The Darkness (Bagian 8)

The Darkness

Story by zhaErza

Naruto milik Kishimoto Masashi

SPESIAL MOMEN SASUSAKU FANS DAY 2017

Terinspirasi dari Inuyasha

Summary: Sakura dan neneknya hanyalah seorang tabib yang terkenal sangat mujarab, mereka akan mengobati siapa pun yang terluka, hingga seorang pelayan salah satu klan terpandang meminta bantuannya untuk mengobati tuan muda mereka yang sakit parah.

.

.

.

Chapter 8

.

.

.

Sepanjang malah dihabiskan dengan berpikir, lelaki berambut hitam pendek tak bisa terlelap walau matanya sudah sangat sayu karena rasa kantuk. Tidak semudah itu, nyatanya pikiran tetap bermain dan terus berputar, mencari tahu tentang apa yang tengah dirasakan sekarang. Alhasil, saat pagi menjelang, Uchiha Sasuke baru bisa mengistirahatkan diri−otak. Ia kesiangan, untuk pertama kalinya, ketukan pintu yang membangunkan. Ia menyadari kurang mengistirahatkan tubuh belakangan ini, karena masalah yang ia hadapi, dan perasaan yang asing memperparah situasi.

"Aa, baiklah." Wajahnya agak kusut, baru sekitar dua jam ia terlelap, nyatanya pagi sudah mendatangi hari.

Berdiri dari futon dan langsung merapikannya, kemudian ia berjalan menuju kamar mandi untuk membasuh wajah. Merasa lebih segar, Sasuke memijat pelan tengkuknya untuk menghilangkan keletihan akibat kurang tidur. Menjumpai Sakura yang sedang bersama neneknya menyiapkan sarapan, Sasuke pun bergabung dengan ucapan selamat pagi.

Gadis itu seperti tak mau menatapnya, lihat ... walau ia beberapa kali mencoba menumbukkan sorot mata mereka, tetap saja Sakura mengelak. Entah dengan menundukkan pandangan atau dengan memerhatikan hal lain. Ini membuatnya tidak nyaman.

"Sakura," suara Sasuke terdengar lembut.

"Ya?" benar dengan apa yang dipikirkan Sasuke, Sakura menyahut, tetapi tidak menatapnya.

"Tambah." Finalnya menghela napas, setelah tak menjumpai kata apa yang cocok untuk menjawab sahutan Sakura.

Kepala merah muda mengangguk, ia lalu menerima uluran mangkuk Sasuke dan memberikan nasi untuk lelaki itu. Mereka sedang menikmati sarapan di atas meja rendah, dengan Sakura yang sigap, baik membantu neneknya makan atau menjawab panggilan Sasuke sekali-kali untuk menerima uluran mangkuk.

Alisnya berkerut, karena Sasuke pagi ini memiliki nafsu makan yang cukup banyak atau ia yang sama sekali tak tahu kalau lelaki itu memang memiliki porsi makan seperti itu selama ini? Kembali ia mengerutkan alis, bisa jadi untuk memulihkan kondisi energi sang lelaki?

Menjelang siang, setelah membersihkan rumah dan pekarangan seperti kegiatan hariannya, Sakura lantas meminta tolong kepada Sasuke untuk menemani neneknya, sementara ia berniat mencari tanaman obat di hutan untuk kebutuhan para penduduk yang mungkin akan datang meminta pertolongan kepadanya. Ia seperti biasa, ke area hutan yang cukup dekat dengan rumahnya, berkeliling dan memeriksa berbagai tanaman.

Saat pulang, ia membawa sekeranjang tanaman yang kemudian ia cuci dan dijemur di dekat kolam seperti biasa.

"Apa yang sedang kaubaca, Sasuke?" Sakura yang baru saja selesai memasak makan siang untuk mereka, kini mendekati lelaki itu, setelah ia menaruh mangkuk dan hidangan di atas meja.

"Ini tentang Haruno, hanya ingin membaca keseluruhannya dan sedikit menyelidiki apa saja kemampuan kalian." Sakura menganggukkan kepala, dan ia tak ingin mengganggu fokus sang lelaki yang terlihat menyandar di dinding sambil memegang gulungan yang berisi informasi klannya.

Tak banyak yang bisa didapatkan Sasuke, namun ini semua sudah lebih dari cukup untuk mengetahui apa saja kemampuan Haruno. Walau ia sendiri memiliki permasalahan di desanya, namun tetap saja ia harus memastikan kalau Sakura setidak aman ketika ia tinggal nanti. Mereka hanya memiliki sedikit waktu, dan ia juga tak bisa sembarangan meminta bantuan dari klan Hyuuga nanti. Sebaiknya, ia menyelidiki keadaan istana dan mendatangi tempat yang menampung penduduknya untuk sedikit berdiskusi mengenai keadaaan desa dan apa yang bisa mereka lakukan. Ia juga harus membawa beberapa jendral dan petinggi ke istana Hyuuga sebagai permintaan resmi. Tidak seperti ayahnya dan Itachi yang mengenal baik para orang Hyuuga, dirinya sama sekali tak pernah bertutur kata kepada mereka, kemungkinan ini adalah pertama kalinya ia mendatangi istana itu secara resmi.

Sasuke berdiri, menggulung kertas informasi Haruno, dan menyimpannya di kamar. Ia lalu berjalan dan mendatangi Sakura yang sedang membantu neneknya makan.

