Chapter 9 : Serangan Balik Jamie

Setelah hari yang heboh itu, tidak ada lagi hal aneh apapun yang terjadi. Masalah pencurian itu sudah selesai dan keadaan di SMP 7 kembali tenang. Seven Wonder dan juga Levitator memilih untuk diam, karena itulah hal terbaik yang bisa mereka lakukan untuk sementara ini.

Tiga informan kecil ini harus menahan diri agar tidak melakukan hal - hal yang berbahaya selama masa tenang ini. Mereka sudah terlibat dalam permainan yang cukup berbahaya, dan mereka sudah berjalan cukup jauh ke dalamnya. Karena itulah, mereka bertekad akan membantu menyelesaikan masalah ini. Tapi, tentunya mereka harus berhati - hati.

Levitator tentunya akan menjalankan rencana yang sudah mereka bicarakan sebelumnya. Ketiganya memilih hari Jum'at sebagai hari untuk menanyai Marcell. Selain karena tidak akan ada siswa yang mau berlama - lama di dalam kelas pada hari Jum'at, di saat yang bersamaan Marcell juga akan pulang lebih telat untuk merapikan kelas sedikit, karena dia ada tugas piket di hari Sabtu.

Mereka sengaja bertahan di kelas dan membahas beberapa tugas lebih lama di meja Rista. Marcell tidak curiga, dan melanjutkan tugasnya. Dari sudut mata ketiga anak itu, mereka memadang iba ke arah Marcell. Dia adalah orang yang baik, sayangnya lingkungan pergaulannya jahat padanya. Marcell pasti tidak akan tertekan kalau tidak berada di dekat orang seperti Jamie.

Setelah Marcell selesai dengan tugasnya, Sherlina melangkah ke arah pintu. Azka mengobrol dengan Marcell sebentar, dan Rista menyiapkan ponselnya untuk merekam suara mereka.

Marcell dengan tampang lugunya, dia tidak mencurigai apapun yang terjadi di antara ketiganya. Dia tetap mengobrol dengan Azka, tanpa mengetahui kalau Sherlina dan Rista sudah melakukan pencegahan agar Marcell tidak bisa kabur. Rencana ini sudah dibicarakan dengan baik, tentunya. Kini sampailah saatnya untuk melaksanakannya

"Marcell?" ujar Azka.

"Iya Ka? Ada apa?" tanya Marcell, lalu tersenyum, yang membuat mata sipitnya tenggelam.

Rista memperhatikan Marcell ketika si laki - laki sedang fokus pada Azka. Memang, dari wajahnya saja, Marcell terlihat sangat polos. Saat masih kelas VII, keduanya sempat dekat selama beberapa saat, sebelum akhirnya hubungan keduanya jadi agak renggang karena Marcell memilih untuk dekat dengan Jamie. Rista menghela napas, berharap kalau Marcell akan bisa tertolong dengan rencana mereka ini.

"Boleh aku tanya?"

"Boleh~ kamu mau tanya apa?"

"Bisa kamu jelaskan ... apa yang sebenarnya mau dilakukan Jamie dengan foto - foto yang dia punya? Apa kamu tahu sesuatu akan apa yang Jamie rencanakan?" tanya Azka, langsung ke intinya.

Marcell melirik ke sekitarnya, mengira kalau hanya ada dia dan Azka. Tapi dia bisa melihat kalau Sherlina kini bersandar di ambang pintu kelas, dan Rista yang berada di dekatnya. Marcell merasa kalau ini bukan tempat yang tepat untuk membicarakan hal itu.

"Eh, tapi jangan di sini ...." ujar Marcell.

Rista tersenyum, "Jangan takut, Mar. Kamu bisa katakan semuanya di hadapan kami. Kami akan jaga rahasia kok!" kata Rista.

Marcell menoleh ke arah Rista, "Tapi kalian kan ...."

"Marcell, coba dengarkan aku. Kamu bisa percaya dengan Sherlina dan Rista. Kami berusaha menolongmu sekarang ini. Kalau kamu mau bekerja sama dengan kami dan tidak bilang soal kejadian ini pada siapapun, maka kamu akan bisa selamat dari Jamie dan menebus dosamu," ujar Azka.

"A - apa maksud kalian?"

"Kami hanya butuh sedikit informasi, Mar. Hanya itu. Kalau kamu mau membantu kami dalam mengetahui apa yang Jamie rencanakan, maka kami akan membantumu agar bisa lepas dari jeratan Jamie," kata Rista.

"Yah, kami cuma ingin tanya sedikit soal apa yang direncanakan Jamie dengan foto - foto editannya. Kamu bisa coba lari, kalau kamu memang tidak bersedia mengatakannya. Tapi kau tahu kalau aku bukan tipe orang yang lembut, jadi aku tidak akan membiarkanmu jalan keluar yang mudah. Aku juga sudah memberi tahu satpam kalau kita akan pulang agak telat. Kemudian, akan ada beberapa orang berjaga di dekat gerbang sekolah, jadi mereka akan menangkapmu kalau kamu mencoba untuk keluar dari sini sekarang," kata Sherlina, lalu menutup pintu kelas, dengan sebuah seringaian jahat.

Marcell kini tidak bisa kabur. Dia menghela napasnya, dan melirik ketiga temannya itu. Awalnya dia terlihat takut dan ragu, tapi kemudian ekspresinya berubah jadi lebih tenang.

"Sejak kapan kalian tahu soal Jamie dan foto - foto yang dia ambil? Apa kalian memata - matai Jamie? Atau Azka yang membocorkan ceritaku kepada kalian? Kenapa kalian ingin sekali tahu soal itu? Apa kalian berniat jahat?" tanya Marcell.

"Bukannya semua orang di kelas kita sudah tahu ya, kalau Jamie selama ini menyimpan banyak foto - foto aib? Apalagi semenjak kejadian Farah itu? Satu kelas jadi anak domba yang baik hanya karena mereka takut pada ancaman tak kasat mata itu. Bodoh juga kalau tidak ada yang sadar apa yang sebenarnya terjadi," kata Rista.

