IV. Who needs Diana?
Setelah dua belas jam melakukan perjalanan di udara, ia tak bisa langsung mampir ke penthouse dan harus mengucapkan selamat tinggal karena setibanya di bandara ia masih harus menemui klien, untuk tanda tangan atas akuisi perusahaan minyak milik Thomas Diesel yang sudah mereka sepakati sejak dua bulan lalu.
Selesai dengan pekerjaan pertamanya, ia segera berpindah lokasi untuk menghadiri rapat bulanan sebagai pemegang saham dari sebuah perusahaan yang berbasis pada teknologi. Rapat bulanan kali ini berakhir lebih lama daripada rapat pada bulan lalu. Orang-orang keras kepala itu berdebat serius dan saling menyalahkan atas kegagalan proyek terbaru perusahaan yang digadang-gadang sukses besar apabila mengikuti trend. Nyatanya proyek milik perusahaan saingan lebih unggul dan sukses daripada milik perusahaan. Para orang tua keras kepala ini lantas menyalahkan bagian tim pelaksana dengan menuduh ketua dan seluruh tim tersebut tidak becus bekerja, lalu mengancam akan memecat semua orang dalam tim jika tidak ada yang bisa menjelaskan alasan mengapa proyek tahun ini gagal.
Mentang-mentang sebagai pemegang saham mayoritas, mereka jadi seenak jidatnya menuduh dan mengacaukan suasana rapat dengan lidah ularnya yang berbisa. Sementara pemegang saham minoritas termenung, menyimak perdebatan meski dalam hati berharap rapat cepat selesai. Mereka menolak ikut terseret dalam luapan emosi para orang tua pemegang saham mayoritas. Orang-orang keras kepala itu sebenarnya sangat sombong dan seringkali merepotkan orang lain meskipun mereka rekan satu perusahaan, satu visi dan misi.
“Tutup mulut kalian sebelum kuhancurkan kepala kalian!” Barulah kemudian keributan itu berhenti. Orang-orang yang sebelumnya berisik saling menutup mulut saat pemimpin sesungguhnya bersua.
Si megamiluiner Hunter Rivièra.
Mata hitam pria itu menatap jijik para pengacau rapat, lalu berpaling ke anggota tim pelaksana yang menundukkan kepala semenjak mendapat ancaman pemecatan dari para pemegang saham mayoritas. Yang lemah menunduk; yang kuat berkuasa. Begitulah dunai ini bekerja.
Hunter menatap tajam semua orang sebelum beranjak berdiri. Setelah tanpa istirahat melakukan perjalanan udara selama 12 jam, tanda tangan akuisisi perusahaan, lalu menghadiri rapat. Dia bukannya dapat berita baik, dia justru dihadapkan pada keangkuhan orang-orang keras kepala di perusahaannya.
Rasanya dia ingin menghancurkan kepala orang-orang angkuh tersebut saat mereka saling berteriak dan menyalahkan. Tapi memikirkan lagi perusahaannya, dia menunda eksekusinya. Mau bagaimanapun perusahaan dapat bertahan sampai sejauh ini berkat orang-orang ini. Maka daripada pusing mendengar teriakan itu alangkah baiknya dia pergi. Meninggalkan ruang rapat tanpa mengatakan apa-apa.
Sebelum meninggalkan perusahaan, dia meminta Marcus untuk meninjau ulang pokok masalah dari kegagalan proyek perusahaan. Dan meminta Marcus—si direktur sekaligus wakilnya di perusahaan—untuk menegur para pemegang saham supaya mendinginkan kepala mereka untuk rapat bulanan di pertemuan berikutnya.
Marcus yang memahami tugasnya, mengangguk mengerti sambil membukakan pintu mobil dan mempersilakan sang boss masuk.
“Jangan pecat Rohaan dan timnya. Orang itu lebih kompeten daripada orang tua itu.”
“Saya mengerti.”
Hunter mengangguk puas. Sembari melonggarkan dasi kerjanya pria itu menghela napas. Mobil kini telah melaju memasuki jalan raya meninggalkan gedung besar tersebut.
Dia butuh waktu untuk mengurangi rasa lelahnya. Sebenarnya Hunter tidak banyak beristirahat selama melakukan penerbangan 12 jam di udara. Di dalam pesawat dia tetap terjaga sambil melihat-lihat isi dokumen yang sudah diatur sekretarisnya. Dia hanya sempat tidur selama satu jam. Tak lama kemudian dia terbangun saat mendengar suara sang pilot pesawat pribadinya yang memberikan informasi jika pesawat akan segera mendarat.