"Ah, kau sudah selesai, Sasuke?" lelaki itu menganggukkan kepala. "Ayo kita makan dulu."

Mereka tak banyak berbicara, namun setelah membantu Sakura mengangkat mangkuk, ia menarik Sakura untuk menanyakan sesuatu.

"Apa kau memiliki kertas dan peralatan menulis?" kepala merah mudanya mengangguk.

"Tunggu sebentar, sepertinya ada di dalam ruang penyimpanan."

Duduk di bawah meja rendah, tatapan mata Sasuke masih mengikuti sang gadis yang sedang berjalan ke kamar. Beberapa saat kemudian, kertas dan peralatan menulis diberikan Sakura dan ditaruh di atas meja.

"Ini, aku harus melanjutkan pekerjaanku." Anggukan rambut hitam terlihat, sang gadis pun tersenyum setelahnya.

"Sakura!"

Gadis itu terlihat kembali menatap Sasuke, dengan tanda tanya.

"Nanti malam, kau akan kulatih."

.

.

.

Lelaki berambut merah yang duduk apik di atas futon, tak terlihat menampakkan ekspresi berarti di wajah. Dingin dan tak terbaca, itulah yang tertampil di sana. Ia merasa bahwa dirinya tak lebih dari boneka, memiliki gelar, namun tak bisa berbuat apa-apa. Ia hanya sebagai bidak yang akan digerakkan dari balik layar, menurunkan perintah dari para petinggi. Usianya yang muda, membuatnya tak dihargai, mereka selalu mengambil tindakan sendiri dan menjadikannya orang yang patut disalahkan dari semua ini, karena kelemahannya.

Hela napas terdengar hingga ke telinga sendiri, kepalanya terasa berat, dan ia memilih untuk menjatuhkan tubuh. Menarik selimut dan mencoba menenangkan pikiran. Ia sama sekali tak menyangka, kalau perjanjian yang dibuat ini adalah rencana jangka panjang untuk menaklukkan Uchiha. Untuk merenggut kekuasaan di saat klan besar itu perlahan melemah karena kehilangan dua orang kuat dan berpengaruh sekaligus. Menjadikan celah yang ditunggu itu adalah pertanda untuk menjatuhkan klan Uchiha dengan rencana yang sudah disusun, dan sekarang mereka sudah berhasil melebarkan sayap kekuasaan. Istana Uchiha sudah jatuh, walau sayangnya, klan itu masih berhasil menyelamatkan rakyat dan calon pemimpin mereka ke suatu tempat yang tak mereka ketahui.

Dari mata yang terpejam itu, setetes air mata jatuh. Bibirnya menggumam maaf kepada seseorang yang tulus dianggapnya sebagai saudara.

"Itachi-Douno, maaf."

.

.

.

Istana Uchiha terlihat lebih senyap, Sasori sang jendral sedang memeriksa penuh wilayah desa, walau malam sudah tiba, ia tetap berkeliling untuk memberi perintah bagi para pengawal maupun tahanan perang.

Suasana yang mencekam terlalu ketara terasa, lelaki itu menyeret satu persatu para petinggi perang, seperti jendral maupun kapten, untuk mengorek informasi. Para penduduk yang sudah melarikan diri, juga para petinggi lainnya pun tak ditemukan di wilayah ini, mereka selangkah lebih cepat bertindak, itu sebabnya sang jendral dari Suna langsung mengintrogasi para tahanan di lapangan terbuka. Ia sengaja memberi peringatan kepada tahanan yang lainnya, jika tak bisa menjawab apa yang ia tanyakan, maka penyiksaan yang akan menjadi balasannya.

"Pertanyaanku sama, ke mana mereka melarikan diri?"

Lelaki berambut merah dengan mata hazel itu menatap tajam orang-orang yang terikat rantai. Ia turun dari kudanya, dan mengambil obor yang dipegang pengawal, mendekatkan nyala api itu kepada wajah tahanan yang merupakan kapten kelompok pertahanan istana. Yoru, nama sang kapten yang terlihat tetap diam. Ia mendengar dengan jelas pertanyaan lelaki berambut merah, namun tak mengeluarkan respons sedikitpun, ia tak sudi hanya sekadar untuk menjawab dengan gelengan kepala.

"Aku tak suka menunggu, sekarang jawab?" lelaki itu semakin menempelkan nyala api kepada perut sang kapten, Yoru menggigit bibirnya, merasakan penyiksaan ini, tak membuatnya menyesal dengan hanya menundukkan kepala.

Helai hitam berantakan itu dijambak kuat, obor itu dicampakkan.

Senyum sinis terlihat dari bibir Sasori, ia lalu menatap salah satu bawahannya, dan lelaki itu maju ke depan memberikannya sebuah sarung tangan khusus, di bagian punggung tangan terdapat besi yang memiliki ujung runcing. Dipakainnya benda itu, dan menghela napas.

"Memang menyebalkan sekali, menunggu yang tak pasti." Sasori mengarahkan tinju tepat ke wajah. Lelaki itu limbung, dan sang pria berambut merah sama sekali tak membiarkan sang kapten terjatuh ke tahan. Ia menahan dengan menjambak rambut hitam Yoru, dan memberikan tendangan di bagian leher.

Memukul tepat di bagian hidung, hingga suara patah itu terdengar, entah sudah beberapa menit ia melakukan pemukulan, namun tak menemukan hasil.

