The Darkness (Bagian 9)
The Darkness
Story by zhaErza
Naruto milik Kishimoto Masashi
SPESIAL MOMEN SASUSAKU FANS DAY 2017
Terinspirasi dari Inuyasha
Summary: Sakura dan neneknya hanyalah seorang tabib yang terkenal sangat mujarab, mereka akan mengobati siapa pun yang terluka, hingga seorang pelayan salah satu klan terpandang meminta bantuannya untuk mengobati tuan muda mereka yang sakit parah.
.
.
.
Chapter 9
.
.
.
Malam di saat terang bulan, sesosok aneh terbang membelah awan. Tak terlihat jelas bentuk tubuhnya, hanya sepasang sayap mengerikan yang tertangkap mata telanjang, jika dilihat dari balik jendela. Tubuh lelaki yang berkulit cokelat itu mendarat saat mata merahnya menangkap gerbang desa yang menjadi tempat bersembunyi rakyat-rakyatnya. Di wilayah Selatan, Uchiha Sasuke sang pewaris berjalan cepat untuk menemukan para petinggi Uchiha lainnya.
Angin bertiup dan menggoyangkan rambut pendek mencuat, mata elang menatap para petinggi yang tergopoh-gopoh berjalan dan menghadap dirinya, menyujudkan diri dan berterimakasih kepada Tuhan karena menyelamatkan sang tuan muda.
"Hamba sangat bersyukur, Tuan Muda datang dengan selamat."
Sasuke menganggukkan kepala dan ia mengikuti para petinggi Uchiha yang mempersilakannya masuk ke ruang peristirahatan khusus untuknya.
Lelaki itu mengistirahatkan diri, ia memberi perintah kepada bawahan, bahwa esok pagi mereka akan melakukan pertemuan untuk membahas masalah desa. Untuk sekarang, lelaki Uchiha itu lebih memerlukan rihat, tubuhnya letih bukan main karena dipaksa terbang dan mengejar waktu. Malam kian larut, perlahan cahaya api dari lilin terendam oleh kegelapan malam, meninggalkan gulita yang menyelimuti tubuh.
Seperti yang sudah diperintahkan, pagi harinya setelah mengisi perut, mereka para petinggi istana berada di ruang rapat untuk membicarakan permasalahan desa. Sasuke masuk setelah teriakan beberapa pengawal mengiringinya, para petinggi dan jendral memberi hormat, dan mengangkat kepala ketika sang penguasa Uchiha memberi wewenang.
Lelaki itu menjelaskan apa yang terjadi, yang didukung oleh beberapa orang kepercayaan seperti jendral Kabuto, yang kemudian melanjutkan penjelasan mengenai apa yang dilihatnya di wilayah istana Uchiha. Suasana menjadi keruh karena mereka para petinggi tak mempercayai kalau dalang dari semua ini adalah kerajaan Suna yang sudah beraliansi sejak era tuan besar Madara.
"Kalau begitu, tujuan mereka sejak awal memang ingin menjatuhkan istana Uchiha dan mengambil kekuasaannya." Pernyataan Obito keluar begitu saja, lelaki yang merupakan paman dari Sasuke itu mengerutkan alis, dan menatap para petinggi lain yang berwajah resah sepertinya.
Mereka sedang terusir sekarang, menumpang di salah satu desa terpencil yang memiliki wilayah luas, Sasuke bersyukur Itachi memiliki banyak rencana yang sudah disusun sejak lama, lelaki itu sepertinya memang selalu awas terhadap apa pun.
"Ya, rencana jangka panjang. Awalnya dengan bersatunya kedua klan kuat, maka mereka akan bisa lebih berkuasa untuk menjatuhkan klan lain. Namun, di balik itu semua, tujuan utama Suna adalah untuk menghancurkan dan menguasai Uchiha." Sasuke menaruh siku di atas meja, kedua tangannya saling menggenggam di depan dagu.
