12. Don't leave me

Jangan lupa vote atau komen ya temen-temen, terima kasih:)

*

“Buka pintunya!” Jaemin menggedor pintu kamar mandi dengan keras sesaat setelah Lia masuk.

“Apa?” teriak Lia.

“Keluar! Aku akan mandi lebih dulu. Kau bisa menggunakan kamar mandi yang ada di lantai bawah.”

Pintu terbuka dari dalam dan Lia hanya menyembulkan kepalanya setengah karena dia sudah menanggalkan semua pakaiannya.

“Aku yang lebih dulu masuk. Jadi, kau saja yang pakai kamar mandi di bawah.” Lia hendak menutup pintu kamar mandi tapi tidak jadi. “Atau, kau mau mandi bersamaku?”

Sungguh, harga diri Lia sekarang tidak ada apa-apanya. Toh dia dan Jaemin pernah melakukannya. Jadi, untuk saat ini Lia mengesampingkan harga dirinya supaya dia bisa melihat ulang apakah Jaemin punya tatto atau tidak.

Ucapan ayahnya tidak mungkin salah yaitu semua kelompok mafia pasti punya tatto masing-masing sebagai tanda. Tapi kenapa Jaemin tidak ada dan itu membuat Lia heran.

Ok, Lia hanya ingin memastikan walaupun mengorbankan harga dirinya.

“Ada apa denganmu. Kenapa kau jadi agresif seperti ini?”

“Aku tidak mau pakai kamar mandi yang di bawah dan kau juga tidak mau. Jadi, aku menawarkan untuk mandi bersama. Kalau tidak mau kau saja yang ke bawah.”

“Jangan sesali apa yang sudah kau ucapkan.” Jaemin mendorong pintu kamar mandi dan segera masuk lalu menutup pintunya rapat-rapat.

Ketika pintu sudah tertutup dengan rapat, Jaemin juga ikut menanggalkan seluruh pakaiannya. Sementara itu, Lia lebih dulu masuk ke dalam bathtub dan berendam air hangat. Rasanya nyaman, tubuhnya yang terasa pegal dan sakit jadi lebih rileks.


Kedua mata Lia tak lepas dari Jaemin. Mulai dari saat Jaemin membuka pakaiannya bahkan kini saat Jaemin sudah tidak berpakaian. Menelisik setiap sudut tubuh Jaemin, apakah ada tatto atau tidak.

Nihil, tidak ada apa-apa.

Ayah tidak mungkin berbohong. Atau, apa dia bukan anggota mafia? Tidak, ku rasa dia memang anggota mafia karena perangainya yang buruk. Lia terus bergumam dalam hati sambil memperhatikan Jaemin.

“Apa yang kau perhatikan dari tadi? Kau mengataiku mesum tapi kau sendiri bersikap seperti orang mesum saat ini.” Jaemin mendorong tubuh Lia agar lebih maju lalu dia mengambil duduk di belakang Lia.

Lia salah tingkah dan menggeleng pelan. Dia kemudian menyandarkan tubuhnya di dada bidang Jaemin. Kulit mereka kembali bersentuhan tanpa sehelai kain. Lia memejamkan matanya sejenak selagi Jaemin terus mengecupi pundaknya. Sementara tangan Jaemin terus menelusuri bagian tubuhnya yang lain.

Rasanya benar-benar nyaman saat ini. Berendam air hangat dan menghirup aroma lilin wewangian. Padahal sebelumnya Lia mendapat siksaan dari Jaemin tapi sekarang malah bermesraan dengannya.

“Jangan tidur,” bisik Jaemin seraya menggingit kecil telinga Lia yang langsung membuat Lia mengerang kecil.

“Kepalaku masih terasa berdenyut,” gumam Lia dan memperbaiki posisi duduknya.

Tangan Jaemin terangkat dan mengusap kepala Lia dengan pelan. Dia kemudian mulai mengecupi leher Lia dan turun ke bahu. Kembali membuat kissmark di sekitar leher.

Lia masih memejamkan matanya, pikirannya sudah lebih rileks dari sebelumnya. Aneh bukan, saat Lia begitu membenci Jaemin karena sudah menyiksanya tapi malah merasa nyaman saat mereka bersentuhan.

