Chapter 6 : Permainan Dimulai
Hendra mungkin sudah tahu apa saja yang harus dilakukannya sekarang ini. Otaknya berpacu dengan sedemikian rupanya, hingga kini dia sudah bisa menyusun sebuah rencana di dalam kepalanya. Belum lagi refleksnya yang membuat Hendra bisa langsung bertindak sesuai dengan yang diinginkannya.
Lagipula, memang keadaannya sudah jadi gawat dalam waktu yang cepat. Hendra sudah memperkirakan kalau akan ada satu dari beberapa pejabat yang dicurigai dalam kasus skandal korupsi itu akan tewas di tangan lawannya untuk memancing Hendra. Itulah yang dia tunggu selama seminggu ini. Tapi tentunya Hendra tidak tahu kalau mereka berencana melakukan dua serangan dalam waktu bersamaan.
Kalau saja yang diserang adalah satu lagi pejabat yang dicurigai, mungkin Hendra tidak akan kaget. Toh, pada awalnya kan memang The Hunterz ingin untuk memusnahkan mereka semua karena sudah mengingkari perjanjian dan berniat untuk membuka rahasia tentang Underground. Tapi, kini dia menemukan kalau omnya tewas di tangan kelompok yang satu ini.
Tantenya Hendra, Nora Wardana, adalah adik dari ayahnya. Sang ayah punya dua adik perempuan, walau satu lagi tantenya jarang terlihat karena pekerjaannya. Dari semua anak yang dimiliki kakeknya, memang hanya ayahnya dan Hendra yang cukup sering mendapatkan gangguan dari Underground. Meski begitu, saudara - saudaranya yang lain juga terkadang mendapatkan gangguan.
Tante Felicia, yang merupakan anak termuda dari kakek Helmi tidak begitu mendapatkan banyak masalah karena dia memang pintar menghindar dari masalah dan pekerjaannya menguntungkan posisinya. Seharusnya, dia juga bisa diwarisi buku catatan kakeknya, walau entah kenapa beliau malah meloncati garis keturunan ayahnya dan memberikan buku itu pada Hendra.
Nah, karena keluarga Tante Nora berada di Inkuria, tentunya mereka akan jadi sasaran yang empuk. Walau sepertinya Underground lebih suka menyasar Nira dengan alasan bahwa perempuan ini lebih dekat dengan Hendra. Tapi tetap saja, mereka berhati - hati kalau sudah berurusan dengan orang - orang yang mengincar Hendra. Tidak heran kalau sekekali mereka juga mengalihkan serangan mereka.
Keinginan Underground bukan hanya sekedar untuk memusnahkan Hendra. Mereka juga ingin merebut buku warisan kakeknya, yang berisikan catatan akan berbagai kejahatan yang sudah terjadi di masa lalu, terutama di Inkuria. Mereka menginginkan buku itu untuk menyempurnakan kejahatan mereka. Agar tidak ada yang bisa mengalahkan kejahatan yang dibuat oleh Underground, dan perlahan mereka akan menguasai seluruh kota Inkuria.
Tapi, mari kita simpan cerita soal Hendra dan pohon keluarganya yang memusingkan untuk lain kali. Karena sekarang, Axel tentunya sedang membutuhkan bantuan Hendra. Keadaan sudah berubah, dan Hendra harus segera bertindak. Dia tidak ingin mengulang kebodohan yang sama seperti di masa lalu, jadi Hendra memutuskan untuk menyeret Yoshi bersamanya.
Bagi Hendra, situasi apa yang dihadapinya saat ini seterang siang bolong. Dia tahu apa yang terjadi dan apa yang harus dilakukan. Tetapi, berbeda dengan Yoshi. Dia tidak mengetahui semua hal yang terjadi di Underground. Mungkin Yoshi tahu beberapa informasi umum seputar Underground, tapi dia tidak seperti Hendra yang sering bertualang ke bawah tanah.
Tentu saja hal ini membuat Yoshi tidak memahami apa konteks yang membuat Hendra menyeretnya seperti itu. Semua pertanyaan yang ada di dalam kepala Yoshi dan ketidakjelasan dari kelakuan Hendra yang impulsif tentunya membuat Yoshi jadi penasaran tingkat akut untuk mengetahui ke mana sebenarnya tempat yang akan mereka tuju.
Yoshi tidak ingin ditinggalkan dalam misteri seperti itu, dan dia tahu tidak ada salahnya jika dia bertanya. Mungkin Hendra bisa saja tidak menjawabnya, tapi dari seberapa banyak hal yang sudah Hendra ceritakan pada Yoshi hari ini, sepertinya pria itu tidak akan keberatan untuk mengatakannya. Karena itulah, ketika Hendra sudah melepaskan tangan Yoshi dan dia tengah mengeluarkan motornya dari garasi, Yoshi menanyakan apa yang sebenarnya terjadi.
"Hei, tuan sok misterius! Setidaknya kau bisa beri tahu ke mana kita akan pergi?" tanya Yoshi.
"Kurasa kamu akan tahu sendiri, Yo. Aku butuh kamu dalam situasi ini, karena akan bahaya kalau aku pergi sendirian," jawab Hendra.
"Aku tahu, bisa kulihat semuanya dari seberapa buru - burunya kamu. Tapi, aku kan tidak sepertimu yang tahu semua hal yang terjadi dari berbagai sisi. Setidaknya, beri aku sedikit konteks akan apa yang terjadi, sehingga aku bisa membantumu dengan benar."
