Chapter 5 : "Tirani" Bernama Jamie Arsena

Dua minggu berlalu dengan cepat semenjak EG Group berada di SMP 7. Mereka mulai terbiasa dalam menjalani rutinitas mereka sebagai guru. Setidaknya, penampilan mereka cukup meyakinkan di hadapan murid - murid dan kolega sesama guru. Hal ini menggembirakan, karena baru pertama kalinya EG Group melakukan penyamaran dengan metode yang cukup sulit seperti ini.

Tapi tentunya mereka tidak melupakan tugas utama mereka dalam mengawasi Jamie. Mata mereka tidak hanya bersiaga ketika berada di dalam kelas, tapi juga ketika di luar kelas. Pada saat pertama kali mereka berkenalan, mungkin saja Jamie terlihat seperti bagaimana normalnya seorang anak SMP. Tidak ada yang bisa membedakannya dengan sosok seorang penguasa. Tapi, ketika mengamati bagaimana kelakuan Jamie selama di kelas, kini EG Group bisa melihat perangai asli dari Jamie.

Teman sekelas mereka, semuanya kelihatan biasa saja, sebagaimana normalnya anak SMP. Tapi, Jamie melakukan beberapa tingkah yang terkesan seenaknya. Ketika orang lain mendiamkannya, maka tingkah semena - mena itu semakin menjadi saja.

Beberapa kasusnya sudah terjadi. Yoshi mencoba mengetes bagaimana Jamie saat dia diposisikan dalam keadaan harus bekerja sama. Jadi, dia meminta agar kelas dibentuk menjadi beberapa kelompok yang terdiri dari lima orang. Dalam kasus ini, Jamie sangat pemilih dalam menentukan anggota kelompoknya. Inilah yang terjadi.

Pada awalnya, dia ingin mengajak Reztya yang ada di paling depan barisan tempat duduknya ke dalam kelompoknya. Tapi Reztya menolaknya karena dia sudah pas satu kelompok dengan Sella, Maida, Rahmi, dan Nanda. Reztya yang ramah menolak permintaan Jamie dengan lemah lembut.

Lalu dia ingin menarik Rista dan teman sebangkunya, Sherlina yang duduk di paling belakang. Berbeda dengan Reztya, dua perempuan ini memiliki karakter yang lebih terus terang dan tidak segan untuk bertindak keras. Mereka berdua juga jadi salah satu objek pengamatan EG Group, terutama dari bagaimana mereka menentang Jamie. Selain itu, Sherlina juga informan yang dimaksud oleh Hendra, jadi mereka juga harus mengamatinya.

Rista dan Sherlina menolak permintaan Jamie mentah - mentah. Mereka mengatakan beberapa sanggahan pedas mereka dengan cara datar nan santai. Padahal perkataan mereka lumayan tajam. Yoshi rasanya ingin membiarkan keduanya bicara, karena sepertinya itu akan jadi pertarungan yang menarik antara Jamie dan mereka berdua. Jamie sempat ingin mendebat keduanya, tapi sepertinya Rista dan Sherlina lebih pintar daripada yang mereka perlihatkan. Keduanya memberikan sebuah alasan bahwa tempat duduk mereka agak jauh, karena terhalang dua anak laki - laki yang ada di depan mereka.

Jamie juga bisa dibilang sebagai seorang penjilat, karena dia berusaha meyakinkan Yoshi agar memasangkannya dengan Rista dan Sherlina. Yoshi menanyakan dengan siapa sebenarnya kedua anak itu mau membentuk kelompok. Mereka mengatakan kalau Naomi, Nuril, dan Fina akan jadi rekan sekelompok mereka, karena walau berbeda barisan, mereka lebih dekat. Kalau mau jujur, Yoshi lebih setuju dengan Rista dan Sherlina. Terutama karena dia melihat sebuah ketenangan yang mengerikan dari keduanya saat mendebat Jamie. Lawan mereka menaikkan nada suara saat mendebat, sementara keduanya hanya membalas dengan ketenangan yang mengerikan. Hal ini membuat Yoshi merinding karenanya

Yoshi lebih memilih untuk membiarkan Rista dan Sherlina membentuk kelompok mereka. Kesal karena argumennya kalah, Jamie menarik paksa Rena, Dina, Rama dan Marcell untuk satu kelompok dengannya. Kelompok dibagikan, dan Yoshi memberikan tugas kepada anak muridnya.

Yoshi mengira kalau masalahnya selesai. Ketika dia mengamati keadaan kelas saat tugas berlangsung, Yoshi dapat melihat kalau Jamie hampir tidak melakukan apapun. Jamie malah melimpahkan tugas mencari bahan dan menulis ke teman - temannya, terutama Marcell dan Dina. Bahkan ketika Yoshi meninggalkan kelas, dia sempat mengintip kalau Jamie hanya berselfie genit selama Yoshi pergi meninggalkan kelas itu.

Kalau di kelas Delia, Jamie seringkali enggan mengerjakan tugas. Delia sudah menyuruh beberapa anak membacakan puisi karangan mereka, dan seorang teman sekelas mereka, Azka, meminta Jamie untuk jadi yang selanjutnya. Tapi Jamie sempat menolak untuk maju membacakan puisi yang dibuatnya di depan kelas. Dengan nada suaranya yang menyebalkan, Jamie menolak dan memberikan alasannya, membuat Delia harus menahan dirinya agar tidak menjambak Jamie agar bisa maju ke depan. Padahal, Delia sudah menyampaikan bahwa semua orang akan maju, karena Delia akan memberikan penilaiannya.

