra terkekeh, "Kau bilang kemungkinan besar. Aku tahu kalau kau tidak akan pernah memberikan sebuah jaminan pasti. Apapun yang kupilih rasanya tidak akan berpengaruh, karena kau akan lebih senang jika semua orang bisa mati, iya kan?"

"Itu adalah sesuatu yang ideal, dan hal macam itu jarang sekali terjadi. Kemungkinan untuk seseorang hidup dan mati itu memang akan selalu ada, kan? Aku hanya mencoba menjadi realistis. Tapi, siapapun yang kau pilih akan punya kemungkinan yang lebih besar untuk mati. Jadi, mana yang kau pilih, Hendra?"

"Pilihanku? Sejujurnya sih aku tidak peduli pada siapapun yang mati kali ini. Entah aku atau mereka, rasanya sama saja. Kalau aku memang harus jadi korbannya, jujur saja aku siap untuk mati, entah saat ini atau kapanpun juga. Lalu, kurasa tiga sanderamu sepertinya juga tidak peduli kalau mereka harus mati, iya kan?"

Pernyataan ini mengundang protes dari Bu Siska dan Bu Friska. Mereka kini mulai memberontak, yang membuat keduanya harus dipegangi kuat - kuat. Tentu saja mereka tidak akan setuju kalau harus mati hari ini. Keduanya tidak menginginkan untuk terlibat di dalam masalah ini, jadi mereka tentunya ingin agar bisa keluar dari tempat itu hidup - hidup.

"Hei, aku tidak terima itu! Kau harusnya membantuku, bukannya membiarkan aku mati di tangan maniak yang satu ini! Aku akan membereskan orang ini untukmu jika saja itu adalah hal yang harus kulakukan untuk menebus hutangku!" seru Bu Friska.

Hendra terkekeh, "Sayangnya, nyawa saya lebih mahal daripada apa yang anda tawarkan. Anda yakin bisa menangkap pria yang satu ini? Berani taruhan kalau kau tidak akan pernah bisa menemukan keberadaannya. Lalu, dia tidak menjamin kalau kita semua bisa keluar dari sini hidup - hidup. Bagaimana misalnya jika kalian juga mati? Kan semuanya sia - sia saja jadinya," sahut Hendra.

"Tapi aku tidak ingin mati! Kumohon, biarkanlah aku hidup!"

"Aku juga tidak ingin mati, kalau mengikuti kata hati kecilku. Tapi aku tidak terlalu peduli soal itu, sejujurnya. Hanya saja, skenario yang lebih baik akan terjadi jika saja aku tetap hidup, sepertinya."

"Lakukan saja apa yang menurutmu terbaik, Ndra. Aku tidak peduli apapun itu pilihanmu. Kalau aku harus mati, seperinya tidak masalah. Mungkin aku bisa menyusul suamiku. Toh, aku percaya kalau kedua anakku akan baik - baik saja. Jadi kalau kau mau, ya bunuh saja aku," sahut Tante Nora.

Jawaban Tante Nora tadi dikatakan dengan begitu santainya, sehingga agak membuat gentar juga. Bahkan orang yang menahannya sampai mengendurkan todongan senjatanya sedikit. Tante Nora memang tidak takut kalau dia harus mati hari ini. Hidupnya sepertinya sudah cukup baginya, dan dia senang karena harus mati karena sudah membantu Hendra melindungi warisan keluarga mereka.

Sementara itu dua orang lainya hanya terdiam, tidak dapat berkata apa - apa lagi. Mereka tentunya tidak percaya akan apa saja yang baru dikatakan oleh Tante Nora. Bagi mereka, pilihannya itu sangat tidak masuk akal. Reaksi yang cukup wajar, karena keduanya tidak mengenal Tante Nora dan rahasia apa yang dimiliki oleh keluarga Wardana.

