10. Be with you, all day long

Jangan lupa vote atau komen ya temen-temen, terima kasih:)

*

Setelah keduanya melakukan pemanasan, mereka bersiap untuk mulai bertanding. Lia dengan tekad kuat untuk menang agar bisa keluar dari mansion ini dan Jaemin dengan tekad kuat agar bisa membuat Lia tunduk padanya.

Ini adalah kesempatan terakhir Lia untuk melawan, jadi dia harus berusaha untuk menang. Kalau memang nantinya kalah, maka Lia akan pasrah. Lia akan menerima semua takdir yang terjadi padanya saat ini. Karena percuma melawan lagi, Jaemin akan menyiksanya.

Bahkan Lia sudah melapangkan dada dan rela melepas pekerjaannya yang selama ini dia impikan. Ucapan Jaemin tidak terbantahkan. Bagaimanapun Lia melawan dan bersikap kasar padanya, Jaemin tetap memegang kuasa dan kendali.

“Tubuhmu terlihat lucu dengan banyaknya kissmark.” Jaemin menggoda Lia sebelum mereka mulai.

“Serius, apa kau sekarang menyukaiku? Kenapa sikapmu tiba-tiba berubah baik dan memperlakukanku dengan baik juga?” terka Lia sambil memicingkan kedua matanya

“Bersikap kasar, salah. Bersikap baik, juga salah. Katakan, apa kau mau tetap disiksa?” Jaemin bertanya balik dan mendekat ke arah Lia.

“Aneh saja karena kau berubah dalam hitungan jam. Pagi menyiksaku, malamnya malah memanggilku ke kamar dan memintaku mengobatimu. Lalu kau malah memaksaku melakukan sesuatu denganmu.. Ya, kau tahulah.”

“Aku tidak memaksamu. Kau menerima semua perlakuanku jadi tidak ada paksaan sama sekali saat kita melakukannya.”

Lia hanya mengedikkan bahu dan membuang muka. “Itu karena aku terpengaruh white wine yang kau berikan.”

Hm, teruslah bersembunyi dibalik white winenya.” Jaemin terkekeh dan mulai bersiap-siap.

Mereka bersiap di pinggir kolam, lalu Jaemin mulai menghitung dan mereka mulai berenang. Kolamnya lumayan panjang, kini kecepatan Lia dan Jaemin sama.

Kemampuan berenang Lia sangat baik, terbukti sekarang dia mampu berada di depan Jaemin dan memimpin. Itu semua tak lepas karena didikan ayahnya dulu. Lia diajarkan banyak hal, salah satunya berenang.

Tapi apa yang menjadi kendala saat Lia hendak mencapai garis finish adalah, kakinya tiba-tiba kram. Sungguh, itu di luar kendali dan Lia terpaksa berhenti sehingga Jaemin lebih dulu mencapai garis finish.

“Tunggu! Kakiku kram!” teriak Lia ketika keseimbangannya mulai terganggu.

Jaemin tertawa dan kasihan pada Lia dalam satu waktu. Tertawa melihat wajah kesal Lia dan tertawa karena menang, lalu kasihan melihat Lia yang kesulitan menepi karena kakinya kram.

Jaemin meraih tubuh Lia dan mengangkatnya dalam sekali gerakan lalu mendudukkannya di pinggir kolam. Kolam renangnya tidak dalam, tingginya seukuran dada.

Jaemin kemudian meraih kaki Lia dan mulai melakukan stretching dengan memijat pelan bagian kaki Lia yang terasa kram. “Bagaimana?”

“Terasa lebih baik,” jawab Lia. “Tapi, pertandingannya harus diulang karena aku mengalami musibah. Kemenanganmu tidak valid.”

“Apa sebelumnya ada perjanjian kalau terjadi sesuatu kita harus mengulang pertandingan? Tidak ada, kan. Jadi, jangan banyak alasan. Kalah ya kalah.” Jaemin masih dengan posisinya yaitu memijit pelan kaki kanan Lia.

Lia menggerutu sebal, pupus sudah harapannya untuk bisa keluar dari mansion ini. Mulai sekarang Lia hanya akan mengikuti alur saja, Lia lelah dengan semua ini. Berharap orang yang disayanginya datang menyelamatkan tapi nyatanya sampai sekarang tidak ada. Mencoba melarikan diri tapi berakhir mendapat siksaan. Pekerjaannya harus dia lepaskan begitu saja dan yang paling penting adalah Lia harus mencoba merelakan dengan lapang dada kepergian ayahnya. Lia akan mencoba.

