03

Ya, aku memiliki harapan untuk memiliki banyak waktu bersama-'nya.
Tapi tidak dengan berlama-lama dengan situasi seperti ini.

***

Langkah kaki Chanyeol yang panjang mendekati posisi kami. Dari bawah sana ia tersenyum sembari mengatur nafasnya.

Hosh Hosh.

Ia masih mengatur nafasnya. "Kami menemukannya," katanya dengan tersenyum.

"Benarkah???" tanya Kai.

"Ya, kami menemukan sebuah tangga yang sepertinya menghubungkan jalan ke atas terowongan." jelas Suho yang kini juga ikut mengatur nafasnya. Langkahnya yang tak sepanjang Chanyeol menyusul sekuat tenaga.

"Dimana?" tanya Baekhyun.

"Dipertengahan terowongan." kata Chanyeol bersemangat.

"Kita harus kesana sekarang juga!" Kai ikut bersemangat mendengarnya.

"Apa kalian sudah memastikannya itu aman?" tanya kakek itu membuat mereka terdiam sejenak.

"Benar, kalian sudah memastikannya aman kan?" tanya Baekhyun.

Chanyeol menoleh menatap Suho. Suho segera menegakkan badannya yang sedari tadi menunduk mengatur nafas.

Kini Suho membalas pandangan Chanyeol dengan menghela nafasnya.

"Kalian belum memastikannya?" tanya Baekhyun dengan khawatir. Dan benar saja, Chanyeol dan Suho menggeleng lemah.

"Aku..." Suho menghela nafasnya lagi, "Aku ingin memastikannya, namun Chanyeol segera berbalik arah dan berlari kesini."

"Oh ayolah, sekarang kau menyalahkan ku?" tanya Chanyeol menatap Suho dengan mengangkat sebelah alisnya.

"Tidak, aku tidak menyalahkanmu. Tapi seharusnya kita memeriksanya dulu sebelum kau berlari kesini," jawab Suho dengan nada tenang.

"Kau-"

"Terimakasih," potongku pada kalimat Chanyeol yang ku putus. Mereka kini menatapku, "Terimakasih kalian kembali dengan selamat, sekarang kita bisa memeriksanya bersama." Aku memperlihatkan deretan gigiku berharap mereka tak melanjutkan perdebatan.

Mereka menghela nafas mereka dan mengangguk, "Semoga harapan kali ini benar-benar membantu." kata Kai kemudian.

Ini adalah harapan kedua kami untuk keluar setelah harapan pertama kami tak berjalan sesuai harapan. Jika ini gagal lagi, aku khawatir pada keadaan kami. Situasi ini akan membuat kami semua semakin menggila dan emosi. Aku harus bisa lebih bersabar lagi, dan aku cukup sabar untuk banyak hal.

Kai segera turun dari mobil yang ia duduki, Chanyeol dan Suho membantu nenek dan kakek itu. Sedang Baekhyun membantuku untuk turun.

"Kau tak mau turun?" tanya Baekhyun kemudian melihat Sehun masih mematung diatas sana.

Aku merasa bersalah setelah bisa mengajaknya mengobrol dan aku malah bertanya sesuatu yang seharusnya tak ku tanyakan. Kini Sehun kembali murung. Aku sungguh menyesal.

"Sehun!" panggil Suho. Sehun segera menghela nafasnya dan turun perlahan tanpa mengatakan sepatah katapun.

"Akhhh" tatihku ketika mencoba melangkah pada tanah.

"Dingin?" tanya Baekhyun. Aku terkekeh.

"Panas," jawabku dan ia tertawa.

Oh rasanya kakiku sangat kaku. Hingga tak ingin bergerak sebenarnya. Air yang perlahan masuk terowongan rupanya sudah mencapai dua kepal tanganku diatas mata kaki. Sangat amat menyesal karena sepertinya sepatuku tak mampu menahan dinginnya air ini. Sepatuku hanya sepatu boots murah yang ku beli di online shop dengan ketinggian sebetis yang aku sendiri tak yakin berapa lama bahannya bisa menahan air, karena dinginnya saja bahkan bisa menembus kaos kaki dan juga celana  longjohn'ku.

Kemudian aku baru menyadari bahwa mereka tak kedinginan sedikitpun, bahkan Chanyeol dan Suho yang dari tadi menghabiskan tenaga mereka lebih banyak terlihat tidak atau belum kedinginan. Begitu juga dengan nenek dan kakek itu. Lupakan anjing yang mempunyai bulu lebat itu.

Kenapa aku terjebak disini saat musim dingin, sedang aku terbiasa hidup di Negara tropis. Dan lihatlah mereka pasti sudah terbiasa, sedang aku hanya mengandalkan pakaian seadanya, pakaian murah. Dan lihat betapa berkelasnya pakaian yang mereka kenakan.

"Ada apa?" tanya Kai yang tiba-tiba perlahan menyamai jalanku. Ia berjalan disampingku.

Aku menggeleng segera begitu ia mengerutkan keningnya.

Hosh hosh.

Ashhhh!!!! Sungguh rasanya aku sangat kedinginan. Aku sudah mengenakan lapisan-lapisan baju namun tak juga berhasil menahan dinginnya udara saat ini, Long john baju berbahan wool  + t-shirt + coat dengan tudung berbulu  + celana jeans + sepatu boots. Semuanya seolah percuma jika dibandingkan dengan para biasku yang mengenakan pakaian dengan merk ternama tentu saja. Aku bahkan tak mengerti merk-merk apa yang bagus untuk dikenakan di musim dingin begini, namun aku sudah banyak mengeluarkan biaya lebih untuk menikmati liburan ku ke Korea Selatan di musim dingin. Demi menikmati salju! Tapi bukan seperti ini! Bahkan salju juga tak masuk ke dalam terowongan, dan justru air es sialan ini yang sekarang menyiksa kakiku!

Astaga!!! Sabar Zahra sabar! Kenapa aku malah memaki seperti ini? Sadar Zahra sadar!

"Kau baik-baik saja?" tanya Kai lagi berusaha memecah lamunanku. Aku meliriknya dan kemudian tersenyum mengangguk. "Bukankah ia lucu?" tanya Kai memperlihatkan anjing yang ia gendong.