Delia menarik napas dan menahan emosinya. Dia berusaha memaksa Jamie untuk maju dengan "ancaman kejam" bahwa dia tidak akan memberi nilai pada Jamie. Kalau tidak, mungkin saja Delia akan memaksanya untuk berpuisi di ruang guru atau malah di tengah lapangan jika nilainya kurang di penilaian akhir nantinya.

Setelah paksaan yang kejam dari Delia, diiringi dengan paksaan teman sekelasnya yang sepertinya ingin menyiksa Jamie secara tidak langsung, dia akhirnya maju. Itupun Jamie memberikan penampilan setengah hati dan puisinya dia bacakan dengan suara bak seseorang yang sedang berkumur.

Parahnya lagi, dia sempat meminta bantuan orang lain dalam pembuatan puisinya. Awalnya dia minta bantuan Reztya. Permintaannya ditolak dengan halus oleh Reztya.

Lalu, dia minta bantuan Sherlina. Dia berusaha meminta bantuan dengan nada yang dimanis - maniskan, berharap bahwa Sherlina akan membantu. Tapi Sherlina malah membalasnya dengan tatapan galak, dan menolak keras permintaan Jamie dengan nada sarkastik yang membuat Delia ingin sekali untuk tertawa keras - keras.

Terakhir, Jamie mencoba minta bantuan Rista. Berbeda dengan Sherlina, sepertinya dia sedang tidak dalam suasana hati yang baik untuk melabrak Jamie. Untuk mengatasinya, anak yang satu ini memilih untuk diam seribu bahasa, seolah telinganya disumbat kapas. Rista terlalu asyik menulis di atas buku latihannya, dan mengabaikan Jamie. Sampai akhirnya Jamie menaikkan suaranya sedemikian rupa. Balasan Rista lebih membuat Delia puas. Karena dia hanya mendongak dan mengatakan "hah? Apa katamu?", yang langsung membuat Jamie melengos dengan kesal.

Kalau saja Delia bukanlah guru di kelas itu, maka dia akan tertawa keras akan dua macam respon yang luar biasa itu. Hal yang lebih membuat Delia tertarik adalah, setelah Jamie pergi, Sherlina dan Rista memandang satu sama lainnya, dan bertukar sebuah senyum jahat. Delia kenal senyum semacam itu, dan dia mengagumi kerja sama dua anak itu.

Delia memutuskan untuk berkeliling kelas, dan berdiri di dekat Rista dan Sherlina, menanyakan bagaimana pekerjaan mereka. Keduanya sudah membuat beberapa perkembangan, tapi Rista merasa kalau suasananya agak berisik. Delia memperbolehkan mereka berdua untuk menggunakan headset, kalau - kalau Jamie mengganggu mereka lagi. Jadi, dua anak itu menurut dan segera menyumpal kedua belah telinga mereka dengan headset dan membiarkan Jamie mengerjakan tugasnya dengan cemberut.

Di pelajaran Pak Indra, Jamie selalu mengeluh kalau apa yang Pak Indra perintahkan untuk lakukan itu terlalu berat, seperti berkeliling lapangan sekolah beberapa kali atau melakukan aktifitas fisik lainnya. Pak Indra, yang terlihat lembut walau sebenarnya beliau bisa bersikap cukup keras, langsung menawarkan Jamie untuk keluar dari kelasnya kalau dia tidak suka dengan ketentuan yang diberikan oleh Pak Indra. Padahal, beliau sudah berusaha untuk menyusun rutinitas fisik dengan baik sesuai dengan kemampuan mereka.

Selain itu, di sela jam pelajaran, kadang Jamie memainkan ponselnya seenak jidat, yang membuat Pak Indra hampir saja memberinya hukuman. Tapi saat itu, ada beberapa anak laki - laki yang sudah diperbolehkan untuk bermain sepakbola, dan entah bagaimana caranya, bolanya melayang ke arah Jamie. Si penendang hanya bilang maaf sekilas, lalu mengambil bolanya dan pergi. Jamie kesal, tapi Pak Indra hanya diam dan mengamati dengan sebuah senyum terpasang di wajahnya.

Di pelajarannya Arin, dia memberikan tugas untuk menggambar interior sebuah rumah. Saat Arin keluar kelas, apa yang terjadi?

Arin mengintip apa yang terjadi melalui jendela, sambil memperhatikan tindak - tanduk Jamie dengan seksama. Pada awalnya, Jamie menanyakan tugas apa yang mereka terima, dan menggambar beberapa saat. Tidak lama kemudian, dia menyerahkan kertas gambarnya kepada Rei, dan meminta si ketua kelas untuk melakukan pekerjaannya. Arin hanya diam, tapi dia menandai kalau dia harus mengosongkan nilai untuk Jamie nantinya.

Di pelajarannya Rendi, dia bahkan mengambil beberapa foto selfie saat Rendi keluar sebentar. Rendi yang menciduknya hanya diam, dan memutuskan untuk memberikan kertas tugas kepada seluruh murid. Hanya saja, pertanyaan yang diterima Jamie lebih sulit daripada yang lainnya. Rendi tertawa jahat dalam hatinya, karena pertanyaan yang dia berikan sepintas terlihat gampang, tapi ada beberapa jebakan di dalamnya.

Di pelajaran Bu Risa, Jamie tak hentinya mengobrol dengan Rena. Pembelajaran yang diberikan Bu Risa menarik minat semua murid, kecuali Jamie. Dia tetap berbicara dengan suaranya yang agak nyaring dan tak peduli dengan keberadaan Bu Risa. Rena terganggu karenanya, yang membuat Bu Risa harus membentak Jamie dulu agar dia mau diam.

Terakhir, Hendra sengaja mengetes Jamie. Dia ingin tahu siapa saja orang yang sering dimanfaatkan oleh Jamie. Caranya?

