11

.

Tiga hari berlalu sejak kedua mata pria dengan tubuh yang semakin kurus itu terbangun. Dan aku tau betapa sibuknya mereka semua menemani pria itu, Oh Sehun. Aku melihat beberapa kali tak hanya member EXO yang mundar-mandir, juga beberapa perawat dan tentu saja para manager mereka. Para staf yang sepertinya dari manajemen mereka mulai sibuk dengan urusan ini dan itu. Dan aku menyadari sesuatu, tak ada lagi yang mengingatku. Mungkin saja, atau lebih tepatnya, tak ada yang menyadari kehadiranku.

Sesekali aku datang hanya sebagai seorang pengunjung yang berkeliaran di rumah sakit, untuk menengok yang bahkan tak sampai masuk ke ruangan itu. Aku hanya memperhatikan jauh-jauh melalui kursi yang ada didepan ruangan yang tak jauh dari kamar Sehun. 

Kemarin setelah sidang pertama usai, dengan tangan bergetar dan kedinginan aku memberikan kesaksianku sebagai korban, disana.. aku tak melihat member EXO ikut bersaksi. Aku sendirian, ditemani beberapa orang yang tak ku kenal membantuku untuk menjalani persidangan itu, hanya Ibu yang ku kenal. Hanya tangan ibu yang menguatkanku untuk terus mengatakan apa yang terjadi, hanya pelukan ibu yang menenangkanku dari ingatan bayang-bayang menyakitkan itu. Hanya Ibu yang ada untukku. Ya, ibu masih disini bersamaku. Aku masih ditahan untuk entah sampai kapan. Setelah kesaksian itu, aku dipersilakan meninggalkan persidangan atau tinggal untuk menyaksikannnya, meski sidang itu tertutup bagi media, tentu saja karena menyankut orang-orang terkenal didalamnya. Sebelumnya aku mendengar beberapa orang ricuh diluar persidangan, baik media ataupun penggemar EXO datang di persidangan itu, tentu saja mereka tak bisa masuk, dan tentu saja mereka mengira anggota EXO juga akan datang, namun aku tak pernah tau alasan mereka belum atau tidak datang. Dan aku memilih pergi, aku tak ingin mendengar tentang tragedi itu lebih lama, biarkan mereka menyelesaikan kasus memuakkan itu! Yang jelas, jika terdapat tersangka, aku memohon dengan sangat agar pelaku dihukum seberat-beratnya, seperti hukuman mati! Semoga.

Aku menghela nafasku tak habis-habis memikirkan tragedi buruk itu, sembari menatapi ruangan Sehun. Baru saja Kyungsoo dan Baekhyun keluar dari ruangan itu bersama-sama. Baekhyun bahkan sudah melepas infus ditangannya. Ia juga sudah mengenakan pakaian biasa bukan seragam rumah sakit, begitu juga dengan Chanyeol dan Kai. Tersisa Xiumin, dan Chen diruangan yang sudah dipindahkan untuk sekamar berdua, jaraknya tak begitu jauh dari ruangan Sehun.

Bagaimana keadaan Sehun? 

Semenjak ia sadar, aku belum pernah menghampiri mereka lagi. Belum pernah sepatah katapun aku menyapa mereka. Aku hanya melihat dari kejauhan. Karena semenjak Sehun terbangun, semua menjadi lebih sibuk dan aku tak bisa berbuat apapun.

.

.


Duk.

"Kau tak ingin masuk kesana?" aku segera menoleh, menatap seseorang yang sudah duduk disampingku. 

Aku menelan ludahku karena baru saja ketahuan terus memperhatikan ruangan itu, tapi sejak kapan pria ini memperhatikanku?

"Oh, itu.." aku menggaruk belakang kepalaku yang tak gatal. "Ya, nanti."

"Nanti kapan?" tanyanya lagi. Aku terkekeh bingung ingin menjawab apa, karena sejujurnya aku tak pernah berani bertanya pada mereka, apakah aku bisa masuk kesana atau tidak. Aku selalu membuang wajahku ketika tak sengaja berpapasan dengan mereka, menghindari pertemuan dengan mereka. Aku terlalu takut untuk melihatnya, meskipun aku sangat ingin menatapnya dari dekat. Kai tersenyum, "Kau sudah menunggu-nunggu untuk melihatnya kan?" ia beranjak berdiri, "Ayo," tangannya menjulur mengajakku. 

Aku menghela nafasku, "Tapi Kai, bukankah kalian sedang sibuk?"

Ia menggeleng, dan menjulurkan tangannya lagi. Aku mengangguk ragu dan beranjak untuk mengikutinya.

Hatiku bergetar semakin langkah ini mendekati ruangan itu. Akankah baik.. atau buruk? Aku mengigit bawah bibirku gugup. Seolah ini adalah pertemuan pertama bagiku, melihat dirinya.

