06
"Suka tidak suka, kehidupan membawamu kesebuah tempat yang belum pernah kau pijaki."
"Mau tidak mau, kehidupan membawamu pada sebuah pilihan yang harus kau pilih."
.
.
.
.
.
.
.
.
.
"Kita pernah terjebak,
pada sebuah hidup yang menyakitkan,
kita pernah mengharapkan sesuatu,
yang kemudian harapan itu tak pernah terwujud,
harapan itu membuat kamu semakin rapuh,
memberikan luka yang teramat dalam,
hingga kamu bertanya apa arti kehidupan sebenarnya?"
.
.
.
.
.
.
.
.
.
"Kita pernah menyukai sesuatu,
sedang sesuatu itu tak pernah sadar akan kehadiran kita,
seperti menit melupakan detik,
berlalu tak berharga begitu saja."
.
.
.
.
.
.
.
.
.
"Kehidupan bukan hanya tentang impian dan cinta,
karena ketika waktumu habis,
kau akan bingung untuk berlari kemana,
dan aku menyesalinya,
ketika mengetahui bahwa waktuku hampir habis,
aku belum pernah membahagiakan siapapun,
entah karena aku tak menyadarinya atau memang sebaliknya,
aku terlalu memikirkan diriku sendiri,
tentang sebuah impian yang harus ku wujudkan,
tentang cinta yang belum ku dapatkan,
lantas aku berlari mencari keduanya,
mewujudkan impian dan mencari keindahan cinta,
tanpa pernah aku berpikir,
sudahkah aku membahagiakan orang lain?
bagaimana bisa aku bahagia tanpa ada orang lain yang berada disekitarku dengan perasaan bahagia?
dan ketika aku berhenti untuk memikirkan diriku sendiri,
aku merasa ini sudah terlambat."
.
.
.
.
.
.
.
.
.
"Jika saja ada kesempatan lain,
aku ingin mengatakan bahwa,
aku akan berhenti untuk memikirkan diriku sendiri."
.
.
.
.
.
.
.
.
.
"Tetapi... ketika aku berpikir lagi.. lagi.. dan lagi..
aku baru menyadari, waktuku habis dalam situasi seperti ini."
.
.
.
.
.
.
.
.
.
"Aku mulai berhenti berpikir karena aku benar-benar lelah."
.
.
.
Ya...
"Ketika kamu mulai lelah, berhentilah."
***
Kami saling bertatapan. Dengan wajah penuh harapan yang telah sirnah. Saling bertatap untuk sekedar menghibur. Bertatap untuk memberikan rasa kehidupan.
Mata kami lelah.
Kami saling menggenggam. Dengan harapan menguatkan. Genggaman itu tak berasa karena kami membatu. Tangan kami dingin dan membeku.
Tangan kami rapuh.
Saling duduk berdekatan, melipat kaki hingga tak ada celah diantara kami. Rasa sakit ini, sudah tak terhingga rasanya. Dingin. Kehausan. Kelaparan. Kami tak tau ada berapa macam sakit yang tak terdefinisikan.
Dan aku yang entah mereka juga atau tidak. Aku mulai tak berpikir tentang apapun.
Selain saling menatap dan berusaha tak memejamkan mata.
Karena aku sadar, begitu mata ini terpejam. Mata ini tak akan pernah bisa membuka kembali.
***
Waktu terus berlalu.
Dan kami masih terdiam.
Menyerah atau sebaliknya, kembali mencari jalan pulang?
Namun untuk sekedar bernafas dengan teraturpun sulit. Lantas bagaimana caranya kami melangkahkan kaki?
Waktu...
Lambat... ketika kita menunggu
Cepat... ketika kita takut
Lama... ketika kita sedih
Singkat... ketika kita bahagia
Tak ada habisnya... ketika kita sakit
Tidak terasa... ketika kita puas
Mematikan... ketika kita bosan
Waktu hanya dapat ditentukan oleh perasaan dan kondisi mental kita bukan dengan jam tangan.
Namun waktu ini, manakah definisi waktu yang tepat untuk saat ini?
.
.
Nafasku semakin lama menyempit, sesak sangat ku rasakan.
Bisakah aku melewati ini?
