Chapter 6 : "Pemberontak" Bernama Levitator
Mungkin setelah informasi itu, sepertinya tidak akan ada kejadian penting lainnya, karena semua orang tidak mengharapkan ada sebuah pergerakan yang berarti. Tapi rupanya, dua hari kemudian, ada sebuah insiden di jam pelajaran terakhir. Hari itu, Yoshi harus menghadapi kaum Bahrelway sebelum bisa beristirahat dengan tenang di rumah.
Bisa dibilang insiden yang cukup seru, karena Yoshi hampir saja membiarkan terjadinya bentrokan. Semuanya bermula saat Yoshi masuk ke kelas dan menanyakan akan tugas yang diberikannya.
"Gimana? Tugas yang saya kasih kemarin sudah selesai kan?" tanya Yoshi.
"Sudah paaak!" seru sebagian anak.
"Hah? Tugas? Bukannya bapak nggak ngasih tugas ya?" tanya Jamie.
Delia sudah memperingatkan Yoshi soal Jamie yang seringkali tidak mengerjakan tugas. Yoshi juga sudah melihat bagaimana kelakuan Jamie saat mengerjakan tugas kelompok, jadi dia tidak kaget karena respon tadi.
Satu hal yang membuat Yoshi bisa merasakan kekesalan Delia adalah, kalau anak ini tahu misalnya ada tugas, kenapa dia berusaha mengelak seperti itu? Dia kira dengan melawan dia akan menang, begitu? Tentunya Yoshi tidak akan membiarkannya menang.
"Saya memberi kalian semua tugas loh. Masa kamu lupa?" tanya Yoshi.
"Iya, ada kok pak! Yang halaman 79, sepuluh soal esai!" sahut Rista.
Jamie menatap tajam Rista, sementara itu yang ditatap hanya diam saja, dengan sebuah senyuman. Yoshi yakin kalau mereka akan mulai menyulut masalah, yang mungkin akan membuat Jamie semakin kesal pada anak itu. Tapi, Hendra sempat memberitahu kepadanya, mungkin saja dengan kemarahan Jamie, itu bisa menimbulkan sebuah kelengahan.
Lagipula, sanggahan yang diberikan oleh Rista ada benarnya. Dia cuma berusaha untuk membela gurunya. Jadi, rasanya tidak ada salahnya kalau Yoshi membuat hari ini jadi hari yang buruk bagi Jamie. Yoshi tersenyum kepada Rista, lalu berkata.
"Tuh, Rista saja ingat yang mana. Masa kamu enggak?" ujar Yoshi.
"Kapan sih bapak ngasih tugasnya?" tanya Jamie, sambil kembali menyanggah.
"Hari Senin kemarin," jawab Naomi.
Yoshi melirik Naomi. Kata Hendra, Naomi juga bagian dari Levitator, kelompok kecil milik Sherlina. Tapi anak ini tidak ingin terlibat masalah, jadi dia tidak ikut dalam mencari informasi soal Jamie. Walau begitu, Yoshi menyukai anak itu, karena dia memang pintar dan baik. Lalu, Arin juga tidak melebih - lebihkan saat mengatakan kalau Naomi itu anak yang cantik.
"Tuh, sudah dijawab. Sudah di kasih waktu empat hari masa belum selesai?" tanya Yoshi, semakin menginterogasi Jamie dengan gaya ala penyidik.
"Senin kemarin kan saya ikut tim Paskibra pak! Mana saya tahu!" sahut Jamie.
Yoshi mengerutkan keningnya. Perasaan kelasnya di hari Senin dilaksanakan di pagi hari, jadi rasanya tidak mungkin kalau Jamie melewatkan kelasnya. Akhirnya, setelah beberapa saat Yoshi ingat kalau memang ada lomba Paskibra hari itu. Tapi dia ingat persis kalau surat yang dibuatkan sekolah saat itu adalah untuk izin sebagai suporter. Yoshi ingat betul, karena Delia saat itu mencak - mencak dan bilang kalau Jamie hanya cari alasan untuk bisa bolos kelas.
