18. Penyesalan dan maaf
Jangan lupa vote atau komen ya temen-temen, terima kasih:)
*
Cukup lama mereka dalam posisi berpelukan. Rasanya nyaman, bagi Jaemin, sekarang. Kalau kemarin, sebelum tahu fakta yang sebenarnya, Jaemin harus menahan dirinya setiap kali ingin menyentuh Lia. Sekarang rasanya bebas walaupun ada beban yang masih mengganjal yaitu perasaan takut jika suatu saat Lia tahu.
“Lepas, kau bilang mau mandi. Cepat mandi sebelum terlalu malam, nanti dingin. Jangan lama-lama berendam walaupun air hangat.” Jaemin melepas pelukan Lia tapi Lia tidak mau.
“Tidak, jangan lepaskan aku.” Lia semakin mengeratkan pelukannya. “Jangan berani lepas tenganku atau aku akan menamparmu dan menjambak rambutmu seperti tadi.”
“Tapi kau belum mandi. Nanti semakin dingin.”
“Kalau begitu angkat aku. Gendong aku ke kamar mandi.”
Hanya dengan sekali suruh, Jaemin langsung mengangkat tubuh Lia dan menggendongnya seperti koala menuju kamar mandi.
“Aku masih belum terbiasa dengan sikap baikmu. Aneh, benar-benar aneh.” Lia terus bergumam tapi itu bisa di dengar oleh Jaemin yang sedang menggendongnya.
“Nanti juga terbiasa.” Jaemin meletakkan tubuh Lia di dekat westafel. Tingginya hanya sepinggang, jadi walaupun Jaemin berdiri, Lia dan Jaemin masih bisa sejajar.
Lia meletakkan tangannya di dahi Jaemin, kemudian memeriksa kepala Jaemin apakah ada benjolan dan semacamnya. Lalu meraba-raba leher hingga tengkuk, takut kalau ada luka yang tidak terlihat.
“Apa yang kau lakukan?” Jaemin malah terkekeh dan menepis tangan Lia dari lehernya.
“Aku sedang memeriksa apakah kau terluka atau tidak. Mungkin saja kepalamu sudah terbentur sesuatu tapi kau tidak sadar dan kau jadi hilang ingatan lalu bersikap baik padaku,” ujar Lia polos.
Jaemin tersenyum tipis mendengar pemikiran Lia dan hendak pergi tapi Lia dengan sigap menahannya.
“Apa lagi, hm? Bukankah kau mau mandi?” tanya Jaemin.
“Aku mau mandi bersamamu.”
Jaemin menggeleng. “Nanti lama. Aku akan menggunakan kamar mandi yang ada di bawah.”
“Selangkah kau pergi, aku akan memukulmu. Aku akan menamparmu dan menjambak rambutmu. Aku juga akan melukaimu seperti kau melukaiku kemarin.” Lia mengancam dengan tangisan. Entah kenapa, Lia malah menangis. Perasaannya tidak karuan, senang sekaligus terharu Jaemin akhirnya berubah. “Jangan pergi. Jangan tinggalkan aku.”
“Ya Tuhan, kenapa menangis?” Jaemin tertawa kecil sambil mengusap air mata Lia. “Lagi pula aku tidak akan ke mana-mana. Aku akan mandi sebentar dan nanti kita bertemu lagi.”
Lia menggeleng dan kembali memeluk Jaemin. “Aku ingin kau jujur padaku tentang satu hal?”
“Apa?”
“Kenapa kau bersikap baik padaku?”
Helaan napas Jaemin terdengar lirih. Pelukan mereka terlepas seiring dengan kedua tangan Jaemin menangkup wajah Lia.
“Aku sudah banyak berbuat salah padamu. Aku sering menyakitimu bahkan sampai melukaimu. Menamparmu, menjambak rambutmu. Salahku padamu terlalu banyak, itu sebabnya sekarang aku sadar dan akan meminta maaf padamu,” ujar Jaemin, nada suaranya benar-benar pelan dan lembut. “Maaf, Lia. Maafkan aku. Ya?”
“Apa salah satu alasannya karena kau akan membunuhku?”
