The Darkness (Bagian 6)

The Darkness

Story by zhaErza

Naruto milik Kishimoto Masashi

SPESIAL MOMEN SASUSAKU FANS DAY 2017

Terinspirasi dari Inuyasha

Summary: Sakura dan neneknya hanyalah seorang tabib yang terkenal sangat mujarab, mereka akan mengobati siapa pun yang terluka, hingga seorang pelayan salah satu klan terpandang meminta bantuannya untuk mengobati tuan muda mereka yang sakit parah.

.

.

.

"Kita sebaiknya pergi."

Kimono itu dibuka Sasuke, hingga menampakkan dadanya yang kecokelatan karena ia sedang memakai sosok iblisnya. Lalu, tiba-tiba saja ada sayap yang keluar dari punggung kokoh itu, Sakura dibuat terkejut dan melangkah mundur. Tetapi, sebelum jarak mereka semakin menjauh, Sasuke sudah memegang pergelangan tangan sang gadis dan menariknya mendekat, hingga ia bisa memegangi pinggang Sakura.

"Sebaiknya kaupegang pundakku." Sasuke berkata datar, dan ketika ia melakukan apa yang dikatakan sang tuan, lelaki itu langsung mengepakkan sayapnya.

.

.

.

Chapter 6

Udara hangat menjadi penghantar dari perjalanan mereka, dengan wajah takut dan malu, gadis merah muda itu terus memejamkan mata sambil menaruh wajahnya di dada sang tuan muda. Ia tak berani untuk sekadar melihat ke samping, apalagi ke bawah, baginya itu semua akan membuatnya dalam kondisi serba salah. Melihat ke atas, matanya akan menjadi sakit karena menatap mentari pagi yang menyilaukan, mengarahkan wajah ke samping dan ke bawah membuatnya takut kepalang dengan ketinggian, sedang ketika mensejajarkan wajahnya, yang ditangkap permata hijau itu adalah wajah tanpa ekspresi yang sangat dekat dengannya.

Kepalanya digelengkan, ia benar-benar malu karena memikirkan hal ini. Sakura sendiri sudah tak tahu berapa lama mereka menempuh perjalanan, tetapi jika melihat terik matahari, mungkin sekarang sudah memasuki waktu kelinci.

Keringat tipis mulai menjalari wajah Sasuke, lelaki itu lantas memelankan laju kepak sayapnya dan berangsur menurunkan diri ke pinggiran pegunungan. Pohon-pohon tinggi menyambut mereka terlebih dahulu, mata merah itu menatap bibir sungai yang berarus beriak, menandakan tak dalam dan ia pun menapakkan kakinya ke tanah.

Meraka berada di belantara hutan, namun bukan di desa naungan klan Uchiha. Sakura tak tau ini di mana, dan Sasuke sepertinya tak berniat untuk menjelaskan apapun, karena lelaki itu kini mendudukkan dirinya dan mengembalikkan wujudnya seperti manusia.

"Tuan Muda," suara Sakura terdengar khawatir, ia melihat kain perban pada tubuh Sasuke yang kini teraliri darah segar. Lelaki itu terlalu lelah untuk sekadar menjawab, Sakura hanya melihat Sasuke mengerutkan alisnya dan menyandarkan diri di batang pohon yang tumbuh di dekat bibir sungai.

Mata hijau itu memerhatikan tubuh sang tuan, kulit pucat itu berkeringat cukup banyak, napas itu terdengar tak beraturan, dan kerutan di alis semakin menjadi-jadi. Sakura dapat memastikan kalau sekarang Sasuke tengah merasakan sakit pada luka robek diperutnya, tak langsung dibersihkan dan diobati, menjadikan luka itu semakin parah karena bisa saja terinfeksi.

Gadis itu lantas berlari, mendekati semak. Ia mencari daun yang bisa digunakan sebagai wadah untuk air, karena bagaimanapun sang tuan harus memenuhi kebutuhan cairan di tubuhnya. Keringat yang cukup banyak, menjadikan lelaki itu terlihat lemas.

Sakura menemukan daun yang bentuknya lebar dan bisa dijadikan sebagai wadah air, ia lantas mengambilnya beberapa dan melipatnya sedemikian, hingga membentuk sebuah kerucut. Berjalan cepat ke arah sungai dan mengambil airnya, lalu memberikannya kepada Sasuke yang terduduk tak jauh dari bibir sungai.

"Tuan Muda, minumlah ini." Gadis itu berusaha agar airnya tak menetes dari celah daun.

Sasuke membuka matanya, lalu menerima sodoran wadah daun dengan memegangi tangan Sakura, ia membiarkan sang gadis membantunya dengan memegangi kepalanya, agar ia bisa meneguk cairan menyegarkan yang tersaji di depan mata.

Dahan-dahan pohon, dan dedaunan yang lebat, menjadikan mereka terlindung dari sinar mentari. Sakura lantas meminta izin kepada Sasuke untuk membuka perban yang melilit perutnya dan berniat untuk membersihkan luka itu. Sasuke hanya menganggukkan kepalanya dan membiarkan Sakura bekerja sebagai seorang tabib.

Gadis itu mulai membuka lilitan kain, dengan perlahan agar tak membuat Sasuke merasa tak nyaman. Setelah itu, ia menatap luka robekan di perut Sasuke, Sakura menghela napas penuh syukur, karena luka itu tak sampai menembus isi perut. Ia lalu membuka bungkusan bawaannya dan mengambil sebuah kain lain untuk melilit, sebuah ramuan obat yang berada di dalam botol, dan handuk kecil untuk membersihkan luka.

