14. Mereka, kalah
Jangan lupa vote atau komen ya temen-temen, terima kasih:)
*
Pandangan Haechan tak luput dari Lia yang saat ini sedang disuapi oleh Jaemin. Padahal Jaemin sudah meminta Haechan untuk pulang tapi Haechan tidak mau. Dia tetap pada pendiriannya yaitu pantang pergi sebelum tahu semuanya.
Beberapa saat yang lalu, Haechan dibuat keheranan karena Jaemin terlihat begitu mudahnya mengiakan permintaan Lia. Haechan masih belum paham apa yang sedang terjadi.
Apa Jaemin dan Lia punya hubungan spesial? Lalu, bagaimana dengan Jeno?
Beberapa saat yang lalu, Bibi Kim datang membawa nampan berisi makanan Lia serta obat.
“Makan dan segera minum obatnya,” ujar Jaemin.
“Lengan kananku terluka, aku tidak bisa mengangkatnya. Kalau pakai tangan kiri, aku tidak terbiasa. Jadi, suapi aku,” pinta Lia.
Haechan kembali bengong melihat bagaimana entengnya Lia mengatakan itu pada Jaemin. Bahkan Haechan seperti sedang menonton drama.
“Biasakan, jangan manja.”
“Kalau begitu aku tidak akan makan. Bawa saja makanan ini kembali ke dapur.”
Jaemin berdecak lalu meraih piring makanannya dan mulai menyuapi Lia. “Kalau nanti kau sembuh maka siap-siap mendapat siksaan karena sudah berani memerintahku seperti ini!” desis Jaemin.
“Bunuh saja sekalian supaya kode brankasnya tidak akan pernah diketahui.” Lia tersenyum remeh. Kini, dia punya tameng untuk melindungi dirinya sendiri.
Saat ini, Haechan sedang duduk di sofa sambil memperhatikan Jaemin dan Lia. Kehadirannya seolah tak dianggap ada oleh Jaemin maupun Lia. Tapi tidak apa-apa, Haechan hanya ingin mencari tahu apa yang sedang terjadi.
“Apa kalian berpacaran? Lia, bagaimana hubunganmu dengan Jeno? Apa sebenarnya yang terjadi?” Haechan mendekat.
“Jeno tidak tulus padaku, Chan. Dia hanya memanfaatkanku, dia menginginkan sesuatu dariku makanya rela bertunangan denganku. Dia juga yang membuatku terluka,” jawab Lia.
“Ok, katakan saja kalian putus. Lalu, kau dan si brengsek ini ada hubungan apa?” tunjuk Haechan pada Jaemin.
“Kita tidak punya hubungan apa-apa,” jawab Jaemin kemudian beranjak setelah selesai menyuapi Lia.
Jawaban Jaemin sukses membuat hati Lia agak ngilu. Ya, mereka memang tidak punya hubungan apa-apa. Tapi, apakah Jaemin benar-benar tidak menganggapnya apa-apa setelah mereka tidur bersama malam itu?
Rahang Lia mengeras, dia berusaha menahan air matanya yang menyeruak ingin keluar.
“Chan, bisakah aku menumpang di unitmu?” tanya Lia yang berusaha untuk bangun. “Sebentar saja selagi aku mencari tempat yang jauh dari jangkauan mereka yang serakah akan harta ayahku.”
Mendengar itu, Jaemin langsung menatap Lia dengan tajam. Betul, tujuan Lia mengatakannya memang untuk menyindir Jaemin.
“Selangkah saja kau keluar dari sini, tidak peduli kau sedang terluka atau baik-baik saja, aku akan menyiksamu, Lia.” Jaemin menekankan setiap kalimatnya.
“Dasar egois. Dulu kau menahanku, tapi beberapa hari yang lalu kau malah melepaskanku. Sekarang saat aku kembali ke sini dan ingin pergi lagi, kau melarangku. Sebenarnya, apa kau ingin aku di sini atau ingin aku pergi?”
