19. Confused
Jangan lupa vote atau komen ya temen-temen, terima kasih:)
*
“Maaf..”
“Tidak! Kau tidak akan pernah mendapatkan maaf dariku karena aku akan membunuhmu.”
Setelah suasana sempat menegang, hening yang tercipta. Bukan karena tidak tahu mau berkata apa. Tapi karena Lia kembali menangis dan Jaemin yang sudah pasrah akan semuanya.
Apa yang Lia sesali adalah fakta bahwa Jaemin lah orangnya. Orang yang selama ini dia cari ada di depan matanya. Orang yang selama ini dia cari ternyata adalah orang yang dia cintai. Lalu, fakta bahwa Jaemin tahu semuanya semakin membuat Lia merasa sakit hati. Dia seperti sedang dimanfaatkan dan dibodohi.
“Lia, ku mohon dengarkan penjelasanku sebentar saja.” Jaemin mendekat tapi Lia malah mundur.
Hal itu tak luput dari pandangan para maid serta Bibi Kim. Tapi seperti biasa, tidak ada yang berani buka suara.
“Penjelasan apapun yang akan kau katakan, itu tidak akan berpengaruh. Aku tetap dengan tujuan awalku yaitu membalaskan dendam ayahku dan akan membunuhmu,” sorot mata Lia berubah tajam. Bukan sorot teduh seperti yang Jaemin lihat semalam.
“Ok, terserah kau mau melakukan apa saja padaku karena aku sadar aku salah. Tapi ku mohon, dengarkan penjelasanku dulu. Aku..”
Belum sempat menyelesaikan kalimatnya, suara tembakan dari arah luar terdengar begitu keras dan jelas. Sontak semua orang yang ada di dalam mansion kaget bukan main.
Semua anak buah Jaemin langsung berada dalam posisi siaga. Para maid yang dipimpin oleh Bibi Kim segera mengamankan diri ke sebuah ruangan khusus yang dibuat oleh Jaemin untuk mereka.
Sedangkan Jaemin langsung menarik tangan Lia dan membawanya menuju ruang pribadi yang hanya bisa diakses olehnya.
“Oh shit! Lee Jeno!” pekik Jaemin ketika melihat sebuah monitor yang terhubung dengan CCTV halaman depan.
Lia masih bungkam, dia pun terkejut bahkan gugup saat mendengar suara tembakan. Tubuhnya bergetar saat tahu bahwa orang itu adalah Jeno. Entah untuk alasan apa laki-laki itu datang, yang pasti baik Jaemin maupun Lia sama-sama heran.
Jaemin yang menyadari bahwa Lia bergetar langsung mendekat dan memeluknya. “Kau aman di sini. Tidak akan ada yang bisa mengakses ruangan ini selain aku.”
“Minggir! Jangan sentuh aku.” Lia mendorong tubuh Jaemin.
Untungnya Jaemin sudah menyingkirkan bagan target yang semula dia buat ketika ingin membunuh Lia. Sekarang ruangan ini hanya dipenuhi oleh berbagai macam senjata dan tentunya berkas pekerjaan Jaemin.
“Dengarkan aku baik-baik.” Jaemin memegang kedua bahu Lia. “Situasi di luar..”
“Singkirkan tanganmu dariku!” desis Lia, menyela ucapan Jaemin.
“Bisa tidak kau diam dulu dan biarkan aku bicara?!” bentak Jaemin dengan nada tinggi hingga Lia tersentak. “Dengarkan aku sebentar saja baru bereaksi!”
Lia terdiam, air matanya kembali menetes karena mendengar Jaemin membentaknya.
“Dengarkan baik-baik karena aku hanya akan mengatakannya sekali,” ujar Jaemin yang mulai memelankan suaranya.
“Begini, dulu orang tuaku dibunuh dan pembunuhnya meninggalkan jejak yaitu tatto berbentuk matahari. Jadi, aku simpulkan bahwa pelakunya adalah ayahmu yaitu pimpinan Helios karena lambang Helios adalah matahari. Itu sebabnya aku mengatakan akan membunuhmu juga setelah tahu bahwa kau anak Choi Minho.” Jaemin menjeda kalimatnya lalu menatap Lia yang masih saja menangis.