"Baiklah, kalau kamu memang sangat ingin tahu. Kurasa memang akan lebih baik kalau kau tahu. Tentunya kau ingat dengan Axel Ravinski, kan?"
Yoshi terdiam sejenak, berusaha untuk mengingat - ingat kembali nama itu. Setelah beberapa saat, akhirnya Yoshi mendapatkan kembali ingatannya. Dia tahu betul siapa orang yang dibicarakan oleh Hendra tadi.
Secara teknis, Axel masih punya hubungan keluarga dengan Yoshi. Mereka memiliki kakek buyut yang sama, dan Yoshi pernah bertemu dengan Axel sebelumnya. Kalau mau diceritakan bagaimana hubungannya, mungkin agak sulit untuk menggambarkannya. Hanya saja intinya itu tadi, mereka masih bersaudara. Tapi, kini Yoshi jadi penasaran, apa yang terjadi pada Axel hingga Hendra terlihat panik seperti itu?
"Axel? Ya, tentu saja aku ingat dengan Axel. Memangnya ada apa? Apakah terjadi sesuatu padanya?"
"Lebih parah daripada apa yang kamu duga, Yo. Dia sedang ada dalam masalah saat ini. Beberapa orang yang disinyalir dari The Hunterz datang ke rumahnya dan menyerang keluarganya. Mereka menewaskan Om Peter dan membawa Tante Nora bersama mereka!"
Pernyataan Hendra tadi tentunya membuat Yoshi kaget. Rupanya tidak hanya para pejabat yang jadi sasaran mereka. Bahkan salah satu keluarga Hendra juga diincar. Semua itu hanya untuk memancing agar Hendra keluar dari persembunyiannya. Rasanya keterlaluan juga.
Hendra sudah sering menceritakan akan apa yang bisa dilakukan oleh Underground. Yoshi tahu kalau mereka kadang bisa jadi sangat jahat. Tapi, baru kali ini dia mengalami langsung satu dari sekian banyak manuver berbahaya yang dilakukan Underground untuk memusnahkan Hendra. Sepertinya entah kelompok The Hunterz ini yang agak radikal, atau memang mereka yang mulai geregetan dengan bagaimana Hendra bisa melepaskan dirinya dari masalah dengan ajaib.
Yoshi berpikir, apakah nanti dia akan menghadapi lebih banyak lagi hal seperti ini di masa depan? Kalau dilihat dari bagaimana mereka mulai mengejar Hendra, sepertinya Yoshi memang patut khawatir. Jika hal itu akhirnya terjadi, pasti hidup Yoshi dan EG Group akan jadi sangat seru. Mungkin juga akan jadi agak sedikit kacau, seperti apa yang bisa Yoshi lihat dari kehidupan Hendra.
"Tapi kenapa keluarga Axel yang kena?"
"Karena mereka adalah keluargaku. Tentu saja mereka akan menyasar Om Peter dan keluarganya. Underground tahu kalau aku agak emosional jika membahas soal keluarga. Tapi mereka tidak mempertimbangkan bahwa aku semakin kuat seiring dengan berjalannya waktu. Yah, walau tetap saja, apa yang mereka lakukan itu agak keterlaluan."
Yoshi mengangguk, "Oke, kurasa aku sudah paham akan masalahnya."
"Nah, baguslah kalau kita tidak perlu banyak bacot lagi! Sekarang, cepatlah kamu naik ke boncenganku, dan kita akan langsung pergi! Cepat, aku tidak akan tahu kalau - kalau ada hal mengejutkan lainnya yang akan terjadi."
Tanpa menyahut lagi, langsung saja Yoshi mengambil helmnya dan naik ke boncengan Hendra. Dalam hatinya, Yoshi memanjatkan doa kepada Tuhan agar dia bisa sampai dalam keadaan utuh, karena pastinya Hendra akan menggunakan kemampuannya untuk ngebut di saat seperti ini.
Hendra langsung saja tancap gas, yang membuat Pak Indra yang melihat mereka lewat di depan kediaman Bu Friska jadi tersenyum. Pak Indra saat itu tengah bediri di depan rumah Bu Friska dan baru saja selesai menanyai si perempuan. Beliau mungkin tidak tahu apa yang Hendra lakukan, tapi setidaknya kali ini Hendra tidak melakukan hal yang bodoh. Ada Yoshi bersamanya, jadi setidaknya Hendra punya seseorang yang bisa membantunya di saat yang genting.
Yoshi tidak sempat memperhatikan apa saja yang mereka lewati dalam perjalannya. Mana mungkin dia sempat, terutama dengan Hendra yang mengebut melintasi jalan raya kota. Tapi di sisi lain, Yoshi menyadari satu hal. Hendra sepertinya sengaja membonceng Yoshi dengan motornya agar Yoshi tidak bisa kabur kalau dia mau. Tentunya ini bukan satu alasan yang kuat, tapi tetap membuktikan satu lagi betapa pintarnya Hendra dalam membawa seseorang ke dalam masalah yang ada di hidupnya.