Aku mengangguk memperhatikan Kai mengelus bulu-bulu putih dan sedikit kecoklatan pada telinganya. "Kau tau jenis apa ini?" tanyanya kemudian, aku menggeleng. "Jenis anjing ini adalah maltese, dia merupakan jenis anjing kecil. Sayang jenis anjing ini tergolong rentan terserang penyakit Flu, dan alergi. Itu sebabnya aku selalu memeluknya. Semoga semua ini cepat berlalu sehingga ia tak kedinginan lagi."

Aku tersenyum menatap wajah Kai yang sungguh lembut, "Kau sangat menyukai anjing sepertinya."

Ia menoleh, "Tentu saja, siapa juga yang tak menyukainya. Aku bahkan memiliki tiga ekor."

"Monggu, Jjanggu dan Jjanggah. Jjanggah anjing perempuan, dan jjanggu itu jenis toy-poodle,tapi karena obesitas dia jadi sebesar poodle." jelasku menyebutkan nama-nama anjing Kai. Kai membesarkan kedua matanya. "Kenapa?" tanyaku.

Ia tersenyum, "Kau menghafalnya dengan sangat baik. Aku lupa kau EXO-L." tawanya.

Aku mengangguk ikut tertawa, "Suho juga punya, namanya Byul. Aku melihat fotonya ditayangan EXO Showtime episode ke 2." tawaku. Kai mengangguk-angguk takjub, "Baekhyun juga memilikinya, Mongryoung kan namanya? Dia pernah mempostingnya di instagram." tawaku lagi, "Dan ahya, Sehun pernah live di v chanel bersama anjingnya yang bernama Vivi."

"Ya, kami semua menyukai anjing," kata Kai terkekeh.

"Tapi Chanyeol sepertinya lebih tertarik dengan kucing, ia memelihara kucing, bukan begitu?" tanyaku. Kai membesarkan kedua matanya lagi-lagi takjub.

"Apa lagi yang kau tau? Apa kau seorang penguntit?" selidik Kai dengan menyipitkan matanya yang sudah sipit.

"Kau bercanda?!" tanyaku sembari memukul lengannya. "Aku baru dua hari disini, ah ralat, belum dua hari sampai tengah malam ini. Dan kau bilang aku penguntit? Andai saja aku bisa melakukannya, mungkin sudah ku lakukan." tawaku.

"Jadi kau berniat menguntit kami?" tanya Baekhyun yang kali ini ikut menengok menatapku.

Oh c'mon ia menguping rupanya, "Ayolah, apa kalian berpikir aku akan melakukannya?"

"Kenapa tidak? Kau kan sudah di Korea, dan mungkin kau akan melakukannya?" Kai menyipitkan matanya lagi menatapku, "Apa kau menyembunyikan sesuatu dibalik jaketmu? Seperti...."

"Kamera tersembunyi?" tanyaku.

Ia menjentikkan jemarinya, "Jadi benar?" tanya Kai.

Aku menghela nafasku, "Aku bahkan lupa dimana ponselku, dan kau menuduhku menyembunyikan kamera, dan kalau saja aku mampu membeli kamera bagus, aku sudah memfoto kalian semua saat ini. Pasti jika nanti aku selamat, foto itu akan berharga jutaan karena menjadi bukti dan saksi keadaan kalian disini!" kesalku memutar kedua bola mataku.

Kai mengacak rambutku, "Aku bercanda." tawanya.

Aku menggembungkan pipiku kesal, "Apa kalian kesal dengan para fans yang berlebihan itu?" tanyaku.

"Ya, terkadang." jawab Baekhyun. "Tapi aku lebih perduli dengan fans yang sepertimu." tawanya, juga Kai yang mengangguk-angguk.

Aku hanya bisa tersenyum mendengarnya, mereka pasti lelah dengan sikap yang berlebihan terhadap mereka. Namun itu juga resiko dari pekerjaan mereka. Dan mereka pasti telah memikirkannya bahkan sebelum mereka menjadi terkenal seperti sekarang ini.

"Apa kau ingin mencoba menggendongnya?" tanya Kai memperlihatkan anjing yang ia gendong.

"Ingin jika saja bisa, tapi maaf aku tidak bisa."

"Kenapa? Kau takut? Atau alergi?" tanya Baekhyun.

"Bukan, hanya saja aku tidak bisa menggendongnya, aku takut liurnya mengenaiku."

"Memang kenapa jika mengenaimu? Kau jijik?" tanya Kai.

"Bukan, keyakinanku melarangnya," mereka mengerutkan keningnya, "Agamaku melarangnya."

Mereka menghela nafas mereka sembari mengangguk-angguk, sepertinya mereka terpaksa paham, dan aku juga tak bisa menjelaskannya lebih rinci lagi. Lumayan pembicaraan kami hingga mengalihkan rasa dinginku untuk sementara waktu.

Kali ini kami terdiam, sepertinya sengaja terdiam meskipun banyak hal yang ingin aku tanyakan. Tapi lebih baik aku diam karena aku mulai merasa kering.

"Itu dia," kata Suho menunjuk ke sisi tembok didepan kami.

Aku bisa melihat ada sebuah tangga yang menuju lubang diatasnya, seperti terowongan didalam terowongan. Lubangnya sangat kecil dan muat untuk satu orang yang melewatinya. Sisi dalamnya terlihat gelap.

"Aku akan memeriksanya lebih dulu," kata Suho menatap kami satu persatu.

"Aku akan ikut memeriksa," kata Chanyeol mengeluarkan ponsel dari kantung coatnya.

"Kau menyimpan ponselmu?" tanya Kai.

"Dia tak akan pernah melepaskan ponselnya," tawa Baekhyun.

"Apa bisa digunakan untuk telepon?" tanya Kai.

Chanyeol menggeleng segera, "Tidak ada sinyal, dan baterai ku tersisa dua bar." Chanyeol segera menatap Suho, "kita harus bergegas."

Suho mengangguk dan segera beralih menggenggam tangga itu. Satu langkahnya berhasil menaiki tangga kecil itu. Disusul dengan Chanyeol yang segera menyalakan flash ponselnya.

Kami terdiam, menunggu dibawah. Dan aku memperhatikan wajah Sehun bertambah pucat.

Aku segera memegang pundaknya yang setinggi dua kepal diatas kepalaku. Astaga ia tinggi juga ya, atau aku yang pendek, entahlah.

"Kau baik-baik saja?" tanyaku padanya. Ia hanya mengangguk lemah dan tak memberikan balasan lainnya. Aku kembali terdiam dan kemudian menoleh menatap Kai. Ia hanya mengangkat kedua pundaknya.

BRUK!!!