"Ah, kau keras kepala sekali."

"Deidara, bawa bonekaku ke sini." Sang bawahan yang berpangkat kapten pun mengangguk, dan membawakan sebuah boneka yang aneh, dengan wajah mengerikan bertanduk, tangan yang ada beberapa buah di setiap sisi, bagian perut terlihat besar berbentuk gentong seperti bisa menyimpan seorang manusia di sana. Benda itu pun diletakkan, Sasori memerintahkan beberapa pengawalnya untuk memasukkan Yoru ke dalam perut boneka yang bentuknya seperti permukaan gentong kayu.

"Danna, sudah lama sekali aku tak melihat kau melakukan ini."

Sasori menyeringai, ia menatap para tahanan yang jumlahnya beberapa puluh orang. Lengan boneka sebelumnya sudah dicabut. Dan dengan kesepuluh jari yang ia punya, ada sesuatu yang keluar dari sana, seperti benang kasat mata.

Benang itu tiba-tiba saja menempel pada bagian tangan-tangan boneka, dan Sasori menggerakkannya, dan slap, tangan pertama mengeluarkan besi runcing di bagian lengan atas, dan cairan keunguan itu memenuhi ujungnya. Dengan sekali tarik pada benang itu, lengan berbelati tersebut langsung menancap pada bagian perut boneka yang berisi kapten Yoru.

"Arrrgggg!"

Tubuh para tahanan menunduk lemas, mereka menggigil bukan karena udara dingin malam hari, tidak, mereka ketakutan. Jeritan Yoru yang memecah keheningan malam. Darah kental yang perlahan menetes dari lubang-lubang permukaan perut boneka. Yoru di dalam sana, tertusuk-tusuk oleh pedang yang berbentuk lengan kayu.

Setiap klan memiliki kekuatan supernatural khusus, dan Sasori tengah memamerkan energi spiritualnya yang bisa mengendalikan boneka dengan benang kasat mata, klan Akasuna yang berada di naungan Suna.

Jari-jari digerakkan, lengan-lengan lainnya bergerak, memasuki lubang pada permukaan boneka, jerit itu terdengar lagi. Cairan amis itu merembas hingga keluar membanjiri tanah. Lengan kembali dicabut, dan ditusukkan lagi, namun tak ada suara yang terdengar mengikuti setiap tusukan pedang. Sasori menyeringai, lelaki itu sudah mati.

Para pengawal membantunya untuk mengeluarkan mayat Yoru dari dalam perut boneka, dengan menggunakan jarinya, pintu pada perut boneka terbuka, dan menampakkan wujud Yoru yang berlimpah darah. Mata lelaki itu membeliak, mulutnya menganga dan bola mata yang berlubang, pedang itu menusuk mata kiri Yoru, dan racun yang terdapat di setiap ujung pedang pada lengan boneka menyebabkan tubuh sang tahanan yang disiksa membusuk. Cairan keunguan membanjiri tubuh Yoru, dan lelaki itu dipindahkan agar Sasori bisa memasukkan korban selanjutnya.

"Danna, sangat menjijikan melihat tubuh mereka membusuk seperti itu. Kenapa tidak langsung meledakkan kepala mereka saja?"

Juugo menundukkan wajah, ia tahu mereka berdua. Yang berada di depannya dan terlihat sangat mengintimidasi, mereka memiliki reputasi mengerikan bagi para tahanan perang. Dua orang gila yang sangat ditakuti karena kebengisannya. Mereka sudah lama tak terlihat beberapa tahun belakangan ini, tetapi sekarang mereka berada di depan matanya, sebagai jendral dan kapten perang.

Dua orang yang ditakuti, karena memiliki kekuatan mengerikan yang sangat berbahaya.

Setiap klan memang memiliki kekuatan yang biasanya disembunyikan atau tersohor agar bisa menaungi klan lainnya yang tak sekuat mereka. Dalam hal ini, mereka akan mendirikan kerajaan dan mengawasi para penduduk, berperang ketika ada klan lain yang mencoba merebut kekuasaan mereka. Mereka akan membagi beberapa wilayah dari kekuasaan untuk ditinggali klan kecil atau desa kecil yang meminta perlindungan dari mereka. Biasanya antar klan saling menguntungkan, klan kecil mendapat perlindungan dan klan yang menaungi mereka bisa mendapat kekuasaan dan wilayah baru, kemakmuran, dan perekonomian yang berjalan baik karena adanya pemimpin.

Dari masing-masing wilayah, biasanya perang yang paling mengkhawatirkan, adanya klan besar yang ingin memperlebar wilayah hingga memaksa untuk menjatuhkan kepemimpinan klan lain. Dalam hal ini, klan Haruno salah satu yang telah dihancurkan. Kekuatan kekkai pertahanan mereka akhirnya dirusak setelah beberapa klan bersatu untuk memperbudak mereka. Namun, sayangnya klan Haruno yang bertahan memilih mengakhiri hidupnya daripada menjadi budak dari klan yang menghancurkan hidup mereka.

