Chapter 1 : Anggota Lama dan Anggota Baru
Agustus 2015
Hari itu, keadaan di ruangan EG Group tenang. Bulan Agustus sudah hampir berakhir, dan tiga orang yang ada di ruangan ini tidak mendapatkan kasus lain yang lebih menegangkan daripada yang terjadi di pesta dansa tahunan San Rio beberapa bulan lalu.
Sepasang kekasih yang ada di sana tengah mengobrol dengan asyiknya. Sementara itu, Pak Indra tengah berkutat dengan sekantong kuaci yang ada di hadapannya. Sekekali suara kulit kuaci yang dibuka oleh Pak Indra memecahkan keheningan yang ada di antara pembicaraan Yoshi dan Delia.
Keheningan itu tak berlangsung lama, karena tidak lama setelahnya terdengar sebuah ketukan di pintu ruangan mereka. Yoshi dan Delia saling memandang satu sama lain, sementara itu Pak Indra tersenyum. Dia meletakkan kulit kuaci yang ada di tangannya, lalu memandang ke arah pintu.
"Ya, silahkan masuk!" ujar Pak Indra.
Pintu terbuka, dan di sana muncul Bu Risa. Yoshi dan Delia mengerutkan alis mereka, mempertanyaan keberadaan beliau yang bisa tiba - tiba saja berada di hadapan mereka ketika Pak Indra langsung saja berdiri dan memeluknya dengan erat. Bu Risa menyambut pelukannya, dan bisa terlihat sebuah ekspresi kebahagiaan di wajahnya
"Risa, akhirnya kamu kembali," bisik Pak Indra, tepat di telinga Bu Risa.
"Ya, aku kembali, Ndra," sahut Bu Risa.
Keduanya masih berpelukan, dan karena Bu Risa menghadap ke dalam ruangan, dia bisa melihat ruang kerja mereka dengan sangat jelas. Ketika mengedarkan pandangannya ke meja di sebelah meja kerja Pak Indra, Bu Risa bisa melihat sebuah vas yang berada di sana terisi dengan mawar merah yang masih segar.
Pak Indra melepaskan dekapannya, dan kini menatap Bu Risa. Bu Risa terkekeh, yang membuat Pak Indra menaikkan alisnya, penasaran akan apa alasannya.
"Kebiasaanmu masih nggak berubah sampai saat ini ya?" tanya Bu Risa, sambil mengedarkan pandangannya ke meja tempat mawar itu berada.
Pak Indra menoleh, dan pandangannya kini tertuju ke mawar itu. Dia melirik Bu Risa, lalu tersenyum lebar.
"Aku kan sudah bilang, apapun yang terjadi, tidak akan ada yang bisa mengubah perasaanku," sahut Pak Indra.
Bu Risa tersenyum, kemudian matanya tertuju pada Yoshi dan Delia yang memberikan pandangan penuh arti pada keduanya. Tapi sepertinya Pak Indra lupa kalau di ruangan ini ada dua orang lain. Kedua orang itu sadar kalau mereka diabaikan, jadi keduanya mulai berdehem untuk menyadarkan atasan mereka. Pak Indra menoleh, dan disambut dengan tatapan tajam dari Yoshi dan Delia.
"Eh? Kenapa?" tanya Pak Indra, seolah dia tidak mengerti apa maksud keduanya.
"Cari ruangan lain sana, ini bukan tempat buat mesra - mesraan, tahu!" ujar Delia sambil mengibaskan tangannya.
"Betul kata Delia. Ini bukan tempat buat mesra - mesraan, apalagi buat melakukan yang iya - iya!" tambah Yoshi.
"Hei, kami kan tidak melakukan yang aneh - aneh di sini!" sahut Pak Indra, memberikan pembelaan.
"Itu kan karena ada kami berdua. Mungkin kalau kami nggak ada di sini, bisa saja ada kejadian aneh."
"Heh, dasar kamu ini ya."
"Tapi Yo, kok tadi kamu nyebutnya yang 'iya - iya' bukan yang 'enggak - enggak'?" tanya Delia
"Yah, karena mereka bakalan bilang 'iyes' bukannya 'no'," jawab Yoshi, lalu memberikan sebuah seringaian.
Delia terbahak karena jawaban yang diberikan oleh Yoshi, "Eh, iya juga."