Jaemin terdiam, lagi-lagi dia mengabaikan pertanyaan Lia dan memilih keluar dari kamar. Bahkan kini, mungkin saja Lia sudah mulai menaruh perasaan terhadapnya tapi Jaemin masih kukuh akan pendiriannya seperti Jeno yaitu mencari tahu kode brankas dan akan membunuh Lia nantinya.
Begitu Jaemin pergi, Haechan segera duduk di pinggir ranjang dan membantu Lia untuk memperbaiki posisi duduknya.
“Sebenarnya apa yang sedang terjadi? Ku mohon, beritahu aku supaya aku tidak terlihat bodoh saat ini? Selama ini aku khawatir padamu, Lia.” Haechan memegang kedua bahu Lia.
“Intinya, Jeno tidak tulus padaku dan hanya memanfaatkanku selama ini. Dia menginginkan sesuatu dariku, Chan. Lalu, selama aku menghilang kemarin, aku ada di sini. Jaemin tidak membiarkanku pergi, dia menyiksaku bahkan pernah melukai leherku dengan pisau. Ternyata, Jaemin juga sama dengan Jeno, dia tidak membiarkanku keluar dari sini karena menginginkan sesuatu.” Lia memberi penjelasan pada Haechan. Satu-satunya orang yang masih bisa dia percaya saat ini.
Haechan menghela napas berat lalu menepuk pelan bahu Lia. “Si brengsek itu. Padahal kemarin aku sudah bertanya apakah dia tahu kau ada di mana tapi dia bilang tidak tahu.”
“Tapi, kau dan Jaemin ada hubungan apa? Kenapa dia menciummu tadi?” lanjut Haechan yang masih penasaran.
Lia tersenyum miris. “Aku pernah tidur dengannya. Iya, tidur. Kau mengerti, kan?”
“Ya Tuhanku!” Haechan menutup mulutnya karena kaget. “Tapi tadi, dia bilang kalian tidak punya hubungan apa-apa?”
“Memang tidak ada.”
“Ouh, jika aku berani melawannya maka aku sudah membalaskan sakit hatimu padanya. Tapi sayangnya, aku tidak bisa. Mungkin aku akan lebih dulu mati olehnya sebelum bertindak.”
“Hm, kau akan lebih dulu mati. Bahkan sekarang jika kau tidak ingin pergi dari sini maka aku akan membunuhmu,” sahut Jaemin yang baru masuk ke kamar.
“Apa semudah itukah mulutmu mengucapkan kata bunuh? Dia temanmu, harusnya kau mempelakukannya dengan baik. Bukannya malah mengancam terus menerus,” ujar Lia.
Jaemin tidak menanggapi lagi, dia memilih masuk ke kamar mandi dan segera membasuh tubuhnya.
“Walaupun dia selalu mengancamku, tapi dia tidak akan tega melakukannya. Aku tahu dan aku hanya senang menggodanya. Tapi berbeda lagi dengan orang lain, Lia. Aku pernah bilang, kan, dia kesal saja bisa langsung membunuh apalagi sampai marah.” Haechan tersenyum tipis lalu beranjak. “Aku pulang ya, kau jaga diri baik-baik. Jika dia menyiksamu maka lawan saja, jangan takut.”
Senyum Lia mengembang ketika melihat Haechan yang sedang memberinya semangat. “Iya, aku akan melawan. Hati-hati ya, pulangnya.”
Selepas Haechan pergi, Lia menarik selimutnya lalu mencoba untuk terlelap. Mengistirahatkan pikiran serta tubuhnya yang benar-benar terasa sakit.
Tapi Lia tidak bisa terlelap karena memikirkan apa yang akan dia lakukan selanjutnya. Ke mana tujuannya, siapa yang akan dia andalkan, karena jujur saja, Lia sempat berharap pada Jaemin setelah mengetahui kebrengsekan Jeno tapi sayangnya Jaemin juga sama dengan Jeno. Bahkan Jaemin lebih parah lagi, laki-laki itu merenggut semuanya darinya. Menyiksanya hingga melukai dan yang paling parah adalah Jaemin membuatnya nyaman terlepas akan fakta bahwa Jaemin menyiksanya.