Walau begitu, Yoshi tetap yakin kalau dia akan baik - baik saja. Toh, seharusnya Hendra tahu akan apa yang dilakukan, jadi seharusnya Yoshi tidak perlu untuk terlalu khawatir. Meski akan selalu ada kemungkinan 50 : 50 jika Hendra membawa Yoshi ke situasi yang berbahaya. Lagi, kan mereka tidak bisa memprediksi masa depan. Jadi, tidak bisa dipastikan kalau Hendra membawa Yoshi ke dalam sebuah bahaya atau tidak. Siapa yang tahu?
Akhirnya, setelah sekitar setengah jam perjalanan, Yoshi dan Hendra sampai di sebuah rumah yang terletak di daerah pinggiran kota Inkuria. Rumah keluarga Axel tidaklah terlalu besar, tapi cukup bagus meski terletak di kawasan yang rawan akan tindakan kriminal.
Hendra memarkir motornya di satu sisi halaman yang kosong, kemudian bergegas turun. Yoshi mengikuti saja ketika Hendra kini menuju ke pintu depannya dan mengetuk. Pintunya kemudian dibukakan oleh seorang pria bertubuh tinggi langsing dengan potongan rambut yang rapi. Dialah Axel, yang langsung mempersilahkan kedua orang tamunya untuk masuk.
Bagian depan rumahnya mungkin terlihat biasa saja, tapi ketika masuk ke dalamnya, barulah mereka bisa melihat kalau ada sesuatu yang salah di sana. Tubuh seorang pria tergeletak di dekat sofa. Ada jejak darah di lantai yang menandakan bahwa tubuh itu sudah diseret sedikit dari posisi asalnya. Pria itu tidak bernapas lagi, yang membuat Yoshi jadi sedikit prihatin.
Hendra hanya memperhatikan mayat itu selama beberapa saat, sebelum menghela napasnya. Satu lagi anggota keluarganya yang mendapatkan akhir hidup yang tidak baik karena ulah Underground. Hendra tidak bercanda ketika mengatakan kalau dia sebatang kara, meski mungkin orang yang tahu akan susunan keluarganya akan mengatakan kalau dia hanya melebih - lebihkannya.
Keluarganya toh pada akhirnya mungkin akan menghilang satu persatu sebelum dia sendiri yang mungkin akan mati menyusul mereka, karena itulah Hendra rasa tidak berlebihan untuk mengatakan kalau dirinya sebatang kara. Tapi, Hendra harus menjauhkan pikiran soal keluarganya terlebih dahulu, urusan yang ada di hadapannya ini jauh lebih penting. Dia kini memperhatikan ke sekeliling kediaman keluarga Axel, dan dia melihat kalau di sana tentunya baru saja terjadi kekacauan.
Seperti yang disebutkan tadi, ada jejak darah di lantai, yang berasal dari mayat ayahnya Axel. Tapi selain itu, ada beberapa lubang bekas peluru di dinding rumah itu. Hendra memperhatikannya, dan dia mengenali kalau lubang itu hanya bisa dibuat dengan senjata berkekuatan tinggi. Ketika sudah selesai mengamatinya, kini dia duduk di sofa ruang tamu, seperti apa yang sudah dilakukan oleh Yoshi. Setelahnya, Hendra melirik ke arah Axel, yang memberikannya sebuah senyuman tipis.
"Ah, itu masih belum seberapa. Tadi ada beberapa cangkir teh dan sebuah figura yang pecah karena serangan mereka. Aku sudah membersihkan serpihan kacanya, sehingga kalian tidak akan terluka karenanya," kata Axel, lalu terkekeh.
Yoshi mendengarkan perkataan Axel tadi, dan dia merasa salut akan ketabahan yang diperlihatkan olehnya. Meski matanya agak memerah, yang Yoshi duga karena dia menangis sebab keadaan tak terduga yang baru saja terjadi, Axel tidak terlihat terlalu syok lagi kini. Sepertinya dia bisa menerima apa yang terjadi dengan cepat.
Apakah semua anggota keluarga Hendra memang seperti itu?, pikir Yoshi. Tentunya mereka melewati banyak sekali masalah karena perburuan Underground terhadap keluarga mereka selama beberapa generasi. Kelihatannya, malah Axel seperti sudah terbiasa akan hal seperti ini. Kalau iya, sepertinya memang bisa dimengerti. Mereka pastinya sudah melewati banyak sekali masalah.
Sementara itu, Hendra memberikan Axel sebuah senyuman tanda simpati. Keduanya tahu, cepat atau lambat salah satu dari mereka atau keluarga terdekat mereka akan jadi korban dari kekejaman pemburu mereka. Jadi, hal ini tidak lagi mengejutkan bagi mereka. Walau begitu, tetap saja ada rasa sakit yang menyengat di hati mereka ketika saat itu datang.
Hendra menghela napasnya. Dia berusaha menjauhkan pikiran soal itu untuk saat ini. Setelah semua urusan soal The Hunterz ini selesai, Hendra bisa berduka sepuasnya kalau dia mau. Tapi kini, dia harus bisa menghentikan The Hunterz. Hendra sudah punya rencana bagaimana dia akan melumpuhkan kelompok ini, tapi dia masih perlu sedikit petunjuk untuk bisa menuju ke permainan utamanya.
Kalau dugaan Hendra benar, maka seharusnya dia bisa menemukan sesuatu di sini. The Hunterz sudah memberikan umpannya dan melakukan serangan pertama, jadi sepertinya dia akan mendapatkan sesuatu di sini.
"Bagaimana keadaan di sini? Menurutmu, seberapa buruk?" tanya Hendra.