"Maaf, aku memang membocorkan soal pembicaraan kita pada kedua orang ini. Tapi, aku sebenarnya sudah tahu soal foto itu sejak lama. Aku hanya ingin tahu bagaimana masalahnya dari sudut pandangmu. Karena kamu adalah orang selain Jamie yang banyak berinteraksi dengan foto - foto itu," ujar Azka.

"Dan, kami tidak berniat jahat. Kalau mau jadi orang jahat, seharusnya aku sudah melakukannya dari dulu. Kami malah berniat baik, karena kami ingin menghentikan usaha Jamie untuk mencelakai orang lain dengan foto yang dia miliki. Lalu, bagaimana kami bisa tahu soal foto itu? Ya itu karena kebodohan Jamie sendiri. Dia sendiri yang tidak takut bergosip dengan suara yang nyaring. Sampai semuanya bisa terdengar jelas sampai ke mejaku dan Rista," tambah Sherlina.

"Kau memata - matainya?" tanya Marcell.

"Bisa dibilang? Tapi kami memang memasang mata dan telinga kami ke arahnya. Kami tahu dia sedang merencanakan sesuatu yang tidak baik, dan sebagai orang yang tidak menyukainya, jelas kami akan berusaha untuk menghentikannya."

"Kami mohon, Mar. Ini demi keselamatan semua orang. Kami bisa menjamin kalau kau akan baik - baik saja setelah mengatakan semuanya. Jamie atau siapapun tidak akan bisa menyentuhmu, atau melukaimu. Kami janji," kata Rista, lalu memandang Marcell dengan lembut.

"Bagaimana kalian bisa yakin kalau Jamie tidak akan mengetahui semua ini? Apa kalian bisa menjamin keselamatanku?" tanya Marcell.

"Kalau kami tidak yakin akan keselamatanmu, maka kami tidak akan melakukan hal ini. Hal ini memang agak berbahaya, tapi kami harus melakukannya. Hanya kamu yang tahu apa yang sebenarnya Jamie rencanakan. Kami harus tahu apa yang dia rencanakan supaya kami bisa membantu menghentikannya," kata Azka.

"Kalian ... serius mau menghentikannya?"

"Kami sebenarnya tidak bisa menghentikannya sendirian. Kami hanya membantu orang - orang yang bisa menghentikan hal ini, supaya Jamie tidak membuat kekacauan. Kami mohon, Marcell. Kami bisa jamin keselamatan dan kerahasiaanmu," ujar Rista.

Marcell menatap ketiga orang yang ada di kelas itu. Dalam hatinya, dia tahu kalau tiga orang ini adalah salah satu dari beberapa orang - orang yang baik di kelasnya. Marcell bisa mempercayai ketiganya untuk rahasia ini. Hanya saja, kekhawatiran yang berlebihan masih menghantuinya.

Mata Marcell kini beradu dengan Rista. Si perempuan memberikannya sebuah tatapan yang menenangkan. Cara Rista menatapnya membantu untuk menenangkan perasaan Marcell. Rista juga tidak melepaskan pandangan itu selama beberapa saat, yang membuat Marcell merasa lebih tenang.

Sherlina bersandar di dinding yang berada di dekat pintu. Dia hanya diam dan menyaksikan momen hening itu. Azka menoleh dan menatap Sherlina sejenak, yang dibalas dengan sebuah senyuman dari si perempuan.

Adu pandang antara Marcell dan Rista rupanya sudah selesai. Marcell menghela napasnya, dan menatap pasrah ke arah Azka.

"Baiklah ... kalau kalian memang berjanji bahwa tidak akan terjadi apa - apa padaku, maka aku akan memberitahukan semuanya kepada kalian. Aku tahu kalau aku bisa percaya kalian," kata Marcell.

"Nah, kalau begitu, duduklah. Azka dan Rista akan menanyaimu. Aku akan berjaga di sini dan mendengarkan," ujar Sherlina.

"Kenapa bukan kamu saja yang bertanya? Padahal kamu bisa saja membuatku takut, dan aku akan mengatakan semuanya kepadamu dengan cepat, karena aku tahu kalau aku tidak akan bisa melepaskan diri darimu."

"Bisa saja, kalau aku mau. Aku memang orangnya cukup kasar, tapi aku tidak akan mengasari orang yang tidak bisa di ajak bekerja sama dengan cara kasar. Aku tidak akan jadi orang yang cocok untuk menanyaimu. Biar itu jadi tugas Azka dan Rista saja. Karena kalau ada orang yang bisa membuatmu merasa nyaman untuk mengatakan semuanya, maka itu adalah tugas mereka berdua."

Marcell melirik Sherlina sejenak. Perempuan itu memang agak kasar untuk seleranya, dan bisa saja Sherlina terlibat dalam perkelahian dengan mudah dengan siapapun kalau dia mau. Dia masih bertanya di dalam kepalanya kenapa Sherlina tidak pernah terlibat perkelahian yang hebat sampai saat ini. Kini, Marcell bisa mengetahui kalau jawabannya adalah pengendalian diri, yang sepertinya dimiliki oleh Sherlina.

"Oke, aku akan ceritakan apa saja yang aku tahu soal foto - foto itu."

Marcell memulainya dengan mengulangi secara garis besar soal awal mula foto itu. Jamie menyukai fotografi, dan dia banyak memotret. Marcell kadang bertukar hasil potretan mereka dan saling mengomentarinya. Hingga akhirnya, di kelas VIII, Jamie mendapatkan beberapa foto yang terlihat ambigu dan bisa memicu skandal.

Jamie merespon pernyataan Marcell soal bagaimana berbahayanya foto - foto itu dengan santai. Jamie mengatakan kalau dia tidak sengaja melihat momen yang ambigu itu, dan memutuskan untuk mengambil foto. Marcell menanyakan apa yang akan Jamie lakukan dengan foto - foto itu. Jamie bilang kalau dia akan menyimpannya, karena itu adalah sesuatu yang menarik.