“Tidak akan ada yang terbunuh. Apa kau tidak dengar tadi aku bilang apa? Jangan bilang bunuh-bunuh lagi!” desis Jaemin yang mulai kesal karena Lia terus membahas tentang rencana yang sudah gagal itu.
Senyum Lia mengembang. “Jadi, kau benar-benar sadar dan meminta maaf dengan tulus?”
“Ya. Tapi..”
Lia mengerutkan alis bingung saat medengar kata tapi dari Jaemin. “Tapi, apa?”
“Ada satu hal yang belum bisa aku beritahu padamu. Nanti ya, nanti, kalau semua urusanku selesai, aku akan memberitahumu dan saat itu aku akan mengulang permintaan maafku padamu.”
Lia mengangguk, tanpa memikirkan hal apa yang akan dikatakan Jaemin nantinya. Dia meletakkan kedua tangannya di atas bahu Jaemin dan mencium pipi Jaemin.
“Apakah aku bisa menganggap ini adalah pengakuan cintamu? Kau bilang kau menyukaiku?” tanya Lia dengan senyum sumringah.
“Mh-hm. Tapi seperti yang aku katakan tadi bahwa jangan sukai aku, ya. Biarkan aku saja yang menyukaimu.”
“Bagaimana bisa aku tidak menyukaimu?” desis Lia dengan tatapan sinis. “Aku sudah merasa nyaman denganmu sejak kemarin-kemarin, sudah menyukaimu sejak kemarin. Itu artinya aku lebih dulu suka padamu. Bagaimana bisa sekarang kau menyuruhku untuk tidak menyukaimu?”
“Tapi..”
“Diam!” Lia menutup mulut Jaemin dengan tangannya. “Harusnya kau bersyukur mendapatkan aku karena aku punya banyak harta. Kau tahu sendiri kalau Jeno dan ayahnya menginginkan itu juga dan di sini aku memberikan kodenya dengan sukarela bahkan menyerahkan diriku padamu. Bisa dikatakan, kau adalah orang yang paling beruntung.”
Jaemin tertawa, melihat bagaimana ekspresi Lia saat bicara dengannya. Wajah jutek yang selalu dia lihat menyeramkan kini berubah menggemaskan.
“Iya, aku bersyukur. Aku orang yang paling beruntung.”
“Good!” Lia mengacungkan jempolnya kemudian mendekatkan wajahnya di telinga Jaemin lalu berbisik pelan. “Ayo mandi bersama.”
“Besok kalau tidak bisa jalan, jangan salahkan aku,” balas Jaemin pelan kemudian terkekeh.
*
Jaemin menatap satu pesan masuk dari Dejun
Pesan itu berisi informasi tentang bisnis Lee Donghae.
“Saat ini, semua pengiriman mereka lancar. Pihak berwajib sudah di handle oleh mereka jadi tidak ada halangan jika ingin memasuki pasar Asia. Kalau kau ingin menghancurkannya, adu domba saja seperti yang dia lakukan pada ayahmu dan ayahnya Lia, dulu. Atau kau bisa menyabotase pengiriman mereka supaya tidak sampai ke tangan konsumen. Kau tahu sendiri, kan, kalau kepercayaan adalah yang utama.”
Dejun sudah tahu masalah salah paham antara Jaemin dan Lia. Responnya tak beda jauh dengan Renjun yaitu mengejek Jaemin, mengatakan bahwa Jaemin gegabah dan kurang informasi.
Kemarin, Jaemin pergi menemui Dejun dan menceritakan tentang rencananya yang ingin menghancurkan bisnis Lee Donghae lalu pada akhirnya akan membunuh pria itu. Membalaskan dendamnya dan tentu saja melampiaskan segala kemarahannya. Sebab karena Donghae, dia jadi salah paham dan membunuh orang yang salah.
“Jangan pergi.” Lia menarik tangan Jaemin dan membuatnya kembali berbaring. “Sarapannya nanti saja.”
“Apa aku perlu memberitahu Bibi Kim untuk membawakanmu makanan ke sini?”
“Tidak usah. Aku bisa jalan tapi nanti saja, aku masih mau berbaring.”
Jaemin bergumam pelan dan semakin menarik Lia untuk mendekat ke arahnya. Lia melingkarkan tangannya di atas perut Jaemin dan menyandarkan kepalanya dia bahu Jaemin selagi tangan Jaemin berkeliaran di tubuhnya.
