Chapter 1

Raut wajah polos tanpa polesan make up itu terlihat cemberut saat mendengar ucapan pria di hadapannya. Lagi-lagi Max akan pulang lebih awal dan meninggalkannya menata buku sendiri. Bukan itu yang Betty khawatirkan, dia hanya takut pulang malam sendiri, itu saja.

"Ayolah, jangan memasang wajah seperti itu. Aku janji setelah anakku lahir aku tidak akan merepotkanmu lagi."

"Bukan itu, Max. Kau tahu aku takut pulang malam," sahut Betty mulai mengurutkan buku yang baru saja dikembalikan.

"Sudah kubilang, naiklah taxi."

Betty menatap Max aneh, "Aku hanya membutuhkan waktu 10 menit berjalan kaki, kenapa harus memakai taxi? Boros sekali."

"Kalau begitu jangan protes, aku sudah menyarankanmu menggunakan taxi." Max mengedikkan bahunya acuh dan mulai meraih ranselnya. Jam sudah menunjukkan pukul 5 lebih dan sebentar lagi perpustakaan akan tutup. Lagi-lagi dia harus membiarkan Betty merapikan buku sendiri.

"Aku pulang, Beth."

Betty mengangguk dan berjalan ke sebuah rak dengan tumpukan buku di tangannya, "Ya, berikan salamku pada Wanda!"

Sudah dua jam Betty berkutat dengan kegiatannya menata buku. Entah kenapa hari ini banyak sekali buku yang dikembalikan sehingga dia harus menatanya kembali ke rak sebelum perpustakaan kembali di buka besok.

Entah berapa lama Betty berkutat dengan buku-bukunya. Jarum jam berputar begitu cepat tanpa sadar jika sekarang sudah jam delapan malam, tidak begitu larut untuk pulang. Setidaknya Betty dapat menemukan satu atau dua manusia di jalan nanti.

Betty mulai meninggalkan perpustakaan dengan mantel yang terpasang erat di tubuhnya. Musim dingin akan segera datang dan dia bimbang akan itu. Betty sangat menyukai musim dingin, tapi tidak dengan tubuhnya. Entah kenapa tubuhnya begitu sensitif dengan hawa dingin yang dapat membuatnya flu seketika.

Kembali ke jalan sepi yang selalu Betty lewati. Ini adalah jalan pintas, bukan jalan utama yang sering dilewati oleh kendaraan. Betty memilih jalan ini karena untuk mempersingkat waktu. Dia sudah mengatakan jika tidak suka berkeliaran di malam hari bukan?

Keadaan jalan yang gelap seperti ini sudah sering Betty lewati, namun entah kenapa kali ini berbeda. Telinganya mendengar suara rintihan yang entah kenapa membuat buku kuduknya berdiri. Mata indah itu menatap ke sekeliling dengan ragu, mencoba mencari tahu asal suara mengerikkan itu.

Betty terus berjalan sampai akhirnya suara rintihan itu semakin jelas terdengar. Karena penasaran, Betty tidak ragu lagi untuk mencari tahu. Matanya membulat begitu melihat ada jejak darah di depannya. Betty yakin jika itu adalah darah karena telinganya masih menangkap suara rintihan seseorang.

"Aku mohon Tuhan, jangan korban pembunuhan lagi," gumamnya sambil mengikuti jejak darah yang terseret itu.

Hati Betty mencelos begitu menemukan seorang pria yang terbaring lemah di balik tempat sampah. Matanya mengedar ke segala arah untuk mencari bantuan. Pria itu masih hidup! Betty sangat yakin karena tangan pria itu melambai padanya seolah meminta bantuan.

"Astaga Tuan! Apa yang terjadi? Kita harus ke rumah sakit sekarang!" Betty mendekat dan menatap ngeri pada luka menganga di perut pria itu.

"Ja—ngan." Pria itu meraih tangan Betty dan meletakkan sebuah kotak kecil di sana.

"Apa ini?" tanya Betty bingung. Pria sekarat di depannya benar-benar membuatnya bingung.

"Tol—ong berikan benda ini pada Al."

Betty terdiam dan menatap kotak itu penasaran, "Siapa Al? Tuan sebaiknya ke rumah sakit, kita ke rumah sakit sekarang."

"Tidak! Biarkan aku mati di sini. Sekarang kau pergi dan berikan benda itu pada Al."

"Aku tidak mengerti!" Betty berteriak histeris. Tentu dia bingung karena pria di hadapannya memilih untuk mati malam ini.

"Zoo bar & club. Al ada di sana, cepat pergi atau kau akan berakhir mengenaskan sepertiku."

Takut, itu yang Betty rasakan. Matanya sudah memerah menahan tangis karena bingung harus melakukan apa. Dia hanya ingin pulang sekarang. Gadis itu tidak menyangka jika akan bertemu dengan pria sekarat malam ini.

"Ak—ku mohon, pergi sekarang."

"Bagaimana denganmu? Kau akan mati!" teriak Betty mulai menangis.

Tanpa disangka pria itu tersenyum, "Ini sudah jalan yang aku pilih."