Entah untuk alasan apa, tak lama setelahnya Jamie mulai belajar cara menggunakan aplikasi untuk mengedit foto. Jamie memulainya dengan menggunakan laptop Marcell, dengan alasan dia tidak ingin kakaknya tahu akan percobaan yang dia lakukan, dan Marcell juga mempunyai aplikasi yang diperlukan. Awalnya, foto yang dia edit hanya foto - foto biasa, hingga akhirnya foto - foto aib itu yang jadi bahan "percobaannya".

Setelah mendapatkan sentuhan dari editan, hasilnya memang sangatlah meyakinkan. Foto - foto itu kini memperlihatkan hal - hal yang tidak pantas. Marcell sendiri mengakui kalau foto yang sudah diedit Jamie itu bisa saja menghancurkan hidup orang lain. Jamie hanya tersenyum, dan meminta Marcell mencetak beberapa foto hasil editannya. Marcell tidak curiga atas permintaan itu, dan dia mencetaknya untuk Jamie.

Tanpa Marcell ketahui, Jamie memang sudah memiliki rencana terhadap foto - foto itu. Marcell baru mengetahuinya ketika foto aib tentang Farah tersebar. Tentu saja Marcell mengenali foto itu saat dia melihatnya, karena dia sempat melihat dan memegang foto itu. Setelah foto itu tersebar, Marcell berusaha mengkonfrontasi Jamie.

Jamie hanya tertawa, dan mengatakan kalau dia memang harus melakukan hal ini. Foto - foto itu menurutnya sangat bagus, dan orang lain harus melihatnya. Jadi, Jamie berencana untuk menyebarkan foto - foto lainnya yang dia dapatkan dengan tujuan agar semua orang bisa tahu keburukan apa saja yang terjadi di sekolah ini, terutama di kalangan para guru.

Marcell mengancam kalau dia akan memberi tahu orang lain bahwa ini semua adalah perbuatan Jamie kalau dia tetap berusaha untuk menyebarkan foto - foto itu. Tapi, perlawanan Marcell jadi sebuah senjata makan tuan. Jamie mengatakan, dia bisa saja mengatakan kalau Marcell yang membantunya dalam mencetak dan mengedit foto - foto itu. Semua buktinya ada di dalam laptop Marcell. Jadi, kalau kejahatan yang dia lakukan ketahuan orang lain, maka nama Marcell juga akan ikut terseret.

Selain itu, Jamie juga memiliki beberapa foto aib Marcell dan beberapa teman yang lainnya. Jamie bilang, bisa saja dia menyebarkannya kalau dia mau. Setelahnya, Jamie balas mengancam, kalau sampai Marcell berani macam - macam dan mencoba untuk membongkar rahasia soal foto - foto editan Jamie, maka semuanya akan terbongkar. Hal ini membuat Marcell tidak punya pilihan selain menutup mulutnya rapat - rapat agar tidak terjadi skandal.

Kemudian, mereka beralih akan apa saja yang dilakukan Jamie. Biasanya, dia akan pergi ke rumah Marcell seminggu sekali, bersama dengan Rei, Dina dan juga Rena. Mereka akan terlihat seperti sedang mengerjakan tugas bersama, sehingga kedua orang tua Marcell tidak akan curiga. Tapi di satu sisi, Jamie akan menggunakan laptop Marcell untuk mengedit foto - foto yang sudah dia dapatkan.

Bila ada waktu senggang di sekolah dan kebetulan Marcell membawa laptop, Jamie juga akan mengedit foto - foto itu. Dia akan pergi ke perpustakaan agar tidak ada yang bisa melihat apa yang sebenarnya tengah dia kerjakan. Dalam seminggu, bisa ada dua sampai empat foto yang Jamie edit.

Semuanya akan dikirimkan ke flashdisk berwarna hitam yang jadi milik Jamie. Flashdisk itu dia simpan di dalam sebuah kotak perhiasan berwarna cokelat yang memiliki kunci kombinasi. Kotak yang sebelumnya sudah Monica coba untuk curi.

Mengenai rencana apa yang Jamie miliki, memang benar kalau Marcell mengetahui hampir semuanya di antara keempat "bawahan" Jamie yang lainnya. Itu berkaitan dengan Marcell yang membantu dalam mencetak foto - foto itu, dan mungkin karena Jamie yakin kalau Marcell tidak akan berkhianat padanya.

Jadi, apa yang Jamie rencanakan adalah, dia akan kembali membuat sebuah kehebohan di sekolah, seperti pada kasusnya Farah. Tapi kali ini, dia akan menyebarkan foto dari guru - guru di sekolah. Selain itu, dia juga akan melakukan serangan dengan menggunakan media sosial. Rencana Jamie awalnya akan dilakukan pada bulan Mei, berdekatan dengan kelulusan. Tapi karena kejadian soal pencurian itu, Jamie memutuskan dia akan membuat kekacauan lebih awal, yang mungkin akan dia laksanakan dalam waktu satu atau dua minggu ke depan.

Alasan Jamie memajukan rencananya adalah, karena dia ingin menunjukkan semua foto itu pada korbannya, dan membuat mereka stres karena tertekan karena skandal dan ancaman yang dia berikan. Hal ini diharapkan akan menimbulkan jatuhnya nilai para siswa saat ujian dan ulangan akhir, serta membuat para guru lengah. Dengan kata lain, Jamie ingin membuat seisi sekolah dalam kekacauan dan para korbannya akan malu dengan foto - foto yang sudah disebarkan itu. Setelahnya, itu akan berefek pada nilai akhir sekolah yang akan jatuh dengan drastis. Itulah rencana Jamie. Dia ingin membuat semua orang yang ada di sekitarnya menderita.

"Kalau mengingat lagi bagaimana kejadiannya kasus Farah itu, aku tidak kaget andai saja Jamie memang sudah merencanakan hal ini sejak lama," kata Azka.

"Kalau begitu, berarti Jamie akan segera melancarkan serangannya dalam waktu dekat?" tanya Sherlina.