Bisakah kami melewati ini?
***
Uhuk!
Suara batuk itu seakan menggema menyadarkan kami dari segala apa yang terlintas dikepala.
Baekhyun terbatuk. Uhuk!
"K-kau baik-baik saja?" tanya Chanyeol dengan suara bergetar.
Baekhyun tak menoleh sedikitpun. Ia yang sedari tadi bersebelahan dengan Chanyeol hanya menggeleng dan menegakkan posisi duduknya, pinggangnya lelah.
Beberapa kali sebelumnya, kami selalu mengubah posisi duduk. Hanya untuk memastikan kami tak menjadi batu es sungguhan. Posisi kali ini tak jauh berbeda, hanya bergeser beberapa jengkal. Sebelah kananku Baekhyun sedang menopang kepala Chanyeol dengan pundak mungilnya. Selanjutnya ada Suho, yang membiarkan kakinya keram karena ditiduri Sehun yang sepertinya tak kuat untuk sekedar duduk.
Meski sedikit sulit, tangan kami saling menggenggam satu sama lain, membuat sebuah lingkaran tak sempurna di atas mobil yang mungkin dalam beberapa menit lagi akan tenggelam.
Aku mengencangkan genggaman tanganku pada Sehun begitu melihat matanya yang sayu hendak tertutup. Ia sedikit kaget dengan membalas tatapanku. Ia hanya tersenyum dengan mempertahankan mata kecilnya kembali membuka.
Aku kembali mengatur nafasku sembari menoleh ke mobil yang sekarang aku belakangi. Kai mengelus rambut anak kecil itu dengan lembut, sementara aku tak tau sepertinya anjing disebelahnya mulai tak bergerak. Dan sang kakek melakukan hal yang sama seperti Kai pada nenek di pangkuannya.
Duk!!
"Chanyeol!!!" teriak kami bersamaan. Tubuh itu terhuyung ke depan, kepalanya terhuntuk mobil membuat suara besar.
Baekhyun sekuat tenaga menggoncangkan tubuh Chanyeol. Kami melepas genggaman kami untuk beralih membangunkan Chanyeol.
"He .. he.." Chanyeol membuka matanya pelan. Ia terkekeh sembari berusaha menyenderkan kepalanya diposisi semula. "A-ku, ba..ik-ba..ik s..aja." bisiknya dengan mata yang kembali terpejam dan kemudian terbuka lagi sedikit, namun terpejam lagi dan ia berusaha membuka matanya lagi. Begitu seterusnya.
"Chanyeol..." suara Suho terdengar sangat memprihatinkan.
Chanyeol berusaha membalas panggilan itu dengan menaikkan kedua alisnya pelan.
"Apa kau sudah lelah?" tanya Suho lagi.
"Jangan dijawab," bentak Baekhyun. Ia menatap Suho, "aku tak ingin mendengar kalimatmu selanjutnya!"
"Hh.." Suho menarik nafasnya kemudian menghempaskannya kasar. Ia mengusap wajahnya letih, "tidak, aku hanya ingin ber-"
"Apa kau buta? jelas kau tau dia lelah! Aku juga! Kita juga! Kenapa kau harus bertanya lagi?!" suara Baekhyun meninggi, memotong kalimat Suho.
"Kau tau, kita bisa beristirahat jika kita sudah merasa lelah. Aku selalu berkata seperti itu disetiap latihan kita. Kita telah berusaha sekuat tenaga, hingga tak terhitung cedera yang kita rasakan. Tapi jika kita lelah, kita harus berhenti," Suho mengigit bibirnya menatap lemah Baekhyun.
Mata Baekhyun. Aku bisa melihat, matanya... matanya menangis. Setetes air mata jatuh dipipinya yang memerah kedinginan. Ia mengigit bibirnya juga, menunduk tak bisa menjawab. Aku paham perkataan Suho, namun menyerah? Apakah kita harus menyerah?
"Setidaknya ketika kita pergi, kita harus meninggalkan senyuman pada semua orang, bukan tangisan," Baekhyun mengangkat wajahnya.