Pak Indra menggelengkan kepalanya, "Dasar kalian ini. Gantian dong, sekekali saya yang dapat bagian romantis begini, jangan cuma kalian yang pacaran terus," ujar Pak Indra.
"Eh, jadi bapak ceritanya ngiri nih? Kalau gitu ya sudah, silahkan dinikmati deh pak!"
Bu Risa hanya bisa menghela napas ketika melihat kelakuan Yoshi dan Delia. Sementara itu, kini pandangan Yoshi beralih ke belakang Bu Risa, tepat memandang ke pintu. Pak Indra menyadari pandangan Yoshi itu, dan beliau mengerutkan alisnya, penasaran akan apa yang dilihat Yoshi. Sementara itu Delia dan Bu Risa masih belum perubahan ekspresi Yoshi.
"Maaf, benar ini ruangannya Pak Indra?" tanya sebuah suara, yang kini menyadarkan mereka semua.
Di depan pintu kini berdiri seorang pemuda dengan seragam kepolisian. Keempatnya menyadari kalau dia terlihat asing. Dia mengenakan kacamata, rambunya sedikit berponi yang disisir ke satu arah, dan kulitnya agak kecoklatan. Usianya mungkin kisaran awal 20 tahun. Perawakannya ramping, dengan sedikit bintik - bintik di wajahnya.
"Ya, benar. Ada apa?" sahut Pak Indra
"Perkenalkan, nama saya Rendi Gusfansyah. Saya anggota baru di sini," kata si pemuda.
Pak Indra tersenyum. Beliau mengulurkan tangannya untuk dijabat oleh si pemuda. Mereka berjabatan selama beberapa saat, sebelum Pak Indra memperkenalkan dirinya.
"Saya Indra Sutedja, pimpinan di divisi ini. Selamat datang di Divisi Penyelidikan Kriminal," kata Pak Indra.
Perkenalan singkat terjadi di antara mereka. Pak Indra menegaskan kalau Bu Risa adalah anggota lama yang baru saja kembali, lalu memperkenalkan Yoshi dan Delia. Rendi menjabat tangan Yoshi, dan sepertinya dia langsung menyukai rekan sebayanya, karena mereka saling berbagi pandangan selama beberapa saat.
Kemudian, Rendi beralih untuk berkenalan dengan Delia. Ketika keduanya berjabatan, bisa terlihat semburat merah di wajah Rendi. Sepertinya dia terpikat dengan Delia, karena dia memang perempuan dengan karakter yang cukup kuat.
Yoshi, walau kadang dia orangnya tidak gampang peka ketika ada perempuan yang meliriknya, dia akan langsung tahu ketika seorang pria tertarik pada lawan jenisnya. Dia jelas menyadari pandangan mata Rendi. Setelah Rendi selesai berkenalan dengan Delia, langsung saja Yoshi menyenggol Delia, yang mana sepertinya Delia juga menyadari hal yang sama. Keduanya terkekeh, sementara itu Rendi hanya bisa menunduk ketika menyadari kalau keduanya mungkin saja bisa menebak bahwa dirinya berusaha menyembunyikan ketertarikannya pada rekan barunya.
Setelah perkenalan singkat tadi, mereka duduk di meja mereka masing - masing. Rendi memutuskan untuk memilih meja yang berada tepat di belakang Yoshi, dan duduk di kursi yang tersedia di sana.
Bu Risa menyadari kalau Pak Indra tengah asyik ngemil kuaci, jadi dia langsung saja menarik kursinya dan duduk di sebelah Pak Indra, lalu mencomot kuaci dari kantongnya. Pak Indra menawarkan cemilan yang melelahkan untuk dimakan itu kepada rekan - rekannya, kemudian membuka perbincangan.
"Mungkin kamu bisa ceritakan sedikit tentangmu, Ren," ujar Pak Indra, lalu mengupas sebuah kuaci dan memakan isinya.
Rendi menceritakan secara ringkas tentang dirinya. Rupanya, dia seumuran dengan Yoshi, dan dia sebelumnya bekerja di unit kepolisian yang berada di pinggiran kota Inkuria. Dia dipindah karena di sana mereka kelebihan anggota untuk Divisi Penyelidikan Kriminal. Hal ini kontras dengan apa yang terjadi di pusat kota Inkuria, karena mereka kekurangan beberapa anggota. Jadi, dia mengajukan diri untuk pindah ke sini dan tinggal dengan salah satu keluarganya untuk bekerja di jantung kota Inkuria.