Marcell mengangguk, "Yah, begitulah. Jamie akan melaksanakan rencananya dalam satu atau dua minggu ini. Tapi maaf, sayang sekali aku tidak bisa mendapatkan kapan waktu persisnya," jawab Marcell.

"Tidak apa, itu sudah lebih dari cukup," ujar Rista.

"Apa yang akan terjadi setelah Jamie menyebarkan foto - foto itu?" tanya Azka.

"Apa lagi? Dia akan mengancam semua korbannya untuk apapun itu yang dia mau. Katanya dia ingin agar guru - guru meluluskannya sebagai siswa terbaik, mungkin itu yang akan dia incar terlebih dahulu. Atau dia juga akan mempermalukan Monica dengan menyebar foto - foto yang sudah dia edit. Dia juga akan menggunakan media sosial dan mungkin meletakkan foto - foto itu di tempat paling tidak terduga," jawab Marcell.

"Apakah Jamie juga akan memunculkan dirinya di akhir masalah itu? Seperti saat soal Farah itu?"

"Bisa saja. Aku tidak tahu apakah dia punya niat untuk menaklukkan sekolah ini di bawah kakinya. Menurutku tidak, karena sebentar lagi dia akan lulus. Mungkin dia hanya ingin agar semua orang takut padanya dan aib yang mereka miliki."

"Hm, tidak salah juga. Dia selalu menganggap dirinya adalah yang paling benar. Mungkin dia ingin membuktikan kesempurnaannya di hadapan semua orang. Yah, padahal sih, Jamie sendiri yang merupakan bagian dari salah satu kesalahan terbesar yang pernah terjadi di muka bumi ini," sahut Sherlina.

Rista dan Azka menatap Sherlina. Sudah ada banyak informasi yang mereka dapatkan dari Marcell, dan sepertinya itu sudah cukup untuk saat ini. Mereka memang hanya ingin menanyakan apa yang direncanakan oleh Jamie, dan kini mereka sudah mendapatkannya. Sherlina mengangguk, tanda bahwa mereka sudah cukup melakukan interogasi terhadap Marcell.

"Kami sudah mendapatkan apa yang kami butuhkan. Terima kasih atas kerjasamamu, Marcell. Kami bisa jamin kalau kamu akan baik - baik saja," kata Azka.

Marcell menghela napas lega. Setidaknya, kini dia merasa jauh lebih baik. Perasaan tertekan yang selama ini dia rasakan seolah hilang begitu saja setelah selesai menceritakan semuanya kepada ketiga orang ini. Walau begitu, Marcell masih agak penasaran kenapa ketiga teman sekelasnya ini sangat ingin tahu akan rencana Jamie. Belum lagi fakta bahwa mereka sudah tahu soal foto aib yang dikumpulkan Jamie beserta niat jahat apa yang ingin dilakukan Jamie.

"Sebelum kalian pergi, boleh aku tanya satu hal?" tanya Marcell.

"Boleh, tanyakan saja," kata Rista.

"Dari mana kalian bisa tahu semua rahasia Jamie? Bukannya selama ini operasi Jamie tak pernah bisa tercium? Dia memang membicarakan soal foto, tapi bagaimana kalian bisa tau kalau Jamie berniat jahat? Teman - teman sekelas kita saja hanya bisa hidup dalam bayangan ketakutan karena mereka tidak tahu apa yang Jamie rencanakan."

Suasananya jadi hening sejenak. Marcell memandang Rista dan Azka secara bergantian. Kedua orang itu kini memandang satu sama lainnya. Pandangan mereka kemudian beralih para Sherlina. Orang yang dipandang itu terdiam sejenak, sebelum akhirnya dia mengerti apa maksud dari kedua temannya. Sherlina adalah orang yang awalnya membawa masalah ini ke hadapan kedua temannya, jadi sepertinya memang lebih baik jika dia juga yang menjelaskan bagaimana semuanya bermula. Jadi, Sherlina mengangkat bahunya, dan mulai menjelaskan.

"Jamie mengirimkan salah satu hasil karyanya kepada Bu Amy pada bulan Desember lalu. Hal ini membuat beliau khawatir, terutama karena Jamie mengancam bahwa dia masih punya lebih banyak foto aib dan akan menyebarkannya kalau beliau berani macam - macam Karena itulah, beliau menceritakan semua itu kepada temannya, Pak Hendra. Pak Hendra punya beberapa teman di kepolisian, dan beliau meminta mereka untuk membantu merebut foto - foto itu dari Jamie, sekaligus mencegah terjadinya skandal di sekolah," tutur Sherlina.

Marcell terdiam sejenak, berusaha mencerna apa yang sebenarnya terjadi. Kemudian, barulah dia teringat akan semua guru pertukaran yang kini ada di sekolahnya. Mereka semua adalah guru yang baik, sampai - sampai Marcell tidak menyadari kalau ada sesuatu yang tidak biasa dengan mereka.

"Tunggu, jadi pertukaran guru kali ini masih ada hubungannya dengan menyelidiki soal Jamie?! Lalu kenapa Jamie mengancam Bu Amy? Aku tidak tahu kalau Jamie melakukan hal itu. Itu tidak ada dalam rencana awalnya!"

"Kunci jawaban untuk ulangan akhir semester lalu. Jamie mengancam Bu Amy dengan salah satu koleksinya agar bisa mendapatkan kunci jawaban yang dia punya saat itu. Kuharap kau tidak menggunakannya, karena pihak sekolah sudah mengacaukan isinya dengan menukar nama mata pelajaran dari semua kunci jawaban yang diberikan."

Marcell menggeleng, "Aku tidak menggunakannya, untung saja. Aku tidak percaya kalau dia dapat kunci jawaban yang asli, walau dia mengancam guru sekalipun. Tentunya para guru tidak akan melakukan hal sebodoh itu."