Selangkah lagi menuju pintu itu. Namun Kai berhenti, ia membalik badannya menatapku yang ada dibelakangnya. Kai menghela nafasnya.

Ada apa? Aku bertanya dengan mengangkat kedua alisku. Kai sempat membuang arah pandangannya, hingga kemudian ia memegangi pundakku, dan kembali menatapku.

"Zahra," ia memanggilku. "Tersenyumlah," ucapnya membuatku segera mengerutkan keningku. "Tersenyumlah dengan apa yang kau lihat, tersenyumlah didepannya dan jangan berikan tatapan mengasihani atau tatapan mengerikan padanya, mengerti?"

.

.

.

Kriet.

Pintu terbuka. Dan disana, aku bisa melihat beberapa orang didalamnya segera menengok ke arah pintu. Ada beberapa orang dengan kemeja putih duduk di sofa yang tak kukenali siapa mereka. Dan orang yang pertama ku kenal adalah Chanyeol yang tak jauh dari pintu sedang berjalan mengambil minum, ia sempat terkejut namun tersenyum kemudian. Tak sama seperti pertama kali aku melihat ruangan ini yang dijaga ketat, sekarang pintu kaca sudah dibuka.  Aku segera menoleh menatap ranjang dimana aku bisa melihat Sehun seperti biasanya, namun ranjang itu kosong.

"Hyung... kau membawa siapa?" seseorang dari arah samping bertanya pada Kai.

Aku segera menoleh melihat asal suaranya, dua orang baru saja keluar dari toilet.

"Se..hun?" bisikku pelan menatapnya.

Lay dibelakangnya, mendorong kursi roda yang diduduki Sehun. Yang kulihat hanya kaki Sehun yang masih diperban, pasti luka itu lumayan dalam dan sangat amat menyakitkan. Ditangannya masih menusuk infusan yang selangnya mengantung ketiang di kursi roda itu.

"Seorang penggemar?" tanya Sehun lagi. Dan perkataan itu menyadarkanku segera, memudarkan sedikit senyuman di bibirku.

Aku menoleh menatap Kai, dan kemudian menatap Chanyeol. Chanyeol mengigit bibirnya, dan kemudian ia mendekati Sehun untuk mengatakan sesuatu, namun sebelum itu, aku mengatakan sesuatu.

"Em, Ya. Aku penggemarmu," aku memberikan senyuman dengan memperlihatkan deretan gigiku menatap Sehun, "Apa kau sudah membaik? Syukurlah!"

Aku berjalan mendekati Sehun, segera ku tekuk kakiku berlutut dihadapannya, aku tersenyum menatap dirinya yang masih mengerutkan keningnya. Aku kembali tersenyum menatapnya, dan perlahan ia ikut tersenyum.

"Dia datang dari jauh untuk melihat keadaanmu," Kai mendekat mengusap kepalaku. Aku menengadah menatap Kai dan masih memberikan senyumanku.

"Apa ini sakit?" aku mengubah dudukku menjadi berjongkok, aku menunjuk kakinya yang diperban. Sehun menegakkan duduknya untuk melihat kakinya juga. Kemudian menatapku.

"Hm, tidak sama sekali," senyumnya sambil menggeleng. Bohong! Kau berbohong kan?

"Wah..... daebak! Kau memang yang terkeren Oh Sehun!" aku memberikan ibu jariku padanya sambil tersenyum, namun tidak dengan perasaanku yang sebenarnya. Aku... ingin sekali... menangis. Namun aku menahannya. Menahannya sekuat tenaga, melihat matamu yang terbuka kembali, melihat senyumu yang merekah kembali, apa aku bisa menangis didepanmu?

"Siapa namamu?" tanyanya.

"Zahra, namaku Zahra, dan kau adalah bias ku nomor 1!" aku kembali memaksakan senyumanku.

"Wah, benarkah? terimakasih!" ia tertawa, namun kemudian ia mengerutkan keningnya sebentar, "Sepertinya aku... pernah mendengar nama itu," ia menggulum bibirnya, "apa kita pernah bertemu sebelumnya?"

Aku menghela nafasku dan segera beranjak berdiri, "Em, entahlah, aku lupa." aku kembali tertawa.

Ia mundur kembali sembari menggaruk belakang tengkuknya, "Maaf ya, karena terjadi sesuatu konser come back kami jadi di undur, pasti kau sudah menunggunya ya? Setelah hiatus beberapa tahun karena sibuk bergantian wamil, kami jadi harus release lagu tak bersama. Dan setelah sekian lama nya kami akan come back bersama lagi, aku malah membuat ulah dan mengganggu jadwal kami," Sehun terkekeh.

Come back?