Kepala Klan dibunuh oleh musuh, begitu pula dengan istrinya. Para Houshi dan Miko yang bertugas sebagai penjaga kekkai dari dinding pelindung wilayah dibantai, dan para petinggi Haruno yang memiliki kekuatan spiritual kekkai mengakhiri hidupnya sendiri. Sang pengasuh berlari tergopoh-gopoh dengan seorang jendral yang menjaganya, di gendongannya ada sesosok bayi yang tertidur di dalam keranjang. Mereka terdesak dan melompat ke sungai beraliran deras, sang pengasuh hanyut, dan jendral membawa bayi tuannya sambil bertahan agar tak tenggelam. Terus terbawa arus, tubuhnya yang sudah letih tak bisa bertahan lagi. Sosoknya menarik diri dari gulungan air dan terseret ke tepi sungai. Sang jendral menaruh keranjang di atas batu, mengamankannya, dan menutup matanya yang letih. Ia tak pernah terbangun lagi.

.

.

.

Malam yang sunyi adalah saat yang tepat bagi kedua orang itu untuk melatih diri, Uchiha Sasuke berdiri di hadapan Haruno Sakura yang telah menganggukkan kepala. Sebelum itu, Sasuke sudah memberitahu kalau dirinya akan melatih Sakura selama tiga hari sebelum sang Uchiha pergi untuk mengurus klannya. Dia mengatakan kalau Sakura setidaknya harus bisa mempertahankan diri, dia juga akan melatih agar kekkai Sakura tak hanya berfungsi untuk menghalau iblis atau roh jahat. Ia berharap Sakura bisa membangkitkan kekuatan klan Haruno yang sesungguhnya, yang bisa memberi penghalang kuat untuk melindungi desa. Dinding pelindung sang Haruno yang sangat tersohor.

Atasan kimono dilepas Sasuke, lelaki itu berdiri dan membuka aura iblisnya, matanya berubah menjadi merah dan memiliki corak aneh di dalam maniknya. Warna kulit masih tetap seputih pualam, namun Sakura bisa merasakan tekanan yang membuatnya tanpa sadar mengaktifkan pelindungnya.

"Cobalah untuk menahan auraku, nenekmu sudah terlelap jadi kita tak perlu khawatir. Aku akan memulai dengan tingkatan, dangkal, sedang, dan penuh." Sakura menganggukkan kepalanya ketika mendengar penjelasan Sasuke.

Lelaki itu memulai, Sakura bisa merasakannya, ia melihat aura Sasuke yang berkobar dan pekat mendekati tubuhnya dan menyebar. Sasuke sepetinya tak ingin mengacaukan tempatnya, jadi ia hanya membuka aura iblis yang hanya bisa dirasakan oleh orang-orang seperti Sakura, tidak merusak seperti yang pernah Sakura hadapi di kediaman sang kepala desa yang bernama Hidan. Walau, Sakura sangat yakin kalau Sasuke bisa saja membuka kekuatannya dengan sempurna dan memporak-porandakan apapun.

Lelaki itu berjalan mendekat, dan ia merasa kekkai Sakura berfungsi terhadap serangannya, kuku tajam hitam Sasuke kini mencoba melakukan gerakan menusuk dengan tempo lambat, kilatan itu muncul.

"Sakura, kau harus bisa memfokuskan diri, buka energimu agar kau bisa mengaktifkan kekkaimu kepada manusia biasa."

Sakura mengerutkan alis.

"A-aku tak tahu, apakah itu mungkin?"

"Kalian bisa menjaga satu negeri Sakura, kalian sangat kuat, tetapi tidak licik. Itulah kelemahan kalian." Sasuke bersuara dingin, gadis itu mengerutkan alis dan bibir.

"Apa yang dibanggakan dengan kelicikan?" Sakura tak mau mengalah, dan ini tentu tak bisa diterima, kejujuran itu bukan sesuatu yang bisa disalahkan.

"Karena hidup ini tak selamanya harus menghadapi orang baik Sakura, kita harus menjadi licik untuk melawan para bedebah yang ingin mengakali kita."

Sasuke menambah tekanan auranya, namun hal itu tidak membuat Sakura kepayahan, mereka melakukan gerakan bertarung. Sasuke melatih Sakura juga kecepatan gadis itu untuk memberikan refleks. Ia sesekali memberikan penjelasan agar gerakan sang gadis menjadi lebih baik.

"Fokuskan energi spiritualmu, Sakura!" Sasuke kian meningkatkan auranya. Tekanan itu semakin mencekik Sakura, gadis itu mulai berkeringat, dan napasnya tersegal, hanya orang-orang sepertinya yang bisa merasakan tekanan ini. Jika manusia pada umumnya, tak akan menemukan apa-apa yang aneh dari diri Sasuke, namun di penglihatan Sakura berbeda, gadis itu melihat aura dan sosok pekat mengerikan yang melingkupi Sasuke. Itukah, Sang Kegelapan?

Sasuke dikelilingi oleh sesuatu yang mirip dengan iblis bertanduk, keunguan dan nyaris gelap, seperti menjadi tameng bagi tubuh lelaki itu. Sosok Kegelapan yang memegang anak panah dan busur, mengarahkan kepada dirinya.

Ia menarik napas, dan menutup mata, walau matanya terpejam, ia tetap bisa melihat sosok kegelapan yang dikendalikan Sasuke.

Lelaki itu terlihat menyeringai, aura suci Sakura meningkat drastis, ia hanya harus mengujinya apakah Sakura sudah mampu menghadapi kekuatan kegelapan yang ditunjukkan Sasuke. Namun, tetap saja ia harus melihat batas gadis itu, jika ia sembarangan bisa saja Sakura terluka parah dan akan mati karena dimakan kegelapan. Maka dari itu, ia memperkirakan dahulu. Memerhatikan Sakura yang bagian persegi di kepalanya sudah menjalar hampir ke seluruh wajah.