"Hamba rasa, Suna sejak awal sudah memperhitungkan, Tuan Muda. Bahwa suatu saat tuan besar Fugaku akan meninggal dunia, begitu pula dengan tuan muda Itachi yang kondisi tubuhnya memprihatinkan, maafkan kelancangan hamba. Namun, inilah pendapat hamba, Tuan Muda."
Sasuke menganggukkan kepalanya, benar apa yang dikatakan salah satu petinggi itu, Suna benar-benar menyusun rencana dengan apik. Rasanya sulit untuk mempercayai kalau Gaara yang kelihatan perhatian dengan sang kakak, juga merupakan salah satu dalang dari hancurnya Uchiha. Ya, ekspresi memang bisa menipu, hanya orang licik yang dapat melakukannya.
"Itachi-niisama mengatakan kalau sebaiknya kita meminta bantuan kepada Klan Hyuuga. Fokus utama kita adalah merebut kembali istana dan menyelamatkan tahanan. Lalu, setelah itu kita bentuk pasukan khusus dan meminta bala bantuan dari klan besar lainnya, Nara dan Akimichi pasti mau membantu kita."
.
.
.
Siang hari yang terik, Sasuke dan Kabuto masih berbenah dengan para pasukannya. Mereka mengutus beberapa pengawal agar mencari tabib di desa ini untuk mengobati para prajurit yang terluka. Makan siang bersama dan berkeliling memeriksa rakyat yang bertempat di desa ini. Banyak yang menunduk hormat saat ia lewat dengan kuda dan beberapa pengawal. Di belakangnya selain Kabuto, ada pamannya Obito yang sudah berada di sini sedari awal saat membantu rakyat mengungsi.
Para rakyat terlihat sudah mulai membiasakan diri, bercocok tanam, berdagang dan ada pula yang membantu membangun rumah. Cukup tenang dengan perekonomian yang beberapa minggu lalu sempat terdesak karena kedatangan mereka, perlahan berjalan normal karena rakyat dari desa naungan Uchiha membawa cukup banyak perbekalan. Beberapa ada yang membawa emas dan perak, atau bahkan hasil kebun untuk kebutuhan mereka. Setidaknya hal itu membuat para penduduk desa ini tidak kesulitan dalam berbagi makanan secara gratis.
"Jadi, setelah ini kita akan mengunjungi klan Hyuuga. Paman rasa, kita biarkan dulu para musuh merasakan kemenangan mereka, lagi pula kita masih harus memulihkan kondisi rakyat yang terlihat masih tertekan. Setidaknya, sekarang kita adakan upacara pengangkatanmu sebagai kepala klan. Agar rakyat percaya dan lega karena mereka masih memiliki pemimpin dan pewaris Uchiha."
"Saya menyetujui yang dikatakan tuan Obito, Tuan Muda. Walaupun berada di sini kita hanya sementara waktu, setidaknya kita harus tetap memberikan kepercayaan kepada mereka, bahwa Uchiha bisa menangani hal ini. Maafkan kelancangan saya, jika Tuan Muda tidak berkehendak."
"Kalian benar, ayahku dan kakakku telah meninggal dunia, dan seharusnya aku menarik minat para rakyat untuk mempercayaiku sebagai pemimpin yang akan membimbing mereka. Setidaknya kita pulihkan dahulu kondisi masyarakat di desa ini. Penjagaan dan rasa aman, itu yang akan kita dahulukan." Sasuke turun dari kudanya dan menatap cahaya matahari dari bawah bukit, ia mengingat nama seseorang ketika memandang mentari yang terik dan sinarnya mengintip dari sela-sela daun.
Sakura, apa kau baik-baik saja?
Beberapa hari setelah kedatangan Sasuke ke desa tersembunyi Uchiha, lelaki itu menepati janjinya untuk membuat para rakyat merasa aman dengan menambah jumlah pengawal. Sang kepala desa, Kakuzu menjelaskan kalau pasukan pengaman desa tak sebanyak seperti di istana inti Uchiha, maka dari itu Sasuke memberi titah bagi setiap lelaki yang berkeinginan untuk menyelamatkan desa untuk berkumpul di alun-alun desa agar Sasuke bisa melatih mereka menjadi seorang prajurit.