“Ayahku saja tidak pernah berani memukulku walaupun aku salah. Tapi kau malah menyiksaku tanpa rasa kasihan hanya karena hal sepele,” gumam Lia dengan mata yang masih terpejam.

“Kau mau membalasku?”

“Iya, aku ingin menyiksamu juga. Seperti apa yang kau lakukan padaku. Menamparmu, mengiris lehermu dan menjambak rambutmu.”

Jaemin tidak menanggapi dan menarik dagu Lia lalu mulai melumat bibir Lia dengan pelan, tanpa paksaan, sehingga Lia langsung membalasnya.

Lia bahkan mengubah posisi duduknya dan berada di atas pangkuan Jaemin kemudian mengalungkan tangannya di leher Jaemin seraya membalas ciuman satu sama lain.

“Bagaimana kau bisa membalasku kalau kau tidak bisa bela diri. Maksudku, kalau aku menyiksamu, kau hanya diam saja.” Jaemin menatap kedua manik mata Lia.

“Aku bisa bela diri tapi kemarin belum siap makanya bisa langsung diseret oleh anak buahmu dan ditahan sebelum bisa melarikan diri.” Lia mengecup bibir Jaemin.

“Berdiri dan bersihkan tubuhmu. Jangan lama-lama berendam walaupun air hangat.” Jaemin mengangkat tubuh Lia yang ada di atas pangkuannya lalu dia berdiri lebih dulu dan membasuh tubuhnya.

Bekas luka tembak yang ada di perut kiri Jaemin masih terlihat, apalagi bekas luka sayatan di lengan kanannya. Lalu beberapa luka kecil lainnya. Tapi tubuh Jaemin bersih dari tatto.

“Turun makan malam setelah selesai.”

“Ya.”

Ponsel Jaemin berdering ketika dia hendak keluar dari kamar mandi. Jaemin menoleh dan menatap Lia yang masih berada di dalam bathtub. Lalu menatap kembali pesan yang dikirim oleh Renjun.

“Cepat basuh tubuhmu. Kita pergi makan malam.”

“Ke mana?”

“Luar.”

Lia langsung berdiri dengan mata berbinar dan keluar dari bathtub. Bahkan Jaemin sampai geleng-geleng kepala karena melihat Lia yang dengan santainya berjalan di sekitarnya tanpa sehelai kain.

“Tapi, kenapa tiba-tiba?” tanya Lia setelah memakai bathrobenya. Aneh saja Jaemin tiba-tiba mengajaknya makan malam di luar.

“Kalau tidak mau, tidak usah.” Jaemin berbalik dan lebih dulu keluar dari kamar mandi.

“Aku mau!” teriak Lia dan segera melesat menuju lemari pakaiannya.

Sudah lama rasanya, Lia tidak menghirup udara luar. Sejenak, terlintas dipikirannya untuk kabur jika nanti Jaemin lengah. Tapi, siksaannya mungkin akan lebih berat kalau sampai Lia kabur.

*

Lia membuka kaca mobil dengan lebar lalu menghirup udara sepuasnya. Membiarkan angin malam menerpa wajahnya, rasanya sangat sejuk.

“Tutup, kau bisa masuk angin. Tadi kau sudah berendam cukup lama,” ujar Jaemin sambil fokus menyetir.

Tak lama, mereka sampai di tujuan. Lia segera turun dan menatap sekitar, tidak ada anak buah Jaemin yang ikut. Pikiran tentang kabur kembali terlintas di kepalanya. Lia menelisik area sekitar, kalau dia kabur sekarang maka Jaemin pasti akan mengejarnya. Jadi, nanti saja kalau Jaemin lengah.


Tapi, Lia membeku seketika ketika matanya menangkap sosok yang sudah lama tidak ditemuinya, sosok yang sudah agak hilang dari pikirannya, sosok yang dia kira bisa diandalkan tapi nyatanya tidak.

“Itu Lee Jeno,” celetuk Jaemin sambil mendekat ke arah Lia yang masih berdiri kaku. “Laki-laki yang selalu kau banggakan di depanku itu ternyata tidak sebaik yang kau kira.”

Ya, inilah tujuan Jaemin sebenarnya, yaitu membawa Lia untuk melihat bahwa Jeno sedang bersama perempuan lain. Pesan yang diterimanya dari Renjun berisi informasi bahwa malam ini Jeno terlihat di restoran bersama kekasihnya.