Mata emerald itu terbuka, mereka saling menumbuk pandang. Onix dan jade. Alis Sakura berkerut dan Sasuke menggerakkan sebelah tangannya, panah yang awalnya tertuju kepada Sakura kini berganti seperti pedang besar gelap, dan mencoba menyerang Sakura.

BUM!

Perbenturan energi terjadi, dan Sakura melemas. Ini terlalu kuat, perbenturan energi yang terlampau kuat, ia belum pernah merasakan yang seperti ini. Sakura gemetaran, namun kekkainya tetap bertahan untuk menghalau serangan Sasuke. Tidak, kekkainya tak cukup kuat untuk menghalau aura Sasuke yang banyak menyelubunginya, setelah pedang mengerikan itu mencoba menghancurkan pelindungnya.

Sasuke menghentikan pelatihan mereka, ia menekan auranya hingga ia seperti layaknya manusia normal, kemudian berlari dan mendekati Sakura yang berlutut di tanah.

Pelindung gadis itu masih aktif, wajah Sakura masih dihiasi garis aneh.

"Sakura?" Sasuke membantu sang gadis untuk menengakkan punggung, sang lelaki berjongkok dan Sakura duduk di tanah berumput.

Punggung Sakura ditahan Sasuke dengan lengannya. Wajah bersimbah keringat Sakura di usap Sasuke, gadis itu pun membuka matanya.

"Kau ... terlalu kuat, Sasuke."

Ada hela napas, dan lelaki itu menggendong Sakura dengan menyelipkan lengannya di belakang punggung sang gadis dan di lipatan lutut. Berjalan melewati halaman dan kolam ikan, Sasuke lalu mendudukkan Sakura dan dirinya di teras rumah, merasakan angin malam yang berembus.

"Apa kau bisa menegakkan tubuh saat duduk?" Sakura masih bersandar di dinding. Kepala gadis itu menggeleng.

Sasuke menganggukkan kepalanya, ia lalu menaruh sebelah tangannya ke dahi Sakura dan memejamkan mata.

"Aku akan menarik aura Sang Kegelapan yang merasuki tubuhmu," bisiknya dan mengerutkan alis.

Tekanan itu, dapat Sakura rasakan kalau aura yang mengelilingi tubuhnya dan pekat, sekarang perlahan keluar dan menyingkir darinya. Kekkai Sakura kembali aktif tanpa ia sadari dan membuat kilatan menyambar tangan dan tubuh Sasuke yang sangat dekat dengannya, namun pria itu seperti tak terusik.

Sasuke mendengus ketika sudah selesai mengeluarkan aura hitam dari tubuh Sakura, gadis itu terlihat lebih baik, namun tidak dengan dirinya. Akibat kekkai Sakura yang aktif tanpa disadari sang gadis, telapak tangannya yang menyentuh dahi seperti melepuh dan merah.

"Ah, maafkan aku."

"Tak perlu cemas, ini akan sembuh dengan sendirinya." Sasuke menggerak-gerakkan tangannya yang terasa keram.

"Sebaiknya kau melatih mengendalikkan energimu, Sakura. Aku akan terus membimbingmu selama tiga malam ini. Jika kau setidaknya bisa menghalau dan bisa membuat kekkai yang berfungsi untuk manusia biasa, maka kau akan aman saat kutinggal nanti."

"Kau masih sangat mencemaskannya." Itu adalah pernyataan yang dikatakan Sakura, Sasuke menatap sang gadis dan kemudian menghela napasnya sambil melepar pandangan ke arah lain.

"Aku tak suka firasat seperti ini, dan untuk pertama kalinya aku merasakan kekhawatiran yang berlebih, padahal ini hanya kau ... aku bahkan seharusnya tak peduli dengan tugas yang diberikan Itachi, karena istana dan rakyatku lebih penting. Tetapi, nyatanya aku tak bisa membohongi diriku."

Kalimat panjang yang sarat akan perhatian itu disampaikan Sasuke, mungkin Sasuke memang tak menyadari apa yang sudah diucapkannya, dia hanya menyampaikan apa yang dirasakan dan dipikirkannya. Tetapi, Sakura menangkap ketulusan Sasuke, dan tiba-tiba wajahnya kembali memerah. Inikah Uchiha Sasuke yang sebenarnya? Karisma yang tak beda jauh dari Uchiha Itachi, dan perasaan yang hangat terus mengalir saat melihat Sasuke yang memikirkan keadaan dirinya ketika ditinggal lelaki itu nanti.

Sakura tersenyum, tepat saat Sasuke menegadahkan wajah setelah cukup lama menundukkan kepala, dan membiarkan wajahnya tertutup poni yang panjang. Lelaki itu merasa terhenyak, beberapa saat sebelum membuang tatapannya kembali. Jarak mereka dekat, dan jantungnya kini sedang tak baik. Debaran mengerikan ini lagi, batin Sasuke yang meremas kimononya.

.

.

.