Kami tersentak dan kemudian saling menatap. Ada apa?

Tak ada balasan sampai sebuah teriakan segera mengagetkan kami.

"LARI!!!" teriakkan itu berasal dari dalam terowongan kecil yang dimasuki  Chanyeol dan Suho tadi. Suaranya menggema.

Apa mereka benar-benar menyuruh kami lari?

Kami masih saling tatap heran dengan apa yang terjadi. Dan sekali lagi teriakan itu terdengar.

"LARI!!!" kali ini suara itu mendekat.

Chanyeol terlihat keluar dengan lompat meski itu masih menyisakan beberapa anak tangga lagi, disusul Suho yang ikut meloncat.

Chanyeol segera melindungi nenek itu dan membawanya lari sedang Suho melakukan hal yang sama pada kakek disebelahnya. Baekhyun menarik pergelangan tanganku bersamanya untuk berlari setidaknya lima atau enam langkah sebelum suara menggema hampir saja berhasil melepaskan jantungku.

BRUK!!! 

Reruntuhan dari dalam terowongan itu hampir saja menimpa kami kalau saja telat untuk bereaksi.

"Astaga apa itu?" tanya Baekhyun sambil mengatur nafasnya. Tangannya masih menggenggam lenganku erat.

"Sial!!!" teriak Chanyeol kesal.

Sedangkan Suho memegang pundak Chanyeol, dan kemudian menatap kami, "Maaf."

Satu kata itu mengartikan segalanya. Kami menghela nafas kami. Kalau saja jalan keluar sangat mudah hanya tinggal keluar dari lubang tadi, pasti regu penyelamat sudah melakukannya.

Aku melihat jam ditanganku yang bebas dari genggaman Baekhyun, jam dua. Artinya, sudah dua jam kami terjebak. Dan belum menemukan harapan lainnya. Sementara jantungku masih berdetak kencang dan kakiku sangat lemas.

Aku kembali menatap Sehun, ia ikut berlari. Tapi jiwanya entah sedang berlari kemana. Dan aku melihat tangan Chanyeol kosong, artinya ponselnya terlempar entah kemana. Akupun tak memiliki ponselku, kecuali kembali ke taxiku dan mencarinya disana.

Beruntung lampu didalam terowongan masih menerangi kami.

"Lalu apa yang harus kita lakukan sekarang?" tanya Baekhyun yang mendunduk. Aku ikut menunduk.

Oh tidak, air masih tetap mengaliri terowongan ini, tingginya bertambah satu kepal.

Mereka masih terdiam sembari memikirkan jalan keluar, mungkin. Sedang aku yang tak mengenali tempat ini berusaha mencari cara untuk bertahan hidup.

"Ji-jika tak ada jalan keluar kecuali menunggu regu penyelamat datang, bagaimana kalau kita mencari sesuatu untuk setidaknya bertahan lebih lama disini?" tanyaku ragu.

Mereka menatapku. "Maksutmu pasrah sampai kita tenggelam disini?!" tanya Chanyeol mengigit bibir bawahnya.

"Bu-bukan begitu!" bantahku segera, siapa juga orang bodoh yang berpikir seperti itu! Tidak, aku. Aku si bodoh yang berpikir begitu. Jika hanya diam dan berpikir untuk bertahan hidup, artinya sama saja dengan pasrah. Oh, bodohnya aku!

"Lalu kita harus berlarian mencari jalan keluar sampai kehabisan tenaga? Bukannya sama saja akan mempercepat kematian kita?" tanya Kai dengan smirknya.

Aku segera menatap Kai, Apa dia berusaha membelaku? Tapi aku salah Kai.

"Lalu kau ingin apa huh?" tanya Chanyeol.

"Dengar anak muda, kalian sama-sama benar. Tapi bagaimana kalau aku tak mengikuti keduanya." tiba-tiba kakek itu ikut berbicara.

"Apa maksutnya kek?" tanya Suho.

"Aku tentunya sudah tak khawatir lagi jika memang takdir mengatakan aku dan istriku harus tinggal di dunia sampai sekarang saja, memang sudah waktu kami. Tapi tidak dengan kalian. Aku yakin kalian punya jawaban atas takdir ini." jelas Kakek itu.

"Takdir apa? Takdir yang mengantarkan kami pada kematian secara perlahan?" tanya Chanyeol. "Aku tak bisa menerima takdir ini, kita harus keluar! Dengan merobohkan terowongan ini atau menggali atau apapun!" kesal Chanyeol.

Suho kembali memegangi pundaknya, "Chanyeol-ah," panggil Suho. Sedang Chanyeol ambruk berlutut ke tanah. Tangannya mengusap wajahnya.

"Ayo kita lakukan keduanya," kata Sehun kemudian.

Kami menatap Sehun. Akhirnya ia berbicara lagi.

"Ayo kita cari jalan keluar, juga mencari apapun untuk kemungkinan yang menyatakan kita harus bertahan disini." lanjut Sehun.

"Bagaimana dengan membagi dua tim?" tanya Baekhyun yang sudah melepas genggamannya padaku.

"Dua tim?" tanyaku.

"Satu tim mencari jalan keluar, tim lainnya mencari apapun untuk bertahan hidup," lanjut Baekhyun.

"Tidakkah lebih baik kita bersama?" tanya Suho ragu.

Baekhyun menggeleng, "Kita akan menghabiskan tenaga jika terus berdebat. Waktu kita satu jam, untuk mencari jalan keluar dan mencari barang-barang untuk bertahan hidup. Kita harus bertemu lagi ditempat ini ketika waktu menunjukkan pukul tiga."

"Bagaimana jika tidak ada jalan keluar?" tanya Kai.

"Sudah jelas, kita akan bertahan hidup disini." jawab Suho menebak. Dan Baekhyun mengangguk.

Chanyeol kembali berdiri, ia terlihat setuju dengan usul Sehun dan Baekhyun, dengan begitu tak ada waktu yang terbuang sia-sia.

"Aku ada di tim yang mencari jalan keluar," kata Chanyeol meghela nafasnya. Suho mengangguk, sudah menebak apa yang akan dikatakan Chanyeol.

"Aku akan bersama Chanyeol. Kau," Suho menatapku, "Bisa kau ikut bersama kami?" tanyanya.

Aku membesarkan kedua bola mataku, tapi aku yang mencetuskan ide bertahan hidup. Dan sekilas aku melirik ke arah Chanyeol. Raut wajahnya menyeramkan. Oh haruskah?