Suho menatap Baekhyun, "Tak selamanya kita bisa membuat semua orang yang kita sayangi tersenyum, ada saat dimana mereka akan menangisi kita, meskipun itu bukan sebuah pilihan yang kita inginkan."
Baekhyun terdiam. Ia mengerutkan keningnya. Tak bisa membalas perkataan Suho.
"Ku tanya lagi, apa kau lelah?" tanya Suho. Kali ini ia kembali menatap Chanyeol.
Chanyeol mengangkat wajahnya, "Aku..." Chanyeol kemudian memejamkan matanya, ia tak menjawab. Ia menghela nafasnya begitu dalam.
Tak ada yang menjawabnya, tak akan pernah bisa pertanyaan itu terlontarkan dari bibir siapapun disini. Ditempat ini. Disini, dimana kami berada. Apakah ini kutukan? hukuman? atau sebaliknya, sebuah hadiah untuk menidurkan kami? Aku tak pernah tau jawabannya, belum.
Aku... lelah. Sangat lelah.
Dan tak pernah ku sadari,
Mataku, tertutup.
Derttt...
Derttt...
Derttt...
"Zahra bangun!!!!" teriak seseorang yang sepertinya itu suara...
Mataku terbelalak begitu melihat keadaan didepanku.
Derttt...
Derttt...
Derttt...
"Zahra bangun!!!!" ulang Baekhyun.
Aku segera membuka mataku lebih lebar lagi, menatap wajah Baekhyun yang panik sudah berdiri dihadapanku. Tangannya berusaha menarik pria bertubuh tinggi disebelahnya. Sedang Suho sedang menaiki Sehun ke punggungnya yang kecil.
"A-ada apa?" salah! sungguh salah pertanyaanku. "Astaga!!!" teriakku selanjutnya.
Sesuatu yang bergetar ku rasakan tadi ternyata berasal dari atap yang tepat berada di atas kami!
Aku segera melihat kesekeliling. Kami dikepung air. Ya, semua mobil sudah tenggelam. Aku segera berdiri menyadari tempat yang kududuki sudah basah. Kami semua berdiri, dengan wajah panik yang tak tau harus kemana lagi.
"Kita harus pergi!" teriak Suho.
"Ke-kemana?" tanyaku menahan tangis.
Suho menatapku, ia sepertinya juga tak tau tapi ia masih berusaha ingin menyelamatkan semua yang ada disini.
"Dengarkan aku, kita harus menjauh dari sini. Kita berenang ke tempat lain untuk menghindar dari atap yang sepertinya akan runtuh ini," kali ini Baekhyun mengeluarkan sebuah solusi di tengah kepanikannya, entah itu refleksnya atau apapun itu.
"Lantas apa rencana selanjutnya?" tanya Suho.
"Ketika atap ini runtuh, air akan masuk seutuhnya," Baekhyun menatap wajah kami satu persatu. "Bersiaplah, kita akan berenang hingga ke atas permukaan."
"Tidak semudah itu, kita tak tau kecepatan air yang berlomba masuk, bisa saja kecepatannya malah membawa kita menjauh dari permukaan, atau reruntuhan yang kemudian menyeret kita hingga ke-"
"Kita coba saja!" potong Baekhyun pada kalimat Suho. Ia membasuh wajahnya kasar, "A-apa kau punya rencana lain?!" bentaknya. Sepertinya, memang hanya itu rencana terakhir. Sungguh terakhir.
Suho terdiam. Sepertinya memang hanya itu. Kami terdiam dalam hening.
"Tak ada waktu, ayo kita menjauh." Baekhyun bersiap melompat ke samping mobil, sebelum Kai menghentikannya.
"Kita kehilangan seseorang disini," kata Kai dengan lemas.
Kami menatap ke arahnya. "Kalian pergilah, aku akan menemani istriku tidur dengan tenang. Mungkin ini memang sudah waktunya," kakek itu mengelus rambut sang nenek dengan lembut.
"Se-sejak kapan ia?" tanyaku. Kakek itu tersenyum, ia hanya tersenyum tanpa membalasnya.
"Kau bisa bersama kami kek, kami akan membantumu." Kai berusaha membangunkan kakek itu yang masih terdiam duduk. Namun, kakek itu menggeleng.