Sherlina mengangguk, "Baguslah kalau kau tidak menggunakannya. Nah, karena itulah kalau kamu perhatikan, ada sedikit kejanggalan dalam pertukaran guru kali ini. Pak Hendra memang merupakan seorang guru tulen, tapi tidak dengan beberapa temannya. Ada beberapa polisi yang menyamar di antara mereka semua. Mereka di sini dengan tujuan agar bisa menghentikan niat jahat Jamie itu."

"Lalu, bagaimana kalian bisa terlibat dalam masalah ini? Kurasa kalau kalian jadi aku, tentunya kalian juga tidak akan tahu kalau mereka adalah polisi, kan?"

Sherlina terkekeh, "Sebenarnya aku yang terlibat dalam masalah ini pertama kali. Sebelum tahun ajaran baru di mulai, Pak Hendra memutuskan untuk mencari informasi lebih lanjut soal Jamie sebelum bertindak. Jadi, dia menanyai beberapa muridnya di San Rio apakah mereka memiliki kontak dari teman mereka yang bersekolah di sini. Aku kenal beberapa anak dari San Rio, dan salah satunya memberikan kontakku pada Pak Hendra. Mudahnya, aku jadi informan bagi beliau."

"Kenapa kamu mau jadi informan?"

"Karena Pak Hendra memainkan perannya dengan halus, dan kuakui kalau aku tertipu pada awalnya. Pak Hendra awalnya hanya menanyakan bagaimana keadaan di sekolah dan di kelas. Hingga akhirnya dia memancing pada beberapa karakter teman sekelas. Dia ingin tahu apakah ada orang yang membuat takut satu kelas, atau bertingkah sok penting. Aku terpancing, dan menceritakan soal Jamie. Mulai dari penilaianku, dan juga hasil pengamatanku. Setelah seminggu berlalu sejak mengenal Pak Hendra via chat, barulah beliau menceritakan apa yang terjadi dan niatnya untuk membantu Bu Amy dan seisi sekolah. Kemudian, aku memutuskan untuk membantu dan jadi mata - mata mereka. Saat semester ini sudah di mulai, barulah aku mengajak Rista dan Azka untuk membantu dalam mengumpulkan info. Lalu, di sinilah kita sekarang."

"Kamu ... tidak takut kalau Jamie menyebarkan aibmu? Siapa tahu dia punya foto memalukan tentangmu."

"Tidak. Buat apa aku takut pada selembar foto? Aku tidak punya alasan untuk takut pada Jamie. Dia boleh mengambil foto - foto aib soal aku dan mengeditnya, tapi semua orang pada dasarnya tentu punya aib dan rahasia mereka masing - masing. Aku di sini berusaha membantu untuk mencegah terjadinya kekacauan, jadi aku tidak perlu takut."

Marcell tersenyum, "Tahu tidak, Jamie paling kesal dengan kalian berempat. Dari semua orang di kelas ini yang dia coba cari momen memalukannya, dia tidak bisa mendapatkan apapun dari kalian. Bahkan saat dia sudah mencoba untuk memata - matai kalian di luar sekolah, tidak ada apapun yang menurutnya menarik dari kalian. Karena kalian hanya diam di rumah, dan tidak mempunyai hal apapun yang bisa dijadikan skandal."

Rista tertawa, "Percuma saja kalau dia sampai ke rumahku! Aku akan menghabiskan sisa hari dengan membaca komik setelah pulang sekolah. Tidak akan ada yang menarik untuk dia lihat!" kata Rista.

"Rupanya ada untungnya juga jadi anak kuper," sahut Azka.

"Dia kurang ahli dalam memata - matai orang kalau begitu. Aku yakin pasti ada beberapa hal memalukan yang bisa dia dapatkan dariku," tambah Sherlina.

Mereka berempat terdiam sejenak. Rista berniat mematikan rekaman yang mereka buat, saat dia akhirnya teringat akan satu hal.

"Ah iya! Kita lupa akan satu hal lagi yang perlu untuk ditanyakan!" kata Rista.

Sherlina menepuk jidatnya, "Ah iya! Hampir saja! Benar, masih ada satu hal lagi yang harus kami tanyakan!"

"Apa itu?" ujar Marcell.

"Apa kamu masih punya salinan data dari foto - foto yang diambil dan sudah di edit oleh Jamie?" tanya Rista.

Marcell menggelengkan kepalanya, "Sayangnya tidak. Jamie pasti akan menghapus fotonya setelah dia selesai mengedit dan mengkopinya ke flashdisk miliknya,"

"Emm ... kamu pernah menghapus data di recycle bin laptopmu semenjak Jamie mulai mengedit foto menggunakan laptopmu?" tanya Sherlina.

Marcell mengerutkan alisnya, "Rasanya aku enggak pernah membersihkan recycle bin di laptopku deh. Karena aku takut kalau - kalau aku akan membutuhkan beberapa hal yang sudah kuhapus."

"Kalau begitu, secara teknis kamu masih punya foto - foto itu di recycle bin, kan? Coba kamu pulihkan datanya, lalu kirim ke flashdisk ini. Setelah selesai, hapus lagi, dan kosongkan recycle bin di laptopmu. Supaya Jamie tidak punya cadangan data lagi. Paham kan?"

Sherlina melangkah mendekat ke tiga orang temannya, dan meletakkan sebuah flashdisk berwarna hitam di hadapan Marcell. Si anak lelaki mengambilnya, kemudian tersenyum.

"Baik. Aku akan kembalikan besok."

"Azka yang akan ambil kalau begitu. Biasanya kau yang paling pagi datang ke sekolah kan?"

Azka mengangguk, "Urusan gampang. Nanti aku akan ambil dan simpankan, supaya kalian bisa memberikannya ke Pak Hendra untuk barang bukti," sahut Azka.

Sherlina mengangguk, "Oh iya, satu lagi, karena aku masih penasaran akan satu hal. Apa sebenarnya rencana awal Jamie, sebelum dia mengubahnya ke rencana yang sekarang ini?"