Keadaan jadi hening sejenak. Yoshi tidak bisa berkomentar apa - apa. Dia sudah merasa beruntung karena tidak perlu terlibat dengan pilihan ribet ini, jadi dia hanya akan bersiaga. Yoshi berencana kalau saja Hendra memilih untuk mengorbankan dirinya, maka dia akan segera melancarkan tembakan ke arah Mr. H, atau mungkin menerjang pelurunya untuk Hendra. Dia tahu kadang sepupunya ini agak mengesalkan, tapi dia tidak boleh mati, setidaknya belum untuk saat ini.

"Kalian semua memberikan pendapat yang menarik. Tapi, kurasa itu adalah kesempatan terakhir kalian untuk bicara. Sekarang, kembali ke acara utama kita. Jadi, apa pilihanmu, Hendra?" tanya Mr. H.

Keadaan jadi hening selama beberapa saat. Hendra menatap Yoshi dari sudut matanya, memberikan sebuah peringatan melalui pandangannya. Yoshi agak bingung ketika dia melihat ekspresi Hendra yang serius itu. Dia jadi agak khawatir untuk sesaat, karena mungkin saja sesuatu yang buruk bisa terjadi.

"Kurasa, aku lebih memilih mereka saja yang mati. Toh, pada akhirnya kita semua akan mati kan? Apalagi aku, karena tujuan utamamu adalah memburuku. Tapi, aku tidak ingin mati dengan cara murahan seperti ini. Aku ingin melawanmu terlebih dahulu, kalau bisa. Toh, aku dan kau kan sama - sama manusia, dan di antara kita berdua tidak ada yang bisa bertahan lebih lama daripada batasan yang sudah diberikan oleh Tuhan. Siapa yang dia pilih untuk mati duluan, ya akan mati duluan.

Mr. H menurunkan senjatanya, dan memandang wajah Hendra sejenak. Jawaban tadi membuat Mr. H agak kaget. Hendra sudah dikenal karena kebiasaannya untuk mengorbankan dirinya sendiri di situasi seperti ini. Tapi kini dia malah mengabaikan nurani yang biasanya jadi titik kelemahannya. Apalagi, Mr. H tidak bisa melihat adanya keraguan di wajah Hendra. Hal ini membuat Mr. H penasaran akan apa yang sebenarnya ada di dalam kepala Hendra.

Hendra tersenyum. Tentu saja Mr. H tidak akan menyangka jawaban itu. Hendra belajar dari pengalaman, kadang alternatif yang kelihatannya baik untuk semua orang itu belum tentu baik. Kadang, kau harus mengambil sedikit resiko untuk memastikan tidak akan ada kekacauan. Karena itulah, kini Hendra mengambil resiko itu.

"Kau yakin? Tidak biasanya kau mau mengorbankan orang lain, Hendra. Kau tidak akan merasa kehilangan tantemu yang tercinta ini?"

"Aku tidak keberatan. Sejak aku mengetahui kalau kau mengambil beberapa sandera, aku sudah membuat beberapa pertimbangan dengan masak, bahkan sebelum aku menjejakkan kaki di sini. Aku tahu kalau permainan "Tukarkan Nyawamu Dengan Sandera" ini adalah permainan klasik yang aku sendiri sudah bosan untuk memainkannya. Aku tahu reaksi apa yang kau mau, dan aku sudah memberikan apa jawabanku."

"Yah, aku akui kau sudah cukup lama berhadapan dengan berbagai macam permainan. Kurasa yang satu ini tak ubahnya adalah sebuah trik lama yang berusaha kumainkan lagi dengan apik. Tapi, kita tahu tidak ada salahnya mencoba sesuatu yang klasik, kan? Aku tidak menduga kalau kau akan memberikan reaksi yang berbeda, yang merupakan satu hal menarik. Tapi, baiklah, kalau memang begitu maumu. Kau memang sangat cerdas, seperti kakekmu. Tak salah kalau kau yang menjadi pemegang buku itu."