Hendra memberikan sebuah tugas kelompok dengan anggota kelompok masing - masing 4 orang. Pertama, dia menuliskan nama anak laki - laki di kelas IX B dan memasukkan mereka secara acak ke berbagai kelompok, lalu para perempuan harus memilih kelompok mana yang mereka mau. Lalu, apa yang terjadi?

Jamie langsung menyambar spidol yang disediakan oleh Hendra, dan menempatkan namanya di kelompok tempat Marcell dan Rei berada. Hendra hanya tersenyum saat melihat kelakuan Jamie itu. Dia sudah bisa menduganya, karena dari beberapa tugas yang diberikan oleh rekan - rekannya, sepertinya Jamie memang memanfaatkan Marcell habis - habisan. Kini Hendra mendapatkan konfirmasi dari hipotesisnya itu.

Baru dua minggu, dan EG Group sudah merasa kesal dengan perilaku Jamie yang seperti itu. Mereka tidak bisa bayangkan bagaimana "teman" sekelasnya bisa bertahan selama hampir tiga tahun. Rasanya ingin sekali merebus tubuh Jamie ke dalam minyak panas karena kelakuannya yang kurang ajar itu, kalau mengutip kata - kata yang pernah iseng dilontarkan oleh Delia.

Tingkah lakunya yang seperti tirani dan sok sempurna itu membuat banyak orang geram. Memangnya dia siapa coba? Dia bukan ratu jagat raya, kan? Lagaknya sok sekali, membuat Yoshi harus sering berada di dekat Delia, kalau - kalau kekasihnya meledak karena amarah.

Selain itu, EG Group mengamati beberapa kejadian yang ada di kelas IX B. Keadaan kelihatan biasa saja, hingga akhirnya ada satu insiden di mana Jamie merasa tersinggung akan gambar yang ada di buku Azka. Hendra sedang mengajar di kelas IX A yang berada di sebelah, dan guru BP yang mengawasi ruangan mereka sedang pergi sebentar. Ketika itu, Hendra mendengar suara meja digebrak, yang membuatnya terganggu dan dia bilang pada murid IX A kalau dia akan mengecek ke sebelah.

Hendra datang ke kelas IX B, dan menanyakan apa yang terjadi. Jamie menjelaskan kalau Azka menggambar sesuatu yang ditujukan untuk menyinggungnya. Hendra menatap gambar yang ada di buku Azka, dan melihat gambar karikatur sesosok setan merah dengan bibir sumbing. Kalau saja keadaannya tidak serius, maka Hendra akan memuji gambaran Azka. Hendra menggeleng, berpikir bagaimana bisa Jamie tersinggung akan gambar yang belum tentu ditujukan padanya?

Guru BP datang, dan berusaha menenangkan Jamie. Tapi tidak ada yang berusaha melakukan apapun pada Azka atau gambarnya. Ketika guru BP berhasil menarik Jamie menjauh, Hendra menepuk bahu Azka dan mengatakan kalau dia memiliki hasil karya gambaran yang bagus. Hendra bahkan tidak peduli apa maksud dari gambar itu, baginya apa yang digambar Azka sangatlah menarik.

Selain itu, Jamie juga suka mengejek orang dari belakang. Arin pernah mendengar beberapa perkataan Jamie yang menghina kecantikan Desi dan Naomi yang jelas merupakan dua anak tercantik di kelas mereka. Mendengar perkataan itu, Arin akan selalu mengatakan "murid ibu yang cantik" setiap kali dia memanggil Desi dan Naomi untuk membuat Jamie kesal.

Jamie mungkin terlihat tidak berdaya di hadapan duo bangku belakang di IX B, Rista dan Sherlina. Tapi masih saja Jamie punya nyali untuk menjelek - jelekkan Rista dan Sherlina dari belakang. Mendengar itu, Delia berusaha menahan emosinya. Karena itulah, dua anak itu dengan cepat menjadi anak emas dalam kelas Delia, dan sang guru selalu memujinya dengan tujuan membuat Jamie "panas".

Di saat seperti inilah, EG Group bertanya, memangnya dia itu siapa sih? Sampai dia bertingkah sebegitunya dan sok berkuasa di kelas. Orang dewasa yang harus menangani kasusnya ini merasa kalau dia tidak dibesarkan dengan benar. Kok bisa ada anak seperti Jamie yang "lepas" di dunia sebagai seseorang yang dicap waras?

Itulah yang di bahas oleh Seven Wonder saat jam istirahat. Karena Hendra berada bersama mereka, ini berarti formasi mereka lengkap. Sambil menyantap makan siang yang mereka pesan di kantin, mereka membahas perkembangan penyelidikan mereka.

"Dasar bocah itu! Tahu nggak, kalau saja boleh, dia itu sudah kugantung di tiang bendera!" ujar Delia dengan geram.

"Iya. Nyebelin banget!" sahut Arin.

"Eh, tapi aku mau tanya. Kok, di antara semua orang yang ada di kelasnya, Jamie malah nggak berani menghina Rista dan Sherlina dari depan sih? Bukannya dia melakukan hal itu pada orang lain?" tanya Yoshi.

Hendra terkekeh, "Kata Sherlin sih, Jamie takut sama mereka berdua. Rista sama Sherlin kan tipe anak pintar dan keduanya nggak segan kalau harus berantem. Mereka berdua bisa berargumen dengan baik, sebaik cara mereka menonjok lawan mereka. Mereka nggak takut sama Jamie, makanya Jamie yang jadi takut sama kecuekan mereka berdua. Ruang BP sekalipun gak bakalan bisa membuat mereka merasa terancam. Toh mereka kan merasa benar," jawab Hendra.