"Dia awalnya hanya ingin untuk mengancam guru - guru sebelum pengumuman nilai. Dia akan mengirim foto - foto itu ke sekolah secara anonim, dan dalam paket berisi foto itu, dia akan mengancam kalau dia menyebarkan semua foto itu kalau keinginan dari anak bernama Jamie tidak dituruti. Kalau keinginannya dituruti, maka semua foto itu akan dia kirimkan sebagai tanda bahwa dia tidak memiliki lagi semua aib itu. Kalau tidak, dia akan mendekorasi gedung yang kita gunakan untuk acara perpisahan sekolah dengan semua foto itu dan membeberkan semua aib yang ada," jawab Marcell.

"Uh, kedua rencana yang dia punya memang sama - sama jahat. Kuharap Pak Hendra dan rekan - rekannya bisa menghentikannya," kata Azka.

"Semoga saja kita bisa, Ka. Itu tadi sudah semuanya, Mar. Sekarang kita sudah boleh bubar," ujar Rista

"Kalian yakin apa yang aku lakukan ini benar?" tanya Marcell.

Azka mengangguk, "Kami membantu mendirikan kebenaran. Jadi, kami yakin kalau ini hal yang benar untuk dilakukan. Karena kamu membantu kami, kamu juga sudah melakukan sesuatu yang benar," jawab Azka.

Marcell mengangguk. Dia memang yakin kalau apa yang dilakukan teman - temannya adalah hal yang benar. Hanya saja, dia tidak punya keberanian yang sama dengan mereka, padahal dia tahu lebih banyak hal soal rencana Jamie. Tapi dia beruntung, karena masih ada beberapa temannya yang cukup berani untuk membantu mengakhiri semua ini.

"Kuharap kamu sekarang jadi lebih lega, Mar. Keamananmu terjamin, karena ada beberapa polisi di sekolah ini. Kamu tidak perlu takut lagi. Karena nanti, mungkin kami akan membutuhkan bantuanmu lagi," kata Rista.

Marcell kembali memandang mata Rista. Bohong kalau Marcell bilang bahwa perasaannya tidak lega. Setelah menceritakan semuanya kepada tiga orang ini, Marcell merasa lebih baik. Seolah semua hutang karena dia merahasiakan soal kejahatan Jamie kini terasa lunas, dan dia tidak perlu khawatir lagi.

"Yah, kuharap kau merasa lebih baik. Kau tahu? Padahal aku bisa saja membiarkan pihak polisi melacak jejak Jamie secara online, dan mereka tetap bisa mengetahui pergerakannya dengan mudah, daripada menanyaimu. Kau tahu kenapa aku malah mengusulkan untuk menanyaimu?" tanya Sherlina.

Marcell mengerutkan alisnya, "Kenapa?" tanya Marcell.

"Karena aku ingin membantumu membayar hutang yang kau punya. Walau masalah Jamie selesai, kau pasti akan tetap merasa berhutang karena kau tidak mengatakan yang sebenarnya. Ingatlah, kalau kau mengira bahwa hidupmu hancur jika Jamie sampai meninggalkanmu, maka kamu salah. Kau orang baik, tekadang kelewat baik, malah. Jadi aku yakin teman sekelas kita akan tetap jadi temanmu. Kalau tidak, kau masih punya kami."

Marcell yang sejak awal menghindari untuk menatap mata Sherlina, kini mendongak dan menatap si perempuan. Di balik tatapan yang biasanya galak, kini Marcell bisa melihat sebuah kelembutan tersembunyi. Sherlina menepuk bahunya ringan, kemudian tersenyum. Senyum itu menular pada Marcell.

"Terima kasih ... karena kalian percaya padaku dan mau membantuku. Aku tidak akan melupakan apa yang sudah kalian lakukan. Tapi, sekarang aku harus segera pulang."

Sherlina mengangguk, "Memang lebih baik kalau kau pulang. Sebentar lagi kami juga mau bubar kok. Jangan lupa akan tugasmu. Tenang saja, semuanya aman di tangan kami."

Marcell mengangguk, kemudian mengambil tas ranselnya dan berpamitan pada ketiga temannya. Dia meninggalkan kelas dengan riang. Sementara itu, ketiga orang temannya memandang lega kepergiannya. Mereka bertiga saling bertatapan, kemudian tersenyum.

"Rekaman suaranya?" tanya Sherlina.

"Sudah kumatikan. Ini dia," jawab Rista, lalu mengacungkan ponselnya.

"Yosh! Satu lagi misi kita sukses!" kata Azka.

"Kapan kamu mau kasih rekamannya?"

"Besok saja deh. Sekalian sama salinan foto yang mau dikasih Marcell besok. Toh Pak Hendra dan yang lainnya juga sudah pulang, kan?" jawab Sherlina.

"Tunggu dulu! Lalu, soal ancamanmu bahwa akan ada yang menangkap Marcell di depan pagar sekolah itu bohong?!" tanya Azka.

Sherlina tertawa, "Iyalah. Aku cuma ingin menakut - nakuti Marcell. Soal satpam sih memang benar, tapi kalau soal orang yang menangkapnya, jelas saja enggak. Aku cuma ingin menekankan supaya dia tidak kabur saja. Lagipula, aku malas juga kalau sampai harus menahan Marcell secara paksa."

"Wah, Senpai memang aslinya jahat ya? Padahal tadi sudah bagus tuh, kamu jadi kelihatan baik sedikit. Lalu, itu tadi flashdisk Pak Hendra ya, yang kamu pinjamkan ke Marcell?"

"Iya, aku pinjam itu dari Pak Hendra. Kan beliau yang minta, supaya kita seenggaknya dapat salinan fotonya agar tahu seperti apa foto yang diambil Jamie sebelum kita bisa mendapatkannya yang aslinya dari tangan Jamie."

"Nah, karena urusan kita sudah selesai, ayo kita pulang!" ujar Rista, lalu mengambil ranselnya.

"Yah ... oke. Walau sebenarnya aku gak bakalan dicariin sama orang rumah juga sih," sahut Sherlina, yang juga mengambil tasnya.

"Kamu mah beda! Pulang telat juga nggak apa!"

"Senpai mah enak, hidupnya bebas," tambah Azka.