“Bisa jalan?” tanya Jaemin yang juga ikut naik ke pinggir kolam.

“Bisa.”

“Ya sudah.” Jaemin berdiri lebih dulu dan meninggalkan Lia. Meraih bathrobenya yang tersampir pada kursi kemudian menolehkan kembali kepalanya saat hendak masuk. “Tapi kenapa masih diam?”

“Kakiku masih butuh penyesuaian. Masuk saja, nanti aku menyusul.”

Jaemin mengembuskan napas jengkel dan kembali menghampiri Lia lalu dengan sekali angkat, Lia berhasil terangkat ke dalam gendongannya.

“Kau tidak bisa dengar, ya? Aku bisa jalan tapi kakiku masih butuh penyesuaian. Aku tidak minta digendong olehmu. Bukankah aku sering bilang kalau aku tidak suka disentuh?” desis Lia tapi tangannya malah melingkar di leher Jaemin untuk berpegangan.

“Bodoh, tadi aku bertanya apa kau bisa jalan atau tidak dan kau jawab bisa tapi nyatanya kau masih duduk.”

“Pertanyaanmu yang salah! Harusnya kau bertanya, apa saat ini kau bisa berjalan? Bukannya malah, bisa jalan? Semua orang juga bisa berjalan tapi tergantung situasi dan pertanyaan yang kau ajukan. Kau yang bodoh!”

Jaemin meletakkan tubuh Lia di atas kursi lalu meraih bathrobe milik Lia dan memakaikannya. Kemudian mengangkatnya lagi untuk menuju kamar dan berganti. Udara malam semakin dingin.

“Jangan melawan atau membantah lagi. Itu salah satu permintaanku yang harus kau patuhi.”

“Salah satu? Itu artinya akan ada banyak permintaan? Tidak, kita tentukan saja beberapa permintaan supaya adil.” Lia tidak terima.

“Kau masih muda, jangan cepat pikun. Bukankah sebelumnya aku bilang kalau aku menang, kau harus menuruti semua ucapanku, tanpa terkecuali. Membantah? Maka siap-siap untuk disiksa.” Jaemin kembali mempertegas ucapannya.

Lia mendesis sebal di depan wajah Jaemin, tangannya mengepal kuat seiring dengan dirinya yang sudah dibawa ke kamar mandi oleh Jaemin untuk berganti.

“Tiga saja, ya? Jangan semua.” Lia mulai merajuk. “Tuan Na Jaemin?”

“Baiklah, tiga.”

Lia kaget karena Jaemin langsung menyetujui. Matanya berbinar-binar. “Katakan?”

“Yang pertama, jangan pernah berpikir kau bisa keluar dari sini. Kedua, jangan melawan. Ketiga, bersikap sopan.”

It’s so easy,” ujar Lia dengan nada, seperti orang yang sedang bernyanyi.

Tapi matanya seketika melotot saat melihat Jaemin menanggalkan bathrobenya serta celananya, di depannya. Lia memang sudah melihat segala-galanya, tapi tetap saja masih terkejut dan merasa malu kalau di lihat lagi.

Tubuhnya terdorong ke belakang hingga menyentuh tembok. “Apa yang kau lakukan? Lepas!” desis Lia, mencoba lepas dari kungkungan Jaemin.

“Permintaan kedua, jangan melawan,” ujar Jaemin dengan penuh seringaian.

“Brengsek! Katakan dengan jelas saat-saat aku tidak boleh melawan. Bukannya malah berlaku seenaknya seperti ini!”

“Itu sebabnya kau harus teliti jika berbicara dengan seseorang. Perjanjiannya sudah sah dan tidak dapat diganggu-gugat. Sekarang, jangan melawan atau aku akan bersikap kasar.”

“Dasar brengsek!” desis Lia. Ini sama saja dengan menuruti semua ucapan Jaemin. Jadi, apapun yang Jaemin katakan dia tidak boleh melawan. Sial, bukan.

“Apa?”

“Tidak ada.”

Hm.” Jaemin bergumam seraya meraih tengkuk Lia dan mulai menciumnya.

*

Jam menunjukkan pukul dua malam, Lia tersentak saat mimpi tentang hari perpisahannya dengan ayahnya kembali datang. Bahkan Jaemin ikut terbangun karena Lia bergerak di sampingnya.