"Bagaimana bisa kalian membawaku? Kalian membawa beban kalian masing-masing, dan lagi pula aku tak bisa berenang. Biarkan saja aku disini." jawabnya.
"Tidak kek, selama kau masih bernafas. Kita akan pergi bersama!" Baekhyun segera melompat tanpa aba-aba. Meninggalkan Chanyeol yang sekarang menyandarkan sebelah tangannya padaku.
Baekhyun segera berenang ke arah kakek itu dengan susah payah, dan tentu saja ia seperti membeku.
"K-kau ikut dengan kami," katanya dengan mengigil. Kakek itu belum membalas, namun Baekhyun segera menariknya pelan dan meminjamkan pundaknya. "Ak-ku, bisa mem-bantumu."
Kakek itu mengelap kedua matanya yang berair, dan akhirnya mengangguk pelan. Ia mencium kening nenek itu dengan sebuah bisikan perpisahan. Tubuh nenek yang kaku itu diterbaringkan diatas mobil. Membuat wajahnya yang putih pucat seolah tersenyum iklas.
Baekhyun mengangguk, mengajak kami untuk mengikutinya.
Kai selanjutnya yang meloncat, dengan menggendong sang anak kecil di punggungnya. Anak itu sudah terbangun dan terlihat bingung. Aku tak tau apa yang akan terjadi pada anak itu nantinya. Anak itu memeluk leher Kai dengan sangat erat, sedang tangan Kai satunya menggopoh sang anjing. Tentu ia tak akan meninggalkan anjing yang sebenarnya sudah terlihat sangat payah itu. Entahlah, aku tak bisa memikirkan apapun.
"A-aku-"
"Apa?! kalau kau ingin aku meninggalkanmu disini, aku akan menendangmu hingga ke permukaan!" potong Suho menebak perkataan Sehun. Sehun hanya meringis dan memeluk pundak Suho segera. Meski terlihat Suho sangat kerepotan atau lebih tepatnya keberatan. Tapi ia sama sekali tak berpikir untuk meninggalkan Sehun yang sudah tak berdaya.
Aku tersenyum menatap mereka semua, senyum miris. Meratapi nasip kami yang begini Ini memang sangat amat lucu, tapi sama sekali tak patut untuk ditertawai. Pemandangan yang sungguh aneh, Baekhyun yang menggendong kakek tua, Kai yang menggendong anak kecil dan seekor anjing, Suho dengan tubuh kecilnya menggopoh Sehun, dan aku?
"Em, aku bisa sendiri." kata Chanyeol dengan lemas dan kaku. Aku mengangkat sebelah alisku, kenapa orang-orang besar ini malah lebih rapuh dari tubuh mungil member lainnya?
"Aku akan membantumu, tunggu dulu." jawabku, dan kemudian melompat ke air.
Hluppp.
"Zahra?!" panggil Baekhyun dan Suho yang melihatku hampir tenggelam.
Sial! Airnya cukup tinggi hingga ke leherku, bagaimana caranya berjalan dengan tinggi air seperti ini? Dan.... dingin!.
"Apa kau masih mau membantuku?" tanya raksasa itu terkekeh pelan, dengan tenaga yang tersisa ia turun dengan perlahan.
Hluppp.
"Akh!!!" Air es itu memasuki mulutku yang menganga karena tubuh Chanyeol yang baru saja memasuki air membuat air disekitarku tak tenang.
"Maaf," katanya terkekeh mengelus atas kepalaku pelan. Kemudian tangannya memeluk tubuhnya yang baru saja bereaksi karena bersentuhan dengan air es.
Dengan tenaga terakhir ini, dengan harapan terakhir ini. Ku harap... kami bisa selamat.
***
Posisi kami telah menjauh dari tempat sebelumnya. Dengan kaki yang melangkah tergopoh, mulut yang kaku, hidung yang mengeluarkan asap putih tipis.
"A-aku tak bisa berjalan lebih jauh lagi," Sehun mengendurkan lengannya dari pundak Suho.
Kami terdiam. Kami menatapnya.
Sehun tersenyum membalas tatapan kami. Asap di hidupngnya berhembus membuat wajahnya semakin terlihat pucat. "Aku tak bisa," lanjutnya pelan.