Setelahnya, bergiliran keempat orang lainnya menceritakan kisah mereka. Dimulai dengan perjalanan awal Pak Indra dan Bu Risa, lalu diakhiri dengan kasus terkini Yoshi dan Delia, tentunya dengan menghilangkan detil dengan pesta dansa dan kencan mereka berdua. Rendi menyimaknya dengan penuh perhatian, sambil sekekali mencuri pandang ke arah Delia.
"Eh, legenda yang dibilang sama Pak Said itu benar tidak sih?" tanya Rendi, ketika cerita mereka sudah selesai
"Legenda yang mana?" ujar Pak Indra, bertanya balik pada Rendi.
"Itu loh, legenda soal ruangan ini. Pak Said bilang kalau siapapun yang ditempatkan di ruangan ini, pasti adalah orang - orang yang punya kemampuan lebih?
"Oalah, legenda yang itu rupanya. Memang kamu percaya sama yang dibilang Pak Said itu betul?" tanya Bu Risa.
"Emm ... enggak tahu juga. Tapi, karena beliau bilang begitu, saya jadi penasaran akan kebenarannya. Soalnya, Pak Said kelihatannya sudsh senior dan tagu banyak hal yang terjadi di sini."
Pak Indra terkekeh karena pernyataan Rendi tadi, "Asal kamu tahu ya, kalau kamu dengar gosip dari Pak Said, itu belum tentu 100% benar. Soalnya Pak Said itu memang dari sananya punya potongan ala reporter infotaiment. Legenda itu memang ada, tapi kebenarannya tidak begitu akurat, kalau menurutku," kata Pak Indra.
"Lalu, bagaimana bisa legenda seperti itu bisa ada di sini?"
"Mungkin itu cuma kebetulan, karena memang manusia yang dulunya ada di ruangan ini semuanya punya keahlian, dan saat itu kami adalah satu tim yang kerja samanya sangat kuat."
"Iya, dan buktinya masih ada dua anggotanya di sini," ujar Yoshi, yang sudah membalik kursinya dan kini dia duduk di hadapan Rendi, kemudian Yoshi menunjuk ke arah Pak Indra.
"Pak Indra?" tanya Rendi.
"Yap, dua senior kita, yang memang ada di sini sejak lama. Mereka dulu punya grup yang diberi nama EyeGlass Group, atau EG Group."
"Mereka bersama dengan Bu Elli, Bu Rita, Pak Alvi, dan Pak Helmi sebagai pimpinan saat itu adalah kelompok yang dikenal sebagai legenda di ruangan ini," tambah Delia, yang sudah menarik kursinya dan duduk di sebelah Yoshi.
Yoshi terkekeh, "Pasti Hendra sudah kasih tahu kamu semuanya."
"Eh, ngmong - ngomong, Pak Indra sama Bu Risa ini suami istri ya?" tanya Rendi.
Pak Indra dan Bu Risa saling berpandangan. Mereka berdua saling berbagi senyuman. Sementara itu Yoshi dan Delia saling memandang dengan penuh arti, sebelum akhirnya kekehan terlepas dari mulut keduanya. Bu Risa menatap Pak Indra, dan sang kepala divisi menanggukkan kepalanya. Kemudian, Bu Risa mengeluarkan sesuatu dari tasnya.
"Wah, pas betul kamu menyinggung soal itu. Dulu ya, memang mereka sempat menikah dan berpisah. Tapi tenang, mereka ada rencana rujuk kok!" ujar Yoshi.
"Dan kami akan mengadakan akad nikah tanggal 6 September nanti, resepsinya menyusul seminggu setelahnya," kata Bu Risa, lalu menyerahkan masing - masing sebuah undangan kepada mereka.
Yoshi dan Delia yang belum mendengar kabar ini tentu saja terkejut karenanya. Mereka menatap undangan yang diberikan oleh Bu Risa, lalu memandangi pasangan itu.
"Sejak kapan?! Perasaan kalian nggak kasih kabar ada prosesi pertunangan atau apapun deh," kata Delia.