Napas Lia terdengar memburu, keringat mengucur di pelipisnya. Sungguh, Lia ingin melupakan semuanya tapi entah kenapa setiap kali merasa rindu maka mimpi di hari mereka berpisah saat itu datang. Dari semua kenangan bersama ayahnya, kenapa harus saat mereka berpisah yang dia mimpikan.

“Ada apa?” Jaemin menarik tangan Lia dan membuat perempuan itu menghadap pada dirinya.

Lia tidak menjawab karena masih menormalkan deru napasnya. Karena tak kunjung mendapat jawaban, Jaemin merengkuh tubuh Lia ke dalam pelukannya. Hebatnya, Lia tidak berontak dan malah membiarkan Jaemin memeluknya.

“Apa kau bermimpi buruk?”

“Bukan mimpi buruk tapi mimpi yang ingin aku lupakan.”

“Apa?”

“Kenapa kau ingin tahu sekali?” desis Lia dan melepaskan dirinya dari dekapan Jaemin kemudian kembali berbaring lalu memunggungi Jaemin.

Kalau bukan karena brankas itu, aku mungkin sudah membunuhmu.” Jaemin membatin seraya ikut berbaring. “Ayahmu membunuh orang tuaku tanpa ampun, Lia.”

Tak dipungkiri kalau Lia merasa agak tenang setelah mendapat pelukan dari Jaemin. Selama ini, dia tinggal sendiri di unitnya jadi kalau bermimpi buruk, dia hanya bisa menenangkan dirinya sendiri.

Ada satu pesan ayahnya yang selalu Lia ingat sampai saat ini yaitu..

“Jangan jadi orang yang lemah, Lia. Kita hidup di dunia yang keras dan banyaknya persaingan. Apalagi pekerjaan yang digeluti oleh ayah sangat berbahaya, saingan di mana-mana. Risiko akan kematian pasti ada karena mungkin saja ada orang yang iri dan membenci kita.

“Iya, Ayah.

“Jika suatu saat Ayah sudah tidak ada, Ayah tidak akan memaksamu untuk meneruskan usaha ini. Pilih saja jalanmu sendiri, nak. Ayah hanya akan mewariskan semua kekayaan Ayah padamu.

“Baik, Ayah.

Air mata Lia menetes di tengah heningnya malam ketika mengingat petuah dari ayahnya. Dia berusaha meredam tangisannya supaya Jaemin tidak sadar.

Tapi sayangnya, sejak Lia kembali berbaring hingga saat ini, Jaemin tidak pernah menutup matanya dan terus menatap Lia. Bahkan Jaemin sadar kalau Lia menangis karena tubuh Lia agak bergetar.

“Menangis saja yang keras, jangan ditahan.” Jaemin beranjak turun dari ranjangnya dan berjalan menuju balkon. Sebelum itu, dia mengecup pipi Lia dari samping. “Aku mengerti, kau mungkin saja terlihat kuat di luar dan selalu melawan ucapanku bahkan memaki. Tapi aku tahu bahwa mungkin saja kau punya suatu hal yang membuatmu sedih. Jadi, menangis saja, aku akan diam di balkon sampai kau berhenti menangis kalau kau tidak ingin dilihat olehku.”

Wajar saja Lia menangis, hidup yang awalnya bak ratu sirna seketika. Lalu bertemu dengan keluarga Jeno yang memberinya harapan. Tapi saat ini semua itu menghilang ketika dia bertemu dengan Jaemin.

Lia menangis tapi tidak keras, ucapan Jaemin membuatnya semakin sedih. Bahkan Lia sampai sesegukan.

*

Ketika akhirnya pagi menjelang, Jaemin mengerang sebab bahunya dan sekujur tangan kanannya mati rasa. Ingin bergerak tapi Lia masih terlelap di sampingnya. Bahkan kedua kakinya juga terasa sangat pegal.

Mereka saat ini tidur di sofa dengan posisi duduk lalu Lia bersandar di bahu kanan Jaemin. Jadi wajar saja sekujur lengannya mati rasa.

Lia mengerang dan mengerejapkan matanya saat sinar matahari pagi terasa mengganggu. Ketika sudah sadar sepenuhnya, Lia mendongak dan menatap Jaemin yang saat ini juga menatapnya dengan wajah datar.

“Apa yang kau lakukan? Kenapa aku bisa di sini? Kau tidak melakukan hal-hal aneh padaku?” terka Lia tapi posisinya masih bersandar.

