7. White Wine

Jangan lupa vote atau komen ya temen-temen, terima kasih:)

*

Jaemin memicingkan matanya saat menatap gedung mewah yang menjulang tinggi di hadapannya saat ini. Kalau dia masuk menggunakan pakaian serba hitam untuk penyamaran, maka sudah pasti dia akan dicegat oleh security.

Jam sudah menunjukkan pukul satu pagi yang artinya jamnya orang tidur. Jadi, Jaemin memutuskan untuk masuk setelah memastikan mengantongi beberapa masker.

Sepanjang perjalanan, Jaemin kembali menatap isi pesan Haechan yang dikirimnya baru-baru ini yaitu nomor unit Lia yang tidak sempat dia tanyakan. Lantai lima kamar nomor 301.

Tak lupa, sebelum masuk ke unit Lia, Jaemin menggunakan maskernya. Bisa saja dia meminta anak buahnya yang datang tapi Jaemin hanya ingin memastikannya sendiri.

Dengan mudahnya Jaemin bisa mengakses password apartemen Lia karena Dejun memberinya sebuah cara. Begitu masuk, keadaan gelap karena memang tidak ditempati oleh pemiliknya selama empat hari. Tangan Jaemin meraba tembok sekitar untuk menyalakan lampu. Dia berjalan menuju ruang tengah dan memicingkan mata saat melihat dia tidak sendiri di dalam.

What the hell, sudah ku duga ada yang tidak beres di sini.” Jaemin berdeham pelan ketika akhirnya laki-laki dengan pakaian casual yang memakai topi serta masker seperti dirinya berbalik.

“Siapa kau?” desis laki-laki itu sambil mengeluarkan pisau lipatnya dari balik saku celana.

Tatapan Jaemin tertuju pada nakas yang sedang dibuka oleh laki-laki itu. Sepertinya memang mencari sesuatu tapi belum sempat ditemukan karena Jaemin lebih dulu datang.

Tidak mau kalah, Jaemin juga melakukan hal yang sama yaitu mengeluarkan pisau lipatnya yang berjenis SOG Seal Knife 2000, hingga perkelahian tak dapat dihindari.

Mereka berdua saling serang menggunakan pisau. Jaemin sempat menatap pisau milik laki-laki itu lalu menyunggingkan senyum tipis. Jenisnya adalah Cold Steel Recon 1, yang artinya laki-laki itu bukan sembarang orang biasa.

Cukup lama mereka saling serang hingga akhirnya laki-laki itu terkena sayatan dari Jaemin di bagian perut sedangkan Jaemin terkena sayatan di bagian lengan kiri.

Tanpa pikir panjang, laki-laki itu segera berlari keluar sebelum dia kehilangan kesadaran di dalam unit Lia. Jaemin juga mengejarnya, melupakan niat untuk mencari tahu lebih banyak tentang Lia. Mereka terlihat oleh security yang sedang berjaga lalu aksi kejar-kejaran tak bisa dihindari. Tapi beruntung mereka bisa selamat dari kejaran security itu.

*

“Oh, shit! Na Jaemin, apa yang terjadi padamu?” pekik Renjun ketika melihat Jaemin pulang di jam dua pagi dengan keadaan lengan kiri terluka. Darahnya bahkan masih mengucur.

Jaemin beranjak duduk, menghiraukan raut khawatir dari Renjun. Baginya ini tidak seberapa. Bahkan baginya ini adalah luka kecil.

“Situasinya benar-benar serius,” ujar Jaemin. “Tadi, aku pergi ke unit apartemen Lia. Saat masuk, ternyata aku tidak sendiri. Ada seseorang yang sepertinya mencari sesuatu di dalam unit Lia. Entah apa yang dia cari, aku tidak tahu. Kami terlibat baku hantam dan sama-sama terluka.”

“Kau tahu siapa kira-kira orang itu?”

“Ya. Dia adalah Lee Jeno, tunangannya Lia.” Jaemin mengeluarkan ponselnya dan memperlihatkan foto Jeno di depan Renjun, foto yang dikirim oleh Dejun. “Tahi lalatnya sama, bahkan sorot matanya juga sama. Aku yakin itu dia.”

Renjun terlihat berpikir, dia lebih mendekat ke arah Jaemin. “Tadi, aku sudah bertanya pada dua orang yang dulunya adalah anggota Helios.”

“Lalu?”

“Aku bertanya, apakah mereka tahu sesuatu tentang anak pimpinan mereka. Lalu mereka menjawab tidak tahu, tapi yang pasti mereka tahu adalah anaknya perempuan. Kau tahu apa yang mengejutkan?”