Baekhyun menatapku, "Atau kau ingin bersamaku dan Kai. Kami akan mencari apapun untuk bertahan?"

Aku masih belum bisa menjawabnya, dan Suho sudah mengalihkan pertanyaan.

"Kakek dan Nenek tetaplah disini, kalian naiklah ke atas mobil untuk menjaga diri kalian, dan Sehun," Suho menatapnya, "Bisa kau menjaga mereka?"

Aku kembali membesarkan kedua mataku, yang benar saja? Oh Sehun? Bahkan keadaannya sedang tidak stabil dan ia ditugaskan menjaga nenek dan kakek ini?

"Tidak, cukup istriku saja yang disini. Aku juga akan membantu mencari apapun, aku tak bisa merepotkan kalian lagi." jawab kakek itu. "Kau cukup menjaga istriku saja." katanya menepuk pundak Sehun.

Jika kau ikut bukankah akan tambah menyulitkan mereka kek? batinku dalam hati. Namun aku tau maksutnya baik, tapi seharusnya ada yang menolak perkataannya.

Setelah perdebatan yang cukup lama hingga membuatku membeku sesaat, akhirnya sudah ditentukan.

Sehun tetap diposisi menjaga nenek dan ditambah anjing kecil itu, katanya anjing bisa merelaks'kan pikiran, entahlah. Sementara Suho ada bersama Kai dan kakek yang bersikeras ikut membantu, jadi Suho ada disana untuk menjaga kakek itu, sedang aku diserahkan pada Chanyeoly dan Baekhyun. Aku tak bisa ikut diposisi Kai dan Suho meski aku menginginkannya karena mereka sudah pasti akan berfokus menjaga kakek itu. Tunggu, apa mereka berpikir aku selemah itu sampai harus dijaga? Baiklah aku tak bisa mengelak meski inginpun! Dan aku hanya bisa menurut.

Beberapa menit kemudian kami mulai berpencar. Aku, Chanyeol dan Baekhyun melintasi jalan yang belum Chanyeol dan Suho lewati untuk mencari jalan keluar.

Aku berdiri dibelakang mereka. Mengikuti langkah mereka yang sangat cepat. Apa kebiasaan penari bisa berjalan secepat ini, entahlah! Tapi aku cukup kehabisan tenaga.

"Apa kau melihat sesuatu?" tanya Chanyeol pada Baekhyun. Baekhyun segera menjawab.

"Belum, kau?" tanya Baekyun padaku.

"Belum," jawabku singkat. Baguslah ada Baekhyun disini, setidaknya ia masih bisa tersenyum dibandingkan dengan pria berkaki panjang didepanku.

"Akh!" rintihku ketika aku menabrak punggung pria yang tiba-tiba berhenti didepanku. Ia segera menoleh ketika sadar aku menabraknya.

"Matamu kemana? Seharusnya kau tidak bengong!" bentaknya. Aku membesarkan kedua mataku, Chanyeol... kenapa kau sangat sangat sangat berbeda saat ini? Aku bahkan jadi takut berada didekatmu.

Aku hanya terdiam menunduk saking takutnya. Dan ia membuang nafasnya kesal sembari melanjutkan jalannya. Baekhyun hanya memegang pundakku prihatin.

Aku tadi benar-benar tidak bengong, aku hanya sedang melihat ke arah lain untuk mencari jalan keluar hingga ia tiba-tiba berhenti dan aku menabrak punggungnya.

"Oh disana!" teriak Baekhyun tiba-tiba. Ia menunjuk sesuatu dipojok tembok sana. Aku menyipitkan mataku untuk melihat lebih jelas, oh CCTV!

Akhirnya kami menemukan CCTV!

Aku melambai-lambaikan tanganku ke arah CCTV itu, sepertinya CCTV itu masih berfungsi melihat ada tanda merah masih menyala.

"Ayo kita harus lebih mendekat," ajak Baekhyun. Aku dan Chanyeol mengikuti langkahnya.

"Lihat-lihat! CCTV itu bergerak! Sepertinya mereka melihat kita!" teriakku girang.

"Aku bisa melihatnya tanpa harus kau berteriak seperti itu!" Chanyeol mendengus menggembungkan sebelah pipinya. Yang entah kenapa malah terlihat sedikit imut karena lesung pipinya terlihat sesaat. Aku mengigit bibir bawahku untuk menahan senyum. Tapi senyumanku pudar seketika membayangkan dirinya yang dari tadi memarahiku karena alasan tak jelas.

Dert dert!

Sebuah suara menghentikan lamunanku. "Chanyeol awas!" teriakku mendorongnya.

BYUR~

"APA YANG KAU LAKUKAN HUH?!" bentaknya ketika dengan tak sengaja aku menindih tubuhnya dan... "KAU SUDAH GILA? AKU JADI BASAH SEMUA!" ya dia terlentang di atas tanah dengan air yang tinggi menenggelamkan tubuhnya sedang kepalanya diangkat tinggi-tinggi agar tidak kelelep.

"Ma-maaf." kataku pelan sembari berusaha bangun dari menindihnya. Bajuku juga sedikit basah, tapi karena aku diatas tubuhnya, hanya bagian kakiku yang basah seutuhnya.

Kejadiannya bahkan tak ada semenit karena aku langsung bangun kembali. Dan cukup gemetar melihat matanya yang membesar. Matilah aku! batinku.

Dert dert! 

"Jangan Bangun!!!" teriakku lagi membuatnya yang sudah duduk menjadi terbaring lagi.

"APA LAGI HUH?!" kesalnya menatapku yang sudah berhasil berdiri dengan cepat.

Dert dert!   

Sebuah kabel kemudian melewati persis depan wajahnya yang berbaring. Kabel itu putus secara tiba-tiba dan masih meninggalkan aliran listrik yang menyala. Aku tak perlu menjelaskannya kenapa aku mendorongnya, karena ia sudah bisa melihat sendiri apa yang membuatku melakukan itu.

Kabel itu masih terus dan terus melentang ke kakan dan kekiri melewati tubuh Chanyeol. Aku segera menatap Baekhyun dan Baekhyun segera menatap CCTV.

"Ma-ti-kan lis-trik-nya!" teriak Baekhyun dengan bibir yang dibentuk sejelas-jelasnya agar pihak yang melihat CCTV bisa mengerti. Tentu saja CCTV itu tak bisa mengantarkan suara, maka dari itu Baekhyun berusaha membentuk mulutnya dengan jelas. Tapi sepertinya pecuma karena listrik tak juga mati.