"Kalau Azka bagaimna? Katanya, sebelum insiden gambar itu Jamie nggak begitu berani ngelabrak Azka kan?" tanya Rendi.

"Ya, itu kan karena dia nempel terus sama Sherlin. Selain itu, kurang lebih dia juga nggak takut sama Jamie. Apalagi, katanya Azka kalo ngamuk itu bakalan seram. Bisa hancur satu kelas."

"Bisa - bisanya ya mereka mengajukan diri jadi informanmu," kata Pak Indra.

"Mereka benci Jamie. Makanya mereka mau bantu."

"Lalu kalo Marcell? Dia itu terlalu bodoh atau apa sih bisa sampai dengan senang hati dimanfaatkan Jamie?" tanya Bu Risa.

"Begini, katanya Marcell itu tipe orang yang nggak bisa kalau hidup cuma dengan beberapa teman. Kalau dia menjauhi Jamie, dia bakalan kehilangan banyak teman. Itu saja sih. Dia cuma terlalu takut untuk mengambil resiko. Soalnya Marcell ini kan tipe social butterfly gitu. Padahal kan masih ada Rista dan yang lainnya.

"Oke, saya ngerti."

"Kita perlu rencana untuk melumpuhkan Jamie. Tapi aku masih bingung apa itu. Kan, kita tidak bisa seenaknya bertindak tanpa bukti."

Mereka semua terdiam, sambil menikmati makan siang mereka. Masing - masingnya terdiam dan berpikir, hingga akhirnya sebuah suara memecahkan keheningan itu. Dua orang anak perempuan masuk ke dalam ruang guru.

"Pak Hein~ yuhu~" seru mereka berdua.

Hendra menoleh, dan dia menemukan Sherlina dan Rista. Dia tersenyum. Dua informan kecilnya kemari, dan Hendra tahu kalau ini artinya mereka akan dapat tambahan informasi.

"Halo Pak Hein!" sapa mereka berdua.

"Eh, kalian. Ada apa nih?" tanya Hendra, lalu menyuap sesendok gado - gado yang ada di hadapannya.

"Bapak lupa ya? Bukannya bapak nyuruh kami mengumpulkan tugas hari ini kan?" ujar Rista.

Hendra menelan makanannya, lalu tersenyum, "Oh iya, saya lupa. Ehehe, maaf. Kalian sudah selesai?"

"Sudah dong! Nih, flashdisk - nya pak. Nanti panggil saja kalau sudah selesai mengkopi datanya," kata Rista, lalu meletakkan sebuah flashdisk berwarna biru di meja Hendra.

"Pulang sekolah nanti kalian ambil deh. Kalau - kalau saya perlu tambahan sesuatu, jadi bisa saya kasih instruksinya ke kalian."

"Oke pak!" sahut mereka berdua.

"Tugas yang itu sudah Sher?"

"Sudah kok pak. Itu termasuk data yang bapak minta itu juga. Jangan kaget loh pak, suara kami juga nampang di situ," ujar Sherlina yang kali ini bersuara.

"Iya deh. Makasih ya Sher."

"Iya pak. Sudah tugas kami itu," kata Sherlina, lalu mengedipkan sebelah matanya pada Hendra.

Hendra terkekeh, "Kalian istirahat gih sana."

"Ya sudah, selamat mendengarkan ya pak~"

"Oke .…"

Kedua anak itu menyampaikan salam mereka kepada guru - guru mereka, lalu keduanya langsung keluar dari ruang guru. Mereka terlihat sangat riang, dan bercanda dengan gaya mereka yang agak kasar saat sudah di luar kelas. Sementara itu, EG Group masih membeku.

"Nah, karena datanya sudah datang, lebih baik kalian dengarkan juga nanti," ujar Hendra, lalu menjauhkan piringnya yang sudah tandas.

Hendra mengambil selembar tisu dari kotaknya yang dia comot dari meja Delia, dan membersihkan tangannya. Setelah seleasai meminum es teh manisnya, Hendra langsung menyalakan laptopnya dan memasukkan flashdisk itu ke lubang yang ada di laptopnya. Dia mencari data dari tugas mereka, lalu dia mengkopinya. Dia juga melihat ke sebuah data rekaman yang ada di sana, lalu sebuah data dalam bentuk .docx, yang dia juga kopi ke dalam laptopnya.

Hendra membuka file berbentuk .docx itu, lalu membaca sekilas. Terakhir, Hendra mengkopi data rekaman suara yang ada di dalam flashdisk itu. Setelah selesai, dia mencabut perangkat berisi data itu dengan baik dan benar, lalu mengantongi flashdisk - nya.

"Itu data apa?" tanya Yoshi.

"Bagus kamu bertanya, Yo. Aku sudah minta Sherlina merekam apa saja yang dibicarakan Jamie dan teman sebangkunya. Kalau - kalau ada sesuatu yang penting dia bicarakan dengan Rena. Supaya kita tahu apa yang mereka bicarakan di belakang kita," jawab Hendra.

"Ternyata itu yang jadi "tugas" mereka? Boleh juga, sudah sekelas mata - mata rupanya mereka," kata Pak Indra, lalu terkekeh.

"Bisa dibilang mereka berdua ada bakat jadi agen rahasia. Tapi kita butuh ruangan yang lebih privasi untuk mendengarkannya hasil penyadapan mereka ini."

Nira yang sejak tadi asyik mendengarkan pembicaraan para penyidik dan duduk tepat di sebelah Hendra. Perempuan ini selalu tertarik akan kasus yang dihadapi Hendra, entah karena alasan apa. Dia tentunya akan senang jika bisa membantu Hendra. Karena itulah, dia membuka mulutnya dan memberikan sebuah ide.