“Jae, aku ingin berbagi sesuatu denganmu,” ujar Lia sambil mendongak dan menatap Jaemin.
“Apa?”
“Sebenarnya, aku sedang mencari seseorang yang sudah membunuh ayahku.”
Deg...
Napas Jaemin rasanya tercekat saat Lia tiba-tiba membahas tentang kematian ayahnya. Rasanya begitu mendebarkan hingga dia gugup.
“Paman Donghae dan Jeno datang waktu aku butuh seseorang untuk bersandar, dulu. Jadi, aku ikut mereka tanpa tahu bahwa mereka menginginkan kode brankasnya. Tapi, mereka juga berjanji padaku untuk membantu menemukan siapa pembunuh ayahku. Itu sebabnya aku bertahan bersama Jeno bahkan sampai bertunangan dengannya. Nyatanya, selama ini tidak ada kemajuan apa pun. Hasilnya benar-benar nihil sampai aku ingin menyerah.” Lia menjelaskan situasinya tapi Jaemin sudah ketar-ketir.
“Sekarang, aku bercerita padamu karena aku ingin meminta bantuan padamu. Aku sudah memberitahumu kodenya, aku sudah menyerahkan diri padamu, aku milikmu. Jadi, ku rasa tidak ada alasan untuk menolak permintaanku. Hm?” lanjut Lia seraya mendongak, menatap Jaemin dengan tatapan sendu.
Sungguh, hati Jaemin terasa porak-poranda.
“Ayo turun sarapan. Bibi Kim pasti menunggu.” Jaemin lebih dulu beranjak. Tidak lain karena dia tidak tahu mau menjawab apa. “Cepat pakai pakaianmu. Aku tunggu di bawah.”
Lia berdecak kesal tapi segera memakai pakaiannya dan mengikuti langkah Jaemin menuju ruang makan.
Ketika Jaemin dan Lia sampai di ruang tengah, mereka dikejutkan oleh kedatangan Dejun yang terlihat sangat kesal. Bahkan Dejun menghentakkan kakinya dan melempar sesuatu pada Jaemin.
“Lain kali kalau kau bawa sesuatu ke rumahku, jangan lupa bawa pulang. Aku sedang mengurus pekerjaan tapi kau malah merecokiku dan memintaku untuk mengantar kalungnya!” Dejun melayangkan tatapan tajamnya pada Jaemin. “Oh ya, tidak ada orang yang punya kalung seperti itu. Maksudku, aku tidak menemukan yang sama persis seperti milikmu.”
Kemarin, Jaemin membawa kalungnya pada Dejun dan meminta Dejun untuk mencari tahu apakah ada orang yang memiliki kalung sepertinya.
“Ya, terima kasih.” Jaemin hendak berjalan tapi Lia menahan tangannya.
“Aku pulang kalau begitu.” Dejun kemudian pergi setelah pagi ini datang mengembalikan kalung Jaemin dengan wajah jengkel.
Lia mendadak pusing dan melemas saat melihat sebuah kalung yang ada digenggaman Jaemin. Napasnya rasanya tercekat, detak jantungnya kian keras.
“I-ini... Di mana, maksudku, apa ini milikmu?” tanya Lia dengan terbata.
“Iya, ini milikku. Kenapa?”
Tanpa menjawab pertanyaan Jaemin, Lia berlari kembali ke kamar dan mengambil kalung yang sama, yang masih dia simpan sampai sekarang. Sewaktu pergi ke Panti Asuhan, Lia sempat mengambilnya ke unit dan membawanya.
Tak lama, Lia turun lagi dan segera meraih kalung yang masih digenggam oleh Jaemin lalu menyatukannya dengan miliknya. It’s fixed.
“Please.. Katakan bahwa itu bukan dirimu. Please..” Lia terduduk di lantai, tubuhnya merosot.
Sulit baginya untuk percaya tapi kalung itu adalah satu-satunya petunjuk yang dia punya.
“Kenapa bisa ada padamu? Aku sudah lama mencarinya.” Jaemin menunduk dan meraih kedua kalung itu dari tangan Lia.
Lia menggeleng pelan, air matanya sudah tumpah ruah. “Kata dokter yang menangani jasad ayahku waktu itu. Kalung itu ada di dalam genggamannya ketika meninggal.”