Sore itu, para lelaki berkumpul, tak seperti dugaannya, jiwa patriot itu membara saat melihat ratusan orang sudah berada di alun-alun seperti perintahnya.
Sasuke yang menaiki kuda dan berjalan perlahan pun berdiri di depan para calon prajurit.
"Aku sangat bangga kepada kalian para pejuang, dengan gagah berani dan keteguhan hati, kita akan memulai latihan untuk memperjuangkan desa kita ini. Kalian akan dibimbing oleh para pahlawan perang. Jendral Kabuto, kapten Kiba, kapten Shino dan kapten Jirobo."
Nama-nama yang dipanggil Sasuke sudah maju di depan para lelaki yang ingin meningkatkan penjagaan.
"Baiklah, bagi menjadi tiga bagian, masing-masing kapten akan membimbing kalian dan kalian akan diawasi langsung oleh Jendral Kabuto. Membara lah para prajurit perang!"
Mereka yang berada di bawah pengawasan sang kapten mulai berlatih, bertarung dengan tangan kosong, melatih kemampuan pedang dan memanah. Sang kapten selalu dengan sigap membimbing dan juga memberi arahan jika para calon prajurit kesusahan. Mereka terus berlatih hingga matahari perlahan tenggelam.
Minggu selanjutnya, para pengaman desa sudah terbentuk dengan setiap regu yang berjaga bergantian, mulai dari perbatasan desa, di bagian-bagian tertentu hingga berkeliling untuk mengawasi dan menjaga para penduduk yang sedang beraktivitas. Kebanyakan yang bergabung dalam regu keamanan dan prajurit adalah para pemuda desa yang jumlahnya cukup banyak, dengan semangat muda mereka tentu sangat diharapkan untuk menjaga desa dengan teguh nantinya.
Upacara pengangkatan Sasuke sebagai ketua klan sudah dilakukan beberapa hari kemudian, saat situasi telah stabil dengan ketatnya penjagaan yang telah dibentuk. Lelaki itu kini sedang mempersiapkan diri untuk melakukan kunjungan resmi ke wilayah kerajaan Hyuuga, saat meninggalkan desa ia akan membawa beberapa orang kepercayaannya seperti sang paman dan jendral Gai, setra beberapa petinggi lainnya. Desa akan dijaga ketat selama ia pergi melakukan kunjungan.
Sasuke berada di ruangannya, di atas meja dengan sebuah kertas dan alat tulis, ia mengambil kuas dan mencelupkannya kepada tinta. Laki-laki itu menulis, setelahnya membungkus kecil surat dan berjalan ke arah jendela untuk memanggil elangnya.
Kalung dengan bandul berbentuk peluit, kemudian ditiup beberapa kali. Elang mengarungi langit di atasnya, mengepakkan sayap dan menungkik tajam menuju lengan Sasuke yang berada di luar jendela. Lelaki itu menarik lengannya dan mengelus kepala sang elang, lalu memasukkan sebuah gulungan kertas kecil yang berisikan pesan untuk sang gadis yang berada di belahan bumi lainnya. Sorot matanya menghangat, bibirnya tersenyum tipis kala ia mengingat sosok yang selalu dimimpikannya.
"Pergilah, ke rumah Sakura, Taka." Sasuke membuang lengannya dan membiarkan sang elang kembali mengarungi angkasa, menuju tempat yang diucapkannya tadi dengan kecepatan tinggi.
.
.
.
Sinar matahari memasuki celah jendela yang masih tertutup tirai, mata yang terpejam pun terganggu dan perlahan berkedip-kedip gusar. Tidurnya telah dikacaukan, sang tubuh yang berada di atas futon kini menggeliat pelan, membuka kelopak dan membiasakan diri dengan cahaya mentari. Linglung merasuki otak, tubuh itu menegak, lalu duduk sambil menggerakkan tangan untuk menggaruk kepala. Ia celangak-celinguk, ketika menyadari bahwa ini bukanlah kamar dari kediamannya.