"Sudahlah! Ayo kita pulang!" ujar Sherlina.

Levitator melangkah meninggalkan kelas mereka secara bersamaan. Kemudian, ketika sampai di depan pagar sekolah, mereka berpisah untuk menuju ke rumah mereka masing - masing.

~~~~~

Hari Senin datang dengan cepat. Minggu baru di mulai, dan kesibukan mulai muncul. Hari itu, seharusnya Yoshi masuk ke kelas IX B setelah upacara bendera selesai. Tapi dia masih belum ada di sana. Semua murid menunggu sang guru datang sambil mengobrol.

Rista dan Sherlina saling bertukar pandangan curiga. Terutama karena mereka melihat bangku Jamie yang kosong. Walau anak itu kelihatannya tidak menyukai gurunya atau pelajaran di kelas, dia hampir - hampir tidak pernah absen kecuali kalau ada kegiatan ekskul. Keduanya menebak - nebak apa yang kira - kira terjadi pada Jamie.

Setelah lima belas menit menunggu, Yoshi tidak kunjung jua masuk ke kelas IX B. Ini keanehan nomor dua bagi Levitator. Sepakat kalau ada yang tidak beres, mereka memutuskan untuk mengecek keberadaan Yoshi. Rista dan Sherlina minta izin kepada Rei untuk pergi ke toilet, sekalian untuk memanggil Yoshi. Rei memperbolehkan mereka pergi.

Baru saja keduanya melangah ke luar pintu kelas, mereka berpapasan dengan satpam sekolah. Beliau menyerahkan sepucuk surat kepada mereka. Katanya sebuah surat izin dari teman sekelas mereka. Karena penasaran, Rista langsung saja membuka amplop itu. Isinya membuat mereka semakin mengerutkan alis.

Di surat itu dinyatakan bahwa orang tua Jamie meminta izin terhadap anak mereka, karena ada sebuah urusan keluarga yang harus diurus. Ini bukan hal yang normal. Jadi, keduanya kembali ke kelas sejenak untuk menyerahkan surat itu pada Rei untuk didata. Setelahnya, mereka kembali ke tujuan awal mereka.

Setelah pergi ke toilet (yang mana bukan merupakan sebuah kebohongan), Rista dan Sherlina pergi ke ruang guru untuk mencari Yoshi. Ketika mereka sampai di sana, sebuah pemandangan mengherankan tengah terjadi. Apa yang mereka saksikan saat masuk ke ruang guru? Bisa dijelaskan dengan satu kata, yaitu : kekacauan.

Rista dan Sherlina memandang satu sama lainnya. Keduanya bertanya dalam benak mereka masing - masing kenapa banyak sekali keanehan yang terjadi pagi ini. Di hadapan mereka, para guru terlihat sedang ribut dan bisa saja dari keributan itu akan terjadi kericuhan.

"BISAKAH KALIAN TENANG??!?!?" teriak Hendra yang langsung membuat semua orang menjadi diam.

Keributannya jadi sedikit lebih tenang, meski para guru masih saja terlihat panik. Rista dan Sherlina mulai mendekati kerumunan para guru itu dengan tampang penuh tanda tanya. Tujuan mereka adalah Hendra, karena kelihatannya dia tahu apa yang sebenarnya terjadi di sana.

"Ada apa ini?" tanya Sherlina.

"Ah, baguslah kalian datang. Di sini sedang ada sedikit kekacauan," ujar Pak Indra.

"Maksudnya? Kekacauan macam apa?" tanya Rista.

"Apa yang dibilang Marcell benar. Jamie mulai beraksi dengan foto - fotonya. Setelah upacara tadi, satpam sekolah membagikan sebuah amplop kepada masing - masing guru. Coba tebak apa isinya? Tentu saja foto - foto aib yang meresahkan semua orang itu," jawab Bu Risa.

"Setelahnya, sepertinya kalian bisa tebak sendiri. Ulah siapa lagi coba kalau bukan si Jamie?" sahut Arin.

"Ini serius?" tanya Sherlina dan Rista dengan nada kaget secara bersamaan.

"Iyalah! Nih, kami lagi mencocokkan foto yang kalian dapat dari Marcell dan juga yang kami dapatkan. Foto - foto ini persis sama," ujar Hendra, sambil memainkan jarinya di atas keyboard laptopnya.

"Mana tuh anak sialan! Pengen rasanya dia kuhajar sampai mampus! Aku kepengen sekali untuk mencecerkan darahnya ke seluruh penjuru kelas IX B!" seru Delia.

"Delia ... hei, jangan emosi begitu dong," kata Yoshi, sambil berusaha memegangi Delia.

Kini, pertanyaan mereka akan kenapa Yoshi tidak masuk kelas sudah terjawab. Rupanya dia sedang berusaha untuk menenangkan Delia, agar dia tidak mengamuk dan membunuh seseorang. Tapi, keadaan ini juga memberikan jawaban bagi mereka untuk beberapa keanehan yang sudah mereka alami.

"Kalian tahu apa yang lebih aneh? Hari ini, orang tua Jamie mengirimkan surat izin. Katanya, Jamie tidak bisa masuk sekolah karena ada sebuah urusan keluarga," ujar Rista.

Sherlina dan Rista menatap Hendra. Si guru ini mengerutkan alisnya, kemudian membentuk sebuah ekspresi "oh!" ketika menyadari apa kaitannya dengan semua kekacauan ini. Rupanya Jamie sengaja menghilang di tengah kekacauan ini.

"Itu mencurigakan, " ujar Nira.

"Kalau begitu, lebih baik kita minta tim IT untuk berfokus untuk mencari keberadaan Jamie. Semoga saja dia masih terlacak," kata Hendra.

"Lebih baik kita sekalian minta Marcell untuk menyelidikinya. Semoga saja Jamie tidak curiga kalau Marcell menanyakan keberadaannya di mana," ujar Sherlina.

Sherlina mengambil ponselnya, begitu pula dengan Rista. Sherlina mengetikkan pesan untuk Azka akan apa yang terjadi, dan Rista menyampaikan pesan apa yang harus dia katakan kepada Marcell. Rendi sendiri memutuskan untuk ke luar kelas sebentar, agar dia bisa menghubungi pihak IT. Kedua anak itu segera mencari kontak kedua temannya, untuk menceritakan situasi gawat apa yang terjadi di ruang guru.

Rista Rivanka : Marcell, kami minta tolong agar kamu tanyakan kemanakah Jamie pergi hari ini. Ada kekacauan di ruang guru, karena Jamie baru saja mengirimkan foto - foto aibnya kepada para guru. Tanyakan saja bagaimana jadinya rencana Jamie kalau dia tidak masuk selama seminggu ini. Kami curiga kalau antara foto dan ketidakhadiran Jamie ini ada hubungannya. Nanti kita obrolkan ini saat jam istirahat. Hapus pesan ini setelah kamu menerimanya, agar tidak ada yang bisa melihatnya.

Sherlina Brewich : Azka, keadaan gawat sekali di sini. Foto - foto aib dari Jamie sudah diterima oleh para guru. Kalian jangan bertindak mencurigakan. Saat jam istirahat nanti, kami akan ceritakan semuanya.

"Kenapa lewat chat? Bukannya kalian sekelas dengan Marcell?" tanya Arin, saat memperhatikan kelakuan anak muridnya itu.

"Agar tidak ada yang curiga. Memang Jamie hari ini tidak masuk sekolah, tapi aku tidak yakin kalau Rena, Dina dan Rei bisa dipercaya sepenuhnya. Bisa saja mereka malah melaporkannya pada Jamie," jawab Sherlina.

"Aku suka langkah pencegahan kalian. Jangan sampai hal ini bocor pada anak - anak yang lain, bisa heboh soalnya," kata Hendra.

"Nah, bagus. Delia juga sudah lebih tenang, tapi aku masih perlu membantu untuk menenangkan yang lainnya. Kalau begitu, lebih baik kalian segera ke kelas, dan aku akan memberi kalian beberapa tugas. Kalau ada yang tanya, bilang saja aku masih ada beberapa telepon penting yang harus kubuat. Semoga saja pada jam pelajaran berikutnya aku bisa masuk ke kelas," ujar Yoshi.