Jika dihitung-hitung dalam satu pekan ini dia sudah melakukan penerbangan selama enam kali. Pantas saja belakangan ini Hunter mudah lelah. Tulang punggungnya sepertinya sudah mati rasa karena terbiasa tidur dalam posisi duduk. Dia juga mulai jarang berolahraga semenjak jadwal perjalanan bisnisnya padat. Sepertinya dia perlu mengatur seseorang lagi untuk mengantikan posisinya sebagai wakil di beberapa perusahaannya di setiap negara yang telah dia akuisisi maupun sekadar merger.
“Kita mampir sebentar ke penthouse. Aku ingin menganti pakaianku,” ucapnya ke Clay, sopir pribadinya.
Hunter masih punya jadwal pertemuan lagi. Kali ini pertemuan pribadinya. Jackson atau biasa dipanggil Jack, teman satu kampus, mengundangnya ke acara pacuan kuda yang disponsori oleh perusahaannya. Meskipun dia bukan penggemar pacuan kuda, tidak seperti Jack yang tergila-gila pada kuda, dia tetap datang menonton demi menghormati undangan sang teman.
Lagipula dia butuh suasana baru setelah kemarin hanya bertemu orang-orang untuk membicarakan bisnis. Dan Jack adalah orang tepat jika Hunter membutuhkan suasana baru.
Tepat pukul tiga sore dia baru tiba di kawasan pacuan kuda. Lokasinya lumayan jauh dari ibukota. Clay sampai harus mengebut di jalanan supaya sang tuan tidak datang terlambat. Pacuan kuda sudah dimulai sejak 30 menit lalu. Jack memberitahunya setelah menerim pesannya kalau dia akan datang terlambat karena suatu alasan tertentu. Dan alasan itu dikarenakan Hunter sempat tertidur beberapa saat di penthouse-nya.
Deretan kursi penonton penuh dengan orang-orang yang menyukai perlombaan pacuan kuda. Dari anak-anak sampai para orang tua. Jack selalu mengatakan bisnis pacuan kuda sangat menguntungkan isi dompetnya. Tiketnya selalu terjual habis dan orang-orang sangat menyukai taruhan.
Hunter melewati tangga khusus yang terhubung ke ruangan VVIP bersama orang suruhan Jack yang ditugaskan untuk menyambut kedatangannya. Begitu pintu terbuka, dia langsung disambut sorak gembira si teman yang heboh saat kuda jagoannya berhasil menyalip kuda lain. Laki-laki berambut pirang itu dikelilingi dua wanita cantik yang masing-masing duduk di atas pahanya.
Jack tetaplah Jack. Selain tergila-gila dengan pacuan kuda, dia juga tergila-gila bermain wanita.
“Jadi, siapa yang menang?”
Jack menoleh cepat untuk sekadar melihat eksistensinya sebelum fokusnya kembali tertuju pada kuda hitam yang gagah. “Tentu saja milikku!”
Jagoannya adalah kuda hitam terbaik yang sering memenangkan berbagai macam perlombaan pacuan kuda.
“Omong-omong, turut berduka cita.”
Hunter tak menghiraukan duka citanya. Lagi pula ayahnya sudah meninggal dua bulan lalu. Dengan sikap tak acuh dia duduk di sofa di sebrang Jack, kemudian menerima segelas scotch yang dituangkan langsung oleh salah satu wanita Jack.
“Aku membaca beritanya dan orang-orang di internet menjadi heboh mengetahui si megamiliuner menjadi lebih kaya raya berkat warisan orang tuanya.” Jack berdecak kagum—sejujurnya dia agak iri dengan keberuntungan sendok emos si teman. “Hai! Kalau kau bingung untuk menghabiskan uangmu, tolong berikan saja padaku. Kedua tanganku ini selalu terbuka lebar untuk uangmu, Bung!”
Mendengar leluconnya sudut bibir Hunter terangkat, tidak tahan untuk tersenyum.
“Aku serius.” Jack tidak semiskin itu. Ayahnya sendiri merupakan seorang diplomat dan ibunya seorang lawyer, dia sendiri seorang pebisnis yang cukup sukses di karirnya. Tapi dia tetap akan menerima uang Hunter dengan kedua tangannya.
Lagi pula siapa yang tidak mau diberi uang? Apalagi menerima uang dari seseorang yang dijululi si taipan muda, Hunter Rivièra.
Laki-laki itu memang terlahir dari sendok emas. Baru-baru ini Hunter masuk dalam daftar miliuner muda versi Forbes—majalah ternama bisnis dan finansial dari Amerika Serikat. Dan belum lama ini pula, Hunter mewarisi kekayaan Peter Lim, ayah kandungnya, yang juga seorang taipan terkenal dari Asia.