Malam-malam berikutnya, adalah saat Sakura yang mulai menampakkan kemajuannya dalam mengendalikan energi spiritual ataupun kekkainya. Setidaknya sang gadis merah muda sudah bisa membentuk kekkai yang lebih kuat, Sasuke sendiri sebenarnya sangsi kalau Sakura bisa mencapai titik kekkai terkuat seperti para leluhur Haruno dalam waktu tiga malam. Lelaki itu memutar otak, musuh mereka bukanlah makhluk seperti momonoke atau iblis. Mereka hanya manusia yang terkadang memiliki kemampuan supernatural seperti klan Uchiha dan Haruno.

Malam terakhir ini, setidak Sasuke harus mengajari Sakura tentang pertahanan diri. Gerakan gadis itu sudah lebih baik jika dibandingkan saat malam pertama mereka berlatih. Mungkin Sakura sebagai murid dari seorang Miko belajar ilmu bela diri di kuil, hingga membuat gadis itu tak kepayahan saat diajari Sasuke teknik bertarung tanpa senjata.

"Lakukan gerakan melompat seperti ini, pusatkan kekuatan di bagian kaki dan lakukan tendangan memutar dengan gerakan cepat. Incar bagian telinga, atau leher belakang leher. Sekarang, praktekkan yang kuucapkan, aku adalah targetmu, Sakura."

"Baik!" Sakura menarik napas, ia melakukan seperti apa yang dicontohkan Sasuke tadi, lalu melompat dengan gerakan memutar dan memusatkan tenaga di kaki, membuat sebuah tendangan yang menjadikan telinga Sasuke sebagai target. Namun, tak semudah itu karena sang lelaki adalah seorang pria bertubuh tinggi.

"Sekali lagi." Sasuke menganggukkan kepalanya, tendangan pertama tak sampai di bagian leher atau telinga, hanya di bagian lengan.

Mereka pun melakukannya lagi dan lagi, Sakura mencoba dan kali ini berhasil, walau Sasuke mengangkat tangannya untuk menangkis tendangan Sakura, setidaknya kakinya sampai ke arah telinga Sasuke.

"Bagus, kau bisa berlatih setiap malam nantinya, pertahanan saat kau terdesak dan tak menemukan senjata. Gunakan lenganmu untuk menangkis."

"Kalau aku memiliki pedang, apa lebih baik menggunakannya walau aku tak bisa? Setidaknya untuk menakuti?" Sakura berdiri berhadapan dengan Sasuke, jarak mereka hanya satu langkah saja.

"Tergantung musuhmu itu siapa, jika dia adalah ahli pedang, dia dapat membaca gerakanmu. Apa kau mau belajar menggunakan pedang juga?"

Sakura menganggukkan kepalanya, Sasuke menghela napas karena mereka tak memilik cukup waktu, tidak mungkin bisa mengajari Sakura satu malam saja. Namun, mungkin akan lebih bijaksana meninggalkan Sakura dengan sebilah senjata, setidaknya mengajari gadis itu cara menggunakannya, memengang dan mengayunkan, tak masalah.

Pedang yang berada di dekat mereka, di bawah pohon yang memiliki ayunan pun diambil Sasuke. Lelaki itu membuka sarungnya dan menarik pedang, lalu menancapkan pedangnya ke tanah.

Sarung itu ia berikan kepada Sakura, untuk latihan sang gadis, sementara Sasuke memegang pedang yang sesungguhnya, pedang itu ia hadapkan kepada Sakura, memegangnya dan mengajari Sakura cara yang benar.

"Seperti ini, lakukanlah." Sang gadis terlihat memfokuskan emeraldnya pada kedua tangan Sasuke yang memegangi gagang pedang, ia pun mencontohnya. "Sekarang, coba ayunkan."

Kepala merah muda itu kembali mengangguk, ia melakukan seperti apa yang Sasuke jelaskan.

"Tidak, itu terlalu tak bertenaga, jika seperti itu pedangmu akan gampang terhempas saat berbenturan dengan pedang musuh." Sasuke kembali mencontohkan, memegang gagang pedang dengan erat. Namun, tangan lembut Sakura tak terlalu bisa melakukannya. Seorang gadis yang masih awam tentang senjata seperti ini.

"Ayunkan." Jelas Sasuke. Dan lelaki itu kembali mengela napas. Ia mendekati Sakura, dan sekarang mereka benar-benar berhadapan. Pedang Sasuke mengacung indah memantulkan sinar rembulan.

"Coba kaulakukan gerakan bertahan, acungkan pedang. Dan lihat saat aku serang, bagaimana jadinya keadaan pedangmu."

Sakura bersiap, dia menganggukkan kepala, mengacungkan sarung pedang dan mencoba bertahan, Sasuke membalik sisi pedangnya, sehingga yang berhadapan dengan Sakura adalah sisi tumpul dari senjata itu. Ia bersiap dan menganggukkan kepala, lalu melakukan gerakan menyerang, sedangkan Sakura bertahan. Dan seperti yang lelaki itu duga, sarung pedang yang tadi digenggam Sakura langsung terhempas.

"Lihatkan." Sasuke tersenyum kecil, sedang Sakura mengerutkan bibir tak senang saat sarung pedang Sasuke yang digenggamnya sudah terhempas akibat serangan lelaki itu.

"Itu karena kau memakai pedang sungguhan dan aku hanya sarungnya."

Sasuke menyeringai, dan menarik pergelangan tangan Sakura, hingga kini gadis itu yang memegang pedang Sasuke.

Tidak seperti yang Sakura sangka, ternyata pedang sungguhan itu cukup berat.