"Hm, saya ingat. Ada suratnya, iya kan? Tapi kalau tidak salah, kamu hanya izin sebagai suporter dari sekolah kan? Selain itu, kamu sudah kelas sembilan. Masa mau ujian kok kamu masih ikut ekskul?"
"Wajib pak!"
Bohong. Yoshi tahu persis peraturan ekskul di sini. Ekskul wajib hanyalah Pramuka, itupun hanya untuk satu tahun, selama kelas tujuh. Yoshi juga memantau bagaimana berjalannya ekskul Pramuka, dan Pak Indra memantau ekskul Paskibra. Jadi mereka tahu kalau anak kelas sembilan sekarang tidak boleh mengikuti ekskul lagi.
"Sejak kapan wajib? Setahu saya yang wajib cuma Pramuka ya? Coba, memang siapa saja selain kamu yang dari kelas ini yang izin hari Senin lalu?"
"Rei sama Dina," tunjuk Jamie.
"Nah, Rei sama Dina selesai tidak tugasnya?"
"Selesai pak!" sahut Rei dan Dina.
Yoshi mendatangi mereka, dan memeriksa buku tugas keduanya. Sepuluh soal esai terjawab lengkap dengan tulisan tangan yang mereka usahakan agar rapi. Yoshi mengangguk.
"Tuh, tugas yang saya mereka berikan selesai mereka kerjakan. Kamu kenapa enggak? Teman sebangkumu memberitahu atau tidak?" tanya Yoshi.
"Enggak ada!" seru Jamie,
Jamie semakin meninggikan nada suaranya. Yoshi tahu inilah tanda bahwa Jamie mempertahankan keyakinannya. Walau begitu, nada tinggi biasanya menandakan bahwa dia berbohong. Teknik yang biasanya digunakan anak kecil pada orang tuanya, agar mereka berhenti ditanyai karena si anak akan membuat banyak keributan. Jamie memang tidak pintar berbohong.
"Aku ada ngasih tahu kamu kok! Tapi kamu saja yang bilang "aku malas mengerjakannya", gitu!" sahut Rena, yang tidak terima kalau dirinya disalahkan.
"Nah, kalau begitu, saya akan lihat buku tugasmu."
Yoshi memang sudah berada di dekat meja Jamie. Buku tugasnya terletak begitu saja di meja, dan Yoshi langsung menyambarnya. Jamie berusaha mengambilnya, tapi dia kalah cepat dengan tindakan Yoshi. Jamie hanya bisa mendengus kesal saat Yoshi menginspeksi buku tugasnya.
Yoshi menghela napasnya. Kosong. Dia tidak kaget, tapi dia harus berakting bahwa dia frustasi dengan kelakuan Jamie, sebagaimana guru pada umumnya. Yoshi meletakkan buku tadi kembali di atas meja Jamie, lalu memandang si murid dengan serius. Semoga saja wajah dan tatapan galak yang diajarkan ayahnya akan berguna.
"Baik, karena kosong sama sekali, kamu harus lari keliling lapangan lima kali, sebagai hukuman," ujar Yoshi dengan muka sadisnya.
"Hah?!" seru Jamie, seolah - olah ini adalah sebuah sinetron.
"Oke, saya juga akan periksa buku yang lainnya. Yang lain juga sama ya, kalau tidak mengerjakan harus lari keliling lapangan lima kali."
Yoshi melangkah mengitari seisi kelas, dan memeriksa buku setiap anak dan mendapati beberapa anak yang belum mengerjakan tugas. Tapi semua anak yang tidak mengerjakan tugasnya mengakui bahwa mereka tidak mengerjakan. Yoshi tersenyum, menghargai kejujuran mereka. Karena itulah, dia diam - diam membisikkan kepada mereka bahwa mereka hanya perlu berlari sebanyak dua kali, tapi jangan sampai Jamie tahu. Anak - anak itu mengangguk, sepertinya senang karena mereka akan melihat Jamie tersiksa hari ini.