"Kalau aku mau jujur, tidaklah begitu buruk, karena masih ada yang bisa hidup setelah mereka menyerang. Tapi, kalau dilihat dari bagaimana mereka sudah membunuh Ayah dan menculik Ibu, kurasa kau akan setuju kalau aku bilang semuanya sangatlah buruk. Aku khawatir kalau Ibu akan kembali padaku dalam keadaan yang tidak baik."
Axel dan Hendra kembali berpandangan selama beberapa saat. Axel mungkin berharap kalau ibunya akan baik - baik saja, tapi Hendra bisa melihat dari sorot matanya kalau Axel tidak yakin akan perkataannya itu. Hendra tidak bisa menyalahkan Axel, karena mereka berdua sudah tahu apa saja yang mungkin terjadi kepada keluarga mereka ketika Underground menangkap salah satu dari mereka.
"Aku khawatir kalau sepertinya akhirnya akan jadi seperi itu. Maaf karena aku melibatkanmu dalam masalah ini, aku tidak tahu kalau mereka akan menyerang kalian. Aku kira hanya para pejabat itu yang akan jadi targetnya, tapi rupanya mereka juga menyerangku secara personal."
"Sudahlah, toh sudah kejadian. Setidaknya, aku senang karena kau masih hidup. Kalau tidak, semuanya akan jadi sangat kacau."
Hendra terkekeh, "Aku tidak akan mati dengan semudah itu. Nah, bisa kau ceritakan dengan sedikit lebih detil akan apa saja yang sudah terjadi di sini?"
"Sederhana saja. Tadi aku baru saja pulang karena aku ada sedikit urusan di sekolah. Aku harus mengurus soal rapor dan lain sebagainya, seperti biasa. Lalu, saat aku pulang, kami bersantai sejenak. Tiba - tiba, ada sebuah suara ketukan di pintu. Ayah berdiri dan membukakannya, ketika dua orang yang mengenakan topeng berwarna hitam serta jubah panjang berwarna hitam berdiri di depannya dan menodongkan senjata yang mereka bawa. Beliau tidak sempat bereaksi ketika senjata itu ditembakkan ke tubuhnya. Setelah Ayah rubuh ke lantai, mereka masuk dan menembakkan senjata mereka untuk menakut - nakuti kami. Satu moncong senjata terarah kepadaku dan juga Ibu, lalu mereka mengancam untuk membunuhku jika aku bergerak. Jadi, aku menurut dan tidak bergerak, ketika mereka menodongkan senjata lainnya pada Ibu dan mengatakan kalau Ibu harus ikuti perkataan mereka. Singkat kata, mereka membawa ibuku pergi, dan membiarkanku sendirian. Setelah mereka pergi, aku langsung saja menghubungimu."
Kalau saja Yoshi tidak tahu bahwa itu adalah pekerjaan dari Underground, mungkin dia akan mengira kalau cerita tadi adalah sebuah serangan teroris atau yang semacamnya. Tindakan mereka itu cukup brutal, dan Yoshi agak heran kenapa para tetangga tidak peduli. Setelah diingatnya lagi di mana rumah Axel berada, rasanya semuanya jadi kedengaran masuk akal.
"Oke, mereka mau pakai cara barbar ya sekarang? Ada berapa orang yang datang kemari?"
"Empat orang. Dua memegang senjata laras panjang, yang sepertinya adalah AK - 47. Kalau senjatanya bukan itu, maka aku tidak tahu apa jenisnya. Lalu, dua yang lainnya memegangi ibuku ketika mereka membawa beliau pergi."
Hendra mengangguk, "Kalau mereka sudah mengambil sandera, seharusnya mereka memberiku undangan untuk berpartisipasi dalam permainan mereka. Apakah ada pesan tertentu yang mereka sampaikan?"
"Tentu saja ada. Salah satu dari mereka mengatakan kalau setelah urusanmu selesai, segeralah pergi ke tempat bermain. Di manapun tempat itu, aku tidak tahu. Tapi kurasa, kau tahu apa maksudnya dan kusarankan kalau kau harus segera pergi ke sana."
Hendra terdiam sejenak, kemudian dia mengangguk. Dia tahu ke mana harus pergi dari sini. Satu hal yang pasti adalah, orang di balik semua ini telah mengundang Hendra ke dalam permainannya. Sudah tiba saatnya bagi Hendra untuk menyelesaikan semua ini.
"Aku akan langsung ke sana. Kau sudah menelepon ambulans untuk datang kemari?"
Axel mengangguk, "Itu adalah hal pertama yang aku lakukan setelah menelponmu. Kuharap mereka bisa cepat sampai kemari, karena jalanan pasti agak padat saat jam segini."
"Ah, toh akhirnya mereka akan tetap datang."
Yoshi hanya bisa menyimak percakapan itu dalam diam. Bagi mereka berdua, mungkin hal seperti ini adalah hal yang biasa saja. Hendra dan Axel tahu banyak sekali soal Underground, dan bagi mereka itu bukanlah sebuah kisah dongeng pengantar tidur. Mereka tahu kalau itu memang benar, dan kenyataan itu berada di dalam keluarga mereka.
Tapi bagi Yoshi, hal seperti ini tentunya agak tidak biasa. Kehidupannya tidak seperti kedua orang yang bersamanya, karena dia tidak begitu pernah mengalami teror yang mengguncang kehidupannya. Masa kecil dan remajanya dihabiskan dengan cara yang biasa saja, tidak seperti mereka yang mungkin disertai dengan beberapa cerita tidak biasa.
