3. Tatto Berbentuk Matahari
Jangan lupa vote atau komen ya temen-temen, terima kasih:)
*
Dejun menunduk dalam diam, sebelum menemui Jaemin beberapa saat yang lalu, Dejun sudah menyiapkan diri untuk kehilangan satu jarinya. Bukan menyerah, tapi Dejun benar-benar tidak menemukan apa-apa tentang Lia. Bahkan Dejun tidak tidur semalam suntuk untuk mengumpulkan data tapi tidak ada satupun yang dia temukan.
“Aku sudah mengirimkanmu foto-foto perempuan yang bernama Lia. Apa kau sudah melihatnya dengan baik? Kau yakin tidak melewatkan satupun?” Dejun kembali mengulur waktu ketika melihat Jaemin meraih pisaunya.
“Kau pikir pandangan dan ingatanku sudah pudar? Aku berhadapan dengan jelas bersama Lia, kau pikir aku akan lupa begitu saja?” Jaemin membuka pisau lipatnya.
Dejun menelan ludah gugup. “Jae, sumpah demi apapun yang ada di dunia ini, aku tidak menemukan data lain selain yang aku kirim padamu. Atau begini saja, beritahu aku marganya dan di mana dia bekerja supaya aku bisa mencari ulang. Bila perlu, fotonya juga.” Dejun memohon.
“Bodoh! Bukankah hanya dengan nama singkat, kau bisa langsung menemukan segalanya tentang seseorang? Kenapa sekarang malah ingin data lengkapnya? Ada apa denganmu Xiao Dejun?”
“Ku mohon, beri aku kesempatan. Aku benar-benar tidak menemukan apa-apa lagi selain yang ku kirim padamu semalam.”
Jaemin mengembuskan napas kasar dan melempar pisau lipatnya kemudian beranjak. Tak lupa, dia menendang bahu Dejun hingga laki-laki itu terhuyung ke belakang dan tergeletak.
“Mark, siapkan mobil. Aku mau ke rumah sakit.” Jaemin meraih jasnya yang tersampir di sofa dengan kasar kemudian beralih menatap Dejun dengan tajam. “Dan kau! Ini benar-benar kesempatan terakhirmu. Kalau kau gagal, tidak ada ampun lagi bagimu.”
Lalu setelah itu, Jaemin bergegas pergi ke rumah sakit bersama Mark. Sepanjang perjalanan, Jaemin hanya diam sambil menatap padatnya kendaraan yang berlalu-lalang.
Baginya ini aneh, tidak biasanya Dejun seperti ini. Yaitu memiliki kendala saat pencarian data seseorang. Bahkan hanya dengan nama singkat saja, Dejun bisa langsung mendapatkan semua informasi. Jangankan orang biasa, orang penting sekalipun bisa ditemukan oleh Dejun. Makanya Jaemin begitu menyayangi Dejun, walaupun kadang juga menyiksa Dejun karena kesal.
“Kau tunggu di mobil. Aku akan masuk sendiri.” Jaemin membuka seatbeltnya kemudian keluar dari mobil.
“Tapi, Tuan..”
“Tidak apa-apa. Lagi pula kalau memang ada musuh mereka akan berpikir dua kali lipat untuk menyerangku karena ini tempat publik.”
Kacamata hitam sudah bertengger di hidung mancungnya, Jaemin kemudian melangkah masuk setelah sebelumnya menghubungi Haechan bahwa dia akan datang. Kesimpulan yang Jaemin dapat adalah, Lia dan Haechan bekerja di tempat yang sama.
Tentu saja Haechan kalang kabut. Begitu Jaemin muncul di lobi, Haechan segera menyeretnya untuk menuju ruangannya yang ada di lantai lima. Terkadang, walaupun Haechan berlaku semaunya terhadap Jaemin dan Jaemin dengan segala ucapannya yang mengerikan pada Haechan. Tapi Jaemin tidak pernah sampai melukai Haechan karena biar bagaimanapun, mereka berteman sewaktu SMP.
“Apa yang kau lakukan di sini?” pekik Haechan sesaat setelah mereka masuk ke ruangan Haechan.
“Dokter Lia memintaku melakukan check up. Jadi, aku datang.”