“Apa kau lupa apa yang terjadi semalam?” Jaemin mendorong kening Lia agar kepala Lia terangkat. Sungguh, bahunya benar-benar pegal. “Sepertinya kau memang mengigau.”

“Apa? Memangnya apa yang ku lakukan semalam?”

“Kau menciumku lebih dulu.”

“APA?”

“Jangan heboh.” Jaemin beranjak tapi sekujur tubuhnya terasa kesemutan jadi dia duduk lagi dan memijit pelan tangan serta kakinya.

Lia mendekat dan mencondongkan tubuhnya hingga Jaemin agak mundur. “Apa kau serius? Ku rasa tidak, aku tidak menciummu.”

“Ya sudah kalau tidak percaya. Jangan bertanya lagi.”

Lia kembali duduk dengan posisi bersila di atas sofa sambil termenung, berusaha memikirkan apa yang terjadi semalam. Tapi sialnya, dia tidak bisa mengingatnya. Yang dia ingat hanya dirinya yang sedang menangis lalu perlahan terlelap lagi.

Sementara itu, Jaemin menyunggingkan senyum tipis melihat raut wajah Lia yang terlihat serius.

Semalam, saat Jaemin sedang duduk sendiri di balkon, Lia tiba-tiba datang menghampiri dengan mata setengah terbuka lalu memeluk Jaemin dan menyandarkan kepalanya di dada bidang Jaemin.

“Aku ingin tidur dengan nyenyak. Biasanya setelah bermimpi tentang ayahku, aku sulit tidur lagi.” Lia bergumam pelan.

“Bagaimana caranya agar kau tidur dengan nyenyak?

“Peluk aku. Pelukanmu terasa nyaman.

Jaemin terdiam, tangannya masih menggantung bahkan belum mau membalas pelukan Lia. Rokoknya yang masih setengah terpaksa dia matikan.

Jaemin kemudian menarik Lia untuk duduk di sofa. Lia menurut dengan matanya yang masih setengah terbuka. Rasanya ngantuk, sangat ngantuk tapi Lia tidak bisa terlelap dengan nyenyak.

Mereka duduk bersampingan dengan tangan kanan Jaemin melingkar pada bahu Lia lalu Lia bersandar di bahu Jaemin.

“Memangnya apa yang kau mimpikan?” tanya Jaemin selagi Lia dalam keadaan setengah sadar.

“Hari di mana aku berpisah dengan ayahku.

“Tatto di bahumu.. Kenapa kau membuat bentuk matahari?

“Ini adalah lambang kelompok mafia yang dipimpin oleh ayahku, Helios.

Confirmed. Jaemin sukses mengulas senyum miring dan semakin merapatkan tubuhnya ke dekat Lia. Jaemin mengelus pelan bahu Lia supaya Lia tertidur lagi, dengan nyenyak.

Jaemin memang sudah yakin, tapi pernyataan Lia lebih membuatnya yakin lagi.

Rencana awalnya adalah jika menemukan anak Choi Minho maka Jaemin akan langsung membunuhnya, tidak peduli perempuan atau laki-laki. Tapi ternyata, setelah menemukan Lia yang merupakan anak dari Choi Minho, sebuah fakta terungkap yaitu tentang brankas besar milik Helios.

Jadi, rencana awal berubah. Rencana saat ini adalah, membiarkan Lia hidup dulu dan menyembunyikannya seperti apa yang dilakukan oleh Jeno lalu perlahan mengorek informasi tentang brankas. Setelah tahu, baru nanti Jaemin akan membunuh Lia.

"?“Tidurlah, dengan nyenyak. Tapi sebelum itu..” Jaemin mengangkat dagu Lia. “Kiss me, babe.

Lia semakin mendongak dan mengecup pelan bibir Jaemin lalu setelahnya terlelap. Sampai pagi.

“Berdiri, cepat mandi dan turun sarapan. Mau sampai kapan kau bertapa di sini.” Jaemin lebih dulu beranjak.

Tidak, Lia tidak akan bisa tenang sebelum ingatannya tentang semalam kembali.

**

Ingat ya temen-temen, ini cuma fiksi. Jangan sampai dibawa ke real life karena semua yang ada di cerita ini nggak ada sangkut pautnya sama kehidupan idol yang menjadi visualisasinya.

Telat update gara-gara wifi bermasalah:')
*Curhat

©dear2jae
2021.09.18 — Sabtu.
2022.11.24 — Kamis. (Revisi)

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top