Kepalanya yang merah muda menatap sekeliling ruangan, terlalu indah untuk kamar yang ditempati oleh dirinya yang merupakan seroang tabib−tunggu! Apa yang sebenarnya terjadi? Alis sang pemilik tubuh berkerut cemas. Pikiran terus memburunya dengan pertanyaaan, bagaimana bisa ia di sini? Kenapa? Siapa? Ah, itu dia! Seseorang berambut merah, iya ... orang itu pasti yang membawanya ke sini. Lalu, untuk apa?
Haruno Sakura, lantas berdiri dan merapikan kimono tidurnya yang masih sama seperti malam kemarin. Ia menatap ruangan megah itu dan mengintip dari jendela.
"G-gurun?"
Gadis itu membuka tirai lebih lebar, untuk menyadarkan pada sang otak yang kemungkinan membuatnya terjebak dalam mimpi. Namun, tidak. Karena yang tersaji di depan mata adalah kenyataan. Itu adalah lautan pasir.
"Ba-bagaimana bisa? Di mana aku?" Sakura berjalan mundur, ia kebingungan. Sudah berapa lama ia berada di sini? Otaknya terus menerka-nerka dengan berbagai pertanyaan yang menghampirinya begitu saja.
Sakura panik, ia berjalan cepat ke arah pintu dan mencoba menggesernya. Tetapi, alat penghubung ruangan itu sama sekali tak bisa dibuka. Ia menggedor dan kemudian menundukkan kepala kesal.
Hanya ada jendela, namun ketinggian ruangan yang ditempatinya ini cukup menyulitkannya untuk melarikan diri. Lagi pula, jika ia berhasil keluar dari ruangan ini, ia tetap akan mati karena yang berada di hadapannya adalah hamparan padang pasir yang tandus. Ia sama sekali tidak mengenali dan belum pernah bertapak di tanah berpasir itu. Sama sekali tidak berpengalaman, tidak seperti saat berada di hutan bersama Sasuke.
"Sasuke," bisik sang gadis. Nama itu tiba-tiba teringat olehnya dan ia hanya bisa mencengkeram bagian ulu hatinya. Tiba-tiba ia menyesal karena tak memercayai kekhawatiran tuan muda Uchiha itu.
Matanya terbelalak, jangan bilang kalau penculikan ini−ya benar penculikan adalah karena ia seorang Haruno yang dahulu sangat tersohor dengan kemampuan kekkai? Tidak! Tidak! Jika hal itu benar terjadi, maka ia akan dijadikan budak untuk melindungi negera ini, dan akan tinggal di penjara, namun ia berada di ruangan megah ini. Sakura menghela napas, ia agaknya lega walau hatinya menjerit atau penculikan ini, dan yang terpenting ia hanyalah seorang gadis Haruno yang sialnya belum menguasai seluruh kemampuan yang diturunkan oleh leluhurnya.
Suara geseran pintu terdengar, Sakura membalikkan tubuh dan menatap seseorang yang masuk ke ruangan ini. Lelaki berambut merah dengan kimono mewah kebesarannya. Mata Sakura terbelalak, tidak mungkin.
"Nona Sakura," ucap seseorang itu, sedang sang gadis yang dipanggil namanya mengerutkan alis dan menatap waspada.
"A-anda?" bisiknya dengan rasa tanya di dalam benak.
Lelaki itu semakin mendekatkan diri, dan tersenyum tipis melihat sang gadis yang berjalan mundur. Paras waspada itu dan kerutan alis yang menandakan keseriusan. Rei Gaara menghela napas dan kembali memberikan senyum tulus, untuk menyejukkan hati sang gadis Haruno.
"Apa kau takut, Nona Sakura?" Gaara tak mendekatinya, lelaki itu mendiamkan diri setelah hanya berjarak beberapa langkah dari tempat Sakura berdiri.
Lama Sakura terdiam, gadis itu lalu mencoba untuk menanyakan penyebab dirinya berada di sini, namun tidak, ia menyimpan pertanyaan itu.