“Bullshit! Kau tidak mungkin mau diperintah seperti itu walaupun itu demi kesehatanmu. Jangan berbohong, Na Jaemin. Aku tahu bagaimana sifatmu jadi cepat katakan apa maksud dan tujuanmu ke mari?”
“Aku datang untuk membunuhnya.”
“WHAT?!” teriak Haechan dan buru-buru menutup mulutnya sendiri saat sadar bahwa suaranya agak besar. “Jangan main-main, Na Jaemin. Lia tidak punya siapa-siapa lagi, dia hidup sendiri selama ini. Jadi, ku mohon, jangan macam-macam dengannya. Terlepas dari semua itu, kalau tunangannya tahu bahwa ada seseorang yang membahayakan Lia. Maka dia tidak akan tinggal diam.”
Jaemin mengedikkan bahu kemudian beranjak duduk. Tadinya mau cepat keluar dan menemui Lia tapi sepertinya ucapan Haechan terdengar menarik.
Hidup sendiri selama ini dan tunangan.
“Memangnya aku peduli kalau dia hidup sendiri? Mau dia hidup sendiri atau hidup bersama keluarganya saja, aku tidak peduli. Lalu tunangan, terserah apakah dia sudah tunangan atau sudah menikah, aku juga tidak peduli. Tujuanku hanya satu yaitu membunuhnya.” Jaemin melipat kedua tangannya di dada sambil menatap Haechan yang kini terlihat marah.
“Apa yang harus ku lakukan supaya kau tidak membunuhnya? Apa perlu aku berlutut memohon padamu?”
“Yang harus kau lakukan? Hm, apa ya?” Jaemin terlihat berpikir. “Antarkan aku ke ruangannya sekarang maka dia akan selamat.”
“Kau pikir aku bodoh? Mengantarmu ke ruangannya sama saja aku menyerahkannya padamu!”
“Kau pernah melihatku mengingkari janji?”
“Tidak.”
“Bagus, sekarang antar aku ke ruangannya maka dia akan selamat.” Jaemin lebih dulu beranjak dan hendak membuka pintu tapi Haechan kembali menahan tangannya.
“Tunggu, apa kau menyukainya? Kalau iya, jangan, mundur saja. Dia sudah bertunangan dan akan segera menikah dengan anak pemilik rumah sakit ini.” Haechan berbaik hati memberitahu Jaemin.
Jaemin tidak menanggapi dan hanya tersenyum tipis. Dia lebih dulu keluar dari ruangan Haechan. Mereka kemudian berjalan beriringan menuju ruangan Lia yang ada di pojok tapi masih berada di lantai yang sama dengan Haechan.
Ketika sampai, Haechan mengetuk pintu terlebih dulu. Syukurlah Lia ada di ruangannya, dia sedang duduk di balik komputer dengan beberapa berkas di atas meja.
“Lia, Jaemin mau bertemu denganmu. Dia datang untuk..”
“Keluar!” titah Jaemin lalu menarik tangan Haechan dan mendorongnya hingga keluar. Jaemin langsung menutup pintunya dengan rapat dan mendekat ke arah Lia.
“Mau datang check up?” tanya Lia.
“Tidak. Aku mau bertemu denganmu.” Jaemin melirik ke arah papan nama yang ada di atas meja Lia. Dokter Choi Lia.
Lia berdecak. “Apa kau sudah mengganti perbannya pagi ini? Selagi kau datang, akan ku resepkan obat untuk diminum. Nanti tebus di apotek yang ada di lobi selagi kau pulang.”
“Tidak perlu karena aku tidak akan meminumnya.” Jaemin berdiri dan mengitari meja kemudian malah duduk di atas meja tepat di samping Lia yang sedang bekerja. Bahkan komputer Lia sampai terhalangi oleh tubuhnya. “Kenapa kau pulang diam-diam semalam?”
“Minggir!”
“Jawab!”
“Aku pulang karena tugasku sudah selesai. Memangnya untuk apa aku harus berlama-lama di sana. Mansionmu menyeramkan, para pria berjas hitam itu menyeramkan, dan yang lebih menyeramkan lagi adalah dirimu!”
Raut wajah Jaemin berubah tajam, dia mencondongkan tubuhnya dan bertumpu pada kursi Lia lalu menatap Lia tepat di manik mata.