"Pakai saja ruangan bendahara. Ayo ke ruanganku!" ujar Nira, lalu dia langsung berdiri.

~~~~~

Tidak ada seorangpun yang menentang perkataan Nira. Sepertinya mereka setuju kalau ruangan bendahara yang dikuasai oleh Nira akan jadi tempat yang tepat untuk mendengarkan pembicaraan yang berhasil direkam oleh informan mereka. Karena itulah, mereka bergegas untuk menuju ke ruang bendahara.

Setelah sampai di ruangannya, Nira menutup pintunya. Dia juga memastikan bahwa dia mengunci pintunya dengan benar. Hendra duduk di kursi kerja Nira, dan meletakkan laptopnya di atas meja kerja, setelah mengesampingkan beberapa kertas pekerjaan Nira. Setelah semua orang siap, Hendra langsung memutar rekaman yang diberikan oleh Sherlina.

"Oke, halo Pak Hein, dan para penyidik lainnya yang mendengarkan rekaman ini. Kalian akan mendengarkan apa yang dibicarakan oleh Jamie dan teman sebangkunya selama jam kosong di jam pelajaran kelima, yang terjadi pada hari Kamis, tanggal 21 Januari 2016. Kami, tepatnya dari Levitator, yang terdiri atas aku, Rista dan Azka akan berusaha diam agar tidak berisik. Tapi kalau ada suara berisik lain jangan salahkan kami, bisa jadi ada orang lain yang masuk atau apalah. Aku akan langsung tunjukkan bagian pentingnya saja," terdengar suara dari Sherlina yang memberikan keterangan.

Hendra mengangguk. Dia memang menyuruh Sherlina memberi keterangan di setiap informasi yang akan diberikan kepadanya. Tanggal, bahkan kalau perlu sekalian dengan rincian jamnya. Rupanya Sherlina cukup perhatian akan detail itu, karena dia mencantumkannya. Kalau begitu, bukti ini bisa saja digunakan untuk pengadilan atau proses hukum nantinya.

Mereka semua diam dan mendengarkan perbincangan yang terekam dengan seksama. Setelah terdengar suara kemerisik selama beberapa saat, akhirnya terdengar suara latar belakang beberapa orang berbicara. Setelah beberapa lama, akhirnya terdengar sebuah suara yang cukup nyaring.

"Huh, guru baru itu semuanya nggak asyik," kata sebuah suara, yang tidak salah lagi milik Jamie.

"Kenapa Jam?" tanya seseorang, yang suaranya dikenali sebagai Rena, teman sebangku Jamie.

"Yah, kamu lihat kan? Mereka semua membosankan. Pak Yoshi bikin aku ngantuk setiap kali pelajarannya, Bu Delia sok galak lah,  Pak Indra juga doyan banget nyiksa murid! Belum lagi tugas aneh dari Pak Hendra! Mereka semuanya gak asyik! Aku sampai heran gimana anak San Rio bertahan dengan guru kayak begitu."

"Anak San Rio kan beda. Mereka lebih pintar daripada kita. Otak mereka jelas kuat menghadapi guru macam itu."

"Alah, Sekolah San Rio palingan muridnya pada masuk dengan cara nyogok. Itu kan sekolah mahal."

"Yah, bisa jadi. Aku kan nggak punya teman anak San Rio."

"Halah, mereka kan banyak dikuras duitnya. Inilah, itulah. Nggak heran kalau muridnya satu kelas nggak sampai 30 orang."

"Tapi aku dengar guru - guru di San Rio memang pada tegas dan galak.  Mereka nggak akan segan ngasih hukuman berat kalau muridnya macam - macam. Persaingannya juga ketatnya minta ampun."

"Alah, guru itu mau di mana saja tetap sama saja kok. Lagipula, ngapain takut? Mereka kan bukan orang sini, jelas mereka nggak akan berani buat ngasih hukuman yang macam - macam. Bisa tercoreng nama sekolah mereka yang elit itu. Makanya, aku santai saja menghadapi mereka. Lagipula, aku sudah mengumpulkan beberapa foto yang lumayan bagus. Tinggal kasih sedikit sentuhan saja, pasti jadinya meyakinkan. Mau guru dari sini, atau San Rio, para guru nggak bakalan bisa apa - apa deh!"

"Yakin kamu Jamie?"

"Jelas saja! Aku akan dengan senang hati menyebarkan foto mereka. Sekolah San Rio itu jarang ada skandal kan? Sekekali mereka perlu dijadiin trending topic," sahut Jamie, diiringi dengan sebuah tawa jahat.

"Yah, terserah kamu sih. Aku sih cuma lihat saja, soalnya aku nggak tahu persis apa rencana yang sebenarnya ada di dalam kepalamu."

"Caranya sama dengan yang sebelumnya. Tapi nanti aku akan pilih waktu yang random. Aku bisa angkat soal skandal Pak Yoshi sama Bu Delia. Pasti seru kan? Mungkin nanti aku akan menggunakan media sosial juga? Pasti asyik."

"Yakin nggak apa? Kamu nggak takut ketahuan?"

"Yakin lah. Aku tahu kalau semua guru di sekolah sudah mengetahui soal foto Bu Amy sama Pak Kepsek. Mereka pasti akan diperingatkan sama guru sekolah kita supaya nggak macam - macam denganku!"

"Beneran?!"

"Bener. Buktinya, kemarin kita bisa dapat kunci jawaban, kan? Terus, Bu Amy juga nggak macam - macam kan selama di kelas? Saat aku berada di ruang Bu Hamidah, beliau membelaku tuh soal gambar itu!"