"Ada apa, Sakura?" Sasuke bertanya karena melihat alis Sakura berkerut dan gadis itu seperti tengah mempertimbangkan sesuatu.

Gadis itu menggelengkan kepala, lalu bergerak ke arah sungai dan membasuh handuk kecil, ia meremasnya dan kembali berjalan ke arah Sasuke yang masih menatapnya dengan bersandar di batang pohon.

"Darahnya sudah mengering, tetapi karena Anda telah memaksakan diri, darah segar kembali merembes. Ini cukup sakit, karena saya harus membersihkan semuanya. Saya akan memulainya, Tuan Muda."

Dingin air sungai menyentak tubuh Sasuke, belum lagi rasa perih yang tersaji tiap kali gadis itu menempelkan handuk kepada luka robeknya. Walau Sakura dengan perlahan membersihkan darah kering di sekitar luka, tetap saja Sasuke merasa sakit hingga harus memejamkan mata dan mengatur pernapasannya.

Sasuke merasa lebih baik, saat tangan dan handuk itu meninggalkan lukanya, entah sudah berapa kali gadis itu bolak-balik antara dirinya dan sungai untuk membilas handuk dan membersihkan kembali lukanya. Namun, sekarang alis Sasuke kembali berkerut saat sang gadis mengambil sebuah jarum aneh yang lebih mirip kail untuk memancing ikan, dan sebuah benang yang kemudian disangkutkan di dalam jarum. Apa Sakura berniat untuk memancing agar mereka tak kelaparan?

"Tuan Muda, saya akan menjahit luka Anda, dan karena ini akan menyakitkan, sebaiknya anda gigit kain ini agar tidak berteriak. " Sakura sekarang menyerahkan sebuah gulungan kain cukup tebal, yang bisa digunakan untuk menghalau suara Sasuke dengan cara menggigitnya.

"Apakah harus dijahit?" sebelumnya, Sasuke sama sekali tidak pernah terluka saat bertarung, itu karena ia tidak pernah memecah fokusnya saat memegang pedang. Tetapi, lain ceritanya dengan kejadian beberapa saat lalu, fokus Sasuke pecah saat ia harus bertarung sekaligus menjaga keselamatan kakaknya dan tabib ini. Sebenarnya, Itachi sama sekali tidak perlu dikhawatirkan, karena lelaki itu terikat kontrak dengannya dan hanya dirinya yang bisa membuat Itachi lepas dari dunia ini. Lelaki itu tak akan bisa disakiti, karena sesungguhnya Itachi memanglah telah mati. Lain halnya dengan Sakura, sebenarnya gadis itulah yang dicemaskan Sasuke, apalagi ia masih terikat hukuman dengan Sakura saat itu. Ia tentu saja tak ingin mengecewakan kakaknya. Mungkin, ini pula yang menyebabkan Sai dan Naruto gugur. Jika hanya jumlah lawan yang banyak, mereka tidak akan semudah itu dikalahkan, tetapi karena harus membagi fokus saat bertarung, mereka menjadi memiliki banyak celah karena harus memikirkan keselamatan sang tuan.

Sasuke merasa benda yang terbuat dari besi itu menembus kulitnya, menyatukan daging tubuhnya agar tak terkoyak lebar seperti sekarang. Tentu saja, ia akan merasa lebih baik setelah hal ini diselesaikan, namun yang menjadi masalah adalah rasa sakit saat ia dengan jelas mendapatkan tusukan jarum itu di kulitnya yang sudah terluka, dan dengan seutas benang yang berfungsi sebagai pemersatu.

Matanya terpejam dengan alis yang berkerut, ia menggigit kuat-kuat gulungan kain yang tadi diberikan Sakura. Ini sangat sakit, ya Tuhan.

"Arrgg!" geraman masih terdengar walau ia telah menggigit kain. Ia ingin menghancurkan sesuatu untuk melampiaskannya.

Tangan Sasuke memegang pergelangan tangan Sakura, seperti ingin mencegah gadis itu agar tak meneruskan penyiksaan ini.

"Tuan Muda, saya mohon bertahanlah sebentar."

Sakura berhenti, karena tangannya dicengkeram Sasuke, lelaki itu membuang kain di mulutnya, matanya terbuka dan menatap sayu sang gadis yang berada di samping tubuhnya. Sasuke masih tergeletak di atas daun kering, terlentang di permukaan tanah.

"S-sebaiknya, kau buat aku tak sadarkan diri. Dengan ramuanmu atau apapun." Lelaki itu bernapas putus-putus. Kesadarannya akan segera membunuhnya.

Keringat itu bertetesan dari tubuh dan dahi Sasuke, lelaki itu gemetar karena rasa sakit.

"Anda harus kuat, setelah ini semua akan menjadi lebih baik." Sakura tersenyum.

Ia tak bisa memberikan semangat lain, karena sekarang kedua tangannya sedang bekerja. Sasuke terlihat menganggukkan kepala, dan Sakura kembali menyatukan koyakan di perut Sasuke. Laki-laki itu berusaha sekuat mungkin agar tak mengeluh atau bahkan meneteskan air mata, ini penyiksaan yang amat menyakitkan, ia dijahit dengan kesadaran penuh. Kenapa luka ini tak membuatnya pingsan saja, semua itu akan lebih baik untuk dirinya.