“Apa?” tanya Jaemin.

“Ada satu brankas besar milik Helios yang belum bisa dibuka sampai sekarang. Semua dana yang dihasilkan oleh Helios ada dalam brankas itu. Untuk membukanya membutuhkan kode, sidik jari, serta retina mata. Setelah Choi Minho meninggal, mereka yang serakah akan harta sudah mencoba mengambil sidik jari Minho serta mencoba retinanya tapi tidak berhasil. Banyak yang beranggapan bahwa mungkin saja kode itu ada pada anaknya, sidik jari anaknya dan retina anaknya,” jelas Renjun panjang lebar. Ini adalah informasi yang dia dapat. “Kalau Lia memang benar anaknya. Maka kemungkinan Lee Jeno sudah tahu tentang semua itu dan Lee Jeno bukanlah sembarang orang.”

Jaemin terdiam, kepingan fakta mulai terkumpul. “Kenapa aku baru tahu sekarang tentang brankas itu?”

“Kau tahu, kan, motto setiap anggota jika berpindah haluan? Jangan pernah membicarakan tentang tim sebelumnya pada tim yang baru, apapun itu. Dan itu diterapkan oleh mereka.”

“Lakukan tugasmu dengan baik. Untuk urusan pengiriman biar Dejun yang tangani. Nanti aku minta Mark untuk membantunya.” Jaemin beranjak. “Oh ya, tolong panggilkan Lia. Suruh dia ke kamarku. Lukaku sepertinya harus dijahit.”

Anak buahnya yang berjaga langsung mengangguk lalu segera menuju ruang bawah tanah untuk mengeluarkan Lia. Bibi Kim yang mendengarnya merasa lega karena akhirnya Lia bisa keluar.

Bibi Kim terlihat lega ketika melihat Lia akhirnya keluar. Dia segera menghampiri Lia yang hendak ke atas.

“Nona,” panggi Bibi Kim. “Nona, maafkan Bibi karena tidak bisa berbuat apa-apa.”

“Tidak apa-apa, Bi. Ini memang salahku.” Lia tersenyum untuk membuat Bibi Kim merasa lega. “Aku ke atas dulu ya, Bi. Nanti Jaemin marah.”

Bibi Kim mengangguk dan membiarkan Lia pergi. Tadinya Bibi Kim mau bertanya kenapa mata Lia bengkak tapi tidak jadi karena mungkin saja Lia tidak mau berbagi.

Sejak pagi tadi, hingga malam ini, pada pukul dua dini hari, Lia tidak tidur. Selain karena memang tempatnya yang tidak nyaman, Lia juga sedang menangis. Menangisi nasib yang dia alami saat ini. Tidak pernah sekalipun terlintas di benaknya dia akan bertemu dengan hari-hari menyesakkan seperti ini.

Hidupnya sejak dulu aman-aman saja, bahkan diperlakukan layaknya ratu. Apalagi sejak bertemu dengan Jeno, yang dia ketahui adalah anak dari teman ayahnya dulu, hidupnya jadi lebih berwarna. Jeno memperlakukannya dengan baik bahkan yang Lia tahu Jeno sangat mencintainya.

Tapi sekarang, Lia menderita dan itu membuatnya menangis sepanjang hari. Di mana Jeno saat dia butuh, di mana laki-laki itu saat dia dalam situasi yang buruk? Lia menangisinya. Kenapa Jeno tidak kunjung datang menemukannya, padahal dia tahu bahwa Jeno akan melakukan segalanya untuknya.

Tekad Lia selama ini hanya satu yaitu mencari tahu siapa pembunuh ayahnya dan akan balas dendam. Tapi Lia merasa progresnya sangat lambat. Padahal Jeno selalu membantunya tapi kenapa rasanya sia-sia dan tak kunjung menemukan titik terang?

Apakah Lia harus menyerah dan merelakan semuanya lalu menerima dengan lapang dada apa yang ada sekarang? Apakah Lia kini harus rela melepaskan pekerjaan yang selama ini dia impikan dan patuh pada apa yang dikatakan Jaemin?

“Ada apa?” tanya Lia begitu masuk ke kamar Jaemin. Suaranya terdengar sumbang.

Jaemin berbalik dan mematikan rokoknya yang masih menyala. “Kenapa matamu bengkak?”

“Apa pedulimu?”

“Masih saja bersikap tidak sopan padaku.” Jaemin mendekat namun Lia malah mundur.