Aku menatap Chanyeol bingung, namun Chanyeol masih menatap Sehun sembari tertawa. Wamil, singkatan dari Wajib Militer adalah kewajiban yang harus dilakukan oleh setiap warga negara Korea khususnya laki-laki yang punya kesehatan fisik, mental dan spiritual yang bagus. Laki-laki sehat jasmani dan rohani sekitar umur 20-30-an wajib ikut. Memang, tahun ini Sehun baru saja keluar dari wamil diumurnya yang ke 28. Itu berarti semua member EXO sudah usai melakukan wamil. Dan mereka akan melakukan come back nya bersama? Sebelum tragedi itu? Pasti mereka sedang bersiap melakukannya, dan... semua ini terjadi.

Aku kembali menghela nafasku yang semakin sesak. Woah.. aku tak kuat lagi menahan sesuatu yang ingin sekali keluar dari sudut mataku. 

"Em, kalau begitu aku pamit dulu." Aku tak sanggup lagi menatap wajah Sehun yang dengan polosnya meminta maaf tanpa mengingat sesuatu hal, "Semoga kau semakin membaik, semangat!" aku mengepalkan tanganku keudara sembari tersenyum.

Aku membalikkan badanku, ingin melangkahkan kakiku sebelum suara itu memanggilku kembali, "Zahra?" 

Aku menoleh, "Ya?" tanyaku pelan.

"Kalau idolamu ini sudah tak sama seperti dulu, apa kau masih mau jadi penggemarku?" tanya Sehun terkekeh. Aku mengerutkan keningku, kemudian ia menatap ke arah kakinya.

Aku segera mengepalkan kedua tanganku, mengenggam bawah bajuku erat-erat, apa maksutnya?! Air mataku sudah tak tertahankan lagi ingin mencuat sesegera mungkin, namun seseorang memegang pundakku. 

"Tentu saja!" Kai menatapku sembari tersenyum, "Bukan begitu?"

Aku segera mengangguk, "Sehun-ah, apapun yang kau lakukan, meski semua itu tak pernah sama seperti dulu. Aku.. akan menjadi penggemarmu yang berdiri di paling depan untuk sekedar tersenyum menatapmu. Aku akan berdiri paling depan ketika semua orang sudah tak menyukaimu. Aku.. aku akan mencaci kembali setiap hinaan yang semua orang lontarkan padamu. Aku yang akan membalas setiap tatapan meremehkanmu. Aku..." maafkan aku jika air mata ini tak bisa dihentikan, maafkan aku, "hhh...tenang Sehun." aku menghapus kembali air mata yang menetes. "Aku percaya diluar sana, masih banyak yang benar-benar menyukaimu dengan tulus, dan akan selalu bersamamu."

Sehun hanya menatapku dengan tersenyum, ia mengangguk. Sebelah tangannya meraih roda dikursinya. Dan dengan segera Lay mengerti bahwa Sehun ingin mendekat. Dan ia menarik tanganku, membuat tubuhku berlutut didepannya.

Dap.

Sebuah pelukan yang hangat menemani tangisanku. Maafkan aku tak bisa menepati janjiku untuk tak menangis didepannya. Maafkan aku yang tak bisa menahannya. Tak apa Sehun, tak apa kau tak mengingatku. Selama kau mengingat yang lainnya, sungguh tak apa.

"Terimakasih," bisik Sehun dibelakang telingaku.

.

.

.

.

>>Flashback<<
( sebelum memasuki kamar Sehun )

"Sehun..." 

Kai menatapku sembari masih memegangi pundakku.

"...ia kehilangan ingatan jangka pendeknya, ia lupa dengan tragedi itu." Kai menghela nafasnya panjang, "...Selective Amnesia, ia gagal mengingat kembali beberapa hal, tetapi tidak semua hal, detail kejadian-kejadian yang terjadi selama periode waktu tertentu."

Aku masih terdiam menatap mata Kai yang memerah.

"Ingatannya berhenti pada saat-saat sebelum kecelakaan." jelas Kai. "Dan, yang akan membuatnya semakin terpuruk," Kai memejamkan matanya, ia tak bisa melanjutkan kalimatnya. 

"Kakinya?" tanyaku pelan, membuat Kai mengangguk. Aku menghela nafasku, mataku memanas, aku ingat bagaimana Sehun terbaring dengan beberapa perban. "Tapi akan sembuh kan? lagipula ia tak di amputasi," kataku pura-pura tersenyum. Sangat berpura-pura, karena sesungguhnya.. saat ini juga, ada sesuatu yang meyesakkan didalam dadaku. Mendengar kenyataan ini membuat ku ingin berteriak sekeras-kerasnya. Ingin memaki apapun yang bisa membuatku melampiaskan kemarahanku. Namun marah pada siapa? Takdir? Apa aku harus mencaci takdir?

"Jadi, berjanjilah untuk tetap tersenyum didepannya," lanjut Kai.

Kriet.

Pintupun terbuka.

>>Flashback End<<

.

.

.

.

.

Semoga kau lupa dengan ingatan itu selamanya Sehun. Semoga kau tak pernah mengingat pertemuan kita yang menyiksa. Meskipun itu membuatmu melupakanku, itu tak apa.

***

To be continue...



Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top