Hela napas terdengar dari diri Sakura, gadis itu lalu membasuhkan tangannya ke sungai setelah selesai menjahit luka Sasuke, kemudian kembali mendatangi Sasuke dan tersenyum untuk menguatkan lelaki itu. Ia sendiri heran, kenapa Sasuke masih sanggup untuk terjaga? Padahal seharusnya tenaga lelaki itu sudah terkuras banyak karena proses menjahit luka ini.

"Em ... saya akan memberikan ramuan ini, agar luka Anda lebih cepat sembuh. Tatapi, ini juga cukup menyakitkan. Setelah ini, Anda akan merasa lebih baik." Gadis itu merasa sungkan saat mendapati Sasuke yang terbelalak dan mengeluh terbata.

"Kau ... mengatakannya lagi, agar lebih baik, eh?" bisik lelaki itu dengan muka masam. Entah kenapa, di sini Sakura seperti menemukan sisi lain dari tuan mudanya yang sombong, kaku dan menyebalkan. Ia tentu tidak akan melupakan saat di mana sang tuan mengancamnya dengan sebuah cekikan.

"Sakura! Arg!"

Gadis itu tidak bisa melakukan apapun selain meneruskan kewajibannya, ia melirik Sasuke yang sekarang memasukkan kain gulungan itu ke dalam mulutnya dengan sebelah tangannya, sementara tangan yang satu lagi dipakai untuk mencengkeram rambut hitam panjangnya. Tangan mungil Sakura kembali meratakan ramuan yang berbentuk hijau dan lengket juga bau ke perut Sasuke yang terdapat luka yang telah dijahit, ia lalu memberikan sebuah kain persegi untuk menjaga agar ramuan itu tidak berserakan ke mana-mana saat Sasuke bergerak nanti. Kain yang lebih panjang diambilnya, untuk digunakan sebagai pelilit tubuh Sasuke. Kain itu ia lingkarkan ke tubuh Sasuke yang terluka, ia menarik belakang pinggang Sasuke dengan perlahan, agar kain perban bisa melilit tubuh Sasuke dengan sempurna.

Sang tuan sendiri, sekarang sudah melepas gulungan kain yang berada di mulutnya, napasnya masih tersengal dengan tubuh yang benar-benar dibanjiri keringat.

"Anda sangat tahan banting." Sakura tersenyum tulus, tetapi Sasuke tetap merasa kesal.

Ia tak suka terlihat lemah, apalagi dihadapan seorang wanita. Namun, luka ini benar-benar membuatnya berada di dalam kondisi paling memalukan dalam kehidupannya. Ia tak bisa membayangkan bagaimana wajah memuakkannya saat ia mengerang sakit. Kepalanya mendadak pusing sekarang, karena memikirkan hal itu.

"Selesai, sekarang sebaiknya Anda beristirahat." Gadis itu kembali menuju sungai untuk membasuh handuk dan membersihkan peralatannya. Ia juga menjemur kain-kain yang sudah dicucinya di ranting pohon, lalu mengambil kain seperti handuk kecil untuk membersihkan wajah dan tubuh Sasuke. Setelah handuk kecil itu diperas, Sakura kini kembali mendudukkan dirinya di samping Sasuke dan mulai membersihkan wajah lelaki yang merupakan tuan muda klan Uchiha.

"Saya kira, Anda sudah tertidur."

Sasuke mengerutkan alis.

"Punggungku penuh dengan daun kering yang menempel karena keringat. Itu sangat mengganggu, Sakura. Dan gatal."

Sakura tertawa kecil.

"Sayangnya, saya tidak bisa membersihkannya, karena Anda untuk sementara tidak boleh bergerak."

Jari-jari Sakura menyingkirkan rambut Sasuke yang menempel di dahi dan pipi, ia lalu membersihkan wajah lelaki itu dengan handuk kecil yang berada di tangannya. Bagian leher, lalu dada dan lengan. Walau punggung pria itu terasa gatal, namun tetap saja sekarang ia merasa lebih baik.

Sebenarnya, mereka berdua sama-sama berada dalam keadaan kotor. Kimono Sakura sendiri penuh dengan noda darah kering, muka dan lengannya juga, namun tentu saja bagian itu sudah ia bersihkan ketika mereka mendarat di pinggir sungai tadi. Tetapi, ia belum sempat untuk mengganti kimononya, karena luka Sasuke menjadi prioritasnya. Sekarang, setelah luka pria itu ia obati, tujuan selanjutnya adalah membersihkan tubuh lebih detil dan mengganti kimononya.

Ia mengambil sebuah kimono di dalam bungkusan kain yang dibawanya, lalu memilih bagian sungai yang terlihat tertutup bebatuan besar. Ia menanggalkan kimononya dan mulai membersihkan tubuh. Selembar handuk kecil menutup area pribadinya saat ia telah selesai membersihkan diri, dengan duduk di batu, ia kemudian mencuci kimono yang penuh dengan noda darah.

Atensinya berpindah, sekarang ia memegang bagian atas kimono Sasuke, lelaki itu hanya memakai celana dan selembar kain yang berguna untuk selimut. Setidaknya ia harus membersihkan pakaian Sasuke, untung ia sempat memindahkan beberapa kimono Itachi ke dalam bungkusannya. Jadi lelaki itu akan memiliki pakaian untuk ganti nanti.

Kini ia telah memakai pakaian yang bersih, sementara kimono basah itu ia jemur di dahan pohon seperti handuk dan perban tadi. Ia lalu mendekati Sasuke yang tergeletak dengan alas rerumputan dan daun kering, saat mendekat Sakura mengangkat alisnya karena melihat sang tuan yang masih tetap terjaga.