"Jadi, saya berada di Suna?" Sakura mengingat penjelasan tuan muda Itachi dahulu, saat ia menanyakan dari mana sang tuan muda klan Rei itu berasal.
Tersenyum lagi, Gaara menganggukkan kepalanya, namun tak membuat perasaan Sakura menjadi lega. Paras waspada itu tak berkurang meski sang lelaki telah memberikan kesan ramah.
"Tenanglah, kau tak akan kusakiti, Nona Sakura." Mata yang sama hijau dengan Sakura kini menatap tenang sang gadis. "Kalau ada yang kau butuhkan, kau tinggal memanggil pengawal yang berjaga di depan pintu. Aku hanya ingin melihat kondisimu, tetapi sayangnya aku juga tak bisa lama karena harus mengurus hal lain, permisi." Gaara membalikkan tubuh, dan berjalan melewati pintu. Lelaki berambut merah itu hilang dalam pandangan mata Sakura.
Gadis itu mendudukkan diri, di bawah meja rendah yang sudah tersaji hidangan berlebihan. Tangannya mengurut pelipis yang mendadak berdenyut, dan Sakura hanya bisa mengerang marah, karena yang ia ingat hanya sebatas gulita dan sosok lelaki berambut merah yang memaksa dirinya untuk bertatap muka, hingga ia hilang kesadaran. Walau sudah beberapa hari tak sadarkan diri akibat ulah lelaki berambut merah, nyatanya rasa lapar yang menggeluti perutnya tak membuat Sakura menyuapkan hidangan dari pelayan. Gadis itu masih berpikir.
Apakah laki-laki yang dia lihat itu adalah Gaara? Tetapi, kalau benar ... tujuan membawanya ke wilayah Suna untuk apa? Gaara memang mengetahui kalau ia berasal dari klan Haruno yang telah musnah, namun apa lelaki itu juga mengetahui asal usulnya dengan jelas? Atau ini semua terjadi karena ia terlibat dengan klan Uchiha dalam penyelamatan tuan muda desa itu?
Sakura dipusingkan dengan segala persepsi yang memenuhi pikirannya, Gaara setahunya tak tahu jelas prihal dirinya, lelaki itu hanya asal menebak apakah ia berasal dari klan Haruno yang berdiam di wilayah Utara dan telah musnah belasan tahun lalu, karena mereka memiliki marga yang sama. Jadi, kemungkinan kalau klan Rei mengetahui tentang kemampuannya dapat diminimalisir. Lalu, apa alasan sebenarnya mereka membawanya ke tempat ini? Bukan sebagai tahanan perang yang semestinya harus berada di penjara?
Dalam rasa tanya yang memenuhi kepala, di sisi lain sang kepala klan muda tengah berjalan masuk ke ruangan berbeda yang terlihat jauh lebih megah, pengawal yang berjaga di depan pintu meneriaki namanya. Di dalam sana duduk sang kakak yang mengendalikannya, yang selalu mengaturnya, seperti titah sang ayah terdahulu, yang berstatus sebagai salah satu petinggi di istana.
Sang sulung Rei memberikan senyum puas kepada adiknya.
"Niisama," bisik Gaara menghadap kepada kakak lelakinya.
"Ah, kau sudah bertemu dengan gadis Haruno itu, Gaara?" sang lelaki tersenyum tipis, dingin hingga membekukan wajah Gaara.
Lelaki itu mengangguk, masih dengan tubuhnya yang menunduk hormat.
"Gadis Haruno yang tersisa, lihatlah Gaara. Sekali tepuk dua lalat tertangkap. Ini melebihi ekspetasiku, kau menemukan yang selama ini kucari Gaara, Haruno dan kekkai luar biasanya. Sangat bijaksana ketika kau menyarankannya agar dibawa ke istana, walau dengan sedikit paksaan."
Kepala merah Gaara masih tertunduk, lelaki itu tak mengerti kenapa kakaknya bisa sedemikian senang dengan kehadiran gadis Haruno yang kemungkinan belum menguasai kekuatan spiritualnya secara utuh.