Pikiran Jaemin langsung tertuju pada hari itu, hari di mana dia membunuh Choi Minho dengan brutal dan tanpa ampun. Seketika, Jaemin pun langsung membeku di tempat.
“Jadi, kalungnya terjatuh dari sakuku,” gumam Jaemin seraya menatap Lia yang masih menangis.
Lia mendongak. “Ku mohon, ku mohon Na Jaemin, katakan bahwa orang yang membunuh ayahku bukan dirimu. Ku.. Mohon..” Lia memegang kaki Jaemin yang masih berdiri di depannya.
“Apa kau seyakin itu bahwa aku yang membunuhnya?”
“Ya, kalung itu ada dalam genggaman ayahku. Aku sudah mencari tahu tentang kalung itu, katanya itu kalung couple dan sekarang pasangannya ada padamu.” Lia terus menangis.
Tidak ada alasan yang akan digunakan oleh Jaemin untuk mengelak. Dia pun sama terkejut, tapi terkejut karena kalung yang selama ini dia cari ternyata ada pada Lia. Dan Lia sedang mencari pemilik kalung itu karena meyakini bahwa orang itu yang membunuh ayahnya, yaitu Jaemin.
“Jawab cepat!” desis Lia seraya berusaha untuk berdiri. Kedua tangannya dia gunakan untuk memegang kerah baju Jaemin. “Cepat jawab dan katakan bahwa itu bukan dirimu!”
“Semalam aku bilang padamu, ada satu hal yang belum bisa aku beritahu padamu. Aku ingin menyelesaikan urusanku lebih dulu baru aku akan memberitahumu. Tapi ternyata, kau tahu lebih cepat dari perkiraanku.” Jaemin menunduk pasrah.
Lia menggeleng sambil memukul-mukul bahu Jaemin dengan keras. “Ku mohon.. Katakan bahwa kau bukan orangnya. Na Jaemin, please!”
“Maaf..”
Satu kata yang keluar dari mulut Jaemin membuat Lia melemas. Tubuhnya limbung tapi Jaemin segera menahannya agar tidak jatuh. Sungguh, Lia tidak ingin percaya tapi inilah kenyataan yang dia hadapi saat ini.
Laki-laki yang baru saja Lia percaya, laki-laki yang dicintainya saat ini, ternyata dia adalah orang yang selama ini Lia cari.
Ketika Lia sudah lebih tenang, dia berdiri dengan tegap di depan Jaemin sambil menatap Jaemin dengan tatapan yang selalu Jaemin lihat ketika Lia marah.
“Kau tahu, tujuanku dari awal adalah mencari pemilik kalung ini karena dia sudah membunuh ayahku. Lalu pada akhirnya, aku akan membunuhnya. Membalaskan dendam ayahku.” Lia mengepalkan kedua tangannya dengan kuat. “Aku memang tidak tahu apa motifmu hingga tega membunuh ayahku. Tapi apa pun tujuanmu, aku tetap akan membunuhmu.”
“Kau tahu, tujuanku dari awal adalah mencari kalungku yang hilang. Lalu pada akhirnya, aku akan memberikannya pada perempuan yang aku cintai karena itu adalah kalung turun temurun dari kakek dan nenekku,” balas Jaemin. “Ternyata, kalungnya sudah berada di tangan orang yang tepat.”
“Bullshit! Hentikan omong kosongmu, Na Jaemin. Jadi ini sebabnya kau tiba-tiba bersikap baik dan mengatakan bahwa aku tidak perlu menyukaimu? Haha, lucu. Kau benar-benar memanfaatkanku selama ini bahkan membodohiku. Kau tahu, kau bahkan lebih brengsek dari Jeno.”
“Maaf, Lia.”
“Tidak, kau tidak akan pernah mendapatkan maaf dariku karena aku akan membunuhmu!”
**
Ingat ya temen-temen, ini cuma fiksi. Jangan sampai dibawa ke real life karena semua yang ada di cerita ini nggak ada sangkut pautnya sama kehidupan idol yang menjadi visualisasinya.
©dear2jae
2021.09.28 — Selasa.
2022.12.02 — Jumat. (Revisi)
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top