"Baik. Sebagai hukuman, kalian yang tidak mengerjakan tugas harus lari keliling lapangan lima kali. Sekarang," ujar Yoshi, sambil memasang ekspresi garangnya.
Beberapa anak yang kena hukuman langsung berlari menuju ke lapangan, dan berusaha menyelesaikan hukuman mereka secepat mungkin sebelum Jamie mengetahui suruhan Yoshi pada mereka. Sementara itu, Jamie tetap duduk manis di bangkunya.
"Bapak nggak adil! Masa saya juga disuruh lari sih?" sahut Jamie.
"Pak Yoshi itu adil, tahu! Bukannya kamu sudah dikasih tahu sama Rena kalau ada tugas? Kalau kamu tahu tapi nggak ngerjakan, ya berarti memang kamunya yang pemalas," sahut Rista, dengan cueknya.
"Tapi aku kan ikut ekskul!"
"Bukannya hari Senin tadi Yandi juga jadi suporter buat ekskul bola ya?" tanya Azka, dengan tampang tanpa dosanya.
"Iya sih, kalau nggak salah. Tapi dia kan selesai tuh tugasnya," sahut Sherlina.
"Eh, enak saja kalian! Ya aku selesai dong! Aku kan sama Rodin kemarin ngerjakan tugasnya bareng! Iya nggak?" tanya Yandi, yang duduk di pojok belakang sebelah kanan kelas, dekat dengan pintu keluar.
Temannya yang disikut mengangguk, "Iya, aku sama Yandi ngerjakan tuh!"
"Ya kalau begitu, kamu yang pemalas," ujar Rista dengan telak.
"Bukannya posisi tiga besar itu orangnya rajin ya Ris?" tanya Sherlina, dengan nada sarkastinya.
"Nggak tahu juga aku, Sher. Mana tahu orang yang pintarnya betulan atau bohongan kalau kita nggak tahu gimana dia di belakangnya," sahut Rista, lalu mengangkat bahunya.
Yoshi bisa mencium bau pertentangan. Dia sempat mengambil ponselnya dan merekam suara dari kejadian ini sebelum mengatakan kalau mereka harus lari. Delia pasti sangat senang saat mendengarkannya nanti. Tapi, Yoshi tentunya harus menengahi, sebagai guru yang baik.
"Sudahlah! Kamu jangan banyak alasan! Lebih baik kamu lari sekarang sebelum saya menambah jumlah kelilingnya!" ujar Yoshi, dengan suara yang lebih tegas.
"Tapi harinya kan panas!" seru Jamie.
Yoshi ingin sekali rasanya untuk melemparkan anak ini ke akademi polisi. Mungkin kalau dia dididik ala militer dulu, baru dia bisa diam. Tapi dia hanya menarik napasnya. Tapi, sebelum Yoshi sempat mengatakan apapun, muridnya kembali membelanya.
"Kamu kan anak Paskibra, masa panas saja nggak tahan sih?" tanya Rista.
"Tahu ah. Kalau nggak suka panas - panasan ngapain ikut Paskibra? Memang ada apa di sana? Gebetanmu?" tanya Sherlina.
Pernyataan Sherlina tadi diikuti oleh tawa dari teman sekelasnya yang tersisa di sana. Yoshi tahu kalau Jamie ingin mengumpulkan kekuatan, jadi rasanya dia tidak kaget kalau mengetahui bahwa Jamie mengikuti ekskul karena alasan itu. Tapi pernyataan bahwa dia ikut ekskul karena ada gebetan adalah sebuah balasan yang bagus. Bisa saja itu juga benar, Yoshi harus menanyakannya nanti.