“Apa Haechan tidak memeberitahumu siapa aku?” bisik Jaemin.
Lia balas menatap wajah Jaemin dengan tatapan yang tak kalah tajam. Mereka bahkan saling beradu tatapan.
“Kau, iblis.”
“Haechan sepertinya harus kehilangan nyawanya. Berani sekali dia berkata seperti itu.” Jaemin terkekeh pelan. “Dia bilang apa lagi?”
“Kau tidak segan-segan membunuh seseorang. Jangankan laki-laki, pada perempuan saja kau bisa kasar.”
“Bagus kalau kau tahu.” Jaemin beralih meraih dagu Lia dan mencengkramnya hingga Lia agak meringis. “Jadi, jangan pernah macam-macam denganku. Hari ini kau selamat karena aku sudah berjanji pada Haechan untuk tidak membunuhmu. Tapi besok, aku tidak tahu apa yang akan terjadi padamu karena rasa kesalku masih membekas apalagi kau dengan jelas mendebat ucapanku. Aku tidak suka!”
Lia menepis tangan Jaemin dengan kasar dan beranjak berdiri.
“Kau kira aku takut pada ancamanmu?” tanya Lia sambil tersenyum remeh. “Haechan benar, kau memang iblis. Yang aku lakukan hanya membantumu tapi kau malah ingin membunuhku karena hal sepele?”
“Menarik, kita lihat saja nanti sampai mana wajah angkuhmu akan bertahan.” Jaemin balas tersenyum remeh dan menyela tubuh Lia hingga Lia agak terhuyung.
Dia kemudian pergi, karena memang tujuannya adalah mengetahui marga Lia. Bisa saja dia bertanya pada Haechan tapi Jaemin ingin menemui Lia sendiri dan setidaknya ingin mencoba mengintimidasi. Tapi sayang, Lia tidak merasa terintimidasi olehnya.
Begitu keluar dari ruangan, Jaemin segera mengirim pesan pada Dejun.
“Marganya Choi, Rumah Sakit Hanshin. Ini kesempatan terakhirmu, Jun.”
*
Ponsel Jeno berdering, ternyata ada panggilan dari Lia. Jeno mengerang pelan sembari meraba ponsel yang ada di atas nakasnya lalu mengangkat panggilan Lia.
“Halo, sayang?”
“Kau baru saja pergi dinas hari ini tapi aku sudah merindukanmu.”
“Sabar ya, sayang. Cuma tiga hari. Kalau urusanku selesai, aku akan langsung kembali.”
“Baiklah. I love you, Jen.”
“Hm, I love you too, babe. Jangan lupa makan.”
“Alright!”
Begitu panggilan selesai, Jeno kembali meletakkan ponselnya di atas nakas. Dia hendak turun dari ranjang dan akan ke kamar mandi tapi sebuah tangan langsung melingkar di pingganggnya.
Jeno tersenyum kecil dan menoleh ke belakang lalu mendaratkan satu kecupan manis di bibir Yeji.
“Aku mau ke kamar mandi.”
“Siapa yang menelepon?”
“Lia.”
“Oh.” Yeji mengembuskan napas pelan dan semakin mengeratkan pelukannya di pinggang Jeno. “Jangan pergi, tetap di sini.”
“Tubuhku lengket, aku akan membasuhnya sebentar saja. Lagi pula ini sudah sore, cepat bangun dan bereskan baju-bajumu yang berserakan. Cepat mandi lalu berpakaian yang rapi, kita pergi dinner.”
“Gendong aku ke kamar mandi.” Yeji mengangkat kedua tangannya dan Jeno segera meraihnya, membawa tubuh Yeji ke dalam gendongannya. Kulit mereka yang tidak tertutupi sehelai kain bersentuhan dan itu semakin membuat Jeno kembali bergairah. “Pulang minggu depan saja. Katakan padanya bahwa dinasmu diperpanjang.”
“Lain kali, ya. Aku hanya bisa sampai tiga hari di sini. Lagi pula banyak jadwal operasi dan aku tidak bisa meninggalkannya.”
“Tidak bisa meninggalkan jadwal atau Lia?”