"Kenapa Anda tidak beristirahat?" Sakura tentu terkejut, ia kira sang tuan sedang berada di alam mimpi.

"Ini tak lebih baik, dia terus berdenyut dan membuatku susah tidur."

Sakura menghela napasnya. Ia menatap Sasuke dengan kesal karena sang tuan muda benar-benar keras kepala, padahal dengan kondisi tubuh seperti ini, jika mata lelaki itu dipaksa terpejam, pasti dengan sendirinya dia bisa tertidur. Seperti para pasiennya yang lain saat di desa dulu.

"Tuan Muda, hanya tinggal memejamkan mata, lagi pula tubuh Anda sedang sangat kelelahan. Nanti Anda akan tertidur dengan sendirinya."

"Lagipula, aku sangat haus." Sakura menganggukkan kepala dan berjalan untuk mengambilkan air.

Ia membuat sebuah bentuk kerucut dari daun yang bentuknya agak lebar, jadi bisa menampung air cukup banyak untuk meredakan harus sang tuan. Ia lalu mendekatkan diri kepada Sasuke, dan kebingungan sendiri karena lelaki itu masih belum bisa bergerak leluasa.

"Bagaimana caraku minum?"

"Bukankah kalian sangat jenius?" Sakura mengangkat satu alisnya. Sedang Sasuke merasa kesal.

Lelaki itu kemudian tanpa sengaja mengalihkan tatapannya dari mata Sakura, terfokus kepada bibir merah muda sang gadis.

"Bagaimana kalau dengan cara itu?" Sasuke berwajah datar, namun secercah merah muda menebar di pipinya. Bola mata hitam itu pun tak menatap diri Sakura, melainkan arah samping, tatapi kelihatannya sang gadis tidak sadar dengan kecanggungan Sasuke.

"Ah, benar juga!" Sakura terlihat senang, dan membuat Sasuke mengerutkan alis curiga.

Perlahan, Sakura mendekatkan tubuhnya, Sasuke bisa dengan jelas merasakan air sungai masuk dari bibir dan mengalir ke dalam kerongkongannya. Jangan berpikir kalau sekarang bibir mereka tengah menyatu, tidak karena Sakura hanya menggunakan mulut daun yang dijadikan seperti corong dan dituangkan ke mulut Sasuke secara perlahan.

Dahaga itu teratasi, namun Sasuke belum juga menutup matanya.

Keesokan harinya, Sasuke merasa lebih baik. Ia sudah mulai bisa menggerakkan tubuh untuk sekadar duduk, sehingga Sakura juga bisa membasuh tubuhnya dengan handuk kecil yang dicelup air. Dan sekarang ia sudah memakai kimono bersih, hal ini sangat membuatnya merasa nyaman.

Gadis itu terlihat tengah merapikan bungkusannya. Ia menatanya ulang, agar bungkusan itu bisa terlihat lebih kecil, memindahkan beberapa barang dan kemudian melipatnya dengan rapi.

"Setelah ini, apakah Anda akan menuju istana Hyuuga, Tuan Muda?"

Sasuke menggelengkan kepala, mereka sedang menyantap umbi-umbian yang ditemukan Sakura tak jauh dari semak hutan, mereka membakarnya dan mengisi perut.

"Aku akan mengantarmu dahulu ke desamu. Seperti kata Itachi, aku masih berstatus sebagai penjagamu." Lelaki itu kembali menggigit ubi dalam genggamannya.

"Saya kira, tuan muda Itachi hanya ingin membuat Anda sebal."

"Kau berpikir seperti itu?"

"Soalnya dia tertawa jenaka saat mengatakan hal ini kepada saya."

Lelaki itu menghela napas, dan ia masih sangat mengingat jelas pembicaraan empat mata antara dirinya dan Itachi sebelum jiwa lelaki itu ia lepaskan. Sang kakak mengatakan dua hal, yang pertama adalah mengenai seluk-beluk istana, termasuk mengenai jalur pelarian rahasia dan simbol labirin. Yang ke dua adalah tentang keinginan Itachi untuk menjaga Sakura, karena gadis itu memiliki kekuatan istimewa dari klan Haruno yang sudah binasa. Itachi mengkhawatirkan, jika ada klan lain yang mengetahui hal ini, maka nasib Sakura bisa dipastikan tidak akan baik. Mereka bisa saja menculik Sakura dan memanfaatkan kekuatan gadis itu untuk berperang atau sebagai pertahanan istana. Untuk itu, Itachi memberikan tugas kepada Sasuke, agar dirinya bisa menjaga Sakura setidaknya sampai gadis itu nanti memiliki seorang pria yang akan menjaga hidupnya dengan ikhlas.

"Yang dikatakan Itachi benar, bagaimana pun kau itu bagian dari Haruno yang dahulu sangat tersohor. Kalau ciciue dan Jiisama saja sampai pernah membahas tentang klan kalian, sudah dipastikan kekuatan pertahanan kalian bukanlah isapan jempol semata."

"Tetapi, perjalanan akan sangat jauh jika harus menuju ke desaku terlebih dahulu, karena kita sedang melewati jalur memutar. Bukannya sebaiknya menghemat hari dengan menuju istana Hyuuga terlebih dahulu?"

"Aku sudah memikirkan rencana. Yang terpenting kau harus kembali ke desamu, di sana cukup aman karena jauh dari istana Uchiha. Lalu, aku juga harus memulihkan tubuh dan memeriksa keadaan istana sebelum meminta bantuan klan Hyuuga. Aku harus memastikan sendiri."