"Bukankah dia kelihatan seperti gadis biasa, ia hanyalah seorang tabib. Tidakkah kita yang terlalu berlebihan melibatkannya dengan semua ini, Niisama?"
Lelaki yang duduk di depannya itu tersenyum semakin lebar, aura dingin tetap berada di sekeliling tubuhnya.
"Tegakkan kepalamu, Gaara."
"Apa kau tak menemukan salah satu idetitas penting pada dirinya?"
Dahi sang lelaki bermata jade mengerut dalam, identitas apa yang dimaksud oleh kakaknya ini? Ia hanya berbicara sebentar dengan gadis Haruno, dan tak terlalu memerhatikan gadis yang berada di salah satu kamar di kastil ini.
"Dia adalah bagian dari keluarga inti Haruno, gadis itu masih belum bisa kuketahui kekuatan spiritualnya sampai di mana, namun kita bisa mencobanya nanti. Buatlah ia menceritakan segalanya, Gaara ... kau pasti bisa memujuknya dengan hatimu, bukan? Uchiha tak akan diam saja, mereka akan segera membalas perbuatan kita, merebut kembali desa dan istana mereka. Dan setelah itu, desa ini akan diserang walau kemungkinannya cukup rendah. Tetapi, jika kita memperkuat kastil dengan kemampuan kekkai Haruno, tidak akan ada yang bisa menjatuhkan kekuasaan Suna."
Gaara menghela napasnya, dalam benaknya ia tak menyetujui rencana sang sulung, namun tak membantah. Matanya yang jade menatap sebuah cawan dupa yang diatasnya ditusukkan boneka kayu kecil.
"Baiklah, Niisama. Akan saya usahakan."
"Segera kabarkan kepadaku jika kau sudah membangkitkan kemampuannya. Jika perlu, dia akan menjadi pasanganmu nantinya. Buat ia terbuai, dan dapatkan hatinya. Setelahnya ia akan menyerahkan apa pun kepadamu, Gaara."
"Baik, Niisama. Saya permisi."
.
.
.
Ketukan pintu terdengar, setelah pertemuan ke dua kalianya dengan sosok sang kepala klan Rei, Sakura kini tak pernah lagi bertatap muka dengannya. Lelaki berkepala merah itu datang hanya untuk menanyakan kabarnya dan apakah ia betah bertetap di ruangan ini. Pertanyaan yang sangat bertolak belakang dengan fakta yang terjadi bahwa ia adalah seorang gadis yang sedang ditawan dalam sangkar emas. Keajaiban keberapa yang telah mengubah kedamaian hidupnya, mulai dari kedatangan Uchiha dan dibawa ke istana tuan muda berambut kelam, dan sekarang ia berada di tempat orang-orang berambut merah.
Beberapa pengawal menghadapnya, dan memberi hormat.
"Tuan muda Gaara meminta anda untuk ke ruangan beliau, tubuhnya terluka dan saya harap anda dapat mengobatinya."
Gadis itu menghela napas, sepanjang hari selama lebih dari seminggu ia berada di tempat ini. Ia sangat lega ketika dirinya tak dilukai atau diperlakukan buruk, namun ia sangat bosan dan jengah terhadap klan Rei yang tidak ia mengerti ingin hal apa dari dirinya, hingga memenjarakannya di tempat ruangan mewah ini.
Mengikuti para pengawal, Sakura merasakan déjà vu ketika ia membuka pintu geser dan menemukan seseorang terlentang di atas futon, namun kali ini sang lelaki memiliki rambut ruby.
Tak ada teriakan pemberitahuan, dan Sakura dipersilakan untuk langsung memasuki pintu ketika tiba di tempat oleh pengawal. Ia pun menemukan sang tuan muda, kemungkinan sedang terlelap. Seperti yang dikatakan pengawal, ia lantas mendekat dan duduk di dekat sang tuan muda.
"Siapa?" suara berat sang tuan menginterupsinya dari dunia khayal, ia lantas menjawabnya.