"Aku hanya berusaha melakukan hal yang terbaik untuk nama keluargaku, kau tahu? Kuakui, semua petualangan yang sudah kualami sangatlah menyenangkan. Aku mengerti kalau kalian sangat menginginkan buku itu, dan aku tidak akan membiarkan kalian memilikinya."

"Rupanya kau juga mewarisi semangat dari beliau, ya? Tentu saja kami menginginkannya. Karena itulah aku ada di sini dan berusaha untuk membuat hidupmu tidak tenang sedikitpun."

"Tidak masalah, aku suka kok kalau hidupku tidak berjalan dengan pola yang monoton. Aku pasti akan punya banyak cerita untuk anak dan cucuku di masa depan. Yah, itupun kalau aku bisa hidup selama itu, atau jika akhirnya aku punya istri."

"Kau memang manusia yang paling sulit untuk ditaklukan di sepanjang sejarah Underground, Hendra. Kurasa, akan ada saatnya Underground runtuh karena dirimu seorang."

Hendra tersenyum, "Aku tahu. Kau orang baik, Mr. H. Aku tahu kau akan membiarkanku melakukan itu."

Hendra dan Mr. H bertatapan selama beberapa saat dalam hening. Yoshi tidak mengerti apa arti tatapan mereka berdua, karena sepertinya ada sesuatu di antara mereka. Hendra tersenyum, yang entah kenapa membuat kekakuan di wajah Mr. H sempat mengendur selama beberapa saat, sebelum kembali ke ekspresi awalnya.

"Oke, aku akan menanyaimu sekali lagi. Apa pilihan terakhirmu?"

"Bunuh saja mereka. Toh pada akhirnya aku juga akan mati, kan?"

"Kedengarannya kau sangat yakin atas keputusamu itu."

"Tentu saja. Aku sudah mempertimbangkannya dengan baik, dan Tante Nora sudah setuju bila dia harus mati sekarang. Lalu soal dua wanita itu, aku rasa kita punya pendapat yang sama kalau kita akan lebih suka kalau mereka mati saja."

Mendengar perkataan Hendra yang seperti itu, jelas saja Yoshi tersentak. Tidak biasanya Hendra berkata seperti itu. Apa ini adalah bagian dari rencananya? Kalau ya, ini adalah rencana yang sangat tidak terduga. Kenapa Hendra bisa mengatakan hal seperti itu dengan mudahnya? Tidak biasanya Hendra mau membiarkan orang lain terluka karenanya, jadi sepertinya mustahil kalau Hendra membiarkan orang lain mati.

Mr. H tertawa, "Tentu saja aku setuju soal itu! Kedua wanita terhormat ini memang pantas untuk mati!" seru Mr. H.

Hendra bisa membaca ekspresi kebingungan di wajah Yoshi. Tentu saja, Hendra hampir lupa akan satu masalah. Mana Hendra tahu kalau mereka akan berurusan dengan istri para korban pembunuhan itu. Karena sebenarnya, ada beberapa hal soal mereka yang tidak Hendra jelaskan kepada Yoshi.

Sementara itu, ada sebuah ekpresi kaget yang terlukiskan di wajah Bu Siska dan Bu Friska ketika mereka mendengar pernyataan Mr. H tadi. Seperinya mereka mengkhawatirkan sesuatu. Ketika Bu Friska baru saja ingin membuka mulutnya, Hendra sudah mendahuluinya dan memberikan sebuah penjelasan.

"Tahukah kau Yo, dua wanita di depan sana yang 'katanya' adalah wanita terhormat itu? Sebenarnya, kelakuan mereka sama parahnya dengan suami mereka. Bu Siska sudah menggelapkan sejumlah besar uang dalam arisan sosialita yang dia pimpin. Jumlahnya banyak betul, sampai dia bisa beli tas edisi terbatas buatan luar negeri yang harganya ratusan juta! Lalu, Bu Friska ini seorang tukang selingkuh kelas akut. Bahkan, dia punya beberapa sugar daddy di luar sana.Heran juga kenapa bisa ada laki - laki yang tertarik dengan wanita manja nan matre satu ini. Padahal tampangnya cuma beda sedikit sama badut di acara ulang tahun," kata Hendra.