“Jadwal, sayangku. Jangan jadi pencemburu seperti ini. Bukankah aku sering bilang padamu bahwa Lia harus ada dalam genggamanku agar aku bisa mengontrolnya.”
“Iya, maaf.”
*
Jaemin berdecak kesal saat Dejun datang bertamu ketika dia sedang makan malam. Dia terpaksa menghentikan makannya dan mengajak Dejun ke ruangan pribadinya untuk bicara.
Raut wajah Dejun terlihat takut-takut, Jaemin sedikit menyimpulkan kalau mungkin saja Dejun belum menemukan apa-apa.
Selain Dejun, Jaemin juga mengajak Renjun ke ruangannya. Si tangan kanan Jaemin yang selama ini berperan sebagai pengelola aset milik Jaemin dan berperan sebagai penasihat Jaemin. Renjun orangnya cukup tenang dalam menghadapi situasi.
“Katakan, apa yang kau dapatkan?” Jaemin duduk di sofa tunggal sambil melipat kedua tangannya di dada.
“Aku akan melacaknya di depanmu. Aku akan mengerjakan semuanya di depanmu, supaya kau melihat langsung apakah aku menemukannya atau tidak.” Dejun membuka laptopnya dan mulai mencari informasi tentang Lia.
Choi Lia dan Rumah Sakit Hanshin.
“Dia siapa?” tanya Renjun seraya menyeruput kopi hangatnya.
“Seorang dokter yang dibawa oleh Haechan untuk mengatasi luka tembakku. Tapi, aku merasa ada yang aneh makanya aku meminta Dejun untuk mencari informasi tentangnya.”
“Lihat,” sela Dejun lalu memutar laptopnya dan memperlihatkannya pada Jaemin. “Orang dengan nama Choi Lia hanya ada beberapa. Apa ada dia di sini?”
Jaemin memicingkan matanya dan menatap satu persatu foto perempuan dengan nama Choi Lia yang terpampang di depannya. Namun, dia tidak melihat ada foto Lia di sana.
“Tidak ada.”
“Ok, lalu yang ini?” tunjuk Dejun pada data-data orang yang bekerja di Rumah Sakit Hanshin. “Hanya dua orang dengan nama Lia. Yang mana dia?”
“Yang ini,” tunjuk Jaemin pada foto Lia yang asli.
“Lihat baik-baik.” Dejun mulai mengarahkah kursornya untuk mengklik data milik Lia tapi sayangnya, itu tidak bisa diakses. “Kau lihat sendiri, datanya tidak bisa diakses. Sekarang aku akan mencoba caraku seperti biasa, tunggu sebentar.”
Dejun mulai mengeluarkan kemampuan hackernya tepat di depan Jaemin tapi sayangnya, data itu tetap tidak bisa diakses. Sudah lima kali Dejun mencoba tapi datanya benar-benar tidak bisa diakses. Tulisan yang muncul selalu error.
“Sekarang kau lihat sendiri, ini tidak bisa diakses sama sekali. Cara ini sudah ku lakukan dan ini selalu berhasil. Tapi ini pertama kalinya aku gagal. Aku tidak berbohong padamu saat aku bilang aku tidak dapat menemukan apa-apa,” jelas Dejun panjang lebar.
Jaemin mengembuskan napas kasar dan mengusap wajahnya frustasi. Awalnya memang Jaemin tidak terlalu peduli tapi saat dia tahu bahwa data Lia tidak bisa diakses, dia jadi curiga.
“Kau tinggal membunuhnya jika memang dirasa membahayakan. Seperti cara yang selalu kau lakukan,” ujar Renjun.
“Aku tidak bisa. Aku harus memastikan dia siapa.”
“Oh hey, ini bukan gayamu. Bahkan tanpa adanya identitas pun, kau akan membunuh mereka yang membahayakan.”
“Dia punya tatto kecil berbentuk matahari di bahunya.”
“WHAT?” Renjun agak kaget mendengarnya. “Matahari berarti, Helios?”
“Ya.”
**
Ingat ya temen-temen, ini cuma fiksi. Jangan sampai dibawa ke real life karena semua yang ada di cerita ini nggak ada sangkut pautnya sama kehidupan idol yang menjadi visualisasinya.
©dear2jae
2021.09.10 — Jumat.
2022.11.23 — Rabu. (Revisi)
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top