"Hm, kamu ada benarnya."

"Huh, lihat saja deh! Nilaiku pasti bakalan lebih tinggi daripada si Naomi atau siapapun."

"Bahkan untuk pelajaran Bahasa Indonesia sekalipun?"

"Ayolah, Bu Delia itu cuma sok kuat. Bahkan ya, aku dapat foto di mana dia menyandarkan kepalanya ke Pak Yoshi dengan manja. Aku yakin Bu Delia cuma perempuan manja seperti perempuan kebanyakan. Aku pasti bisa ngalahin nilai Sherlina atau Rista deh!" kata Jamie, lalu kembali tertawa jahat.

"Wah, kalau begitu sih jelas nggak bisa mengelak lagi beliau. Pasti kalah deh!" sahut Rena, lalu juga ikut tertawa.

"Ah, sudahlah. Kelasnya pasti kosong ini. Pak Hildan pasti nggak masuk. Yuk cabut! Aku haus nih!"

"Oke! Yuk!"

Setelahnya, suara Jamie dan Rena menghilang. Keadaan hening selama beberapa saat, sebelum akhirnya terdengar suara kemerisik lainnya. Ada sebuah suara meja digebrak dengan cukup keras, yang diikuti dengan suara percakapan.

"Nah, tuh kan! Dia itu memang cewek bangsat! Nggak salah dugaan kita selama ini!" seru sebuah suara, yang berasal dari Sherlina.

"Iya Sher! Rupanya dia lebih keterlaluan daripada dugaan kita. Kukira awalnya dia memang lihat Farah ngapa - ngapain, eh rupanya dia sengaja! Pakai bikin sensasi segala!" suara ini lebih tenang, yang berasal dari Rista.

"Wah, dia malah pakai menghina San Rio segala lagi! Nggak tahu sih dia, guru San Rio itu banyak yang kompeten. Makanya tarif sekolah di sana cukup mahal. Pulangnya juga sedikit lebih lambat daripada kita. Fasilitasnya lengkap, kelasnya bagus, ekskulnya lengkap. Mungkin dia nggak pernah coba datang kali ya pas San Rio bikin festival? Makanya emakku maksa banget supaya aku bisa masuk ke sana, walau akhirnya aku gagal dalam tesnya. Ortuku awalnya saja mau coba menyogok, tapi ditolak mentah - mentah tuh sama pihak San Rio!" suara kali ini berasal dari seorang anak laki - laki, yang tidak salah lagi adalah Azka.

"Iya, anak San Rio memang dimanja dengan banyak hal keren di sekolahnya. Nggak heran kalau pengeluaran mereka agak mahal. Tapi yang mereka dapatkan sebanding. Kalau gua jenius mah, kepengen banget lah gua masuk ke sana!"

"Ya coba saja kenapa? Nggak ada salahnya loh. Siapa tahu kamu beruntung, hehe."

"Intinya, dia itu sudah kelewatan keterlaluannya! Jadi, bajingan itu harus mendapat balasannya!"

"Aku setuju. Makanya aku sejak awal nggak keberatan untuk memberikan info soal Jamie ke Pak Hein."

"Hmm, dasar Senpai! Pantasan saja!"

Perkataan Azka tadi membuat Delia tersenyum. Rupanya sosok tertindas seperti Azka masih punya pelindung seperti Sherlina dan Rista. Delia sudah banyak mengamati hubungan mereka, dan apa yang terjadi antara Azka dan Sherlina mengingatkannya akan bagaimana dia dan Akira saat zaman sekolah. Apalagi panggilan "Senpai" itu, semakin membuat Delia tersenyum.

"Anggaplah itu pembalasan buat kita, dan dari anak kelas IX B pada umumnya."

"Pantas saja kamu ngasih tahu soal obrolan kalian di BBM! Jadi kamu kepengen kita juga cari info soal Jamie, begitu?"

"Kan dia nggak minta rahasiain. Lagian, aku tahu kalau kalian bakalan membantu juga, dengan senang hati tentunya. Lalu, aku tahu kalian juga akan tertarik akan hal ini, dan akan membantu dalam menguak kebusukan Jamie."

"Itu sih pasti Sher! Aku memang sejak awal nggak suka sama dia!"

"Apalagi aku, Ka!"

"Wah, kalau aku sih sudah jelas! Sudah sejak awal aku ada di barisan terdepan kalau soal memusuhi dia. Sudah otaknya nggak dipakai dengan benar, pakai mau memeras guru lagi!"

"Tahu ah dia itu, pinter ngedit saja bangga."

"Lagian, aku juga kasihan sama Marcell. Dia kok mau dengan bodohnya jadi kaki tangan Jamie? Kita harus hentikan penderitaan orang - orang yang terpaksa jadi anak buahnya!"

"Cie, yang kasihan sama gebetannya~"

"Gebetan apaan sih Sher!"

"Aku cuma canda saja kok Ris. Lagian, aku juga simpati kok sama Marcell. Dia kan cuma pengen berteman. Nyatanya, si Jamie malah kayak begitu!"

"Iya. Marcell itu orang baik. Marcell padahal juga nggak suka sama Jamie, tapi dia itu pengecut. Karena takut kehilangan teman, dia malah terima saja dijadikan pembantu sama Jamie! Padahal cowok itu sadar sama apa yang terjadi!"

Pernyataan tadi membuat Hendra mengerutkan alisnya. Marcell sadar kalau dia dimanfaatkan? Ini adalah berita baru. Selama ini Hendra mengira kalau anak itu memang bodoh. Ternyata dia sadar, tapi dia tidak bisa melepaskan diri dari Jamie, bukannya sengaja berada di dekat Jamie karena dia tidak ingin kehilangan teman. Ini berarti, Marcell adalah salah satu pihak tertindas juga.