Tidak peduli akan respon Lia, Jaemin terus maju dan mendekat ke arah Lia lalu saat Lia terpojok, Jaemin memegang bahu Lia dan menatap bekas luka sayat yang dia buat tadi pagi.

“Aku terluka. Lukanya lumayan dalam dan butuh jahitan makanya aku memanggilmu kemari.” Jaemin menarik tangan Lia dan mendudukkannya di tepi ranjang.

Lia menatap lengan Jaemin yang masih terlilit kain dan memalingkan wajahnya. “Obati saja sendiri. Aku tidak mau mengobatimu lagi kalau ujung-ujungnya kau akan membenciku dan marah-marah tidak jelas karena aku terus bertanya.”

“Apa kau sadar, kau baru saja membantah? Aku tidak bertanya apakah kau mau mengobatiku atau tidak. Aku menyuruhmu, memerintahmu, jadi sebaiknya kau turuti sebelum aku semakin marah.” Jaemin mengambil kotak obat di atas meja dekat televisi yang ada di kamar. “Tapi sebelum itu, aku akan membersihkan lukamu terlebih dahulu. Darahnya mengering.”

“Tidak usah! Sejak kapan kau jadi peduli padaku?” desis Lia.

“Sejak sekarang.”

What the hell, apa kau kerasukan atau apa kau menyukaiku?”

Jaemin tidak menanggapi, dia mengambil kapas dan alkohol lalu mulai membersihkan darah Lia yang mengering. Lia meringis, merasakan perih karena alkoholnya.

Setelah darahnya bersih, Jaemin menempel perban kecil. “Aku sengaja tidak mengirisnya terlalu dalam jadi tidak butuh jahitan. Lain kali kalau kau mencoba kabur lagi dan membantah ucapanku, maka akan ku buat lebih dalam lagi.”

“Dasar brengsek, psikopat, iblis,” desis Lia ketika Jaemin beranjak duduk di tepi ranjang sepertinya lalu mulai membuka lilitan tangannya.

“Cepat obati.”

Lia menggerutu tapi tangannya mulai mengambil peralatan untuk membersihkan luka Jaemin terlebih dulu. Agak ngeri karena lukanya lumayan dalam, bahkan Lia yang merasa ngilu. Tapi Jaemin malah tidak meringis sama sekali saat lukanya bersentuhan dengan alkohol.

“Apa kau yakin pacarmu itu mencintaimu?” celetuk Jaemin tiba-tiba dan itu sukses membuat Lia menatapnya. “Bagaimana kalau dia tidak serius dan hanya memanfaatkanmu?”

“Siapa kau sebenarnya? Apa yang kau inginkan dariku hingga mengurungku di sini?”

“Jawab dan aku akan menjawab juga.”

Lia terdiam sejenak dan mengambil alat untuk menjahit luka Jaemin. Awalnya dia sangat yakin tapi sekarang kenapa dia jadi ragu.

“Aku yakin. Kalau tidak yakin aku dan dia tidak akan sampai bertunangan.” Lia perlahan mulai menjahit luka Jaemin. “Sekarang jawab pertanyaanku.”

“Aku? Bukankah kau bilang aku adalah psikopat dan iblis. Lalu yang ku inginkan darimu karena menahanmu di sini adalah.. Tidak ada, aku hanya ingin membuatmu menderita.” Jaemin agak meringis saat Lia menekan dengan keras lukanya. Jaemin sedikit memajukan tubuhnya dan mendekat. “Aku tahu kau adalah bagian dari Helios karena orang-orang yang punya tatto berbentuk matahari kecil hanya anggota Helios. Lalu, nama tunanganmu Lee Jeno bukan? Identitas kalian disembunyikan dan tidak dapat diakses, jadi sudah jelas kalian tidak mau orang-orang tahu siapa kalian.”

Lia berusaha tidak terpancing saat Jaemin membahas tentang Helios dan Jeno. Padahal dalam hati dia sudah ketar-ketir.

“Aku tidak tahu apa yang sedang kau bicarakan saat ini.” Lia menampik.

“Teruslah bersandiwara. Aku bisa mencari tahu sendiri. Bodoh, kau bahkan tidak tahu apakah Jeno itu baik atau hanya sekadar memanfaatkanmu untuk kepentingannya.”

“Jangan menjelekkan pacarku di depanku!”

“Pacarmu bahkan tidak peduli kau menghilang. Apa kau masih yakin saat ini dia sedang mencarimu?” Jaemin malah terkekeh sambil menatap Lia yang saat ini sedang menatapnya dengan tajam. “Jangan terlalu serius, terserah kau mau percaya atau tidak. Aku tidak memaksa.”