“Ok, aku memang membunuh ayahmu tapi ternyata kemarin aku mengetahui bahwa ayahmu bukan pelakunya. Pelaku pembunuhan orang tuaku adalah Lee Donghae. Kesimpulannya, dia mengadu domba antara ayahku dan ayahmu supaya dia bisa berkuasa sendiri,” lanjut Jaemin.
Air mata Lia terus saja berjatuhan ketika mendengar penjelasan Jaemin. Fakta bahwa ayahnya terbunuh karena salah paham membuatnya semakin sakit hati.
“Itu karena kau bodoh!” desis Lia dan menepis tangan Jaemin yang ada di bahunya.
“Ya, aku memang bodoh.” Jaemin bahkan tidak merasa kesal saat Lia mengatainya bodoh. “Sekarang, selagi Jeno ada di sini, yang entah tujuannya apa. Aku akan keluar dan mengajaknya bicara dengan baik. Kau, jangan pernah keluar dari sini sebelum Jeno pergi karena aku tidak akan membiarkannya membawamu.”
“Apa pedulimu memangnya kalau aku pergi dengan Jeno?”
“Saat ini, tujuanku adalah membunuh Lee Donghae dan Jeno, mungkin. Aku akan membalaskan dendam orang tuaku. Lalu setelah itu, aku akan menyerahkan diri padamu. Terserah apa pun yang akan kau lakukan, aku akan menerimanya. Ya?” Jaemin berusaha meyakinkan Lia. “Tunggu sebentar saja. Biarkan aku menyelesaikan urusanku dulu baru nanti kau bisa melakukan apapun padaku.”
Ketika Lia terlihat paham, Jaemin segera berbalik hendak keluar tapi Lia menarik ujung bajunya yang membuat langkah Jaemin terhenti.
“Pastikan kau selesaikan urusanmu dan kembali dalam keadaan hidup. Karena aku yang akan membunuhmu dengan tanganku sendiri.”
“Iya,” jawab Jaemin. Ingin sekali dia mengecup kening Lia sebelum pergi tapi sepertinya Lia tidak akan mau. “Ingat pesanku, jangan pernah keluar dari sini sebelum Jeno pergi.”
“Ya.”
Setelah Jaemin keluar, Lia mengitari ruangan ini sambil menelisik semua yang ada. Termasuk senjata yaitu pistol dan pisau lipat dengan berbagai jenis. Kemudian berkas-berkas terkait pekerjaan.
Lia duduk di kursi kerja Jaemin dan menatap dua kalung yang ada di hadapannya saat ini. Kalung berbentuk Yin dan Yang yang sudah menyatu.
Hampir sepuluh menit, Jaemin tak kunjung kembali. Lia segera beranjak dan memantau monitor yang tadi dia lihat bersama Jaemin. Matanya melotot kaget saat melihat Jaemin dibawa oleh anak buah Jeno. Tanpa pikir panjang, Lia langsung keluar dari ruangan itu dan berlari menuju halaman depan. Sayangnya, mobil-mobil itu sudah melesat jauh. Tatapan Lia tertuju pada mayat anak buah Jaemin yang tergeletak di halaman depan. Semuanya mati, catat, semua. Termasuk Mark.
“Ya Tuhan..” gumam Lia.
Tidak ada yang siap ketika langsung diserang oleh anak buah Jeno. Apalagi yang paling berpengaruh adalah, mereka kalah jumlah sebab yang berjaga di mansion tidak banyak karena semuanya berada di gudang untuk mengurus pekerjaan. Sementara Jeno datang bersama banyak orang.
“Nona,” panggil Bibi Kim yang baru keluar bersama maid yang lain. “Nona tidak apa-apa?”
“Tidak apa-apa, Bi. Tapi, Jaemin dibawa pergi oleh mereka dan semuanya mati.” Lia memberitahu Bibi Kim dengan jantung yang masih berdebar.