Lalu, perasaan nyaman yang dirasakannya berimbas dengan dirinya yang kembali pada Jaemin.
“Kenapa aku jadi begini? Apa yang terjadi padaku?” lirih Lia sembari terus mencoba untuk terlelap.
“Apa kau gila? Kenapa kau bicara sendiri?” sahut Jaemin yang baru keluar dari kamar mandi dengan sehelai handuk yang melilit tubuh bagian bawahnya.
“Ya, aku pikir aku akan gila. Hidup seorang diri dengan harta warisan yang berlimpah lalu menjadi incaran orang-orang yang serakah akan harta sepertimu, seperti Jeno.” Lia berusaha untuk duduk, dia tidak bisa tidur. “Apa aku lebih baik mati saja supaya tidak akan ada yang mendapatkan hartanya atau aku berikan saja pada kalian lalu hidup dengan tenang bersama pasanganku nantinya?”
Lia terus saja bicara sendiri selagi Jaemin mengenakan pakaiannya.
“Opsi yang kedua terdengar bagus.” Jaemin mendekat dan duduk di pinggir ranjang dekat Lia. “Beritahu aku kodenya lalu ikut denganku untuk membukanya dengan sidik jarimu dan retinamu lalu setelah itu kau bisa mati karena aku akan membunuhmu.”
“Kau benar-benar ingin membunuhku?”
“Ya.”
Lia tersenyum tipis lalu menunduk. Sepertinya, hanya dia yang menyimpan rasa dan Jaemin tidak.
“Kau tahu, kau benar-benar definisi laki-laki iblis. Kejam, tidak kenal ampun, suka menyiksa, otoriter, bahkan pada seorang perempuan sepertiku kau bisa sangat kejam apalagi laki-laki. Kau merenggut keperawananku dengan paksaan, membuatku merasa nyaman tapi pada akhirnya kau hanya sedang memanfaatkanku karena menginginkan kodenya.” Lia mengembuskan napas pelan.
“Kau merasa nyaman?”
“Hm.”
“Jangan libatkan perasaan apalagi sampai menyukaiku. Kau boleh merasa nyaman, tapi jangan sampai kau jatuh cinta padaku. Karena aku tidak akan bisa membalas perasaanmu.” Jaemin hendak beranjak tapi lagi-lagi Lia menahan tangannya.
Tapi tak lama, Lia melepasnya lagi dan segera berbaring lalu menarik selimutnya.
“Apa? Ada yang ingin kau katakan?” tanya Jaemin.
“Tidak ada.” Lia menggeleng pelan dan mencoba memejamkan matanya.
*
Jam menunjukkan pukul sebelas malam, Jaemin belum beranjak untuk tidur. Dia masih betah berada di balkon, ditemani segelas wine dan sebatang rokok selagi memperhatikan wajah damai Lia yang sedang terlelap. Pikirannya berkecamuk, bukan karena rencana yang sudah tersusun rapi melainkan karena masuknya Lia di kehidupannya.
Ketika mendengar Lia mengatakan bahwa dirinya nyaman, Jaemin merasa senang maupun menang. Tapi di satu sisi, rasa benci dan dendam Jaemin terhadap Helios masih mendarah daging.
“Jangan goyah, Na Jaemin!” titah Jaemin pada dirinya sendiri.
Suara dering ponselnya membuat Jaemin melepaskan pandangannya dari Lia. Nama penelepon itu membuatnya memicingkan mata.
“Halo, selamat malam Tuan Lee Donghae,” sapa Jaemin dengan sopan ketika akhirnya mengangkat panggilan itu.
“Apa kau ada waktu? Bisakah kita bertemu, ada sesuatu yang ingin ku bahas.”
“Bisa aku tahu tentang apa?”
“Ada suatu hal besar yang ditinggalkan oleh Helios dan itu belum terekspos. Aku mengetahui sedikit fakta dan saat ini aku ingin mengajakmu bekerja sama. Keuntungannya bisa kita bagi dua.”