Jaemin beranjak turun dan menuju kamar mandi untuk berganti pakaian. Sedangkan Lia masih termenung di pinggir ranjang. Firasatnya dan ucapan Jaemin sama. Dia merasa seperti Jeno tidak sedang mencarinya karena ini sudah terhitung lima hari.

“Ganti bajumu, aku tidak mau ranjangku kotor. Malam ini ku biarkan kau tidur di ranjang. Jika besok kau mengulangi kesalahanmu maka bersiap untuk luka yang lebih dalam.” Jaemin berjalan menuju sebuah lemari kecil yang ada di pojok kamar. Lemari wine dengan berbagai macam jenis. Jaemin mengeluarkan white winenya dan mengambil satu buah gelas lalu berjalan menuju balkon.

Selagi menikmati segelas winenya, Jaemin menyalakan satu batang rokok lalu mengepulkan asapnya. Fokusnya saat ini adalah memastikan siapa Lia, kalau memang benar anak Choi Minho maka Jaemin tidak akan langsung membunuhnya. Rencananya berubah, setelah mendengar penuturan panjang Renjun tentang brankas Helios. Kalau dugaannya memang benar bahwa Lia adalah anak Choi Minho maka Lia adalah incaran banyak orang karena kemungkinan mengetahui kode brankas. Jaemin harus memanfaatkannya juga.

Jaemin tersentak saat Lia menghampirinya dengan satu buah gelas yang ada di tangannya. Tanpa aba-aba, Lia langsung menuang white winenya lalu meneguknya dalam sekali tegukan. Jaemin bahkan masih terdiam melihatnya.

“Aku tidak suka saat aku menikmati waktu tapi diganggu seperti ini,” ujar Jaemin seraya menuang winenya lagi.

“Lalu, apa kau akan menyiksaku?”

“Ya.” Jaemin turun dari kursinya dan mengikis jarak antara dirinya dengan Lia. Napas Lia tercekat, sudah tahu perangai Jaemin seperti apa tapi dia masih saja membuat Jaemin marah. “Aku akan menyiksamu.”

Jaemin kembali menuangkan white winenya di gelas Lia yang sudah habis dengan senyuman tipis. Sedangkan Lia tanpa penolakan langsung meneguknya habis.

“Aku bisa menghabiskan wine milikmu jika kau terus memberiku.”

“Habiskan saja. Uangku masih banyak, aku bisa membelinya nanti.”

Jaemin menyentuh bahu Lia lalu perlahan naik ke leher dan menuju tengkuk kemudian dalam satu tarikan bibir mereka langsung bertemu.

— Lanjutannya di link. Rules paling bawah.

*

Jeno menunduk dalam diam ketika berhadapan dengan ayahnya yang kini terlihat menakutkan. Hawanya benar-benar menyeramkan karena tatapan Donghae begitu menusuk.

“Maafkan aku, Ayah. Semalam, ada seseorang yang masuk tiba-tiba ke unit Lia. Sepertinya ada hubungannya dengan menghilangnya Lia.”

“Apa kau menemukan kodenya?”

“Maaf, Ayah. Belum.”

Satu tamparan keras didapat Jeno pada pipi kirinya. “Sebaiknya kau temukan kode itu dengan cepat. Lalu temukan Lia secepatnya. Kita harus membuka brankas itu untuk mengambil semua uangnya. Setelah semuanya selesai, kau bisa menghentikan sandiwaramu. Bila perlu kalau Lia ditemukan, segera nikahi dan tanyakan langsung padanya.”

“Baik, Ayah.”

**

Ingat ya temen-temen, ini cuma fiksi. Jangan sampai dibawa ke real life karena semua yang ada di cerita ini nggak ada sangkut pautnya sama kehidupan idol yang menjadi visualisasinya.

©dear2jae
2021.09.14 — Selasa.
2022.11.24 — Kamis. (Revisi)

Rules buat dapat linknya;

PASTIKAN KALIAN UDAH VOTE (Minimal Part 1-7)

DM ke wattpad dengan format : The Demon 7. (DM ya guys bukan di PAPAN PESAN atau KOMEN. Yang minta di PAPAN PESAN atau KOMEN nggak akan dibalas)

Itu aja, jangan spam, akan dibalas satu persatu. Ini bagi yang mau aja ya. Nggak berkaitan sama alur cerita kok, cuma sebagai pelengkap aja. Yang masih minor nggak usah ya, tapi kalo nekat, dosa tanggung sendiri.

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top