"Eratkan genggamanmu," ucap sang lelaki sambil berjalan dan memungut sarung pedangnya.

Ia kembali menyuruh Sakura melakukan kuda-kuda bertahan seperti yang sudah diajarinya beberapa saat yang lalu. Dan Sasuke pun menganggukkan kepala, sebelum melakukan serangan. Dan seperti yang terjadi sebelumnya, kini pedang dalam genggaman Sakura juga bernasip sama, terhempas dan tertancap ke tanah.

"Ada pembelaan, Nona Sakura?" Sasuke menyeringai, ia berjalan dan memungut pedangnya, sementara Sakura terlihat bersungut-sungut tak terima. Ia beralasan karena Sasuke terlalu ahli dan ia seorang yang masih amatir.

"Aku pasti tak seperti ini jika sudah mahir nantinya."

"Daripada itu, kau sebaiknya memfokuskan diri untuk mempelajari kekkai klanmu."

Pedang sudah kembali kepada sarungnya dan Sasuke menatap Sakura yang sedang menghela napasnya. Sang gadis sekarang menegadahkan wajahnya ke langit, melihat bulan yang bersinar indah.

Sasuke memakai atasannya dan pedang sudah bergantung di pinggang, ia menatap Sakura dan gadis itu hanya menundukkan kepala.

"Aku akan pergi untuk menyelesaikan masalah klan."

"Ah, benar. Mereka sangat membutuhkanmu." Sakura tak tahu harus mengatakan apa lagi.

"Jika ada yang mencurigakan, sebagiknya kau pergi dari sini. Dan terus pelajari kemampuan klanmu, untuk menjaga dirimu dan nenek."

Sakura menganggukkan kepalanya.

"Aku mengerti."

Gadis itu mendengarnya, hela napas berat Sasuke. Dan dia hanya bisa meremas ujung lengan dari kimononya. Ia gugup, malam ini Sasuke akan kembali pada rakyatnya dan ini adalah perpisahan mereka, akhir dari pertemuan mereka. Benar, hari ini pasti datang.

"Sakura," panggil lelaki itu dengan suara pelan, namun tentu jelas di pendengaran Sakura cukup jelas, jarak mereka kurang dari selangkah. Sangat dekat.

Kepala Sakura yang masih menunduk, tiba-tiba tersentak karena sebelah tangan Sasuke membawa wajah Sakura agar menegak dan menatap matanya. Jemari kuat Sasuke ada di pipi sang gadis berambut taffy.

Sakura melihat itu, senyum tulus Sasuke.

"Terimakasih." Tatapan hangat sang lelaki, membuat jantungnya menjadi amat berdetak kenacang. Ini seperti beberapa hari lalu saat Sasuke menjentikkan jari di dahinya, namun sekarang telapak tangan hangat itu yang berada di pipinya, dengan ibu jari yang membelainya dan membuat Sakura benar-benar merasa campur aduk. Antara gugup, malu, senang dan sedih karena Sasuke akan pergi dan entah kapan mereka akan memiliki waktu untuk bertemu kembali.

Anggukan kepala terlihat, dan Sasuke melepas belaian tangannya dari wajah Sakura.

"Kau juga, jaga dirimu."

Ada suara hela napas lagi. "Akulah yang seharusnya berkata demikian."

Sakura mencoba tertawa, untuk menghibur dirinya dari kecanggungan ini. Sasuke yang berdiri di depannya adalah sosok yang amat berbeda dengan sosok yang berasamanya saat mereka ada di istana.

"Sudahlah, di sini aman dan jangan terlalu mengikuti firasat buruk. Yang terpenting, kau harus lebih fokus untuk kembali mengambil wilayah dan istanamu. Jangan sampai berakhir seperti klanku, Sasuke. Sekarang, pergilah ... sebelum cuaca berubah."

Laki-laki itu mengangguk dan berjalan menjauh dari Sakura, di setiap langkah yang ia ambil hatinya terasa berat dan sesak, meninggalkan gadis itu tanpa penjagaan, sementara firasat itu semakin mejadi dan menguat. Sasuke menggelengkan kepalanya, ia berharap yang dikatakan sang gadis musim semi benar-benar tejadi, desa ini aman dan damai. Lagi pula, ia harus lebih memfokuskan diri untuk menghadapi permasalahan klannya yang lebih berat. Perang akan dimulai kembali, pengambilan Istana dan wilayah kekuasaan Uchiha yang jatuh ke tangan musuh. Alis Sasuke berkerut.

Ia mendapatkan laporan dari salah satu orang kepercayaannya bahwa Suna datang bukan untuk membantu menyelamatkan istana, tetapi malah membantai pasukan Uchiha. Kalau bukan Juugo yang memberikan dirinya pesan melalui elangnya, ia tak akan bisa mengetahui hal yang terjadi ini.

Hampir satu jam berjalan membelah hutan, Sasuke membuka kimononya dan mengeluarkan kekuatan matanya untuk mengendalikan Sang Kegelapan, sayap itu keluar dan tubuhnya mencokelat. Rambutnya pun memanjang, dan ia mengepakkan sayapnya untuk melajukan kecepatan, waktu yang dimilikinya terbatas. Ia harus memeriksa istana dan dengan terbang, besok malam ia akan sampai di wilayah desa Uchiha.

.

.

.