Gadis itu kemudian menganggukkan kepala patuh.

Lagipula, aku benar-benar penasaran dengan kondisi istana. Apakah mereka berhasil mengalahkan perampok? Apalagi bantuan dari Suna sudah pasti menjadikan kemenangan di pihak mereka, lantas kenapa Niisama berkata seperti itu? Firasatku sangat tak enak.

.

.

.

Ratusan mil jauhnya dari tempat Sasuke dan Sakura berada, sebuah ruangan pribadi dari seseorang yang memiliki kuasa atas negerinya, tengah diketuk oleh seorang lelaki. Setelah terdengar samar-samar suara sang penguasa, lelaki itu lalu menyujudkan diri dengan hormat kepada sang pemimpin. Ia lantas tersenyum saat menyerahkan sebuah gulungan yang berisi informasi dari orang kepercayaan sang pemimpin.

"Bagaimana menurutmu, Kapten Nagato?"

"Seperti yang diinformasikan, Douno. Gadis itu tidak berada di desa Uchiha sekarang, jika menurut pengamatan saya, dia masih bersama Uchiha Sasuke dan Uchiha Itachi, dan melarikan diri dari desa Uchiha. Kita juga kehilangan kontak dengan Jendral Dan, kemungkinan dia telah terbunuh. Pasukan yang mencari pun masih belum menemukan hasil, dimohon Donou untuk bersabar sebentar lagi."

Anggukkan kepala menandakan sang pemimpin mengerti.

"Gadis itu harus kita dapatkan, bagaimanapun kekuatan kekkai klan Haruno adalah yang terkuat di sepanjang sejarah peperangan. Katakan kepada pasukanmu, untuk membuat kelompok pencarian lagi. Kalian harus menangkap Haruno Sakura hidup-hidup. Kau diberikan tugas untuk mencari informasi apapun tentang gadis Haruno itu, beberapa minggu lalu ia berada di istana Uchiha, kuharap kau mengerti apa yang harus kaulakukan setelah ini. Bawa dia hidup-hidup, Kapten Nagato."

Lelaki berambut merah itu menaggukkan kepala hormat kepada sang donou, ia lalu berpamit diri dan keluar dari ruangan pribadi sang pemimpin.

"Hai, Douno."

.

.

.

Sepanjang malam Sasuke dan Sakura berada di hutan, dengan alas seadanya mereka memejamkan mata di udara yang dingin, Sasuke tertidur dengan tubuh menyandar di batang pohon, sedang Sakura di samping lelaki itu meringkuk merengkuh tubuhnya sendiri karena kedinginan.

Pagi harinya, mereka bangun dan memakan umbi yang mereka bakar tadi malam. Sakura tidak bisa memancing, jadi mereka hanya memakan apa yang bisa Sakura dapatkan saja.

Menjelang siang mereka mulai berbenah untuk meneruskan perjalanan, setidaknya mereka harus mencari desa terdekat agar bisa beristirahat di bawah atap rumah, mereka juga memerlukan makanan yang lebih layak untuk mengisi perut dan menambah nutrisi.

Sasuke sudah merasa lebih baik, ia sudah bisa berdiri dan bergerak leluasa, ternyata obat yang Sakura berikan memanglah manjur, ia menjadi merasa cukup bersalah karena sempat bertingkah menyebalkan, dikarenakan obat itu sangat perih ketika tersentuh kulitnya yang terluka.

Lelaki itu baru saja selesai membersihkan tubuhnya di salah satu batu yang terdapat di bibir sungai, ia masih belum bisa mandi karena kondisi luka dan perban yang masih mengelilingi perutnya. Jadi, Sasuke hanya menggunakan handuk kecil milik Sakura untuk membasuh wajah dan tubuhnya yang tak tertutupi perban, setidaknya ia merasa lebih segar dan siap untuk melanjutkan perjalanan.

"Apakah Tuan Muda sudah selesai?" Sasuke menoleh karena mendengar suara Sakura, ia melihat gadis itu datang mendekatinya.

"Satu hal lagi."

Sasuke mengambil belati yang merupakan milik Itachi dan telah diserahkan untuk Sakura, dan ia menarik benda itu dari sarungnya. Kemudian dengan tangan kanan, Sasuke membuka ikatan rambut yang pagi tadi sudah sudah payah dirapikan Sakura. Ia lalu menggenggam rambut panjangnya dan dengan tangan kiri yang memegang belati, ia potong rambut hitam itu dengan sekali sayatan kuat.

Mata Sakura terbelalak, ia melihat Sasuke telah memangkas rambut panjang indah lelaki itu hingga hanya menyisakan sebatas tengkuk.

"Ke-kenapa Tuan Muda potong?" Sakura sangat histeris di dalam hati.

Lelaki itu lalu membuang rambutnya di aliran sungai dan menggunakan tangan kanannya untuk menyibak anak poninya ke samping kiri hingga menutupi hampir separuh wajahnya. ia lalu mantap Sakura dan tersenyum kecil.

"Dengan begini, tak akan ada yang mengenaliku."

Walau sebenarnya Sakura sangat menyayangkan hal itu, tetapi tetap saja ia tak bisa sembarangan memerotes sang tuan muda. Lagipula yang dikatakan lelaki itu memang benar, dengan penampilan baru ini, Uchiha Sasuke tidak akan dapat dikenali. Sakura memerhatikan Sasuke, ia sekarang terfokus kepada rambut lelaki itu yang kelihatan meruncing ke belakang. Seperti ekor ayam saja.