"Wow wow wow Baekhyun, jika mereka mematikan listrik, bagaimana kita bisa melihat dalam kegelapan? Dan oksigen?" tanya Chanyeol yang masih berbaring.

"Kau bisa memilih mati perlahan atau mati sekarang juga Park Chanyeol," kataku akhirnya menekan namanya sangat kesal. Oh astaga, apa yang aku katakan! Apa aku baru saja membentak bias ku?! Maaf maaf maaf. Makiku dalam hati.

Chanyeol membesarkan kedua matanya, "La-lagipula kau yang bilang resiko kehabisan oksigen masih lebih kecil dari pada mati tersengat listrik sekarang juga kan?" kataku berusaha mengelak kemarahannya.

"Awas saja kau ketika aku sudah bangun!" ketusnya. Sedangkan aku segera mengalihkan pandanganku membantu Baekhyun menatap CCTV.

Aku menunjuk-tunjuk Chanyeol, kemudian membuat tanganku memohon, kemudian membuat gerakkan tangan mencekik yang artinya mati. Ayolah semoga mereka mengerti bahasa tarzanku!

Dap.

Gelap seketika. Sepertinya...

"Listriknya mati!" sahutku.

Dug.

Seseorang memelukku! Siapa? Siapa? Tunggu.. basah?! Oh!

"Park Chanyeol?!" teriakku sambil berusaha melepaskan pelukkannya. Bukan aku tidak senang, oh pasti jantungku sudah berdegup lebih cepat lagi tapi... ini basah! "Akhh!! lepasss!!" kataku sesak karena nafasku tertutupi tubuhnya.

"Maaf." bisiknya.

"Apa??" kataku kurang mendengarnya dengan jelas.

Tapi ia segera melepaskan pelukkannya. Apa katanya maaf? Benarkah? Mungkin dia sekarang sadar kalau dari tadi hanya memarahiku dan aku menyelamatkan nyawanya! Menyebalkan!

Dup. Aku merasakan tanganku segera digenggam.

"Kau ada disebelahku kan? Jangan menjauh," kata Chanyeol segera. Aku mengangguk meski ia tak bisa melihatku. Dan ia bertanya apa aku disebelahnya? bahkan tadi ia bisa memelukku tanpa ada sedikitpun cahaya, apa dia bisa melihat dalam kegelapan? "Baekhyun!" teriak Chanyeol.

"Aku tepat disebelahmu!" kata Baekhyun dengan sinis.

"Hehe, maaf. Apa kau baik-baik saja?" kemudian terdengar Baekhyun berdehem. Seingatku ia sedikit takut dengan kegelapan, entahlah aku tak yakin. "Baiklah kita harus bagaimana sekarang?" tanya Chanyeol.

Ini aneh, kenapa pria ini bisa tiba-tiba ramah begini? Hm, memang dari awal sebenarnya ia sudah ramah. Mengobati lukaku, menuntun nenek itu, tapi sedikit berubah disaat-saat tadi. Mungkin karena tekanan dalam dirinya. Tapi tampaknya, suasana hatinya sedikit berubah membaik.

"Kau bertanya padaku? Bukankah sedari tadi kau yang memimpin?" tanya Baekhyun.

"Memimpin bagaimana?" tanya Chanyeol.

"Menyuruh ini dan itu," jawab Baekhyun.

"Aku-"

"Kita harus mencari sesuatu yang bisa menerangi," kataku lagi-lagi memotong kalimat Chanyeol. Tak ingin ada perdebatan.

"Kau selalu memotong kalimatku nona," kata Chanyeol.

"Dan namaku Zahra, Tuan Park Chanyeol." jawabku. Oh aku sudah gila berani selalu menjawab dirinya dengan ketus. Aku sudah tak waras!

"Baiklah Nona Zahra, kemana kita akan pergi selanjutnya?" ledekknya. Aku terdiam.

Tiba-tiba saja hatiku seperti menciut. Ini karena aku takut atau.. oh ini dingin sekali! Diam berdiri membuat udara yang melewatiku menembus lapisan-lapisan bajuku.

"Bo-boleh kita beranjak dari sini... di-dingin..." kataku mengigil.

"Baekhyun, mana punggungmu?" tanya Chanyeol tiba-tiba.

"Ini," jawab Baekhyun yang sepertinya memberikan punggungnya ke lengan Chanyeol.

Chanyeol menuntun kedua tanganku memegang pundak Baekhyun. "Kau pimpin jalan Baekhyun, jangan melepasnya Zahra." kata Chanyeol menjelaskan, kemudian aku merasakan tangan Chanyeol menyentuh pundakku, "Aku ada dibelakangmu, bajuku basah. Aku tak ingin kalian memegangnya."

"Baiklah, pertama-tama aku akan mencari kedalam mobil-mobil untuk menemukan senter ataupun ponsel yang masih bisa terselamatkan. Bagaimana?" tanya Baekhyun. Dan kemudian aku mendengar Chanyeol mengatakan 'iya'.

Perlahan kami terus berjalan menembus kegelapan. Teratuk apapun itu/tersandung, hingga beberapa kali menabrak punggung Baekhyun yang berhenti mendadak. Rasanya seperti berada didalam masa orientasi siswa saat LDKS tengah malam dimasa sekolahku. Mencari jalan di tengah malam saat perkemahan atau apapun itu. Tapi ini lebih menyeramkan, membayangkan kalau aku akan mati karena tak menemukan jalan keluar, atau mati karena akhirnya kehabisan oksigen atau.. tenggelam. Oh atau kemungkinan terbesar, mati kedinginan. Oh, badanku kini mengigil.

"Aku menemukannya!" kata Baekhyun akhirnya menemukan sebuah ponsel. Ia segera mengotak atik ponsel itu dan..

"AAAAaaaaa!!!!!" teriakku begitu ponsel itu berhasil menyala.

"Ada apa?" tanya Baekhyun segera menatapku.

"I-itu maaf aku kaget," kataku terbata menunjuk belakang Baekhyun.

"Ada ap- Aaaaaaaa!!!!!" Baekhyun ikut berteriak setelah membalik tubuhnya. Ia berjalan menjauh dari tempatnya tadi.

Ya, kami melihat mayat korban ledakan tepat berada di balik punggung Baekhyun yang menyeruak ke dalam mobil. Baekhyun dan aku segera saling tatap. Dan menghembuskan nafas kami bersama, kemudian tertawa.