“Sebentar ya, Nona tenang dulu. Bibi akan menelepon Tuan Renjun.”
“Iya, Bi.”
Lia beranjak duduk dengan perasaan yang masih berkecamuk. Kakinya bergetar, tidak bisa diam. Lia menggigit kukunya sambil menatap kosong ke arah meja.
Tak butuh waktu lama hingga Renjun datang bersama Dejun. Dia juga tak kalah terkejut melihat puluhan mayat yang berserakan di halaman depan.
“Lia,” pangilnya dan mendekat ke arah Lia. “Apa yang terjadi?”
“Tadi aku baru kembali dari sini. Apa yang terjadi dalam waktu singkat itu?” tanya Dejun.
“Jaemin dibawa oleh Jeno dan anak buahnya. Kau lihat sendiri di halaman depan, semuanya mati,” jelas Lia. “Kira-kira, apa yang akan dilakukan Jeno padanya?”
Renjun beranjak duduk, berusaha menenangkan pikirannya terlebih dahulu sebelum melanjutkan diskusi mereka. Membicarakan langkah yang akan mereka lakukan selanjutnya.
“Begini, kemarin Jaemin bertemu dengan Lee Donghae dan membahas tentang dirimu. Mereka mengajak Jaemin kerja sama untuk menemukanmu dan akan membagi dua harta ayahmu. Itu karena Donghae tidak bisa menemukanmu, jadi dia meminta bantuan pada Jaemin. Tapi sejak hari itu, Jaemin tidak pernah mengabari Donghae kelanjutan rencana mereka karena Jaemin tidak mau Donghae menemukanmu. Mungkin Donghae murka dan menyeret Jaemin ke markasnya.” Renjun yang sudah tahu akar masalahnya langsung bercerita pada Lia.
Lia memegangi kepalanya yang mendadak pusing. Semuanya begitu rumit bahkan otaknya sulit mencerna masalah ini.
“Lalu, apa yang akan kita lakukan sekarang?” tanya Dejun. Walaupun sering dikasari oleh Jaemin, tapi Dejun tetap menganggapnya teman.
“Kita lihat saja sampai besok, apakah Jaemin akan kembali atau tidak. Aku juga tidak tahu apakah Lee Donghae akan mengajaknya berdiskusi atau akan menyiksanya.” Renjun yang sudah tahu bagaimana cara kerja Jaemin lumayan bisa tenang.
“Hm, biarkan saja kalau begitu. Aku malah berdoa dia akan disiksa,” ujar Lia dan beranjak.
“Apa maksudmu?” Renjun tidak terima temannya didoakan seperti itu.
Lia tersenyum sinis. “Aku sudah tahu semuanya. Jaemin mendadak bersikap baik padaku karena menginginkan kode itu dan aku sudah memberikannya. Lalu sekarang, aku tahu bahwa dia adalah orang yang membunuh ayahku. Itu sebabnya, dia semakin baik padaku. Lucu ya, bagaimana dia selama ini memanfaatkanku dan membodohiku.”
“Lalu, apa yang akan kau lakukan selanjutnya?” tanya Renjun.
“Aku akan membunuhnya,” jawab Lia cuek dan berlalu ke kamar.
Renjun dan Dejun tidak bisa berbuat apa-apa karena mereka juga tahu Jaemin salah.
Sementara itu, Lia malah menangis dengan hebat di dalam kamar. Sekarang, logika dan hatinya sedang tidak sejalan. Menginginkan Jaemin dan ingin membunuh Jaemin karena dendam.
Sungguh, Lia tergeletak di atas lantai. Meringkuk sambil memegangi dadanya yang terasa sesak karena tangis. Benar-benar bingung harus melakukan apa. Kedua tangannya mengepal kuat. Lia sesegukan.
Lia, bingung.