"Kita harus bersama Sehun!" bentak Suho.
"Atau sebaliknya?" tanya Sehun.
"Apa maksutmu?" tanya Baekhyun.
"Aku... ingin istirahat saja," ia masih menjawab dengan senyumnya.
"Kau gila?!!!" bentak Baekhyun.
"Leader..." Sehun menatap Suho, "izinkan aku beristirahat," bisiknya.
"Diam kau Sehun!" bentak Baekhyun. "Kita harus keluar dari sini bersama! Kita... harus selamat." Baekhyun mengigit bibirnya. Mereka menghela nafas mereka.
Suho membalas tatapan Sehun. Kemudian ia menunduk. Suho... ia... menangis.
"Sehun-ah..." Suho memanggil Sehun tanpa menatapnya, tangannya meraih pundak Sehun. Dan ia memeluknya. Mereka menangis dalam pelukan itu. "Maafkan aku," dalam pejaman mata itu Suho berbisik dan kami bisa mendengarnya. Dalam pelukkan itu Suho menatap kami dibalik punggung Sehun, "Aku bukan leader yang baik untuk kalian, aku..." Suho menghela nafasnya, "maaf."
Tes..
Aku.. aku tak bisa menahan tangisku. Haruskah aku melihat ini semua? Haruskah jalanku seperti ini? Bertemu seperti ini?
Tes..
Tes..
Air mataku mengalir semakin deras, sederas air es yang kini semakin naik hingga ke daguku.
"Jika kau meminta maaf begitu, apalah aku yang memiliki banyak kesalahan pada kalian semua, maaf karena aku... sering membuat keributan dan membuat kalian jengkel setengah mati." Baekhyun menatap Suho, "Dan aku sering membantahmu, aku juga salah."
Tes..
Tes..
Bukan hanya aku, mereka.. juga menangis. "Aku tak ingin akhir kita seperti ini, pasti ada cara untuk mengakhirinya dengan baik." kali ini Kai yang terseguk akan tangisnya. "Aku ingin menari lagi diatas panggung, aku ingin bernyanyi bersama semua orang, aku ingin memberikan semua yang terbaik, dan aku rindu tatapan itu. Aku merindukannya." lanjutnya, membuat tangis mereka semakin dalam.
Tes..
Tes..
Aku juga merindukan mereka. Mereka semua. Meski mereka dihadapanku, tapi aku merindukan mereka. Tangisku semakin pecah.
Deg.
Sebuah pelukan dingin menarikku hingga ingin menangis lebih keras. Ia mengelus kepalaku dengan lembut.
"Menangislah, k-kau sudah cukup lama menahannya," kalimatnya lemah.
Aku membalas pelukan itu, pelukan dari tubuh yang rapuh... Chanyeol. Aku menangis hingga rasanya air mata yang jatuh mengering begitu saja saking dinginnya tempat ini. Angin berhembus seolah menanti kematianku.
Inikah waktunya?
Kami bukan teman hidup, kami teman dalam kematian.
Aku menangis lagi, lagi dan hingga air mataku bahkan tak bisa keluar lagi. Chanyeol tetap membiarkanku memeluknya.
BRUK!!!
Aku mendengar suara itu dengan sangat jelas. Suara besar yang disusul suara gelombang air yang sangat besar seolah berlomba masuk menerjang kami.
Chanyeol tak melepaskan pelukannya. Sebaliknya, ia memelukku lebih erat. Sangat erat. Aku dapat mendengar jantungnya. Debarannya sangat cepat.
Mataku terbuka dan melihat mereka semua menatap ke satu arah yang sama dengan wajah super tegang.
Dalam pelukan itu aku menoleh, menatap kearah yang sama.
"Bersiaplah, jangan lepaskan tanganmu," bisik Chanyeol.
Dadaku bergemuruh. Bukan, bukan karena bisikan itu. Namun... tepat dihadapanku... sebuah air bak tsunami meluncur masuk dari ujung sana.
"Cari benda apapun yang membuat kalian terapung, dan pastikan kita bersama," nada itu datar. Tak ada semangat yang sebelumnya Baekhyun tebarkan. Ia menghela nafasnya, kemudian melihat sekitar.