Ayah kandungnya belum lama ini meninggal. Hunter sebagai satu-satunya putra kandung Peter Lim mewarisi seluruh kekayaan sang ayah. Berita di internet menjadi heboh lantaran pria yang sudah mendapatkan julukan si taipan muda mendapatkan warisan dalam jumlah yang besar. Apalagi jumlah warisan itu melebihi jumlah peninggalan untuk istri dan anak kedua Peter Lim sehingga beberapa pengguna internet memperdebatkan tentang si taipan Peter Lim yang lebih menyayangi putra kandungnya Hunter, meskipun anak laki-lakinya itu telah mengubah namanya, daripada istri dan anak keduanya.
Hunter sudah terlalu sering mendengar berita tentang dirinya di internet sehingga dia tidak peduli lagi tentang apa pun yang orang-orang beritakan di internet.
Hunter sudah lama membangun kerajaan bisnisnya. Kemudian dia mendapatkan warisan dari orang tua angkatnya dan baru-baru ini dia menerima warisan dari ayah kandungnya. Kantong pria itu pada dasarnya sudah tebal kini semakin bertambah tebal, membuat seseorang seperti Jack mengigit jarinya.
Memikirkan berapa banyak jumlah uang yang dimiliki Hunter Rivièra saja sudah membuat jantung Jack berdebar-debar tak karuan. Dia seperti seorang wanita yang jatuh cinta pada pria tampan dan kaya raya. Di satu sisi Jack merasa bangga pada dirinya sendiri karena telah berteman dengan si taipan muda yang namanya masuk ke Forbes.
Hunter merasa ganjil saat memperhatikan Jack yang tiba-tiba menyeringai lebar padahal posisi kuda jagoannya sudah tersalip kuda lawan.
Jack baru tersadar ketika wanita di sampingnya memberitahu kalau kudanya berada di posisi kedua. Jack mencak-mencak marah, lalu menunjuk ke arah si penunggang kuda jagoannya di area balapan sambil meneriaki kalau dia tidak boleh kalah karena Jack telah mengeluarkan uang dalam jumlah besar di perjudian kali ini. Jack baru mulai tenang selepas kudanya mengambil alih lagi posisi pertama. Saking senangnya dia langsung mencium kedua wanitanya bergantian.
Hunter menyaksikan adegan ciuman itu dengan tatapan tak acuh. Dia tidak tertarik untuk coba-coba apalagi iri meski menyadari salah satu wanita Jack sedang menggodanya setiap kali wanita itu menuangkan scotch ke gelasnya yang kosong. Mata wanita itu terus mengedip centil kepadanya. Hunter mengangkat alis tak acuh sebelum membuang muka.
Dia pikir dengan mengodanya, temannya itu tidak akan menyadarinya? Wanita bodoh. Walaupun Jack terlihat seperti anak laki-laki bodoh, tapi sebetulnya dia pintar dan peka pada setitik kebusukan seseorang.
“Percuma kau menggodanya. Dia tidak akan tertarik.” Wanita itu tersentak kaget, tak menyangka Jack mencium niat terselubungnya terhadap Hunter. “Bahkan saat kau telanjang di depannya, dia tidak akan pernah menidurimu.”
Kedua wanita itu mengerjap kaget dan serentak menatap Hunter dengan pandangan tak percaya. Baru kali ini mereka mendengar seorang laki-laki tidak bernafsu melihat wanita telanjang di depan matanya.
“Kekeke.” Jack melanjutkan lagi, “Aku tidak bilang dia tidak nafsu pada seorang wanita. Hanya saja ... well, kurasa dia terlalu selektif memilih wanitanya.”
Hunter memutar bola mata. Bosan mendengar orang-orang terdekatnya mendeskripsikan dirinya sebagai laki-laki yang tidak punya nafsu terhadap seorang wanita. Mereka sering membuat lelucon tentang dirinya sebagai seorang gay, sampai-sampai lelucon itu pernah muncul di majalah besar. Padahal bukan seperti itu. Dia masih laki-laki normal yang juga punya nafsu birahi terhadap lawan jenis.
Hanya saja, Hunter sangat selektif jika berhubungan dengan seorang wanita. Dan dia punya alasannya sendiri mengapa selalu berhubungan seadanya dengan pasangannya. Yang penting dia normal dan masih suka main-main dengan wanita. Bedanya dia tidak pernah memamerkan hubungannya bersama wanita di media, tidak seperti Jack yang hobi pamer wanitanya.