Dalam gelapnya malam, seoranga lelaki berambut merah dan bermata lavender aneh sedang berkuda dengan laju seolah membelah angin, berhari-hari sudah dilaluinya hutan belantara ini dan besok malam, ia akan segera sampai di pegunungan Katsuyu tempat sang Haruno terkahir menyembunyikan diri.

Nagato berhenti ketika menjelang pagi, ia beristirahat dan membuka perbekalan, memakannya dan meneguk air dari kantung air yang ia punya. Kuda hitam sedang mengunyah rumput dengan tali kekang yang terikat di dahan pohon. Lelaki itu lalu menyamankan diri, memejamkan mata beberapa saat untuk mengumpulkan tenaga. Malam nanti, ia akan sampai dan mulai mencari di mana kediaman sang gadis Haruno. Rumah yang paling dekat dengan bukit dan hutan, lebih mudah daripada yang ia kira.

Mungkin, kesusahan yang akan dialaminya hanyalah bagaimana cara membawa sang gadis, atau kemungkinan ada lelaki yang akan menghalanginya, suami atau mungkin ayahnya. Namun, tentu saja hal itu tak lebih dari serangga pengganggu baginya.

Membawa gadis Haruno dengan cara paksa atau cara halus? Dua-duanya sama menariknya baginya. Seringai memenuhi wajah sang kapten yang sekarang menutup mata.

.

.

.

Malam hari yang dingin, dua orang berbeda di tempat berbeda telah sampai ke tempat tujuan, yang satu berada di wilayah istana Uchiha, mengendap dan berada di atas pohon sambil memerhatikan sekitar dengan mata merahnya yang setajam elang. Sedang yang satu lagi, tengah berjalan menuju arah satu-satunya rumah yang berada di dekat hutan, kudanya ia taruh di tempat yang cukup jauh karena tak mau membangunkan sang tuan rumah yang sedang terlelap. Waktu tikus, saatnya untuk beraksi.

Mata merah Sasuke dipenuhi kemarahan, ia lalu mengawasi sekitar, dan memutuskan untuk berpindah tempat, kedatangannya ke istana Uchiha hanya untuk memeriksa keadaan dan melihat sendiri penghianatan yang dilakukan oleh Suna. Ia mengerutkan alis dan mendecih ketika menatap beberapa pengwal Uchiha yang disiksa di tempat terbuka untuk mengorek informasi, ia hanya bisa percaya kepada bawahannya yang sudah tertangakap kalau meraka akan tetap menutup mulut.

Sasuke menghilangkan dirinya dari dahan pohon tinggi, sekarang yang perlu ia lakukan adalah menuju tempat persembunyian rakyatnya dan para petinggi untuk mendiskusikan hal ini. Ia mengepakkan sayapnya dengan kekuatan penuh, menuju arah selatan dengan kemarahan yang masih tercetak jelas di wajah.

Mereka sudah membentuk aliansi sejak di era kepemimpinan kakekku. Inikah yang namannya rencana jangka panjang?

Malam yang memekat, udara yang menurun, bunyi serangga yang tak terengar lagi, dan tapak kaki yang mengendap. Menjadi saksi dari terbukanya sudah jendela kamar dari kediaman yang satu-satunya berada di dekat hutan. Haruno Sakura terlelap damai, neneknya berada di samping futonnya. Mendengkur khas orang tua, Sakura meringkuk saat merasa dingin menghampirinya, padahal selimut tebal sedang membungkus keseluruh tubuhnya kecuali wajah.

Tubuh sang gadis yang awalnya tertidur miring, kini ditelentangkan oleh lelaki berambut merah. Gadis itu mengerang sedikit karena wajahnya ditepuk-tepuk, hingga kesadaran menghampirinya.

Kelopaknya mulai berkedip, pedar merah dari lampu minyak ditangkap bola mata hijaunya, siluet seseorang memasuki indra penglihatannya.

"Nenek," gumamnya parau selayaknya orang yang baru saja terbangun dari tidurnya.

Matanya terbuka penuh, ketika ia menyadari sosok itu memiliki rambut merah. Siapa? Dalam benaknya bertanya. Tatapannya membulat, saat wajahnya dipaksa untuk menatap bola mata aneh itu. Sakura merasa pusing bukan main, ia terlelap kembali dan tak menyadari apa pun yang terjadi setelahnya.

"Lebih cepat menggunakan cara halus, bukan." Pernyataan itu mengakhiri seringai Nagato sang kapten dari Suna. Ia lantas membawa Sakura dalam pelukannya dan menggedongnya seperti pangeran berkuda dalam cerita dongeng. Meninggalkan seorang nenek yang sudah terhiasi pekat merah amis dan terbujur kaku.

Malam itu, tikus mencicit-cicit. Merayap di dinding kayu, mencari makanan yang bisa didapat dari rumah yang tak berpenghuni lagi.

Suara tapak kuda memecah keheningan malam. Sang lelaki menggunakan sebelah tangannya untuk memegang tali kekang dan satunya lagi melingkari tubuh gadis Haruno yang tak sadarkan diri.

.

.

.

.

.

Bersambung~~

Catatan Erza:

SASUSAKU LOVERS INA LAGI BUAT EVENT DONASI LOH.

CEK IG: SASUSAKUDONASI
TWITTER:DONASISASUSAKU
TRAKTEER: SASUSAKU-DONASI


Salam sayang dari istri Itachikoi,

zhaErza

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top