Maaf ini memang bukan hal yang harusnya ditertawai, tapi ayolah aku harus menghibur diriku sendiri setidaknya aku menertawai mimik wajah Baekhyun dan diriku yang pasti sangat buruk tadi, bukan tentang mayatnya.

Kami kemudian menatap Chanyeol yang sama sekali tak memperlihatkan ekspresi wajah kaget ataupun tertawa.

"Ekhem, em, baiklah kita lanjutkan perjalannya." kata Baekhyun menggaruk belakang kepalanya yang tak gatal. Kami tak lagi jalan seperti kereta api, dan Baekhyun berbisik sebentar, "selera humor nya sudah hilang sekarang."

Aku menatapnya, "Sepertinya begitu," kataku pura-pura menghela nafas kecewa.

"Kalian membicarakanku?" tanya Chanyeol yang tiba-tiba menyahut dibelakang kami. Aku terdiam dan begitu juga dengan Baekhyun.

Kami melanjutkan perjalan sampai aku berhenti tiba-tiba, membuat kali ini Chanyeol menabrak punggungku.

"Aish!" keluhnya.

"Ma-maf, tapi, ada baikknya kalau kau bergati pakaian." kataku teringat bahwa bajunya basah.

Dia membesarkan kedua matanya, "Kau gila huh?" Ia tersenyum miring, "Apa kau ingin melihat abs ku?"

Aku memutar kedua bola mataku, "Apa aku masih bisa memikirkan hal itu?" aku menghela nafasku, "Bajumu basah Park Chanyeol, kau harus menggantinya sebelum kau mati kedinginan."

"Apa sekarang kau mengharapkan aku mati kedinginan setelah tadi mengharapkan aku mati tersetrum?" tanya Chanyeol berdecak.

Aku ikut berdecak, "Apa aku mengatakan hal itu? Kenapa kau sangat menyebalkan Park Chanyeol? Aku hanya mengkhatirkanmu! Terserahlah." kenapa dia berganti-ganti watak seperti ini! kesalku. Aku menarik tangan Baekhyun memintanya untuk kembali berjalan.

Chanyeol menahanku untuk berbalik lagi menatapnya, "Baiklah, aku ingin menggantinya. Tapi kau juga lihat bahwa aku tak membawa baju ganti."

"Ganti saja dengan baju yang dikenakan pria itu! Atau itu!" kataku sembari menunjuk mayat pria yang baru saja aku lewati dengan daguku.

"Kau benar-benar sudah gila!" katanya berlalu berjalan kedepanku. Aku menghela nafasku.

"Aku serius, kalian bisa bertukar pakaian, selama dia masih mengenakan yang kering," jelasku. Namun Chanyeol tak mendengarkan.

"Dia benar Chanyeol, kau bisa kedinginan." kali ini Baekhyun membantuku lagi.

"Baiklah baiklah," Chanyeol berhenti. "Aku akan berganti pakaian, tapi dengan seseorang."

Aku dan Baekhyun menunggu diluar sebuah mobil yang tak asing. Tangan Baekhyun menyodorkan sinar cahayanya ke dalam mobil. Dan kemudian Chanyeol keluar dengan berganti pakaian.

"Pakaian hyung terlihat bagus denganmu, meski sedikit kekecilan?" tanya Baekhyun menahan tawanya.

"Jangan tertawa!" jitak Chanyeol. Aku menatap Chanyeol dari atas sampai bawah, ternyata pakaian managernya lumayan cocok dibadannya. Pria tampan bebas memakaian apapun. Dan pakaiannya sudah ditukar dengan managernya itu.

Chanyeol menyodorkan sebuah sepatu tepat didepan wajahku.

"Gantilah sepatumu, kau bisa mati kedinginan dengan sepatu tak jelas itu," Ini entah ia sedang berusaha menolongku atau menghinaku? aku bingung harus berterimakasih atau menjitaknya saja! "Cepat ganti sepatumu!" lanjut Chanyeol menghentikan lamunanku.

"Tidak terimakasih, sepatunya terlalu besar." kataku berusaha sehalus mungkin karena aku sudah kasar berkali-kali kepadanya. Tak seharusnya, tapi sepertinya akupun hilang kesadaran.

"Baiklah jika kau menolak, terserah." katanya. Dan akupun tak perduli lagi.

Namun tiba-tiba ia mendorongku ke sisi dalam mobil dengan pintu yang terbuka, membuatku jatuh terduduk di kursi depan pintu. 

Ia membuka sepatu ku segera.

"Apa yang kau lakukan?!" kataku terkejut.

Ia segera melepaskan sepatuku, melepas kaos kakiku yang sudah basah, dan memperlihatkan kakiku yang memerah. Ia melirikku sebentar sambil menggeleng. Diambilnya sepatu yang entah dari mana ia dapatkan, kemudian menyumpal bagian depannya dengan bahan kaos yang entah kapan ia sobek. Dan memakaikannya ke kakiku dengan kasar.

"Sudah, beres kan. Dasar tak ada akal." lanjutnya melepas kakiku yang sudah mengenakan sepatu. Rasanya lebih hangat meski tak terlalu nyaman. Modelnya sepatu pria, tapi sangat hangat.

Aku memasukan kakiku kedalam genangan air, dan rasanya ini lebih baik, karena aku tak merasakan kedinginan lagi.

Dap Dap. Kini langkahku bertambah lambat karena belum terbiasa dengan sepatu yang ku kenakan. Kini keduanya terhenti kembali tepat didepan taxiku. Ya, kami melewati tempat ini lagi.

Aku mengigit bibirku menahan sakit hati yang aku rasakan. Lagi-lagi harus melihat kedua temanku yang tergeletak tak bernyawa disana. Chanyeol menatapku, "Kenapa?" tanyaku heran.

"Kau ambil jaketnya dan kenakan. Sepertinya coat yang kau pakai tidak cukup hangat," kata Chanyeol.

Aku segera menggeleng, "Tidak, nanti mereka bisa membeku." kataku masih menatap kedua temanku.

Chanyeol menarik tanganku segera ke arah leher temanku dimana nadi itu tak berdenyut lagi, "Mereka sudah tiada. Dan mereka akan senang jika bisa menyelamatkanmu."

Aku menghela nafasku, tapi jaket mereka ada bercak darahnya, aku tak bisa mengenakannya. Aku menatap Chanyeol lagi, berbeda dengan pakaian yang dikenakan Chanyeol milik managernya yang masih bersih. 