Yoshi pernah terlibat dalam beberapa masalah yang disebabkan oleh Hendra, sebenarnya. Tapi semua masalah itu mungkin tidak intensif seperti yang Hendra hadapi. Secara teknis, Hendra kan merupakan "masalah" itu sendiri. Yoshi tidak tahu bagaimana sepupunya itu bisa bertahan dalam kehidupan yang seperti itu selama ini.
Hal ini membuat Yoshi merasa kalau dirinya lebih beruntung daripada Hendra. Dia tidak perlu menyusahkan dirinya dengan menghadapi orang - orang yang selalu siap untuk membunuhnya. Bahkan, kalau Yoshi mau, dia bisa saja memilih untuk tidak menjadi seorang polisi, dan memilih sesuatu yang lebih biasa. Tapi, di dalam diri Yoshi, rasanya ada yang membuatnya ingin membantu dalam menegakkan hukum. Entah itu karena dia memiliki darah yang sama dengan Hendra, atau karena alasan yang lainnya. Karena itulah Yoshi kini berada di sini.
"Kau punya nasib yang cukup baik, Yo. Kau tidak perlu terlibat dengan persoalan ribet seperti yang kami miliki ini," kata Axel, yang tiba - tiba memotong pemikirkan Yoshi.
Hal ini membuat Yoshi tersenyum, "Tapi aku ketularan kegilaannya si Hendra, makanya aku bisa berada di sini," sahut Yoshi.
Hal ini membuat Hendra terkekeh. Dia tahu dan sadar kalau dirinya sudah mengubah pola pikir banyak orang. Kadang, dia sebenarnya tidak ingin hal itu terjadi. Tapi kadang, Hendra merasa beruntung karena dia sudah melakukan hal yang satu itu. Seperti yang sudah terjadi pada Yoshi. Dia senang kalau sepupunya mau menuruti jalan dari darah yang diwarisinya, dan membentuk lagi sisa dari kejayaan EG Group. Hendra kemudian menepuk bahu Yoshi, sambil tersenyum.
"Hei, kamu jangan salahkan aku dong! Aku kan menularkannya juga bilang - bilang! Itu kan pilihanmu karena kamu mau berada di sini!" kata Hendra.
Baru saja Yoshi hendak menyahut perkataan Hendra tadi, tiba - tiba sebuah nada dering memecahkan momen yang agak santai itu. Tidak lain dan tidak bukan suara itu berasal dari ponsel Hendra yang berbunyi lagi. Entah siapa kali ini yang menelepon, tapi Yoshi merasakan kalau ada sesuatu yang terjadi. Telepon yang dia terima sebelumnya saja sudah membawa mereka ke rumah Axel, kira - kira apalagi yang akan terjadi kali ini?
Yoshi memandang Hendra dengan sorot mata yang agak khawatir, sementara itu Hendra mengambil ponselnya. Axel hanya meresponnya dengan sebuah senyum, dan Hendra melirik layar ponselnya sejenak. Hendra bisa melihat nama Pak Indra di sana, yang membuatnya agak penasaran. Kalau mau jujur, Hendra memiliki firasat yang tidak enak, karena rasanya telepon dari Pak Indra ini harusnya bermakna sesuatu yang penting. Karena itulah, Hendra langsung mengangkat teleponnya.
"Ya? Halo?" ujar Hendra.
"Hendra, aku tidak tahu kemana kau pergi dan apa yang kau lakukan. Apapun itu, kurasa urusannya cukup penting. Nah, tapi di sini ada satu hal gawat yang tidak terduga terjadi. Kurasa akan lebih baik jika kau tahu soal ini," kata Pak Indra.
Pernyataan Pak Indra membuktikan kekhawatiran Hendra. Dia tidak punya banyak dugaan akan apa yang terjadi, tapi beberapa dugaan ini adalah hal paling masuk akal yang mungkin terjadi. Apapun itu, Hendra tahu ulah siapa ini dan apa yang harus dia lakukan.
"Oke, aku akan dengarkan. Apa yang sebenarnya terjadi di sana?"
"Seperti yang bisa kau duga, kami melakukan pemeriksaan seperti yang kamu minta. Semuanya baik - baik saja, dan kami hampir selesai. Hingga akhirnya ada sebuah mobil hitam berhenti di depan rumah Bu Friska. Kurasa jenis mobilnya sama dengan yang dikatakan oleh Pak Mulyadi. Lalu, ada empat orang bersenjata turun dari sana. Mereka mengenakan jubah dengan penutup kepala dan juga topeng berwarna hitam. Mereka mengancam dengan beberapa tembakan, lalu dengan cepat mereka menawan Bu Friska. Aku bawa pistolku, tapi tentunya tidak ada gunanya untuk melawan mereka. Singkat kata, Bu Friska kini ditawan. Karena hanya kau yang tahu apa yang sebenarnya terjadi, aku rasa kau tahu juga apa yang harus dilakukan. Nah, coba Ndra, kamu mau aku bertindak seperti apa?"