Beberapa hari setelahnya, Sasuke sudah merasa lebih baik hingga mereka tak perlu berjalan lagi untuk menuju desa terdekat. Sasuke menggendong Sakura dan membawa gadis itu terbang bersamanya, menjelang pagi mereka sampai di desa kecil di samping bukit. Lelaki itu pun menurunkan diri di hutan pinggir desa, ia lantas melepaskan Sakura dalam rengkuhan tangannya agar gadis itu bisa berjalan sendiri.

"Mungkin, saya bisa menawarkan diri untuk mengobati warga yang sakit dan mengusir roh jahat di desa, agar kita mendapatkan tempat untuk menginap."

Anggukkan Sasuke terlihat di bola mata hijau itu, mereka mulai berjalan dan mengunjungi rumah yang terlihat lebih besar. Sebenarnya mereka sedang mencari-cari warga yang tepat untuk dimintai tolong. Dan Sakura seperti menemukannya, ia merasakan aura iblis yang mengelilingi salah satu rumah yang cukup besar.

Bukan hanya Sakura yang menyadari hal itu, Sasuke juga dapat merasakan dan melihat aura keunguan dan cenderung hitam yang sedang melingkupi rumah, mereka pun memutuskan untuk melangkah mendekati beberapa orang lelaki yang terlihat berkumpul di halaman tersebut.

"Selamat pagi, Tuan."

Lelaki berusia sekitar 45 tahun itu menjawab sapaan Sakura dan membalas hormat gadis itu dengan turut menundukkan kepala.

"Selamat pagi, Nona."

Mereka lalu terdiam dan melihat keadaan, hingga seorang yang barusan mereka sapa kembali berbicara kepada lelaki yang bersebelahan dengannya.

"Tuan Hidan tidak seperti biasanya, dia menghukum siapa pun yang berani mengintip ke dalam kamar," bisik lelaki itu ngerih. Sepertinya nama sang tuan itu adalah seseorang yang cukup berpengaruh.

"Mohon maaf sebelumnya, sebenarnya apa yang sedang terjadi di sini?" Sakura membuka suara.

Beberapa lelaki terlihat seperti berpikir dahulu, kemudian mereka pun mulai bercerita tentang kepala desa muda yang sangat baik, disiplin dan taat yang tiba-tiba berubah menjadi sangat beringas dan selalu mengurung diri di dalam kamarnya, hingga tak memperbolehkan sang anak dan istri untuk sekadar memeriksa keadaan lelaki itu. Bukan hanya itu saja, salah satu pelayan mereka pun dihukum mati karena melanggar peraturan yang sudah dibuat beberapa minggu lalu. Tidak boleh ada seorang pun yang melihat ke dalam kamar.

Kepala merah muda Sakura terlihat mengangguk-angguk. Gadis itu sekarang paham, kemungkinan sang kepala desa muda itu tengah dirasuki oleh roh jahat yang ingin membuat kekacauan di desa. Tatapan Sakura kembali menatap ke sekeliling rumah, aura yang ditimbulkan cukup membuatnya sesak karena perbenturan energi.

"Begini Tuan, kalau diperkenankan, saya adalah murid dari seorang miko di desa saya, dan juga seorang tabib. Saya bisa sedikit membuat penangkal untuk mengusir momonoke yang mengelilingi rumah ini."

"Momonoke? Jadi ini semua ulah momonoke?" beberapa lelaki yang berada di halaman itu terdiam seketika, mereka memang sudah curiga ada yang tidak beres dengan kepala desa baru mereka, hingga melakukan hal kejam seperti itu. Padahal Hidan adalah orang yang taat dalam beragama.

"Kalau begitu, saya akan mempersilakan Nona untuk bertemu dengan istri beliau." Lelaki itu mengantar Sakura dan Sasuke masuk ke dalam rumah yang besar itu, mereka melewati beberapa bagian lorong untuk bisa menuju ke salah satu ruangan yang ditempati istri dari kepala desa.

Saat pintu diketuk, munculah seorang wanita berusia sekitar 25 tahun, yang terlihat anggun dan berparas sedih. Ia lalu mempersilakan Sakura dan Sasuke masuk, dan menyajikan hidangan kecil untuk mereka.

Mereka meneguk teh dan menyantap kue manis itu. Lalu sang istri bebicara kepada dua orang yang terlihat memakai kimono mahal yang cukup mencolok untuk pengembara seperti Sasuke dan Sakura.

"Saya adalah Akatsuki Konan, istri dari Akatsuki Hidan."

"Ah, saya adalah Haruno Sakura, seorang tabib."

"Sasuke."

Wanita itu mengangguk.

"Jadi, kalian adalah pasangan suami-istri muda." Bibir wanita itu tersenyum tulus, sedang Sakura tersentak dalam batinnya, tetapi kalau dipikirkan jika ia membantah ucapan wanita ini, pasti nanti Konan akan menanyakan marga Sasuke. Ia melirik lelaki itu, namun yang terlihat hanya wajah datar yang tak menunjukkan tanda keberatan. Jadi, dirinya pun mengikuti saja perkataan sang penghuni rumah, ia menganggukkan kepala.

Setelah melihat anggukan itu, Konan pun melanjutkan omonganya, "Saya sudah mendengar penjelasan dari Hidate, kalau Nyonya Sakura bisa merasakan aura momonoke di kediaman kami ini, apakah itu benar?"