Jaemin tersenyum tipis. Dia sudah bisa menebak hal apa yang akan dibahas oleh Lee Donghae. Jaemin meletakkan rokoknya lalu mendekat ke arah Lia dan duduk di pinggir ranjang.
“Bisa anda jelaskan sedikit tentang fakta itu sebelum aku datang? Aku ingin tahu dengan jelas hal apa yang akan kita bahas karena aku tidak ingin membuang-buang waktu.”
Lia menggeliat pelan ketika tangan Jaemin menyentuh pipinya. Terasa dingin hingga membuatnya terbangun.
“Ada satu brankas yang ditinggalkan oleh Helios dan kunci untuk membukanya ada pada anak Choi Minho.”
“Menarik, di mana anak itu sekarang?”
Lia setengah sadar, dia menarik tangan Jaemin dan memeluknya hingga membuat Jaemin menunduk.
“Aku juga sedang mencarinya makanya aku ingin mengajakmu bekerja sama.”
“Baiklah, aku akan datang besok pagi.”
Lalu Jaemin segera menutup panggilannya. Dia hendak mengangkat tubuhnya agar tidak menindih Lia tapi Lia semakin mengeratkan pelukannya.
“Aku sendirian, aku tidak punya siapa-siapa, aku seorang diri, tidak ada yang bisa aku percaya, tidak ada yang bisa ku andalkan,” gumam Lia dengan mata yang terpejam tapi dirinya sudah sadar. “Kau bodoh, kau orang yang paling bodoh karena tidak menyukai orang secantik aku. Kau bodoh karena menolak diriku. Kau bodoh, kau..”
“Diam atau aku akan membuatmu diam dengan paksaan?”
“Dengan paksaan? Apa? Ciuman?” Lia terkekeh pelan. “Hm, cium saja. Aku suka.”
“Aku tidak menyukaimu, Lia. Aku hanya ingin kode brankas ayahmu lalu aku akan membunuhmu.”
Lia melepaskan kaitan tangannya pada leher Jaemin lalu menatapnya dengan sendu. “Jadi, kau sama saja dengan laki-laki lain yaitu hanya ingin tidur denganku? Dengan kata lain, memang memanfaatkanku?”
“Ya.”
“Ya sudah, lakukan saja sesukamu. Lagi pula aku sudah kotor dan tidak punya harga diri di depanmu. Aku kalah, tadinya aku ingin terus bersikap cuek di depanmu tapi aku tidak bisa. Pertahananku runtuh, perasaanku terlibat dan aku tidak bisa berbuat apa-apa.” Lia tersenyum miris.
Jaemin menghela napas kesal, kesal pada dirinya sendiri. Jika Renjun tahu dirinya mulai goyah maka bisa jadi laki-laki itu akan menggodanya dan mengejeknya habis-habisan. Kedua tangan Jaemin terkepal kuat, posisinya masih berada di atas tubuh Lia. Sedangkan Lia membuang muka.
Ketika ucapan dan hati tidak sejalan maka otak yang akan berpikir keras, apa yang harus dilakukan.
“Angkat tubuhmu, lukaku terasa sakit. Aku ingin istirahat.”
Bukannya mengangkat tubunya, Jaemin semakin menunduk dan mencium bibir Lia, agak kasar dan lumayan menuntut. Sampai-sampai Lia kewalahan untuk mengimbangi gerakan bibir Jaemin.
Pada akhirnya, Lia maupun Jaemin sama-sama kalah. Kalah akan egonya masing-masing.
**
Ingat ya temen-temen, ini cuma fiksi. Jangan sampai dibawa ke real life karena semua yang ada di cerita ini nggak ada sangkut pautnya sama kehidupan idol yang menjadi visualisasinya.
Guys, baca ulang deh blurb cerita ini. Pahami terus komen sini gimana pemikiran kalian, wkwkw. Kali aja lupa😆
©dear2jae
2021.09.23 — Kamis.
2022.11.28 — Senin. (Revisi)
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top