prolog

"Kematian adalah akhir."

- THE DEAD SNOWMAN -

AKU jarang mau mengingat hal-hal yang baru saja terjadi. Bagiku, semuanya sudah tidak penting.

Setidaknya sampai hari ini terjadi hal yang di luar akal sehat.

Mungkin ini jawaban dari setiap doa yang dianggap serius oleh Tuhan. Doa yang isinya permohonan untuk mati. Berikan aku kematian paling mudah, paling cepat, sebab aku tak berani melakukannya sendiri. Aku benci rasa sakit.

Beberapa menit sebelum kejadian, aku sedang berada di atas kapal pesiar yang juga mengangkut keluarga besarku. Aku menjauh dari mereka, duduk bersama saudari perempuanku. Namanya Serena, seumuran denganku. Sebagai tambahan, dia adalah anak yang paling tidak normal jika sudah menyangkut bahan bacaan.

Tidak ada anak-anak umur enam belas tahun yang memilih buku berisi isu kemanusiaan sebagai dongeng sebelum tidur. Tidak selain Serena. Aku awalnya tak peduli, tapi karena aku paling dekat padanya dibanding pada belasan keluargaku yang lain, mungkin ada satu hal baik yang bisa kuberikan padanya sebelum mati betulan.

Aku mengulurkan sebuah buku kepada Serena. Ya, kami sedang ada di bagian perpustakaan. Selain fakta bahwa kami tidak menikmati liburan ini, hal lain yang membuat kami cocok adalah kami punya sarang yang sama.

Awalnya dia ragu-ragu, tapi akhirnya dia mencoba menerimanya. "Apa ini, Liesl?"

"Satu buku romansa tidak akan membuatmu bodoh," jawabku.

Aku sudah membacanya barusan. Yeah. Aku pembaca yang cepat. Aku tidak terlalu tertarik walau pembawaan ceritanya bagus, sebab itu hanya retelling dari kisah The Little Mermaid. Sedikit lebih menyedihkan dari kisah aslinya, tapi tetap saja, aku merasakan hal yang sama. Aku lebih menyukai kisah-kisah berbalut perang di era kuno dengan bumbu fantasi. R. F Kuang bisa jadi contoh yang baik dalam hal ini.

Namun, aku tidak menyangka reaksi Serena sangat meledak-ledak.

Dia mengomel, memaki-maki karakter antagonis. Siapa namanya? Oh, Vanessa. Keputusan Serena untuk marah-marah tepat. Vanessa memang patut dibegitukan. Tetapi yang paling membuatku ... eng, bangga ... adalah kenyataan bahwa Serena sedang meledak gara-gara buku romansa.

Hebat.

Yeah. Aku hebat sekali bisa membuat sepupuku seperti itu. Bahkan saat aku menatap laut, bersiap untuk melancarkan pikiran tentang terjun dan tenggelam, aku mengisi kepalaku dengan reaksi Serena. Tidak. Aku bahkan tidak sadar bahwa aku menatap laut sedari tadi, dan juga sadar kalau warnanya sudah berubah menjadi hijau kelabu.

Padahal beberapa sekon lalu, itu masih biru.

Lalu ....

Lalu apa?

Semua gelap seperti mati lampu.

Apa yang terjadi setelah aku melihat laut? Mataku terpejam. Aku hanya melihat kegelapan, seperti sedang tidur. Tetapi kenapa aku masih berpikir?

Aku mulai penasaran. Apakah aku sudah mati? Apakah Serena panik? Apakah dia sudah menyelesaikan buku retelling itu dan melihat ending-nya?

Kalau sudah, syukurlah. Kalau aku benar-benar mati, syukurlah. Tidak peduli dengan alasannya, yang penting aku akhirnya mati.

Selamat.

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top