Aku kemudian menyeruak kedalam taxi untuk mengecek apakah ponselku masih ada, dan beruntung aku menemukannya di bawah jok. Begitu juga dengan ponsel kedua temanku yang ternyata ada dikantung mereka. Aku mengambilnya, pasti akan berguna nanti.

Namun aku meletakkan milik Lisa karena ternyata ponselnya dikunci. Aku keluar taxi itu dan kembali berjalan, meneruskan perjalanan.

"Kau keras kepala juga," kata Chanyeol yang akhirnya mengikuti langkahku.

"Aku mual dengan bau darah, jadi aku tak bisa mengenakan jaket mereka, maaf." jawabku sembari mengutak atik ponsel yang ku pegang.

Baekhyun kembali menatap sesuatu, "Apa itu sebuah lubang?" tanyanya pada sisi terowongan yang rendah. Aku dan Chanyeol segera mengikuti arah pandangannya.

"Ya, itu lubang." kata Chanyeol.

"Tapi sepertinya bukan sembarang lubang," mereka menatapku, "maksutku, itu bukan jalan keluar." kini aku membesarkan kedua mataku.

Mereka ikut membesarkan kedua matanya, khawatir. "Itu retakkan." kata Chanyeol lemah.

"Seberapa banyak lubang seperti ini? terowongan ini rentan hancur," lanjutku.

"Tidak..." bisik lemah Baekhyun mengusap wajahnya cemas.

Kami terdiam sebentar. Pasrah karena belum juga menemukan jalan keluar lainnya, sedang kemungkinan mematikan kembali kami temukan. Disisi berlainanpun aku belum tau bagaimana keadaan Suho, Kai, Sehun dan nenek-kakek itu. Apa mereka baik-baik saja ketika listrik padam? Apa Sehun baik-baik saja?

Aku ikut mengusap wajahku cemas. Sampai Chanyeol melihat jam ditangannya, "kita kembali,"

Baekhyun mengangguk, "Kita sudah melakukan yang terbaik," katanya menatapku.

Aku menatap jam ditanganku, lima menit lagi tepat pukul tiga. Dan tandanya kami harus berkumpul menentukan nasip selanjutnya. Panjangnya terowongan ini entah berapa ratus meter sampai rasanya sangat melelahkan bagiku. 

Kami berjalan ke arah tempat yang telah ditentukan untuk berkumpul. Sesekali tetap memperhatikan jalan yang kami lewati, siapa tau ada jalan keluar yang kami lewatkan. Namun nyatanyapun kami tak menemukan apapun. Hanya kehancuran yang semakin menyiksa.

Jalan yang kami lalui masih hanya diterangi oleh cahaya dari ponsel yang Baekhyun temukan, sementara yang lainnya akan digunakan saat baterai ponsel itu habis. Meski tak merasakan dingin dikakiku, namun tengkuk leherku kini semakin membeku. Belum lagi kepalaku yang terasa kaku.

Sebuah cahaya didepan kami seolah menyorot mata kami. Dan aku bisa menebak, kami semakin dekat dengan tempat pertemuan. Baguslah mereka menemukan ponsel lainnya untuk menerangi mereka.

Kini aku bisa melihat mereka turun dari atap mobil dan menatap kami dengan wajah cemas namun mengerti dengan situasi buruk ini.

"Tak apa," Suho yang pertama paham. Ia menepuk pundak Chanyeol dan Baekhyun, kemudian tersenyum sembari menepuk pundakku juga, "Terimakasih sudah bekerja keras."

"Hhh..." Kai menghela nafasnya. "Baiklah tak apa, kita bertahan pada pilihan kedua."

"Pertama, apakah kalian semua baik-baik saja?" tanya Suho memastikan. Ia mengecek keadaan Baekhyun, aku dan kemudian ia terhenti menatap Chanyeol.

"Nanti akan ku ceritakan," kata Chanyeol paham dengan keheranan Suho. Suho mengangguk, "Sehun, kau baik-baik saja?" kini kami menatap Sehun yang terdiam diatas mobil menggendong anjing kecil itu masih terdiam.

"Sepertinya kondisinya memburuk," bisikku pelan. 

"Nanti akan aku atasi," kata Baekhyun, "Sekarang, apa yang kalian temukan?"

"Tidak ada mobil yang utuh untuk dibuat berlindung didalamnya, jadi tetap pada keputusan awal untuk bertahan diatasnya. Kami menemukan beberapa lembar koran yang kering sehingga bisa digunakan alas untuk insulasi. Kami juga meminjam beberapa syal, baju, topi yang masih bisa digunakan, dan aku hampir lupa kotak obat kita tertinggal di ujung terowongan sana, tapi aku tak lupa untuk mengambilnya lagi." jelas Kai.

"Baiklah, tahap awal kita aman. Kami juga mengambil beberapa ponsel yang bisa digunakan untuk penerangan selama listrik mati," jelas Baekhyun.

"Berita buruknya, debit air yang masuk bertambah satu kepal setiap tiga puluh menit. Jika listrik mati, setidaknya ada satu sampai dua jam lagi aku tak yakin oksigen akan menipis atau benar-benar habis." Suho mengatakannya dengan berbisik.

"Apa kita memiliki makanan atau air?" tanyaku. Mereka menatapku.

"Kami menemukannya, sangat sedikit. Tiga botol air minum, dan dua batang coklat. Hanya itu," jawab Suho.

"Pertama, berikan minum dan makanan pada Sehun, kakek dan nenek. Kondisi mereka paling parah. Kemudian dua botol sisanya bisa dibagi berlima. Melihat keadaan Sehun yang tak stabil, jika berlarut lama ia akan terkena Seasonal affective disorder."  jelasku.

"Apa itu?" tanya Baekhyun.

"Itu dikenal juga dengan winter depression, winter bluesseasonal depression yaitu gangguan mood atau tanda-tanda depresi yang dialami orang dengan kesehatan mental pada musim dingin ekstrim. Suasana hati nya juga berubah tergantung pada bagaimana terionisasi udara sekitar, atau lebih memungkinkan kita semua bisa menderita hipotermia dan tidak berpikir jernih," jelasku. Aku paham betul hal ini karena sebelum kesini, aku bahkan mempelajarinya.