Hendra menghela napasnya. Tentu saja mereka akan mengambil lebih banyak sandera lagi, dan Hendra berani taruhan kalau mereka juga mengambil Bu Siska, istrinya Pak Rizky. Dia tahu, dengan semua tawanan itu, lawannya akan mengadakan sebuah permainan yang berbahaya. Hendra yakin kalau akan ada beberapa orang lagi yang akan mati, dan dia bisa jadi salah satunya kalau tidak berhati - hati.
Tapi, Hendra tidak selugu dulu, seperti saat enam tahun yang lalu dia harus menghadapi The Gloody. Kini, Hendra sudah lebih siap dan kini dia punya rencana akan apa yang harus dilakukannya. Kalau memang dia harus melakukannya, maka hari ini juga Hendra akan menamatkan riwayat dari The Hunterz.
"Ah, sialan memang mereka itu. Urusan ini semakin gawat saja! Sepertinya aku harus lakukan rencana itu. Bapak siap?"
"Apapun itu, aku siap, Ndra. Asalkan kamu tidak menyongsong bahaya sendirian. Aku tidak akan membiarkanmu melakukan hal yang satu itu."
Hendra terkekeh, "Aku tidak akan melakukan kesalahan yang sama, pak. Tenang saja. Aku tahu apa yang harus dilakukan. Ada sebuah petualangan di depan kita, pak, jadi anda harus melakukan sedikit persiapan. Jadi, bapak bisa kirim mayatnya ke bagian forensik, dan biarkan Pak Dani bekerja dengan damai. Sementara itu, bapak bisa panggil pasukan bersama bapak. Persenjatai dan lindungi kalian, karena itu akan diperlukan. Aku tahu di mana sanderanya berada, dan urusannya bisa jadi agak berantakan nantinya. Aku akan kirimi bapak pesan di mana alamatnya. Cepatlah, aku akan berusaha untuk mengulur waktu sebisa mungkin."
"Aku senang karena kau punya rencana dan memperingatkan akan apa yang terjadi. Lalu, kau sendiri di mana? Apakah kau dan Yoshi sudah berada di sana?"
"Belum, kami masih ada di rumah Axel. Ada masalah serupa di sini, dan kami akan segera pergi ke sana."
"Sebenarnya, siapa sih yang sedang kamu hadapi kali ini? Kok kedengarannya kacau sekali urusannya?"
"Nanti bapak akan tahu kok. Saya akan perkenalkan sama dia. Maklumi ya pak, soalnya orang yang satu ini memang suka membuat kekacauan, entah disengaja atau tidak. Tapi yang pasti, aku dan Yoshi harus segera pergi sekarang! Bapak bisa siapkan apa yang saya minta dan menyusul ke alamat yang saya berikan. Nanti kita akan ketemu di sana."
"Iya deh, saya nurut saja kalau begitu. Sampai nanti, Ndra. Hati - hati, aku tidak ingin kau mati hari ini juga, Inkuria masih membutuhkanmu."
Hendra terkekeh, "Saya akan berusaha. Sampai nanti, Pak In."
Setelah itu, dua orang lainnya yang bersama Hendra hanya terdiam. Keheningan menyeruak, sementara itu Hendra tengah asyik membiarkan kedua jari jempolnya menari di atas layar ponselnya. Dia berusaha mengetik pesannya dengan cepat, secepat yang dia bisa. Urusannya sudah semakin gawat, jadi akan lebih baik jika Hendra segera bertindak.
Setelah Hendra selesai dengan pesan di ponselnya, dia melirik ke arah Yoshi dan Axel. Yoshi hanya memandang dengan penuh tanda tanya, sementara itu Axel memberikan sebuah senyuman. Karena Hendra tidak ingin berlama - lama lagi, dia segera saja berdiri dan menyentuh bahu Yoshi.
"Kurasa kau harus pergi sekarang juga?" tanya Axel.
"Tentu saja, aku tidak bisa berlama - lama di sini. Masih ada urusan penting yang harus aku selesaikan sekarang. Akan lebih baik kalau aku segera pergi. Kurasa seharusnya ambulans akan datang sebentar lagi," sahut Hendra.
"Yah, aku mengerti. Aku tidak akan menahanmu lebih lama lagi."
"Axel ... aku tidak bisa janji padamu kalau aku akan membawa Tante Nora dalam keadaan baik untukmu. Jadi, aku minta maaf kalau ada sesuatu yang buruk terjadi."
Axel mengangguk, "Aku mengerti. Bukannya aku tidak peduli soal Ibu, tapi aku tahu apa yang mungkin terjadi. Aku rasa aku akan baik - baik saja tanpa orang tuaku, toh aku sudah cukup dewasa untuk lepas dari mereka. Aku juga masih punya Kak Azura. Satu hal yang kuinginkan hanyalah kalian berdua kembali hidup - hidup. Karena kalau sampai kalian juga mati, maka kota ini akan ada dalam kekacauan."
Hendra mengangguk. Permintaan Axel itu sederhana dan bisa dimengerti. Bukannya bermaksud berlebihan, tapi nasib kota Inkuria ada di tangannya. Kalau sampai dia mati, maka akan mudah bagi Underground untuk berkuasa. Hendra tidak bisa membiarkan hal itu terjadi.
Sementara itu, Yoshi meneguk liurnya. Dia tentunya tidak tahu bahaya macam apa yang ada di hadapannya, sampai Axel mengatakan hal seperti itu. Walau begitu, toh Yoshi harus tetap menghadapinya. Dia sudah diseret Hendra ke sini. Atau kalau mau lebih tepatnya, dia sendiri yang memilih jalan hidup yang satu ini.