“Jadi, ini alasan kenapa dia tidak pernah mencariku.” Lia tersenyum miris.

“Aku pergi.”

“Ke mana?” Lia menahan tangan Jaemin.

Jaemin mendekat dan memegang kedua bahu Lia. “Bukankah selama ini kau ingin keluar dari mansionku? Sekarang aku sudah melepaskanmu dan membiarkanmu keluar. Pergilah ke manapun kau ingin pergi. Aku tidak akan menahanmu lagi.”

“Kau mau meninggalkanku sendiri di sini?” Lia meremat ujung kemeja yang dikenakan oleh Jaemin.

“Ya.” Jaemin melepaskan genggaman tangan Lia pada kemejanya dan kembali masuk ke mobil lalu melesat pergi.

“Bodoh! Jangan tinggalkan aku,” lirih Lia pelan.

Lia mengepalkan kedua tangannya dengan kuat, bukan ini yang dia inginkan. Ok, dia memang ingin kabur tapi tidak begini caranya. Lia menatap nanar mobil Jaemin yang sudah melaju pergi, meninggalkannya bersama sakit hatinya yang kian mendalam setelah melihat dengan mata kepala sendiri bahwa laki-laki yang dia anggap rumah ternyata mengkhianatinya.

Lia berjalan seorang diri sambil menyusuri jalan setapak di tengah gelapnya malam. Air matanya menetes dengan deras. Saat ini, dia benar-benar tidak punya siapa-siapa lagi. Ah, mungkin Haechan masih bisa diandalkan.

*

“Apa?! Kau meninggalkannya di luar sana sendirian?” Renjun kaget saat Jaemin memberitahunya. “Apa kau sudah menyerah untuk mencari tahu tentang kode brankas itu? Atau kau begitu mencintainya hingga tidak tega melukainya lagi dan memilih untuk melepasnya?”

“Diam dan makan sarapanmu, jangan banyak bicara. Lihat saja nanti bagaimana akhirnya. Aku juga sudah memikirkannya dengan matang sebelum bertindak.” Jaemin beranjak dan meninggalkan Renjun sendirian di meja makan.

Sementara itu..

Lia terbangun dari tidurnya, tubuhnya kembali terasa pegal setelah berjalan jauh. Bahkan Lia sadar bahwa dia terlelap di sofa. Lia kembali melihat keadaan apartemennya yang berantakan dan ada bekas noda darah yang sudah mengering di sana. Anehnya, Lia tidak kaget sama sekali dan malah beranjak lalu membersihkan semuanya.

Setelah semuanya selesai, Lia kembali merebahkan tubuhnya di atas ranjang sambil memejamkan matanya sejenak. Lalu berkali-kali menghela napas gusar. Suara derap langkah kaki membuat Lia mengerutkan alis bingung, siapa yang datang pagi-pagi ke unitnya dan mengetahui password unitnya.

“Lia!” teriak Jeno ketika melihat Lia yang sedang duduk di pinggir ranjang. “Tunggu, ini kau, kan? Aku tidak sedang berhalusinasi, kan?”

“Iya, ini aku.”

“Akhirnya, Ya Tuhan!” Jeno merengkuh tubuh Lia ke dalam pelukannya dan mengecup kening Lia berkali-kali. “Aku mencarimu ke sana kemari. Bahkan ayah sudah mengerahkan semua anak buahnya untuk mencarimu. Kau ke mana saja selama ini?”

Lia tersenyum tipis. “Maaf, aku tidak memberitahumu kalau aku sedang ingin sendiri.”

“Tidak apa-apa, sayang. Yang penting kau kembali dan selamat.”

Jeno melepaskan pelukannya dan duduk di samping Lia. Tatapan matanya tertuju pada tangan Lia yang tidak tersemat cincin.

“Cincinmu?”

“Maaf, aku tidak sengaja menghilangkannya.”

Lia berdusta. Faktanya, Jaemin menarik paksa cincin itu dari tangan Lia ketika mereka tidur malam itu dan melemparnya ke sembarang arah.

It’s ok, aku bisa membelikan yang lain untukmu. Sekarang, apa kau sudah sarapan? Kalau belum, akan ku buatkan.”