"Lebih baik kamu lari sekarang! Kalau kamu mau tahu, SMP San Rio lapangannya dua kali lebih luas daripada di sini, dan saya pernah menyuruh seorang perempuan yang selemah kamu lari di siang bolong sebanyak sepuluh kali keliling. Kamu mau bernasib sama seperti dia? Atau kamu perlu saya seret dan awasi terlebih dahulu?" tanya Yoshi, yang kini memunculkan taringnya.
Akhirnya, Jamie menyerah. Dia berdiri dengan ekspresi cemberut menuju ke luar kelas. Dia akan melaksanakan hukumannya ketika beberapa anak lainnya sudah menyelesaikan hukuman mereka.
"Nah, akhirnya kalian kembali. Kalian yang tadi saya suruh lari tidak boleh mengikuti pelajaran saya hari ini. Selesaikan tugas kalian di luar." tambah Yoshi.
Pernyataan itu membuat anak - anak yang baru masuk langsung mengambil buku tugas mereka dan pergi ke luar. Yoshi memang tidak pernah marah saat di kelas, dan sepertinya mereka agak kaget dan takut saat melihatnya. Itu bagus, karena artinya kemampuan ayahnya yang sebagai dosen killer di kampus menurun kepada Yoshi. Dengan selesainya insiden itu, akhirnya kelas bisa dimulai dengan tenang.
~~~~~
Di tengah pelajarannya, Yoshi memberikan anak muridnya sedikit tugas. Di saat waktu mengerjakan tugas itu, dua orang murid yang tidak lain dan tidak bukan adalah Rista dan Sherlina minta izin ke toilet.
"Pak, kami izin ke belakang ya?" ujar Sherlina
"Kalian jangan lama - lama ya?" sahut Yoshi, yang lagi asyik memeriksa tugas sebelumnya yang sudah dikumpulkan.
"Iyalah pak. Memangnya kami mau konser di toilet? Ya kalau lama berarti kami antre," celetuk Rista iseng, lalu terkekeh.
"Siapa tahu kan? Ya sudah, cepetan gih!"
Kedua anak itu langsung keluar kelas. Yoshi tidak curiga, tapi sebetulnya dua anak ini memiliki rencana mereka sendiri. Tentunya, mereka akan melakukan pengintaian mereka sendiri, karena mereka tahu di mana Jamie kini berada.
Keduanya memang pergi ke toilet, jadi mereka tidak berbohong. Cuma, karena letak toilet untuk siswa putri ini bersebelahan dengan kantin, maka ini adalah sebuah kesempatan. Ada deretan jendela kaca yang sebenarnya adalah bagian dari kantin yang berbatasan dengan toilet. Karena tidak ada ruang yang lebih luas ketika diadakan renovasi untuk toilet perempuan, maka kantin dan toilet dipepetkan, dan jendela kacanya yang berongga sengaja dibiarkan. Memang ada gorden yang menutupinya, tapi tetap saja perbincangan dari kantin masih bisa terdengar.
Sherlina mengeluarkan ponselnya, dan dia menyerahkannya kepada Rista. Sementara dia menyelesaikan urusannya di toilet, Rista akan merekam apa yang dibicarakan. Untungnya jendelanya tertutup gorden dan toilet perempuan sedang sepi, jadi tidak akan ada yang tahu apa yang mereka lakukan.
"Pak Yoshi itu, keterlaluan! Nggak tahu saja beliau kalau aku nggak masuk kelasnya!" ujar Jamie.
"Yah, mau gimana lagi Jam," sahut suara laki - laki, yang dikenali Rista sebagai suara kekasih Jamie.
"Lihat saja nanti. Pasti beliau bakalan nggak bisa berkutik lagi kalau aku sudah beraksi!"
"Memangnya, kamu mau ngapain?"
"Kamu tahu kan, rencanaku soal foto itu?"
"Iya, lalu?"
Rista dan Sherlina merekam pembicaraan Jamie secara bergantian. Mereka juga mendengarkan bagaimana Jamie akan menyebarkan foto Yoshi dan Delia.