Informasi ini juga disadari oleh EG Group. Mereka terdiam dan mencerna perkataan Azka tadi, dan mengerti akan bagaimana keadaan Marcell yang sebenarnya.

"Apa yang dia lakukan sebenarnya nggak bisa disalahkan juga sih. Kan jadi masalah juga kalau dia tiba - tiba nggak bantuin Jamie. Dia bakalan diinjak harga dirinya habis - habisan sama Jamie. Siapa yang bisa nolongin dia coba? Kita juga nggak bisa berbuat banyak kan? Tipe manusia kayak dia itu nggak tahan banting."

"Memang itu yang dilakukan sama Marcell. Dia terpaksa, tahu!"

"Ho - oh, padahal kan Marcell sadar. Yah, apa boleh buat lah."

"Jadi, apa tindakan kita selanjutnya, Senpai?"

"Kita harus bantuin Pak Hein dan yang lainnya. Cuma itu yang bisa kita lakukan. Dia dan teman - temannya sudah sengaja kemari, jadi jangan sampai penyelidikan mereka sia - sia!"

"Iya Ka! Biar mereka yang kasih balasan buat Jamie!"

"Tapi, aku nggak bakalan puas kalau belum menghajar dia barang dengan satu bogeman."

"Dasar bocah psikopat!"

"Hehehe, habis geregetan sih!"

"Walau sebenernya aku juga kepengen sih nonjok hidungnya. Yah, bolehlah nanti kita request sama Pak Hein."

"Yaaah! Ternyata nih anak sama saja!"

"Nanti kita bisa minta izin buat nonjok dia setelah dia ketangkap nanti! Kayaknya seru sih, lihat dia tersiksa gitu."

"Ide bagus, Senpai!"

"Ah, aku keasyikan! Aku lupa matiin rekamannya! Sori guys, hehe."

"Yah, bocor dong pembicaraan kita ke Pak Hein," sahut Azka, diiringi dengan tawa dari Rista.

"Gak apa kan? Dengan begini mereka tahu kalau kita ada dalam pihak mereka."

"Oke. Tadi bapak dengar sendiri kan apa yang dikatakan Jamie? Dan kalian juga sudah dengar apa pendapat kami. Kurasa ini sudah cukup. Sedikit tambahan, baik aku, Rista, dan Azka akan selalu bersedia membantu bapak baik dalam masalah memata - matai atau minta pendapat. Levitator sudah lama memusuhi tirani bangsat yang satu ini, dan kami siap untuk melakukan pemberontakan kapanpun anda mau, komandan!"

"Seru juga nih, kita jadi tim oposisi ya? Kukira kita harus lulus dengan fakta bahwa Jamie akan jadi makhluk yang harus kulupakan. Rupanya kita bisa melakukan tindakan seperti ini? Jelas aku akan membantu!"

"Aku juga! Siapa sih yang mau ketinggalan untuk memusnahkan kutu busuk macam si setan itu? Selama aku bisa membantu membuat dia jera, maka aku akan bahagia!"

"Sudah dengar sendiri kan? Tenang saja pak! Kami juga setuju kalau dia harus ditangkap! Oke, sampai sini dulu. Kalau ada apa - apa, bapak bisa hubungi atau cari kami. Kami menunggu instruksi bapak selanjutnya. Levitator, out!"

Dengan perkataan Sherlina tadi, hasil rekamannya berakhir. Semua orang yang mendengarkannya terdiam, berusaha mencerna informasi apa saja yang mereka dapatkan dari rekaman itu.

Secara garis besar, mereka mengetahui pendapat apa yang dimiliki Jamie soal "guru baru"nya. Berita bagusnya, Jamie tidak curiga kalau mereka bukan guru betulan. Berita buruknya ya ... Jamie rupanya sudah bergerak dalam mencari foto aib mereka.

Selain itu, Hendra merasa senang karena kedua teman Sherlina itu berada di pihak mereka. Kedua anak itu sudah masuk radar pengamatan Hendra sejak pertama kali dia melihatnya, karena dia tahu kalau mereka akan tertarik untuk terlibat dalam masalah ini. Rupanya benar saja, mereka memutuskan untuk membantu.

Hendra teringat akan perkataan temannya yang merupakan seorang agen. Benar juga, kalau dengan lebih banyak informan dan jaringan yang lebih luas, masalah apapun bisa saja diselesaikan dengan mudah.

Sementara itu, EG Group membeku setelah mendengarkan rekaman itu. Mereka berusaha mencerna apa yang mereka dapat, dan berpikir apa yang seharusnya mereka lakukan sekarang.

"Wah, aku sih nggak terima kalau begitu ceritanya. Enak saja dia mau menyebarkan fotoku!" ujar Yoshi.

Hendra menghela napas. Yoshi benar. Ini berarti mereka punya masalah baru lagi. Mereka memang harus segera menghentikan Jamie. Karena tidak ada seorangpun di antara mereka yang mau mengendorkan "cara mengajar" mereka setelah mendengar perkataan Jamie tadi.

Ngomong - ngomong soal Delia ... kini perhatian Hendra tertuju kepada Delia. Si perempuan terdiam, berusaha untuk menahan dirinya. Yoshi juga menyadari hal itu, dan dia memandang Hendra. Tidak salah lagi kalau Delia akan meledak sebentar lagi.

"Kusarankan ... kita menjauh," ujar Hendra sambil bergeser menjauh dari Delia.