"Baiklah, aku akan mengusahakannya. Doakan saja supaya kami berhasil. Nah Yo, ayo kita pergi sekarang!"
Hendra langsung menarik Yoshi bersamamya, dan mereka keluar dari kediaman keluarga Axel. Yoshi jadi agak khawatir karena masalah apa yang ada di hadapannya, dan setidaknya dia menginginkan sedikit penjelasan dari Hendra. Karena itulah, Yoshi menyentak lepas genggaman tangan Hendra, tepat sebelum mereka sampai di dekat kendaraan Hendra.
"Hei! Sebenarnya apa yang kita lakukan dan kemana kita akan pergi? Bisakah kau jelaskan dulu sedikit akan apa yang sebenarnya terjadi?" tanya Yoshi.
"Oke, aku tahu kamu tidak suka kuseret - seret seperti hewan peliharaan begini, tapi agak sulit bagiku untuk menjelaskan semuanya secara rinci. Toh, aku sudah katakan semua yang aku perlu kamu untuk tahu soal The Hunterz. Intinya, kita akan menghadapi mereka sebentar lagi. Kita akan menuju ke tempat di mana mereka kini berkumpul, dan kita akan menyelesaikan masalah ini."
Siapa juga yang senang diseret - seret seperti itu? Kalau aku senang, pasti aku hanya akan diam saja sekarang seperti seekor kucing yang sangat penurut pada tuannya, pikir Yoshi. Tapi setidaknya, penjelasan Hendra tadi cukup jelas. Intinya, mereka akan menghadapi lawan Hendra yang selama ini menyebabkan semua masalah yang ada di hadapan mereka. Sedikit banyak, fakta ini membuat Yoshi agak tegang.
"Santai sedikit lah Yo! Kita kan akan berpetualang sekarang! Pasti seru deh!"
Perkataan Hendra tadi tidak membantu untuk menenangkan Yoshi. Kalau kata 'petualangan' terucap dari mulut Hendra, itu biasanya bukan berarti sesuatu yang menyenangkan. Lebih tepatnya sih, sesuatu yang agak menyakitkan, pikir Yoshi. Hendra memang punya caranya sendiri untuk menafsirkan kata 'petualangan'. Cara penafsiran Hendra akan kedengaran tidak biasa dan mengejutkan, tapi itu cocok dengan karakternya Hendra. Percayalah.
Yoshi pernah salah tafsir maksud dari kata ini. Setelah Yoshi memahami apa maksudnya, itu memberikab sebuah pengalaman yang tak pernah dia lupakan. 'Petualangan' paling bersejarah dalam hidup Yoshi, dan sepertinya dia akan punya satu lagi yang dia bisa tambahkan dalam daftarnya.
Hendra tersenyum, karena dia bisa melihat kekhawatiran di wajah Yoshi. Sepupunya itu tentu saja masih belum terbiasa akan pengalaman semacam ini, tapi sepertinya tidak lama lagi dia akan bisa untuk menikmatinya. Sementara Yoshi menyiapkan dirinya, Hendra merogoh ke dalam tasnya, dan dia mengambil dua buah rompi anti peluru.
Yoshi menerima benda itu dengan penuh tanda tanya, tapi dia tetap memakainya. Perlu dipertanyakan sebenarnya apa isi tas Hendra, tapi sekarang sepertinya bukan saat yang tepat untuk menanyakannya. Tapi tetap saja, Yoshi jadi penasaran, apakah memang Hendra selalu membawa perlengkapan seperti ini di dalam tasnya ketika dia sedang berurusan dengan Underground?
"Siapkan senjatamu, Yo. Kamu akan memerlukannya," kata Hendra, lalu dia mengenakan satu rompi untuknya.
"Isi ranselmu apa saja sih?" tanya Yoshi.
"Aku bawa pasokan peluru dan juga beberapa benda mudah meledak. Hanya itu kok."
Mendengar perkataan itu, Yoshi jadi agak khawatir. Dia jadi teringat saat meringkus Philip, yang mana rumah kayu yang jadi markasnya terbakar dan Rendi harus melakukan loncatan epik bersama Arin. Yoshi berharap kalau tempat yang mereka tuju tidaklah mudah rubuh dan Hendra tidak perlu untuk menggunakan benda mudah meledak apapun yang dia bawa.
"Ayo kita pergi sekarang! Sebelum semuanya tambah parah!" kata Hendra.
Yoshi menurut saja, dan dia langsung naik ke boncengan Hendra. Yoshi mungkin tidak tahu kemana Hendra membawanya, tapi apapun itu, tempatnya pasti berbahaya dan dia harus menyiapkan dirinya. Yoshi berharap kalau dia akan bisa pulang hidup - hidup, tapi siapa yang tahu apa yang bisa saja terjadi?
Hendra menyalakan motornya, dan langsung saja dia tancap gas. Mereka kini menyusuri jalanan yang menuju ke arah luar kota Inkuria. Yoshi merasakan mungkin saja mereka harus menuju ke arah pelabuhan, atau ke kawasan hutan lindung kota Inkuria. Tentunya mereka akan memilih tempat yang agak sepi agar pertemuan mereka bisa jadi lebih aman, kan? Kebetulan mereka juga berada di dekat sana, dan Hendra tidak mengendarai motornya menuju ke arah kota.