Pernyataan tadi membuat Yoshi agak kaget selama beberapa saat, sebelum akhirnya dia mengangguk. Rupanya itu alasan kenapa Hendra membiarkan mereka jadi korban. Kedua perempuan itu tentunya hanya akan menimbulkan masalah kalau mereka masih hidup. Akan lebih baik jika sekalian saja mereka mati mengikuti suaminya.

Rupanya memang benar dugaan Yoshi kalau Hendra tidak akan membuat keputusan yang tidak masuk akal. Dia tentunya sudah melakukan banyak penyelidikan dan pertimbangan akan hal yang satu ini. Satu hal yang perlu Yoshi lakukan hanyalah untuk mengikuti permainan itu. Karena itulah, Yoshi kini mengangguk pada Hendra, memberi isyarat kalau dia mengerti.

Bu Siska terlihat tengah menundukkan wajahnya. Sepertinya dia malu akan apa yang sudah dilakukannya. Diam - diam beberapa tetes air mata menetes dari wajahnya, hanya saja tidak ada yang menyadarinya. Tapi tidak dengan Bu Friska. Dia kelihatannya sangat marah, dan meronta dari pegangan orang yang ada di belakangnya.

"Itu tidak benar! Aku tidak akan melakukan tindakan tercela seperti itu! Aku mencintai suamiku dengan sepenuh hati, dan aku setia padanya!" seru Bu Friska.

Hendra tertawa dengan nyaring, "Oh, benarkah? Memangnya aku percaya pada alasan yang kau ungkapkan itu? Kau pasti tidak pernah masuk klub teater, karena aktingmu payah sekali! Kau kira aku bisa percaya saat kau bilang tadi kau mengunjungi adikmu yang baru saja melahirkan? Sayangnya, aku sudah melakukan banyak sekali penyelidikan dan pengintaian terhadap kau dan suamimu, karena itulah aku bisa tahu bahwa kau adalah seorang anak tunggal. Lalu, kau tadi main peluk - peluk Yoshi, ketahuan sekali kalau kau doyan berondong muda. Kalau pacarnya Yoshi ada di rumahmu tadi, kau pasti sudah mati sebelum berada di sini. Entah dia akan menghajarmu atau menembakimu dengan AK - 47 seolah kau adalah sasaran tembak untuk latihan. Selain itu, aku kan juga tetanggamu, jadi aku tahu kau sering pulang malam, tepat sebelum suamimu pulang. Kurang apa lagi?"

"Aku mengagumi hasil kerjamu, Hendra. Kau selalu saja sangat perhatian dengan detil kecil seperti itu. Aku salut," kata Mr. H.

Bu Friska semakin terlihat ekspresi marahnya. Mungkin saja apa yang dikatakan oleh Hendra itu memang benar, dan Bu Friska tidak terima karena harus diekspos seperti itu. Apapun itu, kini Bu Friska semakin liar. Hal ini membuat Mr. H menolehkan kepalanya dan memandang ke arahnya dengan tajam, meski Bu Friska tetap tidak peduli akan hal itu.

"Lancang sekali kau! Sok ya, mentang - mentang kau bisa seenaknya memilih siapa yang boleh hidup! Aku tidak akan melakukan hal seperti itu terjadi, karena ...." kata Bu Friska.

DOR!

Sayangnya, kata - kata itu harus terputus karena sebuah suara ledakan. Seiringan dengan bunyi itu, darah berhamburan keluar dari kepala Bu Friska. Jeritan horor bisa terdengar setelahnya, yang menjadi perkataan terakhir dari Bu Friska.

Rupanya, orang yang memegangi Bu Friska sudah menembaknya. Setelah tugasnya selesai, si orang misterius itu menjatuhkan tubuh Bu Friska ke lantai. Ketika Mr. H memandang ke arah Bu Friska, rupanya dia memberikan isyarat untuk menembak.