"Kenapa?" tanya Rendi, yang masih tidak mengerti apa maksudnya tapi juga ikut menjauh.

"Karena Delia akan meledak dalam ... tiga detik lagi."

Di dalam hati masing - masing, setiap orang mulai menghitung mundur, sambil memperluas jarak mereka dengan Delia. Delia sendiri masih terdiam, sambil mengepal tangannya.

Tiga ... dua ... satu!

"SIALAAAAAAANNNNNN!!!!!!! ITU BOCAH BAKALAN KUCEKIK SAMPAI MATI KALAU SUDAH DAPAT NANTI! MASIH BAU KENCUR SUDAH BERANI YA! AWAS SAJA KALAU NANTI GUA DAPAT TUH FOTO! BELUM LAGI DIA BERANI - BERANINYA NGEJELEK - JELEKIN REPUTASI SAN RIO! KALAU SUDAH DAPAT NANTI, DIA BAKALAN GUA BAKAR HIDUP - HIDUP, TERUS DAGINGNYA GUA JADIIN DENDENG, TERUS ...."

Kemarahan Delia harus terhenti karena Nira bergegas menahan tangan Delia, dibantu dengan Bu Risa. Kemudian, Nira berhasil menutup mulut Delia agar dia tidak bisa teriak lagi. Arin kini juga membantu memegangi Delia.

"Weits, santai sedikit dong Del!" kata Arin.

"Woi! Inget dong! Di seberang kita ini ruangannya Pak Kepsek, tahu!" ujar Nira, mengingatkan.

"Perlu dicium dulu sama Yoshi dulu tuh kayaknya, baru dia bisa diam," celetuk Pak Indra.

"Iya nih Yo! Cium gih, biar Delia nggak berisik!" sahut Bu Risa, sambil bersusah payah menahan Delia yang meronta macam orang kesurupan karena dia ingin lepas dari pegangan dua orang di belakangnya.

Yoshi terkekeh, "Sini, sini! Cium dulu ya sayang~" ujar Yoshi, lalu dia mendekati Delia.

Yoshi mengambil alih tubuh Delia dari kedua rekannya. Sang kekasih langsung saja memeluknya erat, agar dia bisa diam.

"Lepasin Yo!" ujar Delia, yang masih meronta dalam pelukan Yoshi.

"Enggak. Kamu tenang sedikit kenapa," sahut Yoshi, sambil mengelus kepala Delia.

"Aku sudah coba Yo! Tapi kali ini aku benar - benar pengen menghajar dia!"

"Dewasalah sedikit, Del. Buktikan pada Jamie kalau dialah yang bocah, karena dia menggunakan cara licik hanya demi mendapatkan nilai yang bagus."

Yoshi mencium pipi Delia sekilas. Dari satu ciuman, berubah menjadi dua, dan lebih banyak lagi. Delia mulai tenang setelah beberapa belas ciuman, tapi dia memandang Yoshi masih dengan ekspresi marahnya.

"Pikirkanlah dengan kepala dingin, Del. Kalau kita mendapatkan dia, maka kamu bisa melakukan semua yang kamu bilang itu. Tapi jangan berlebihan juga. Soalnya akan lebih asyik kalau kita membiarkan dia membusuk di penjara," ujar Yoshi.

Delia terdiam, dan masih memandang Yoshi. Ekspresi menenangkan Yoshi membuat emosi Delia sedikit menurun. Dia berusaha menenangkan dirinya dengan tetap menatap Yoshi. Akhirnya, Delia menarik napas panjang dan menghembuskannya.

"Baiklah, tapi ingat, kalau suatu saat aku harus mengeksekusi mati dia, tempatkan aku di barisan penembak paling depan, " kata Delia.

"Itu bisa diatur. Tapi kok kamu masih cemberut sih? Walau sebenernya kamu imut sih kalau lagi marah. Minta dicium lagi ya? Ayo, mau request di mana?"

"Kayaknya yang harus menahan diri itu kamu deh Yo. Ini tuh sekolahan, tahu. Jangan sampai Jamie lihat kita kayak begini."

"Habis, aku gemes kalau lihat kamu marah. Pengen cipok deh jadinya~"

"Sudah deh, nggak usah. Makasih tawarannya. Sekarang, lepasin gua."

Yoshi terkekeh, "Nah, gitu dong. Jangan marah lagi."

Yoshi langsung melepaskan pelukannya dari Delia. Teman - temannya menampakkan ekspresi lega karena dia sudah lebih tenang. Delia berusaha mengatur dirinya sendiri, karena dia tahu kalau masalah ini harus diselesaikan dengan kepala dingin, bukan main asal bogem.

Sementara itu, Hendra kelihatannya sedang berpikir keras. Perhatian semua orang kini tertuju kepada Hendra yang entah sejak kapan sudah bolak - balik di ruangan Nira sambil meletakkan tangannya di bawah dagu. Tanda bahwa dia sedang berusaha untuk mencari ide.

"Kalau begini, kita tak ada pilihan lain. Kita harus segera menyusun rencana untuk menjebak Jamie. Kuharap Sherlina dan teman - temannya bisa memberikan informasi lainnya yang bisa menjadi celah kelemahan Jamie, sehingga kita bisa melakukan sesuatu. Walau begitu, jujur saja aku tidak yakin, karena kasus ini bisa jadi selesai lebih lama daripada apa yang kuperkirakan," ujar Hendra.

Sementara dia berpikir, Hendra tersenyum. Keberadaan Sherlina dan teman - temannya memanglah sebagai pemberontak. Tapi, Hendra menyukai keadaan itu. Ada seorang tirani, dan sekelompok pemberontak. Rupanya kasus ini lebih menarik daripada apa yang dia bayangkan sebelumnya.

"Aku akan membutuhkan banyak bantuan kalian, Levitator ...." bisik Hendra.

~~~~~

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top