~~~~~

Sisa hari itu berjalan dengan damai. Kekacauan yang ada di ruang guru tidak sampai ke telinga para siswa, jadi keadaannya terkendali. Di kelas IX B sendiri, keadaannya lebih nyaman dan damai daripada biasanya. Mungkin ketiadaan Jamie membuat keadaannya jadi lebih tentram

Di saat jam pulang sekolah, Hendra baru saja membereskan barang - barangnya. Malam ini, Hendra membuat agenda rapat dengan rekan - rekannya, seputar kekacauan yang telah terjadi. Tepat sebelum dia pulang, Marcell muncul dengan tiba - tiba di depan ruang guru. Sambil tergopoh - gopoh, dia melangkah menuju ke meja Hendra. Hal ini membuat sang guru merasa heran.

"Pak Hen! Pak Hen!" seru Marcell.

"Heh? Kenapa kamu ribut begitu Mar? Tarik napas dulu kenapa. Santai ... pelan - pelan. Tenangkan dulu dirimu, baru cerita," ujar Hendra yang kaget dan heran saat melihat kemunculan Marcell.

"Hah ... maaf pak! Saya ... takut kalau nggak sempat! Gawat pak!" kata Marcell, yang masih terengah.

"Memangnya ada apa?"

"Tadi kan ... Rista dan Sherlina memintaku mencari keberadaan Jamie ... dan ... kalau aku bilang ke mereka aku takut kalau nggak sempat karena ...."

"Karena apa?"

Marcell bukannya menjawab, dia malah menunjukkan ponselnya yang menyala kepada Hendra. Sang guru membacanya sekilas, dan langsung melotot karenanya. Saking kagetnya, Hendra bahkan langsung bangkit dan menggebrak mejanya.

"SIALAN!!!" teriak Hendra.

"Nah ... makanya pak ..." ujar Marcell.

"Kalau begitu ... KAMU CEPAT CARI SHERLINA, RISTA DAN AZKA SEBELUM MEREKA SEMPAT PULANG, LALU BERKUMPUL DI DEKAT PARKIRAN! SETELAHNYA, KAMU COBA HUBUNGI SI JAHANAM SIALAN ITU TANPA MEMBUATNYA CURIGA! CARI TAHU LEBIH LANJUT AKAN KEBERADAANNYA! AKU AKAN MENCARI YANG LAIN LALU MENYUSUL KE SANA! SEKARANG!" teriak Hendra, yang tiba - tiba jadi histeris seperti ibu - ibu yang mau melahirkan.

"Baik pak!"

Kedua orang itu langsung berlari ke arah yang berbeda dengan tergesa - gesa seperti sedang mengejar sesuatu. Hendra menuju ke ruang bendahara, karena Rendi tengah berada di sana untuk memantau keadaan Jamie. Ketika dia membuka pintunya, bisa terlihat kalau Rendi juga terlihat sama histerisnya dengan Hendra.

"RENDI, CEPAT! INI GAWAT! KALAU TIDAK ...." seru Hendra.

"Aku tahu itu!" seru Rendi, memotong perkataan Hendra, "Aku baru saja dikabari oleh tim IT, dan kita harus cepat sebelum terlambat!" tambah Rendi.

Kepanikan menjalar ke jiwa dua orang itu. Mereka kini tidak lagi mempedulikan etika sebagai guru. Sambil berlarian di koridor, mereka segera menuju ke ruang tata usaha untuk mencari rekan - rekan mereka, sebelum semuanya terlambat.

"Ini tidak boleh terjadi!" teriak Hendra, dari dalam hatinya.

Kalau sampai hal itu terjadi, maka Hendra tidak akan bisa memaafkan dirinya sendiri. Dia harus mengakhiri kisah Jamie. Sekarang juga.

~~~~~

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top