"Aku tidak bisa meninggalkanmu seperti ini," ucap Betty masih ragu untuk pergi.

"Sial! Bisakah kau menurut?! Aku tidak punya banyak waktu. Kau hanya perlu pergi menemui Al dan memberikan benda itu. Ingat satu hal, namaku Gordon." Gordon berbicara dengan lemah. Rasa sakit di tubuhnya benar-benar tidak bisa ditolong. Hanya satu misi lagi dan semua akan berakhir. Dia belum bisa pergi jika kotak itu belum berada di tangan yang tepat.

"Tidak Tuan! Buka matamu! Jangan mati, setidaknya jangan mati sekarang! Astaga bagaimana ini?!" Betty berteriak dengan frustasi. Tangannya bergetar berusaha untuk membangunkan Gordon yang mulai terpejam, namun sepertinya sia-sia karena pria itu tetap menutup matanya.

Kaki Betty terasa lemas melihat pemandangan itu. Tangannya dengan gemetar mencengkeram erat kotak pemberian Gordon. Jadi apa yang harus dia lakukan sekarang? Menghubungi polisi atau bagaimana? Namun Betty tidak ingin terlibat dengan semua ini.

Akhirnya dia memutuskan untuk kembali ke jalan utama dengan langkah berat. Tubuhnya masih lemas melihat bagaimana pria bernama Gordon itu mati di hadapannya. Ini pertama kali untuk Berty melihat betapa kejamnya dunia malam.

Betty masih menangis, wajahnya memerah dengan tangan yang menggenggam kotak dengan erat. Tangannya melambai untuk menghentikan taxi yang lewat. Dia sudah membuat keputusan. Dia akan memberikan benda ini kepada Al sesuai permintaan Gordon.

Betty tidak akan memanggil polisi. Dia tidak mau jika harus terlibat nanti. Lebih baik dia menyerahkan semua ini ke pada Al. Betty yakin jika pria itu akan melakukan sesuatu nantinya.

***

Suasan bar yang ramai membuat Aldric mendengus tidak suka. Dia memang tidak suka keramaian tapi hanya Zoo Bar & Club yang menjadi tempat aman untuknya, untuk pria sepertinya.

Asap rokok kembali berhembus keluar dari bibir merah itu. Sudah 3 lintingan rokok Aldric habiskan dan Gordon sialan itu belum juga muncul di hadapannya. Apa pria itu lupa jalan kembali?

Seharusnya Mr. X memberikan misi Gordon padanya. Target Gordon bukan main-main kali ini. Banyak tameng berlapis yang berusaha melindungi target dan hanya otak licik Aldric yang dapat menembusnya.

Tepukan pada bahunya membuat Aldric melirik tangan itu dengan sinis. Tanpa diduga pemilik tangan itu tertawa, "Santailah Al, ada seorang gadis yang mencarimu."

Alis Aldric bertaut, seorang gadis? Siapa? Dia tidak pernah berususan dengan wanita dan dia juga tidak mempunyai teman wanita.

"Siapa?"

"Aku tidak tahu, dia bertanya pada semua orang di mana pria yang bernama Al. Tentu saja tidak ada yang tahu!"

Aldric terdiam. Tidak ada yang mengetahui namanya selama ini. Hanya orang-orang yang berkecimpung di dunia gelap yang mengetahui namanya. Jadi siapa gadis yang mencarinya itu?

"Di mana dia?"

"Di sana," tunjuk Roy pada gadis yang tengah berdiri dengan gelisah, "Apa kau menghamilinya?" Lanjut Roy dengan bodoh.

Aldric memilih untuk mengabaikan Roy dan mematikan rokoknya. Dia berjalan ke arah gadis yang terlihat mencolok dengan pakaian tertutupnya di dalam bar ini. Dari kejauhan, Aldric dapat melihat raut wajah ketakutan yang tidak dapat disembunyikan.

"Kau mencariku?" tanya Aldric dengan pelan, berusaha untuk tidak menarik perhatian banyak orang.

"Kau Al?" tanya Betty bodoh. Matanya menatap pria di hadapannya dengan teliti. Kaos putih dengan balutan jaket kulit serta celana jeans membuat tampilan pria bernama Aldric itu terlihat biasa, namun Betty meyakinkan dirinya sendiri jika Aldric sama bahanya seperti Gordon yang mati mengenaskan.

"Jika kau pria yang bernama Al, ini untukmu." Betty meraih tangan Aldric dan meletakkan kotak pemberian Gordon dengan cepat.

Aldric terdiam dengan mata yang tertuju pada tangan Betty. Tangan kecil itu terasa hangat dalam genggamannya dan sialnya Aldric menyukainya.

"Apa ini?" Pertanyaan bodoh! Tentu saja Aldric tahu apa isi kotak itu. Bukti fisik yang menunjukkan jika Gordon sudah melakukan pekerjaannya dengan baik. Entah mata, lidah, gigi, atau bahkan jantung.

"Aku tidak tahu, Gordon yang memberikannya padaku dan memintaku untuk mengantarnya padamu."