“Aku hanya bercanda.” Sambil tersenyum Jack kemudian mengalihkan percakapan, “Omong-omong, sudah dengar berita tentang Lantsov?”
“Maksudmu Luke?”
“Yap. Bocah gila itu.”
Hunter menggeleng. Dia terlalu sibuk mengurus bisnis sehingga banyak berita di luar pekerjaannya yang tidak dia dengar. Membicarakan tentang Luke Lantsov, dia teringatkan lagi pada pria itu yang pernah menghubunginya dua minggu lalu, tapi karena sibuk dia tidak sempat menerima panggilannya.
“Dia pernah menghubungiku dua minggu lalu. Tapi aku tidak punya kesempatan menerima panggilannya.”
Jack paham posisi Hunter, si business man, yang sibuk melakukan perjalanan bisnis di berbagai negeri. “Belakangan ini wajah bocah itu muncul di internet. Dia membuat internet geger dengan pengakuannya yang berhasil mengambil alih Pulau Mhthyr.”
Untuk sesaat, ekspresi Hunter terdistraksi sebelum terdiam mencerna baik-baik seluruh informasi yang keluar dari mulut Jack.
“Luke menghubungiku kemarin. Dia menawariku dengan harga tinggi salah satu wanita Suku Mhthyr,” ujarnya dengan lidah berdecak keras. “Aku lumayan tertarik dengan wanita Suku Mhthyr yang kisahnya mengingatkanku pada Suku Amazon. Yeah, si Wonder Woman. Jadi aku menerima tawarannya dan kita sepakat untuk bertemu akhir pekan di Monako.”
Karena Hunter tetap diam tak kunjung menyahuti, Jack yang tidak curiga apa-apa terus berbicara, “Dia mengatakan akan membuka lelang Suku Mhthyr di manson pribadinya di Monako. Lantsov benar-benar sinting. Dia tidak takut keluarga bangsawan Luksemburg meredang saat mengetahui kegilaannya. Sepertinya dia berniat menjual semua wanita Suku Mhthyr. Dia memanfaatkan segalanya demi mendapatkan uang setelah dilucuti kebangsawaannya.”
Hubungan mereka memang tidak cukup dekat untuk disebut sebagai teman dekat. Mereka sekadar saling mengenal satu sama lain. Namun, jika berhubungan dengan bisnis yang saling menguntungkan satu sama lain, mereka mendadak jadi teman dekat.
“Dan seingatku kau sangat tertarik dengan Suku Mhthyr.” Dari dulu entah bagaimana Hunter sangat tertarik mengenai Suku Mhthyr. Dia terus berupaya mencari tahu tentang suku wanita tersebut dengan mengandalkan cerita orang-orang yang mengaku pernah berhubungan dengan salah satu penduduk asli Suku Mhthyr. Jack dulu sempat berpikir Hunter terkena sihir Suku Mhthyr karena merasa aneh dengan kegigihannya untuk mendapatkan informasi mengenai Suku Mhthyr.
“Kalau kau menghubungi Luke sekarang, aku yakin dia pasti akan memberimu wanitanya secara cuma-cuma. Mengingat bocah gila itu masih berhutang banyak padamu.”
Hunter bergeming, memikirkan saran Jack yang memang sudah dia pikirkan sejak mendengar berita tentang Luke yang berhasil mendapatkan Suku Mhthyr.
“Kurasa aku harus menemuinya sekarang.”
Ucapan tak terduga itu membuat Jack menatapnya dengan ekspresi tercengang.
“WHAT THE FUCK, MAN!?”
Sebetulnya Jack tak menyangka Hunter masih sesemangat ini mengenai Suku Mhthyr. Dia pikir Hunter sudah bosan semenjak tidak pernah mendengarnya membicarakan suku wanita itu lagi.
“Aku mengerti kau tertarik dengan Suku Mhthyr sejak dulu. Tapi apa memang harus sekarang? Kudengar kau baru mendarat ke sini dan sekarang, kau ingin terbang ke Monako for your fucking Wonder Woman?”
Jack masih terpercaya. “Man, seriously?”
Sulit untuk dijelaskan kepadanya mengapa Hunter sebegitu inginnya menemui wanita Suku Mhthyr yang saat ini ada dalam genggaman Luke Lantsov. Karena merasa telah punya tujuan baru, Hunter berencana untuk pergi saat itu juga ke Monako menemuki Luke.
Namun, Jack segera mencegahnya sambil bertanya dengan nada mengejek, “Looking for your Wonder Woman, huh?”
Hunter membalas, “Who needs Diana? I just need a doll.”
hampir lupa update—fyi, barangkali ada yang gak tahu, Diana itu nama Wonder Woman.
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top