"Iya! Perasaan kalian baru ada rencana rujuk bulan Juli lalu deh! Kok baru September sudah mau akad nikah?!" seru Yoshi, yang agak histeris seperti perempuan yang melihat obral murah di pusat perbelanjaan.
"Eh, kedua keluarga kami memang akan selalu setuju misalnya kami mau rujuk. Mereka semua mendukung kami, dan menyuruh kami untuk cepat - cepat menikah lagi. Tanggal 2 Agustus lalu sudah kok prosesi lamaran, cuma kami nggak bilang sama siapa - siapa, biar kalian nggak ribut," kata Pak Indra.
"Pantas hari itu bapak absen kerja, rupanya lamaran toh."
"Tapi cepat betul. Gimana bisa?" tanya Delia.
"Karena keluarga kami mendukung tadi. Aku kan tiga bersaudara dan punya dua kakak, nah, kakakku yang perempuan punya butik, dan dia yang membantu menyiapkan pakaiannya. Kakak yang laki - laki itu pengelola gedung, dan istrinya punya bisnis katering. Lalu kakaknya Indra yang perempuan itu agen travel, jadi masalah bulan madu juga sudah beres. Terakhir, adiknya Indra fotografer. Jadi, semua sudah beres deh! Ini undangan juga aku bikinnya sama temen SMA yang kebetulan tetanggaan," ujar Bu Risa menjelaskan.
"Eh, pantas sajalah. Lalu, mau bulan madu kemana?" tanya Yoshi
"Ke Hongkong selama dua minggu," jawab Bu Risa, dengan penuh semangat.
"Kesannya kok kayak buru - buru ya?" tanya Rendi.
"Ya nggak apa. Kan lebih cepat lebih baik, biar mereka juga bisa cepat," sahut Yoshi.
"Cepat - cepat buat ngapain Yo?" tanya Pak Indra sambil memicingkan matanya, memberikan sebuah tatapan serius pada Yoshi.
"Ya biar bisa cepat - cepat kembali hidup bersama lagi. Duh, bapak jangan mikir negatif dulu dong, memangnya saya kayak si Hendra?"
"Yah, kalau - kalau kamu mau bilang yang aneh - aneh, gitu."
"Waah, asyik nih! Em, kalau Yoshi sama Delia, kalian gimana?" tanya Rendi, memancing keduanya untuk menjawab pertanyaan yang sejak tadi berkecamuk di kepalanya.
Mereka berdua menyadari apa yang sebenarnya ingin dicari tahu oleh Rendi. Delia memberikan sebuah pandangan kepada kekasihnya. Awalnya Yoshi ragu, tapi Delia memberi sebuah sinyal padanya.
"Emm, sebenernya sih ...." ujar Yoshi, yang masih agak ragu.
"Yah ... mungkin kamu bisa menilai sendiri. Iya kan Yo?" potong Delia, lalu langsung menyandarkan kepalanya di bahu Yoshi.
"Kalau mau jujur, bisa dibilang kami itu semacam CLBK sih, soalnya aku sudah kenal Delia secara gak sengaja pas mau lulus SMA."
Rendi terdiam sejenak. Satu hal yang dikhawatirkannya kini terucap. Tapi satu sisi dari hatinya berharap kalau dia masih punya sedikit kesempatan. Jadi, dia berusaha sebaik mungkin untuk menutupi apa yang tengah bergejolak di dalam dadanya.
"Ooh ... jadi kalian ceritanya cinta lokasi nih? Wah, mentang - mentang ketemu lagi di kantor yang sama," sahut Rendi.
Kedua sejoli itu langsung memerah pipinya. Mereka menyadari kalau Rendi tengah memainkan kartunya dengan hati - hati. Yoshi sendiri memahami maksud dari sorot mata Rendi, yang mana membuat Yoshi agak khawatir. Sementara itu, Rendi masih berusaha untuk menutupi emosi yang ada di dalam dirinya.
"Ah, kok kalian serasi sih? Pakai sama - sama memerah lagi! Jadi iri, soalnya aku masih jomblo," kata Rendi.