Gadis itu menganggukkan kepalanya lagi, ia lalu menjelaskan kembali mengenai apa yang ia lihat dan ia rasakan. Sama seperti beberapa pria di luar sana, sang istri pun tersentak kaget ketika mengetahui bahwa kemungkinan sang suami tengah dirasuki.

Wanita itu kembali berwajah muram, dan menundukkan kepala mengerti. Lalu ia mengatakan kalau sebaiknya mereka beristirahat dahulu, dan akan memeriksa keadaan sang kepala desa saat hari menjelang malam. Sakura menyetujui perkataan sang istri, ia lalu mengikuti wanita itu untuk berkeliling di rumahnya.

"Ini adalah kamar yang akan kalian tempati. Saat makan siang nanti, pelayan akan datang untuk mengantarkan hidangan ke kamar."

Sakura merasa sungkan dan ia menganggukkan kepalanya.

"Saya permisi, Nyonya dan Tuan Haruno." Gadis merah muda itupun terlihat salah tingkah dan hanya bisa tersenyum untuk meladeni ucapan sang pemilik rumah.

Pintu itu Sakura tutup, dan ia menatap Sasuke yang sudah duduk bersandar di dinding. Lelaki itu terlihat agak lelah, karena perjalanan yang mereka tempuh. Sakura lalu mendekati sang tuan muda dan menanyakan kondisi lelaki itu.

Sakit yang dirasakan Sasuke tak terlalu terasa lagi, namun sesekali ia bisa merasakan denyutan di area luka itu. Tetapi, sekarang masalah luka bukanlah yang paling dipikirkannya. Mata hitam itu menatap pada figur sang gadis merah muda.

"Apa kau yakin bisa melakukannya? Aura ini cukup kuat."

Sakura terlihat mengerutkan alis, ia sedang menimbang untuk membalas pertanyaan Sasuke.

"Kurasa tak ada salahnya kita mencoba. Tetapi, sepertinya saya bisa menangani hal ini. Kita akan memulai memeriksa keadaan sang kepala desa dahulu. Setelah itu kita bisa putuskan apakah ini penindakan yang tepat atau tidak, karena kita masih belum mengetahui sampai di mana kekuatan makhluk itu."

Telinga sang gadis dapat mendengar dengusan Sasuke, alis mata merah muda itu pun semakin berkerut dalam.

"Kalau bukan karena untuk mendapatkan tempat menginap, aku tak akan bersusah payah. Yang menggangguku, kau seharusnya jangan memakai kata 'saya' atau 'tuan muda' jika berada di depan mereka nanti. Bukankah kita suami-istri, Koishi." Sasuke menyeringai, dan membuat Sakura merengut antara kesal dan malu. Namun, yang dikatakan Sasuke memang benar. Mereka setidaknya jangan sampai membongkar penyamaran sendiri.

"Ya, setidaknya kita harus membalas budi dari kemewahan ini. Lagipula, S-sasuke membutuhkan istirahat yang baik dengan tempat yang baik pula."

"Ya, kau benar. Tetapi, sebaiknya jangan terlalu memaksakan diri nanti, karena perjalanan kita masih jauh. Lagipula, makhluk itu bisa ditangani dengan mudah."

Sakura mengangkat alisnya, ia bingung.

"Bukannya tadi Sasuke bilang aura makhluk itu cukup kuat?"

"Untuk ukuran manusia. Lagipula, kalau mau mengukurnya, kau bisa membedakan antara kediaman ini dengan istana Uchiha. Tetapi jangan salah, itu hanya sebagian kecil karena jika aku mengeluarkan lebih, kalian tak akan bisa bertahan. Dan aku juga tak berminat untuk ikut campur dengan hal ini."

Dalam batinnya, Sakura menjerit histeris. Memangnya lelaki di depannya ini apa? Ok, ia memang mengetahui kalau Sasuke itu memiliki kejanggalan, bahkan perubahan dalam bentuk iblis itu sudah beberapa kali ia lihat. Tetapi, jika dia sekuat itu, kenapa Sasuke bisa terluka?

"Lantas kenapa kau bisa terluka, Sasuke?" Sakura menaikkan kembali alisnya. Ia lalu tersenyum di dalam hati, karena mungkin cukup terbiasa memanggil lelaki di depannya ini dengan nama kecilnya.

Sasuke hanya menatap sang gadis, kemudian ia menyeringai kecil.

"Kalau aku memberitahukan kepadamu, sama saja dengan membongkar rahasiaku sendiri." Ia lalu menutup mata dan tak mau mendengar pertanyaan berapi-api dari sang gadis merah muda yang masih berwajah sebal.

.

.

.

Ketika langit mulai menggelap, maka Sakura memulai penyelidikannya. Ia bersama pelayan lelaki mendekati ruangan kamar sang tuan besar. Mereka bejalan dalam ketenangan, dan Sakura sendiri meneliti aura yang menyebar di dalam kediaman sang kepala desa. Hidate berdiri di depannya, ketika lelaki itu menunjukkan kalau yang berada di depan mereka adalah ruangan yang ditempati sosok sang tuan besar.

Sakura menganggukkan kepalanya, alisnya berkerut dan ia mulai membuka pintu geser sebatas celah untuk melihat apa yang sedang terjadi di dalam sana. Matanya yang hijau menatap sang tuan yang duduk terdiam tanpa ada penerangan sedikitpun, lelaki itu terlihat seperti sedang menutup mata, namun penglihatan spesial Sakura sama sekali tak bisa dibohongi.