“Aku ingin tidur lagi, aku masih mengantuk.” Lia beranjak dan naik ke atas ranjang lalu menarik selimutnya dan tidur.

Lia benar-benar terlelap lagi karena memang dirinya masih mengantuk. Sementara Jeno pergi ke dapur dan membuatkan makanan untuk Lia ketika Lia bangun nanti.

Lalu tak lama, Lia terbangun lagi. Dia berkali-kali menghela napas berat, memikirkan apa yang akan dia lakukan selanjutnya.

“Halo, Ayah.” Jeno mengaduk sup kimchi yang dia buat dengan tangan kanan dan memegang telpon dengan tangan kiri. “Lia sudah pulang, Ayah.”

“Bagaimana bisa?

“Aku tidak tahu. Tapi saat aku datang ke unitnya, dia ada di sini.”

“Baiklah, tidak penting dia sudah ke mana. Yang penting dia pulang. Segera bawa ke sini, bila perlu paksa saja.

“Baik, aku akan membawanya sekarang setelah dia bangun.”

Begitu panggilan selesai dan saat Jeno menoleh, dia bertemu tatap dengan Lia yang berdiri dengan kaku di belakangnya. Jeno berusaha tetap tenang, berdoa dalam hati semoga Lia tidak mendengar pembicaraannya dengan sang ayah.

“Sup kimchinya tidak enak. Kita keluar makan saja, ya?” Jeno mendekat tapi Lia mundur.

Semua, semua yang Jeno katakan pada ayahnya, Lia dengar. Kini Lia semakin yakin bahwa Jeno memang memanfaatkannya, bukan tulus menyayanginya. Buktinya, Jeno juga berselingkuh dengan perempuan lain.

“Tidak, kau saja yang pergi.” Lia berbalik tapi Jeno langsung menahan tangannya.

“Kau belum makan dari tadi.”

“Aku tahu, itu hanya alasan.” Lia tersenyum remeh. “Kau mau membawaku ke ayahmu, kan? Ternyata selama ini dugaanku benar bahwa kau dan ayahmu memang menginginkan kode brankas milik ayahku. Haha, lucu. Bagaimana selama ini kau bersandiwara di depanku bahkan sampai rela bertunangan denganku demi tujuanmu. Aku tidak bodoh, Lee Jeno. Aku tahu semuanya.”

Jeno mendekat dan seketika tatapannya jadi berubah tajam. “Kalau kau sudah tahu. Lebih baik diam dan ikut aku jika kau tidak mau terluka.”

Lia tertawa keras lalu sedetik kemudian ekspresinya juga berubah dingin. “Lihat, sifat aslimu kini terlihat. Memang ya, tidak ada yang bisa dipercaya lagi. Kau juga punya selingkuhan di belakangku. Selama ini aku kira kau memang tulus membantuku setelah ayahku meninggal. Nyatanya kau dan ayahmu menginginkan harta ayahku. Teman? Haha, sialan, aku bahkan percaya begitu saja saat ayahmu bilang dia dan ayahku berteman.”

“Diam dan ikut aku!” desis Jeno sambil menarik tangan Lia.

“Lepas!” Lia berontak tapi Jeno mencengkram tangannya dengan kuat. “Lepas atau kau tidak akan pernah mendapatkan apa yang kau mau, Lee Jeno!”

“Jangan berontak kalau kau tidak mau terluka!”

“Lepas atau aku akan bunuh diri!” ancam Lia.

Perlahan, kaitan tangan Jeno mengendur. Jika Lia mati, maka semuanya berakhir. Brankas itu dilapisi baja, jika dihancurkan pun tidak akan bisa. Satu-satunya cara hanya memasukkan kode, retina lalu sidik jari.

“Aku akan pergi. Jika kau mengikutiku atau aku melihat anak buahmu mengikutiku. Maka aku akan langsung bunuh diri!” ujar Lia dengan nada penuh amarah.

**

Ingat ya temen-temen, ini cuma fiksi. Jangan sampai dibawa ke real life karena semua yang ada di cerita ini nggak ada sangkut pautnya sama kehidupan idol yang menjadi visualisasinya.

©dear2jae
2021.09.21 — Selasa.
2022.11.26 — Sabtu. (Revisi)

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top