*
Kedua tangan Jaemin diikat ke belakang, lalu tubuhnya terdorong hingga tersungkur dan bersimpuh di depan Lee Donghae. Jaemin meringis, lututnya terasa sakit saat menjadi tumpuan. Tapi Jaemin tidak mengeluh karena pikirannya tiba-tiba tertuju pada Lia, kemarin dia pernah memperlakukan Lia seperti ini.
“Brengsek, Na Jaemin. Kau membodohiku!” desis Donghae dan melayangkan satu tamparan keras pada pipi Jaemin. “Kau pikir aku tidak tahu kalau Lia ada di mansionmu? Haha, ternyata selama ini kau menyembunyikannya.”
“Dari mana anda dapat informasi, Tuan?” tanya Jaemin, berusaha tetap tenang.
“Lee Haechan,” sahut Jeno yang duduk dengan santainya di atas sofa.
“Haha, sepertinya kali ini Haechan benar-benar akan mati,” batin Jaemin dengan senyum tipis.
“Kau pura-pura tidak tahu di depanku tapi nyatanya kau tahu sesuatu. Jadi, kau sudah tahu tentang brankas itu dari jauh-jauh hari tapi malah terlihat baru tahu saat di depanku?” Donghae tertawa sumbang. Emosinya meluap-luap. “Sekarang katakan di mana kau sembunyikan Lia?”
Jaemin tersenyum sinis, itu artinya mereka benar-benar tidak menemukan Lia di dalam ruang pribadinya. Padahal sebelum Jaemin dibawa, Jeno sempat berkeliling di dalam mansion.
“Lia sudah pergi. Dia tidak bersamaku lagi.”
“Jangan bohong!” Donghae kembali melayangkan satu tendangan pada bahu Jaemin hingga Jaemin terhuyung dan tergeletak.
“Oy, Lee Jeno, katakan pada ayahmu bahwa kau tidak menemukan apa-apa sewaktu mencari tadi,” ujar Jaemin dengan kekehan kecil. “Tanyakan pada putra anda, Tuan. Dia sudah mencarinya di mansion tapi tidak menemukan apa-apa.”
“Walaupun dia tidak ada di mansionmu, tapi kau pasti tahu sesuatu. Sekarang katakan di mana dia jika kau tidak ingin terluka!” Donghae menginjak dada Jaemin dan membuat Jaemin terbatuk.
“Aku tidak tahu Lia di mana.” Jaemin masih bungkam padahal nyawanya sudah di ujung tanduk.
Donghae meraih pistol yang disodorkan oleh Jeno dan mengarahkannya di depan wajah Jaemin. Bahkan pelatuknya sudah ditarik.
“Tuan, jangan terlalu serakah. Harta anda sudah berlimpah, kenapa masih menginginkan harta orang lain? Bahkan anda mengadu domba antara Zeus dan Helios, tujuh tahun yang lalu. Anda kira aku tidak tahu semuanya? Anda membunuh orang tuaku dan meninggalkan tatto berbentuk matahari yang membuatku salah paham.” Jaemin sepertinya sudah bosan hidup karena memancing emosi Donghae.
“Ya, salah paham dan akhirnya membunuh Choi Minho. Kau bodoh dan mudah dikelabui.” Donghae tersenyum sinis dan semakin mendekatkan pistolnya di wajah Jaemin.
Donghae heran, kenapa Jaemin tidak memohon ampunan di depannya. Harusnya saat ini Jaemin akan meminta maaf dan memohon untuk tidak dibunuh. Tapi ketenangan Jaemin membuat Donghae menggeram kesal. Donghae yakin Jaemin tahu sesuatu.
“Kurung dia, terserah kalian mau siksa atau apa tapi pastikan dia tetap hidup. Aku harus memastikan beberapa hal dulu baru membunuhnya,” titah Donghae.
**
Ingat ya temen-temen, ini cuma fiksi. Jangan sampai dibawa ke real life karena semua yang ada di cerita ini nggak ada sangkut pautnya sama kehidupan idol yang menjadi visualisasinya.
©dear2jae
2021.09.29 — Rabu.
2022.12.06 — Selasa. (Revisi)
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top