Jamie berencana untuk menyebarkannya dengan menempelkannya ke majalah dinding, dan menyebarkannya melalui pesan berantai di media sosial. Pertama, dia akan membuat sebuah akun palsu, dan membuat dirinya anonim. Setelahnya, dia akan mengirimkan foto - foto itu kepada teman - temannya, dan bilang bahwa foto itu harus disebarkan ke semua anak SMP 7.
Setelah fotonya tersebar, tidak diragukan lagi bahwa akan terjadi keributan di sekolah. Saat keributan itu terjadi, maka Jamie akan menempelkan hasil jepretannya tentang "skandal" apa saja yang dilakukan oleh guru - guru dari SMP San Rio. Dia akan menyebarkan beberapa foto terakhir, yang akan jadi andalannya. Dia juga akan menuliskan berbagai pesan kebencian yang buruk bersamaan dengan pesan itu. Setelah semuanya tersebar, maka dia akan menghapus akun yang digunakannya itu, agar tidak ada yang bisa melacaknya.
Pacarnya Jamie mendengarkan cuapan kekasihnya. Sekekali, dia akan memberikan komentar sekenanya. Sepertinya dia juga lelah mendengar Jamie yang banyak ngomong seperti itu.
Dua anak yang sejak tadi menguping di balik jendela harus menahan diri mereka untuk tidak memecahkan kaca jendela dan langsung melabrak Jamie. Apa yang mereka dengar adalah sebuah berita buruk. Kalau Jamie sampai melakukannya, maka bisa jadi kehebohan besar, yang mencoreng nama banyak orang. Apalagi, mereka tidak tahu kapan hal itu akan terjadi, yang merupakan berita buruk. Mereka diam selama beberapa saat, sebelum akhirnya berpandangan.
"Kamu dengar kan Sher? Dia mulai lagi!" bisik Rista.
"Iyalah aku dengar! Kupingku kan ada dua!" sahut Sherlina, juga dengan berbisik.
"Kan kaliin saja kamu enggak dengar."
"Mana mungkin lah! Aku dengar dengan teramat - sangat - banget jelasnya. Nggak kayak kamu yang sering nggak peka. Di kasih kode saja kadang kamu nggak paham."
"Hei, jangan bahas itu dong!"
"Kan memang kamu sukanya begitu!"
"Hei, tapi apa mungkin kita bisa mendapatkan foto yang ada di tangan Jamie sebelum hal yang buruk terjadi?"
"Kemungkinan kan pasti ada. Sepintar - pintarnya si bangsat yang satu ini, cepat atau lambat pasti kita bisa menemukan celahnya!"
"Yah, semoga saja keadilan bisa ditegakkan."
"Yap. Lagian, saat di kelas tadi kamu lihat kan? Kotak itu?"
"Kotak cokelat itu? Yang ada di bawah mejanya? Jelaslah Sher! Buta aku kalau sampai nggak lihat! Dia sih yang bego, nggak tahu dia kalau kita jadi mata - mata! Kiranya satu kelas nggak bakalan tahu. Tapi kita tahu itu!"
"Nah, mari kita pastikan soal keberadaan kotak itu nantinya."
"Kalau sudah, kamu kasih tahu itu ke Pak Hein juga kan?"
"Tentu saja. Aku yakin kalau itu ada sesuatunya! Mereka di sini paling enggak sampai bulan April, atau awal Mei. Itu bukan waktu yang lama. Sebentar lagi sudah mau bulan Februari kan? Jadi apapun yang mencurigakan, akan kita laporkan!"
"Yah, baguslah kalau niatmu begitu! Mereka kan harus segera bertindak."
"Nah, karena itu Ris, kita harus membantu mereka sebisa mungkin!"
Ketika dirasa sudah cukup, Rista dan Sherlina keluar dari toilet dan kembali ke kelas. Dalam perjalanan mereka, Sherina mendekatkan pengeras suara ponselnya ke bibirnya, memberikan keterangan akan rekaman suara yang dibuatnya.