Untuk kali ini, Hendra tidak terlalu mengebut, yang mana sangat Yoshi syukuri. Karena perjalanan yang agak santai itu, Hendra bisa melihat ke langit yang berwarna oranye kekuningan, menandakan bahwa hari sudah nyaris malam. Sepertinya ini akan jadi hari yang panjang dan melelahkan. Tapi, apa boleh buat? Mereka harus menyelesaikan masalah ini, kalau ingin mendapatkan tidur malam yang nyenyak.
Akhirnya, mereka sampai di sebuah rumah kayu yang cukup besar. Letaknya berada di dekat perbatasan kota, dan di kawasan yang cukup sepi. Dari luar rumah itu, sepertinya tidak ada hal aneh atau mencolok yang bisa terlihat. Walau begitu, Hendra bisa merasakan hawa kehadiran orang lain di sana. Dia memarkirkan motornya di depan rumah itu, sebelum akhirnya mengajak Yoshi untuk masuk ke dalam.
Yoshi menarik napasnya, menyiapkan diri untuk menghadapi masalah apa yang mereka miliki di depan sana. Dia tidak bisa mundur, dan harus melakukan semua ini. Ini adalah satu petualangan yang harus dihadapi oleh Yoshi, dan tentunya ini tidak akan jadi yang terakhir. Mulai saat ini, dia harus siap untuk menghadapi seberapa ribetnya dunia yang berada di sekitarnya. Yoshi menggenggam pistolnya, dan dia siap untuk menyerang kalau diperlukan.
Sementara itu, Hendra sudah mencoba membuka pintunya. Kali ini dia cukup sopan untuk mengetuk terlebih dahulu. Karena ketukannya tidak disahut, akhirnya dia berusaha memutar gagang pintu, yang rupanya terkunci. Setelah dia tahu kalau pintunya terkunci, langsung saja Hendra mundur dan mengambil ancang - ancang. Yoshi tahu apa yang akan terjadi, jadi segera saja dia menyingkir dari posisinya.
Tentu saja, pintu yang malang itu langsung terbuka dengan tendangan sekuat badak milik Hendra. Sudah bukan rahasia lagi kalau Hendra adalah ahlinya dalam masalah mendobrak pintu. Untungnya, pintunya tidak terlepas dari engselnya karena Hendra terlalu bersemangat menendangnya. Tapi, pastinya kunci pintu itu sudah rusak karena kelakuan Hendra tadi. Setelah pintunya terbuka, kedua pria ini masuk ke dalam rumah itu dengan perlahan, sambil mengokang senjata mereka.
Saat masuk ke sana, Hendra dan Yoshi menyusuri ke sekeliling rumah itu. Keadaannya sangat hening, dan hal ini membuat mereka curiga. Apalagi, setelah mereka memasuki beberapa ruangan di sana, mereka tidak bisa menemukan seorangpun di sana. Hanya ada beberapa perabot tua yang menghiasi rumah itu, dan keheningan yang aneh mengisi tempat itu.
Keduanya tetap saja menyusuri ke sekeliling rumah itu. Tempat mereka berada ini arsitekturnya cukup menarik, karena terdiri dari tiga lantai, dan lantai keduanya berupa ruangan - ruangan yang berderet melingkari bagian rumah dengan balkon yang melingkarinya. Lantai satu dapat terlihat dengan jelas dari lantai dua, dan tentunya tempat itu akan menjadi rumah yang menyenangkan jika saja dirawat dengan baik.
Sayangnya, ketika Hendra dan Yoshi menyusuri ruang tengah yang dapat terlihat dari balkon itu, masih tidak ada kelihatan tanda - tanda bahwa orang lain ada di sana. Mereka memasang pendengaran mereka baik - baik, hingga akhirnya sesuatu menarik perhatian Hendra. Keduanya kini bisa mendengarkan sebuah langkah kaki lambat, yang sepertinya berasal dari balkon.
Hendra dan Yoshi berusaha untuk menajamkan pendengaran mereka, kemudian mereka memasang posisi siaga. Keduanya mengokang senjata yang mereka bawa, dan mengarahkan moncong senjata itu ke arah asal suara itu berasal, tepat ke atas balkon. Sebuah bayangan hitam perlahan menuju ke arah balkon, memperlihatkan wujudnya pada kedua tamunya.
Seorang pria berpakaian jubah hitam yang dilengkapi dengan penutup kepala dapat terlihat dari balkon. Dia menutupinya dengan sebuah topeng, tepat menutupi sekeliling matanya seperti topeng yang dikenakan oleh Zorro. Yoshi tentunya tidak tahu siapa pria itu, tapi dia bisa merasakan sesuatu yang asing dari bola matanya yang berwarna hijau.
Walau begitu, Hendra tahu betul siapa pria yang ada di hadapannya. Dia mengenal pria ini, salah satu pria paling cerdas yang pernah dia temui. Tapi sayang sekali, nasib malam membuatnya memilih jalan kegelapan. Pria yang hidupnya berubah karena dendam. Kini, Hendra harus menghadapinya, entah dia atau pria itu yang harus mati.
"Aku senang bisa bertemu lagi denganmu, Hoodie Man ...." ujar si pria, dengan nada suara yang cukup lembut.
"Suatu kehormatan bagiku, untuk bisa bertemu lagi denganmu, Mr. H, (baca : eic)" sahut Hendra.
~~~~~
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top