"Ah, ini saya, Gaara-douno. Maafkan kelancangan saya, hanya saja pengawal memberitahu bahwa anda memerlukan pengobatan saya." Sakura entah kenapa menjadi lembek terhadap pemilik istana ini, padahal ia sedang ditawan, namun kenapa ia masih bisa berbaik hati? Tetapi, apapun itu, mengobati tetaplah tugasnya sebagai seorang tabib.
Lelaki itu membuka mata, menggerakkan tubuh untuk mendudukkan diri. Wajahnya agak tersentak, ketika tiba-tiba Gaara tersenyum tipis saat menatap dirinya.
"Tak kusangka kau mau peduli." Pernyataan itu dapat didengar Sakura, ternyata memang benar kalau ia tetaplah tahanan, karena sang pemimpin berpikiran sama seperti dirinya, kenapa ia masih berbaik hati kepada orang yang sudah menculiknya.
"Apakah saya bisa memulai pemeriksaan, Gaara-douno?"
"Bagaimanapun, kau mudah tertebak. Karena kewajiban, bukan. Sudahlah, aku baik-baik saja. Kau tak perlu memeriksaku." Mata jade Gaara menangkap kerutan di alis sang gadis, lelaki itu pun tersenyum tipis kembali. Sepertinya Sakura sedang memeriksa kondisi tubuhnya hanya dengan sorot mata emerald itu. Memastikan apakah ada yang aneh dengan dirinya, kulitnya yang pucat, atau wajah penuh keringat, mungkin pernapasan yang tak beraturan.
"Wajah Anda agak pucat." Gadis itu menemukannya.
"Ah, aku memang seperti ini. Tetapi, maukan kau menemaniku sebentar. Karena aku benar-benar merasa bersalah telah melibatkanmu dalam kondisi ini."
Hela napas terdengar, Sakura tidak bisa sabaran. Lelaki ini memang orang yang membuatnya pingsan hingga meninggalkan neneknya seorang diri di rumah. Sejak menyadari hal itu hampir seminggu yang lalu, Sakura tak pernah tenang, ia bahkan menangis, namun tak ada yang bisa dimintai pertolongan.
"Anda tahu ini kesalahan, tetapi saya tetap dibawa ke tempat ini. Saya memiliki seorang nenek renta yang sangat memerlukan kehadiran saya setiap saat!" Sakura mengeraskan suaranya, tidak peduli bahwa ia akan dalam bahaya karena bertindak tidak sopan.
Lelaki itu berparas dingin, tak seperti tadi. Jadi, memang benar kalau seseorang itu terkadang bisa menipu dengan ekspresinya.
Gadis itu terlihat kacau, padahal tadi berwajah datar. Tatapan Gaara tak lepas darinya, memerhatikan sang gadis yang menutup muka dengan kedua tangan. Menangis karena sudah tak tahan lagi, ia ketakutan, marah, kesal dan mengkhawatirakan neneknya. Bagaiaman keadaan wanita tua yang selalu menjaganya sedari kecil itu. Dan tanpa sadar, mata jade Gaara menangkap sesuatu yang berada di pergelangan tangan sang gadis merah muda. Gelang emas berbandul permata berbentuk kelopak sakura.
Alisnya berkerut karena menatap perhiasan di tangan Sakura, itu adalah barang mewah yang tak mungkin dimiliki oleh gadis biasa. Lantas, apakah benar apa yang dikatakan sang kakak, kalau gadis di hadapannya ini adalah bagian dari keluarga inti Haruno?
"Nona Sakura, maafkan aku. Sudah kukatakan aku tak menginginkan kau berpisah dari nenekmu. Tetapi aku juga tak bisa berkutik."
Gadis itu menghapus air matanya, ia mentap tajam Gaara, alisnya masih menekuk dengan mata yang memerah dan bekas bercak tangis.
"Tetapi kau adalah pemimpin di sini! Kenapa harus aku? Apa karena aku adalah Haruno, itukan yang kauinginkan? Kekuatan klanku?" Gaara memejamkan mata, ia menahan diri untuk tak berprilaku kasar atau dapat membuat gadis ini takut. Lagi pula, ia memang tak ingin menyakiti gadis tak bersalah ini.