"Ini informasi dari hari Sabtu, 23 Januari 2016. Aku dan Rista harus menyusup keluar kelas dan menuju toilet untuk mendapatkan informasi ini. Anak laki - laki yang diajaknya ngobrol adalah pacarnya, Nahrawi dari kelas IX F," kata Sherlina.
"Kami tahu kalau Jamie pasti akan kabur ke kantin ketika Pak Yoshi menyuruhnya mengerjakan tugas di luar. Sudah jadi kebiasaannya, setiap kali dia ditendang keluar kelas. Jadi, kami sengaja pergi ke toilet, karena toilet perempuan punya jendela kaca berongga yang memungkinkan kami mendengarkan apa yang Jamie obrolkan," tambah Rista.
"Tepatnya sih, ini idenya Rista. Kami sama - sama tahu kalau Jamie pasti akan ke kantin, dan dia bilang kalau kita harus coba menguping. Rupanya kami dapat info yang sangat bagus. Sekarang kalian tahu kan apa yang mungkin akan terjadi selanjutnya?"
"Yup. Hati - hati, terutama Pak Yoshi dan Bu Delia. Dan maaf juga Pak Yo, kalau kami kelamaan di toilet. Kami nggak konser di toilet kok pak, sumpah!"
Sherlina terkekeh, "Iya, beneran deh pak! Kami nggak mengadakan konser di toilet kok! Oh iya, tadi kami ada sebutkan soal kotak cokelat kan? Nah, dua hari ini Jamie membawa sebuah kotak berwarna cokelat, dan dari apa yang Jamie katakan, kami dengar kata "foto". Kami curiga itulah tempatnya menyimpan apa yang kalian cari!"
"Iya, tapi kami masih belum tahu pasti. Nanti kami akan minta Azka untuk mengamatinya, karena dia duduk di dekat Jamie."
"Oke, sepertinya itu sudah semuanya. Sekian laporan dari kami. Levitator, over and out!"
Sherlina mengakhiri rekaman audionya, dan menyimpan ponselnya ke dalam saku roknya. Mereka bergegas melewati koridor, untuk kembali ke kelas. Karena mereka yakin kalau Yoshi sudah curiga akan kepergian mereka.
~~~~~
Memang benar kalau Yoshi curiga akan Sherlina dan Rista yang agak lama di toilet. Keduanya hanya menjawab dengan senyuman saat ditanya, jadi dia tidak tahu apa yang mereka lakukan.
Sherlina dan Rista kembali ke meja mereka, dan mengerjakan tugas yang diperintahkan oleh Yoshi. Rista membuka laptopnya untuk mencari jawaban dari tugas yang mereka dapatkan, sementara itu Sherlina menghubungkan ponselnya ke laptop Rista dengan kabel USB. Sembari menunggu datanya diproses, Sherlina mengirimkan sebuah pesan.
Yoshi kembali fokus dengan pekerjaannya, ketika ponselnya tiba - tiba saja bergetar. Rupanya ada sebuah pesan yang masuk dari Hendra. Sepupunya itu memberikan informasi kepada Yoshi bahwa Jamie pergi ke kantin, bukannya mengerjakan tugas seperti yang dia suruh.
Pesan itu dipandanginya selama beberapa saat, sebelum akhirnya Yoshi menghelan napasnya. Dia tidak ingin mencari Jamie ke kantin dan membuatnya dicurigai. Walau di dalam dirinya dia kesal, tapi ya biarlah. Yoshi juga sudah merasa cukup berhadapan dengan Jamie hari ini.
Tapi, informasi tadi membuat Yoshi berpikir. Dia jadi curiga kalau kedua anak itu melakukan sesuatu. Rasanya aneh, saat mereka keluar, kok Hendra malah mendapatkan informasi. Karena itulah, saat jam pelajaran berakhir, Yoshi meminta Sherlina dan Rista membawakan buku - buku tugas ke mejanya. Kedua anak itu mengiyakan permintaan Yoshi dengan senang hati.