Dan kemudian kami memegang apapun yang akan membuat kami terapung, entah pintu mobil atau ya.. apapun itu. Kami saling berdekatan. Namun aku tau, hanya Tuhanlah yang akan menentukan takdir kami selanjutnya.
Selamat... atau... sebaliknya.
Bersama... atau...
BYUR!!!
Air itu menerjang tepat ketika mataku terpejam. Serpihan benda-benda menabrakku, dan aku tak tau apa itu. Mataku masih terpejam. Sembari memegang sebuah benda panjang yang bisa menopang diriku agar tidak tenggelam. Tubuhku terlempar kesana-kemari dan seolah mencabikku. Dinginnya air es seolah membekukanku dalam sesaat.
Sebuah tangan tiba-tiba meraih leherku. Aku masih memejamkan mataku, namun tangan itu menyeretku entah sampai kemana. Tak ada suara selain benturan angin, air dan benda-benda mati lainnya.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
"Zahra!!!!!"
Blupppp.. mulutku mengeluarkan banyak cairan, dan mataku terbuka seketika.
Hhh... ada suara menghela nafas yang ku dengar dari dekat.
Apakah aku selamat?
Tunggu??? Aku???
Aku membuka mataku segera dan menoleh ke asal suara. Aku melihat sekitar dan...
"Chanyeol?" dia ada disebelahku, dia kah seseorang yang lagi-lagi menyelamatkanku?
Aku bisa merasakan kapalaku yang muncul di atas permukaan air. Aku tak tau bagaimana caranya, namun.. aku?
Blupppp..
Seseorang muncul dari permukaan air.
"Ka-i?!!!!" teriakku ketika ia muncul dengan menggendong... anak kecil yang sekarang terbatuk dan kemudian menangis sejadi-jadinya.
"Aku tak bisa menyelamatkan anjing itu," desah Kai lemas. "Dan anak ini sangat membutuhkan pertolongan," Kai terlihat melihat sekitar, berharap pertolongan segera datang.
Blupppp..
"Kakek!!!!" teriakku bergitu ia muncul dari permukaan. Tunggu, dimana Baekhyun?!!!
"Baek.. baekhyun?" tanyaku pada kakek itu. Kakek itu terlihat payah. Sepertinya ia hanya didorong dari bawah tanpa berenang. Kakek itu meletakkan kedua tangannya diatas pintu mobil yang mengambang. "Byun Baek-" tanyaku sekali lagi. "Chanyeol!" sentakku begitu ia masuk lagi kedalam air.
.
.
.
Mataku berair kembali, merasakan dingin dan menanti. "Kai, mereka pasti selamatkan?" tanyaku ragu. Kai mengigit bibirnya tak bisa berkata apapun.
Beberapa menit terlewati.
.
.
.
.
.
Blupppp..
"Chanyeol! Baekhyun!" panggilku begitu melihat keduanya muncul ke atas permukaan.
"Aku tak bisa menemukannya..." Baekhyun menangis menatapku dan Kai bergantian.
"Jika kau tak menemukan mereka, bukan berarti kau juga harus terus mencari!" Chanyeol menyentaknya dengan nafas yang tersisa.
Jadi, kalau saja Chanyeol tak memaksa Baekhyun untuk naik, apa ia akan terus didalam sana mencari? Suho... dan... Sehun?
Kami terdiam.
Suho?
Kim Junmyeon??
Guardian EXO???
Sehun?
Oh Sehun??
Biasku?? Maknae???
KEMANA MEREKA???!!!
Tidak! Mereka haru muncul sekarang juga!!!
Aku menangis sejadi-jadinya, namun air mataku tak juga menetes. Dadaku sesak, dan jantungku sangat sakit. Aku mengigit bibirku dan merasakan tubuhku yang semakin lama, seolah mati rasa.
Tubuh kami kaku.
Dan beberapa menit kemudian aku bisa mendengar sebuah sirine.
Mataku menyipit untuk memastikan sesuatu.
Beberapa kapal dari regu penyelamat terlihat dengan jelas. Mereka semakin dekat, dan semakin dekat dan kemudian...
...mataku terpejam kembali.
***
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top