Mereka mengangguk paham, "Dengar, jangan biarkan pikiran kalian kosong. Carilah teman untuk mengobrol, bicarakan tentang apa pun yang tidak ada kaitannya dengan masalah ini. Buatlah lelucon, atau pikirkan projek baru kita dan langkah demi langkah di pikiran kita. Pikiran adalah salah satu aset terbaik dalam situasi krisis seperti ini." kata Suho khawatir. Aku dan yang lainnya segera mengangguk mengerti.

"Jangan lupa beritahu yang lainnya jika kalian juga sudah merasa tak nyaman, seperti mulai merasa terkena radang dingin (frostbite) atau hipotermia, atau dari kalian menyadari seseorang diantara kita terkena itu," kali ini Baekhyun yang ikut berkomentar.

Suho memegang pundak Baekhyun dan Kai yang ada diantaranya, "Maaf karena aku tak bisa berbuat banyak," keluh Suho.

Baekhyun dan Kai membalas menepuk pundak Suho, "Kau yang tebaik hyung, bahkan dalam kondisi seperti ini, kau tetap yang terbaik." kata Baekhyun menatap Suho.

"Aku baru pertama kali mendengar kau mengatakan itu," tawa Suho.

"Ya, ku akui, kau memang bukan yang terlucu, tapi kau leader terbaik, oke?" tawa Baekhyun. Suho mengangguk.

"Baiklah, ayo kita bertahan." kali ini Chanyeol menghela nafasnya. Sedari tadi ia terdiam, dan aku bisa melihat ada sesuatu yang ia tahan di kedua bola matanya. Apa ia menahan air matanya?

Chanyeol membantuku menaiki bagian mobil depan untuk kemudian merayap ke atas mobil van yang lumayan besar karena bisa memuat empat orang diatasnya. Aku, Chanyeol, Baekhyun dan Sehun menaiki mobil yang sama. Suho memerintahkan Sehun pindah agar Baekhyun dan Chanyeol bisa berbincang padanya. Sehun memang menggerakkan tubuhnya, masih bisa mendengarkan perkataan kami, tapi matanya kosong. Sedang didepanku, Suho, Kai dan tentu dengan nenek-kakek beserta anjingnya terlihat berusaha berbincang juga.

Baekhyun melilitkan sebuah syal padaku, dan kemudian tersenyum. Kini pandangannya teralihkan menatap Sehun. Sepertinya ia mulai mencoba ingin berbincang dengan Sehun. Sementara aku sudah meneguk dua tegukan air agar tak dehidrasi.

Sehun masih menolak untuk makan dan minum, namun kemudian aku bisa melihat dirinya akhirnya minum meskipun hanya beberapa tegukan.

Tok Tok

Sebenarnya sedari tadi aku mendengar sesuatu. Tapi aku masih berusaha mengalihkan pendengaranku, takut jika aku malah berhalusinasi. Tapi ketukan itu seolah menghantuiku terus menerus.

"Chanyeol-ah," panggilku pada Chanyeol yang berada disebelahku. Ia menoleh. "Em, kau.. mendengar sesuatu?" tanyaku mengangkat kedua alisku ragu. 

Ia mengerutkan keningnya, sepertinya ia tak mendengarnya. Apa hanya aku yang mendengarnya? Apa ini halusinasiku? Ia menggeleng. Benarkah ia tak mendengarnya? Tapi kenapa sangat terasa jelas ditelingaku? Tapi beberapa orang memang sedang mengobrol pasti suaranya jadi tak terdengar.

Tok Tok  

Suara itu terdengar lagi, "Ashh!" kesalku memukul telingaku. 

Baekhyun segera menatapku cemas, "Kau baik-baik saja?"

Aku segera menoleh, jangan membuat mereka khawatir! Karena sampai sekarang Sehun saja belum ingin berkata apapun! Aku segera menggeleng dengan memaksakan senyumku. 

Ah sepertinya tingkahku membuat hening seketika, karena Kai dan Suho juga ikut menatapku.

"A-aku baik-baik saja," aku segera menunduk tak ingin menatap wajah mereka.

"Ada apa?" kali ini Suho sedikit berteriak bertanya padaku.

"Kau mendengar suara lagi?" tanya Chanyeol memegang pundakku.

Aku segera menatapnya, ingin menggeleng, "Suara apa?" tapi Baekhyun bertanya.

"Tadi ia mengatakan, ia mendengar sebuah suara, tapi aku tak mendengarnya, maaf.." Chanyeol memperlihatkan wajah menyesalnya.

"Tidak, mungkin hanya halusinasiku saja," kali ini aku berusaha terlihat baik-baik saja. "Atau-"

"Kau mendengarnya?" kali ini semua mata tertuju pada Sehun. Akhirnya ia mengatakan sesuatu, tapi tunggu, apa ia juga mendengar hal yang sama denganku?

"Se-Sehun, ka-kau mendengarnya juga?!" kagetku menatapnya.

Sehun akhirnya tak menundukkan wajahnya, ia menatapku dengan wajah memprihatinkan. Ia mengangguk pelan.

Dia mendengarnya?

~TBC~


***

Author Note:

Hallo!!!! Maaf ya sudah membuat kalian menunggu, Ekhem.. 
Btw, saya ingin menjelaskan beberapa pertanyaan readers di comment.
Fyi, benar bahwa ini versi short story dari 'That Day' one shoot yang saya buat saat ikut dalam Festifal Genre kategori 'Fan Fiction" di sebuah group kepenulisan ( Nusantara Pen Circle ) karena disana nama author dirahasiakan untuk keperluan votting, dan karena dibatasi hanya 1000 words saya cuma bisa buat one shootnya saja. Jadi Taram!!! Inilah versi lengkapnya, dengan banyak tambahan adegan yang diperjelas, tapi memang beberapa nama saya ubah, judul pun juga dan... endingnya juga akan berubah, jadi maaf banget ya. hehehe, the good news 'That Day' mendapat urutan ketiga di Festifal Genre tersebut. Dan untuk genre lainnya, saya berhasil menang sebagai terfavorite dan terpopuler loh hihihi... kalau mau baca boleh kok, saya menang di kategori genre 'Romance' judulnya 'Introvert' dan terpopuler di genre 'thiller' judulnya 'Twenty Two' yey!! linknya ada di bio saya kalau mau mampir ke sana ^^

Sekali lagi, makasih ya masih bersedia membaca cerita-cerita karya saya ^^ 

LOVE YOU ALL! EXO SARANGHAJA!!!!!


xoxo

dwen_michan


Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top