"Di mana dia?" tanya Aldric dengan dingin. Wajahnya begitu kaku saat sadar jika Gordon sedang tidak baik-baik saja sekarang. Jika keadaan Gordon baik, pria itu akan menemuinya sendiri tanpa meminta bantuan gadis culun di hadapannya.

"Dia—" Betty menelan ludahnya gugup, "Dia sudah meninggal, di sekitar Curzon st."

Aldric memejamkan matanya sebentar dan mengangguk. Benar dugaannya, Gordon sedang tidak baik-baik saja. Mungkin pria itu kewalahan dengan anak buah Richard yang terus mengejarnya karena berhasil membunuh tuannya.

"Kau harus mengambil jasadnya," ucap Betty dengan suara serak menahan tangis. Dia kembali teringat dengan Gordon yang mati secara mengenaskan.

"Tidak perlu," kata Aldric singkat dan berbalik pergi meninggalkan Betty.

"Hei! Kau tidak bisa pergi begitu saja! Dia temanmu bukan?" Betty mengejar Aldric dan menarik lengannya. Lagi-lagi sengatan itu kembali Aldric rasakan, begitu hangat hingga membuat miliknya berkedut.

"Jika kukatakan dia bukan temanku, apa kau akan menyerah?"

Betty menggaruk lehernya gugup, "Setidaknya kau mengenalnya. Demi Tuhan! Pria itu sudah mati dan sendirian di gang sempit itu!"

"Pelankan suaramu!" Mata Aldric menajam dengan gigi yang bergeletuk.

"Sebenarnya apa yang terjadi? Kenapa dia bisa mati dan kenapa kau bisa sesantai ini?!" Betty berbicara dengan frustasi. Dia tidak pernah berurusan dengan hal seperti ini. Bahkan untuk masuk ke dalam bar pun ini pertama kali untuknya. Sebut saja Betty kutu buku, karena itu benar adanya.

Aldric berjalan mendekat membuat Betty mundur dengan gugup, "Kutekankan padamu, semua ini bukan urusanmu."

"Jika kau tidak mau mengurus mayat Gordon, aku akan memanggil polisi." Ancam Betty yang justru membuat Aldric tersenyum manis. Senyum yang merupakan pertanda buruk.

"Menghubungi polisi, eh? Coba saja, mari kita lihat seberapa beraninya dirimu."

Betty memejamkan matanya menahan emosi. Pria di hadapannya benar-benar misterius dan menyebalkan. Jika memang itu maunya, Betty akan lakukan. Dia akan menghubungi polisi untuk mengatasi mayat Gordon. Biar bagaimanapun juga dia adalah manusia yang mempunyai hati, dia tidak akan tega melihat mayat Gordon membusuk begitu saja.

Betty kembali membuka matanya dengan kilat kesal, "Baik jika itu yang kau inginkan. Tahu jika seperti ini lebih baik aku ke kantor polisi dari pada menemuimu." Betty berbalik untuk pergi. Dia sudah tidak nyaman dengan tempat ini. Kenapa Rubby betah sekali bekerja di sini?

Sebuah cengkeraman erat berhasil membuat Betty meringis. Gadis itu kembali berbalik dan menatap mata Aldric yang begitu menakutkan, "Hati-hati dengan apa yang kau lakukan."

"Aku hanya melakukan apa yang harus aku lakukan. Jika kau tidak ma—"

"Sialan!" Aldric mengumpat membuat ucapan Betty terhenti. Dia meraih ponselnya dan menghubungi seseorang, "Urus mayat Gordon, hilangkan jejak sampai bersih."

Sambungan terputus secara sepihak dan Adric menatap Betty dalam, "Kau puas, Nona."

Tanpa diduga Betty tersenyum manis, "Ya aku puas, terima kasih."

Lagi-lagi Aldric terpaku. Apa yang sebenarnya terjadi? Kenapa sentuhan dan senyum gadis itu begitu berefek padanya.

"Aku harap kau menutup mulutmu tentang semua ini. Jika tidak, jangan menyesal jika kita akan berjumpa lagi." Aldric tersenyum manis yang justru membuat Betty merinding. Jika orang lain yang melihat mungkin senyum itu adalah senyum yang tulus, tapi tidak dengan Betty. Gadis itu mengetahui dengan jelas apa yang terjadi. Pria itu mengancamnya.

"Pergilah," usir Aldric dan berjalan menjauh. Namun dia kembali berbalik dan tersenyum manis, "Lain kali jangan sentuh orang asing seperti itu, kau tidak tahu apa yang ada di pikiran mereka."

Betty terdiam dan menatap tangannya kesal. Benar, dia begitu lancang menyentuh Aldric, tapi dia tidak bisa mencegahnya. Mungkin pria itu tidak suka jika ada orang asing yang menyentuhnya. Tapi pikiran Betty salah besar, justru sentuhan itu menimbulkan efek berbahaya untuk tubuh Aldric.

***

TBC

Jumpa lagi sama si cupu betty! Cupu-cupu gini cakep loh dia, kayak saiyahh 😌

Follow ig : Viallynn.story

Jangan lupa vote dan commentnya ya 😘

Viallynn

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top