"Nona, kautahu ... satu-satunya panutanku, selain ibuku yang sudah mati ketika melahirkanku, adalah Itachi-douno. Aku begitu mengaguminya." Lelaki itu menundukkan pandangan, dan tersenyum tulus, Sakura dapat melihat hal itu. Lantas apa hubungannya semua ini dengan alasan yang dikatakan sang pria berambut merah. "Dia banyak mengajarkanku tentang hidup ini, sangat bijaksana dan dewasa. Aku mungkin tak akan bisa menjadi seperti dirinya, karena aku telah mengecewakannya. Tetapi, setidaknya ... aku juga telah memiliki keputusan sendiri. Kau akan aman di sini, selama aku berada di sisimu. Aku akan menggantikan peran Itachi-douno untuk menjagamu seperti perkataannya dahulu. Setidaknya, kau akan aman di istana ini, jika kau berada di desamu, kemungkinan klan besar lain akan menyerang karena kabar satu-satunya klan Haruno yang tersisa sudah menyebar. Mereka pasti mencarimu, Nona Sakura."
Tak ada yang berbica setelah Gaara menjelaskan hal tersebut, Sakura hanya menundukkan wajahnya, ia sangat marah, namun apa yang dikatakan sang tuan muda benar adanya. Jika rumor ini telah menyebar, cepat atau lambat pasti ada klan lain yang akan menemukannya, dan yang paling terburuk bisa saja orang-orang itu nantinya akan ikut membinasakan desa.
Sangat tak bisa dipercaya, sekarang dirinya malah terjebak dengan permasalahan ini. Hanya karena identitas sebagai Haruno telah diketahui beberapa pihak, menjadikan dirinya terikat dengan takdir yang akan membawa hidupnya akan benar-benar berubah drastis. Sorot matanya berubah sendu, ia menatap pergelangan tangan kirinya yang berhiaskan gelang peninggalan klannya.
"Lantas ... apa yang akan kulakukan di sini? Dan bagaimana dengan nenekku?"
"Kau bisa menjadi dirimu sendiri, sebagai tabib di istana ini. Sebenarnya aku juga tak terlalu menyetujuinya, tetapi para petinggi akan memutuskan kalau kau akan menjadi pendampingku. Aku tak ingin mengekangmu, Nona Sakura."
Pertanyaan tentang neneknya tak dijawab Gaara, namun perkataan sang pemuda menarik atensinya secara mendadak.
"A-apa? Ke-kenapa mereka memutuskan seperti itu? Pendamping bagaimana?" Sakura terhenyak, ia tidak menutupi keterkejutannya, karena yang didengarnya ini memanglah hal yang sepantasnya untuk dipertanyakan.
.
.
.
Bersambung
.
.
.
Catatan Erza:
Jangan lupa ikutan donasi bareng SSL.
Di Twitter: donasisasusaku
Di Instagram: SasuSakuDonasi
Donasi selama dua bulan di Januari-Februari 2021 loh.
Nanti bakal ada penjualan fanbook dan merch juga yang hasilnya akan didonasikan.
Setelah donasi, bakal ada hadiah fanart loh dari panitia dan artist:
.
.
.
Yang ingin kasih krisar, masukan dll. Tapi segan atau malu, tenang aja, Erza ramah bin ganteng.
Haloo ... di sini chap 9 menceritakan mereka yang telah berpisah, heheh.
Gaara mulai ambil peran di chap ini hehe, ada yang GaaraSaku juga, yak saya GaaraSaku.
Terussss ... hayooo yang merintah Gaara dan dipanggil sebagai Niisama itu siapa? ada yang bisa nebak?
Permasalah perang bakal diulas chap depan, duel Sasori dan Sasuke serta perebutan desa dan wilayah pusat istana Uchiha. Sponsor mode.
Silakan memberi kritik, saran, masukan, curhat, fgan, semangat, dan jika ada typo atau misstypo dalam bentuk komentar. :)
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top