"Hei, apa tadi kalian memberikan beberapa info pada Hendra?" bisik Yoshi saat mereka di tengah perjalanan menuju ke ruang guru.
"Tepatnya sih, dia yang merangkum informasi yang kami dapat dan mengirimkannya ke Pak Hein," ujar Rista, sambil mengarahkan dagunya ke Sherlina.
Yoshi mengangguk. Dua anak ini memang masih muda, tapi sepertinya mereka memang ahli dalam mengumpulkan informasi. Menarik, tentunya. Yoshi berharap kalau mereka akan mengembangkan kemampuan itu lebih jauh lagi.
"Kalian memang pemberontak ya?"
"Kami benci dia. Simpel saja," sahut Sherlina.
Kini mereka sampai di meja Yoshi, yang berdekatan dengan mejanya Hendra. Kedua anak itu meletakkan buku tugas di atas meja Yoshi.
"Aku paham itu. Oke, kalau begitu, makasih bantuannya!"
Kedua anak itu menggangguk, kemudian kedua anak itu melirik ke arah Hendra, yang tengah mengerjakan sesuatu di laptopnya. Sang guru tersenyum, dan menyapa mereka.
"Nah, ada Levitator rupanya. Ada info?" tanya Hendra.
Sherlina meletakkan sebuah flashdisk warna biru di atas meja Hendra. Hendra mengerutkan alisnya, mengira kalau apa yang dikatakan Sherlina melalui pesan sudah semuanya. Rupanya dia masih punya yang lain. Hendra mengambilnya, dan langsung mengopi data dari flashdisk itu ke laptopnya.
"Oke ... kuharap yang ini menarik. Jadi, apa ada yang ingin kalian katakan seputar info kali ini?" tanya Hendra.
"Ada sedikit saran. Sebaiknya kalian segera berunding dan menyusun sebuah rencana. Waktu kalian nggak banyak kan?" tanya Sherlina.
"Iya. Dengarkan apa yang kami dapatkan, dan kalian akan paham," tambah Rista.
Hendra mengangguk, "Oke, makasih atas sarannya. Akan aku kabari kalau ada perkembangan," kata Hendra.
"Kalau kalian perlu kami dalam pertemuan kalian, kami akan datang membantu. Kirimi saja pesan pada salah satu dari kami."
"Iya! Kami bakalan ada kalau bapak mau!" sahut Sherlina.
"Oke, nanti kalau ada sesuatu, aku akan hubungi kalian. Terima kasih loh!" ujar Hendra, lalu menyerahkan flashdisk - nya kembali pada Sherlina.
"Kalau begitu, kami pamit dulu ya pak?" ujar Sherlina.
"Oh iya, satu lagi."
"Ada apa, pak?" tanya Rista.
"Kenapa namanya Levitator?"
Sherlina terkekeh, "Iseng aja sih. Karena kami terkumpul dalam tugas foto levitasi yang bapak buat, kayaknya Levitator adalah nama yang cocok," sahut Sherlina.
Hendra terkekeh, "Saya cuma tanya sih. Ya sudahlah, nanti akan saya kabari lagi."
"Oke! Kalau begitu, sampai ketemu hari Senin!"
Kedua anak itu langsung keluar dan menghilang jejaknya dari ruang guru. Hendra terkekeh, sambil melihat data apa yang didapatkannya. Sebuah rekaman suara.
"Mereka memang pemberontak ya Hen?" ujar Yoshi.
"Ayolah, dalam cerita suatu pemerintahan tiran, kalau nggak ada pihak musuh, ya ceritanya nggak bakalan seru, Yo! Lagipula, mereka bukan pemberontak bisa. Mereka adalah sebuah kelompok pemberontak bernama 'Levitator'. Ingat itu," sahut Hendra, lalu terkekeh.
~~~~~
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top