"Terima kasih. Dia berisik sekali tadi. Aku lebih suka suara letusan senjatamu daripada omelan cerewetnya. Sudah lacur, tidak sadar diri pula. Dasar orang kalangan atas," kata Tante Nora, lalu menghela napasnya.

Mr. H terkekeh, "Aku suka selera humormu, Nora. Setidaknya, aku senang karena aku bisa membuatmu betah dan menikmati saat terakhirmu di sini. Tidaklah mudah untuk memuaskan seorang Wardana, jika itu berurusan dengan selera," kata Mr. H.

"Kau tuan rumah yang baik, Mr. H. Aku senang karena bisa bertemu denganmu. Tapi, kapan giliranku? Aku rasa seharusnya sekarang aku sudah mati, kan?"

Hendra terkekeh, "Tuh, Tante Nora sudah tidak sabar. Sebaiknya, jangan kau tunda lagi, Mr. H. Ayo, laksanakan perintahku," ujar Hendra dengan santainya.

"Iya, lakukan saja. Oh iya Ndra, kalau kau bertemu dengan Axel, katakan kalau aku minta maaf karena tidak bisa pulang dalam keadaan hidup untuknya. Bilang padanya agar dia menjaga dirinya baik - baik, dan jangan kebanyakan ngoceh soal manusia purba kalau dia ingin cepat punya pacar. Lalu, sampaikan salamku pada Azura, katakan semoga suaminya Evan dan anaknya Roni bisa menemaninya ketika aku tidak ada. Bilang pada Azura kalau jangan terlalu banyak mencekoki anaknya soal mode, aku takut kalau dia besar nanti malah jadi melambai."

Hendra tersenyum, "Tentu saja, tante. Aku akan sampaikan salammu pada mereka."

"Baru kali ini aku mendengar ada seseorang yang tidak sabar untuk mati. Baiklah, kurasa ini sudah keputusan finalmu dan kau tentunya tidak akan menariknya lagi. Aku akan turuti permintaanmu. Lakukan. Sekarang," kata Mr. H.

Dua kata terakhir tadi dikatakan Mr. H sambil melirik ke arah kedua kaki tangannya. Dua orang misterius itu memberikan satu lirikan terakhir pada atasannya, sebelum akhirnya dia menarik pelatuknya.

DOR!

Suara letusan dua pistol yang terjadi secara bersamaan itu tentu membuat suaranya semakin nyaring. Tidak butuh waktu lama sampai kedua wanita itu tewas karena tembakan yang telak ke kepala mereka. Ketika akhirnya mereka dilepaskan, bisa terlihat genangan air mata di wajah Bu Siska. Sementara itu, Tante Nora terlihat mengulum sebuah senyuman, tanda bahwa dia bahagia karena sudah melakukan sesuatu yang benar dalam hidupnya.

"Nah, sekarang, kita sudah kehilangan sandera kita. Saat ini, yang tersisa hanya kau, aku dan juga Kiyo," ujar Mr. H.

"Apakah ini semua sudah berakhir?" bisik Yoshi.

"Menurutmu?" bisik Hendra, bertanya balik sambil mengulum sebuah seringai misterius.

Untuk sekali itu saja, Yoshi merasakan bahwa kali ini nyawanya sangat terancam. Dia takut kalau kali ini dialah yang akan mati. Siapa yang tahu, kan?

Sementara itu, Hendra berharap kalau semuanya bisa berakhir, seperti apa yang diharapkan oleh Yoshi. Karena kini dirinya tidak tahu lagi apa yang akan terjadi. Kalau Mr. H masih punya rencana atau malah memutuskan untuk menyerangnya, maka dia dan Yoshi mungkin tidak akan bisa mengatasinya. Semoga saja Pak Indra bisa segera menyusul, karena jujur saja Hendra sudah merasa agak khawatir.

~~~~~

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top