Pak Indra dan Bu Risa juga menyadari ketegangan yang tercipta di antara mereka. Tapi mereka memutuskan untuk tidak mengusiknya, karena mungkin ini bisa jadi masalah yang besar. Yoshi sendiri tahu apa maksud sebenarnya dari perkataan Rendi, dan dia memutuskan untuk hati - hati terhadap situasi ini.
"Tenang sajalah Ren! Yang namanya jodoh gak akan kemana kan?" sahut Pak Indra, yang berusaha mencairkan suasana.
"Seenggaknya kamu masih mau berusaha buat nyari jodoh. Karena di luar sana masih ada orang yang terdiam selama nyaris 34 tahun tanpa usaha atau ada niat buat nyari jodoh," celetuk Delia.
"Nah, aku setuju Del," ujar Yoshi, lalu terkekeh.
Rendi mengerutkan alisnya, "Memang ada ya manusia yang kayak begitu?" tanya Rendi.
"Ada kok. Pak Hein itu, jangankan mau menikah, punya pacar saja nggak. Nanti kita kenalin ke kamu deh, kebetulan dia penghuni gaib di sini, karena dia doyan betul ngilang."
"Aku jadi penasaran gimana manusianya,"
"Dia itu eksentrik. Pokoknya, susah dijelaskan dengan kata - kata, akan lebih mudah kalau ketemu langsung sama orangnya," ujar Pak Indra.
"Eh, ngomong - ngomong soal Hendra, mending kita kasih tahu dia soal undangan pernikahan kami! Dia pasti senang tuh kalau dikasih tahu," kata Bu Risa.
"Heboh, kalau mau lebih tepatnya."
"Ya sudah, aku coba telepon dia deh! Nanti speakernya kunyalakan, biar kalian bisa dengar," kata Delia, lalu mengambil ponselnya dan menelpon Hendra.
Delia mengambil ponselnya, lalu menelpon Hendra. Terdengar nada sambung beberapa kali sebelum akhirnya diangkat dan disahut oleh teriakan sang guru.
"HALO DEL! NGAPAIN KAMU TELEPON SAYA?!" tanya Hendra.
"Ish, bisa nggak sih bapak jangan teriak begitu? Ini telepon loh! Suara bapak itu langsung kedengaran di telinga saya, tahu! Berisik! Kalau telinga saya budek tanggung jawab loh pak!" sahut Delia.
Hendra langsung tertawa renyah karena sahutan anak didiknya itu. Respon dari sang guru tadi membuat Delia mendengus kesal, dan Pak Indra hanya bisa menggelengkan kepalanya. Rendi merespon dengan mengerutkan alisnya karena dia belum mengetahui bagaimana kelakuan Hendra.
"Bapak di mana?" tanya Delia.
"Lagi ngajar di kelas. Ada apa sih? Murid perempuanku pada cemburu tuh, karena mereka denger ada perempuan yang telepon aku!" sahut Hendra, diiringi dengan kekehan.
"Hei! Aku serius nih!"
"Oke, oke. Aku serius sekarang nih. Memangnya ada apa sih?"
"Hari ini bisa ke kantor nggak? Soalnya Pak Indra mau bagi undangan pernikahannya tuh!"
"APA?!?! Wah, Pak In sama Bu Ris bagi undangan pernikahan? Curang kalian, masa saya dapetnya belakangan! Ini peritiwa bersejarah nih! Oke, nanti aku ke sana. Ada lagi?"
"Cuma itu sih. Nanti sekalian bapak kami kenalkan sama anggota baru di sini."
"Anggota baru? Wah, kayaknya asyik! Oke, kalau sudah semua, aku mau lanjut ngajar anak kelas 7. Nanti sepulang sekolah aku ke sana."
"Ya sudah, kalau gitu cepetan balik ke kelas deh pak! Kasian tuh muridmu dianggurin! Sampai ketemu nanti!"
"Sampai ketemu!"
Delia menutup teleponnya, dan semua orang memandangnya. Bu Risa dan Pak Indra sudah terbiasa dengan kelakuan Hendra, jadi mereka hanya bisa menghembuskan napas mereka. Sementara itu wajah Rendi dipenuhi sorot mata penuh tanda tanya akan sosok Hendra.
"Jadi, Hendra akan ke sini?" tanya Yoshi.
"Tentunya. Ini pasti akan jadi siang yang seru dengan kehadirannya di kantor," jawab Delia.
~~~~~~
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top