Di belakang lelaki yang memiliki jabatan itu, ada sesosok hitam yang melingkupi tubuh. Terlihat sedang mengendalikan sosok sang kepala desa. Tiba-tiba saja, Sakura merasakan perubahan suasana, mata Hidan bersinar kuning dan suara bentakan terdengar keras. Wajah lelaki itu menghadap ke arah Sakura dan Hidate yang mengintip dari luar, tiba-tiba saja tangan sang tuan memanjang, dan mencoba meraih mereka.

Kekkai langsung diaktifkan Sakura, sehingga ketika tangan itu mencoba untuk menyentuh tubuhnya, penghalang langsung bekerja hingga tangan yang memanjang dan mencoba menyerangnya itu terpental ke belakang. Sang tuan langsung membangunkan tubuh, ia seperti kesetanan dan berniat mengejar mereka dengan lompatan dari kaki yang tiba-tiba dipanjangkan kembali, kuku-kuku runcing tumbuh memenuhi kesepuluh jari tangannya.

"Menyingkirlah, Pelayan Hidate!"

Mata hijau itu terbelalak saat ia melihat aura yang semakin memekat, Sakura memfokuskan energi spiritualnya, dan membentuk cahaya putih dari dua jari tangannya. Ia melingkarkan cahaya itu dan berteriak cukup keras.

"Cahaya surga, pergilah iblis!" seketika cahaya putih itu mengenai tubuh sang tuan hingga lelaki itu terbanting kuat. Sang tuan langsung tak sadarkan diri, dan mereka dapat melihat sosok mengerikan yang perlahan keluar dari tubuh itu.

Sesosok bayangan hitam tanpa wajah, dengan jari panjang dan berkuku runcing. Suara geraman terdengar, dan tubuh itu mengeluarkan asap ungu yang diketahui Sakura sebagai racun.

"Jangan menghirupnya, Pelayan Hidate." Lelaki itu memundurkan tubuh, menyerahkan hal ini kepada Sakura seutuhnya. Mata hitam Hidate menatap tumbuhan yang terkena asap itu langsung layu dan mati.

"Momonoke, jangan kauganggu manusia. Aku akan memurnikanmu." Makhluk itu terlihat marah, dan menyerang Sakura menggunakan asap beracun, namun kekkai yang menglingkupi tubuh Sakura menjadikan dirinya tak tersentuh dan membuat makhluk itu semakin berteriak mengerikan.

Kerutan di alis merah muda semakin terlihat, Sakura sekali lagi memfokuskan energinya dengan kedua jari dari tangan kanan yang ia tempelkan di tengah dahi, di tanda persegi yang ada di tengah dahinya. Ketika ia mengeluarkan sinar putih itu lagi, dan menghantamkannya kepada sosok gelap itu, yang bisa Hidate dengar hanyalah suara teriakan yang membuatnya bergetar seketika. Sosok itu perlahan menghilang, dengan aura yang juga telah sirna.

"Saya sudah memurnikannya." Sakura menatap sang pelayan, lelaki itu lalu mengangguk dan mereka mendekati tuan besar yang masih belum sadarkan diri.

Lelaki itu sekarang berada di atas futon, istrinya berada di samping, Hidate juga berada tak jauh dari sana, sedangkan Sakura masih memeriksa kondisi sang kepala desa. Pandangan Sakura yang berbeda menatap sang kepala desa, energi Hidan sudah tak ada dan tak memiliki kesempatan untuk hidup di dunia ini. Lelaki itu telah meninggal.

Gelengan kepala merah muda, membuat sang istri hanya bisa menundukkan kepala dalam, begitu pula dengan sang pelayan. Mereka tengah bersedih karena sang kepala keluarga tak bisa diselamatkan.

"Setidaknya, suamiku meninggal dengan damai sekarang." Wanita itu berusaha terlihat tegar. Ia lalu menundukkan kepala sambil mengucapkan terimakasih kepada Sakura.

Kediaman ini telah terlihat lebih baik, Sakura menatap ke sekeliling dan mendapati aura ketentarman telah kembali.

Mereka akan berangkat untuk meneruskan perjalanan esok hari. Walau gemuruh kesedihan masih ada di dada karena tak bisa menyelamatkan sang kepala keluarga, setidaknya Sakura bersyukur karena ia bisa membuat sang kepala desa meninggal dengan tenang.

Ia kembali ke kamar yang disediakan untuknya, saat membuka pintu, pandangan matanya langsung bertatapan dengan Sasuke. Emerald dan oniks bertemu, Sakura menghela napas dan berjalan mendekati Sasuke yang masih bersandar dan belum terlihat mengantuk.

"Apa yang ada di dahimu itu, dia seperti berkembang?"

Tatapan Sakura terhenyak, menandakan ia terkejut karena Sasuke dapat melihat sesuatu di dahinya.

"Ah, entahlah." Sakura menarik napas, dan tanda di dahinya berbentuk semula, seperti segi empat. Ia dapat melihat alis Sasuke naik sebelah, mungkin merasa cukup tertarik. "Kalau aku memberitahumu, sama saja membongkar rahasiaku," ucapan gadis itu membuat Sasuke menyeringai dan entah kenapa setelahnya Sakara juga terkikik kecil.

"Hoo, kau meniruku." Sasuke menatap Sakura dengan sudut bibir yang masih tertarik, lelaki itu lantas berdiri dan mengambil futon untuk dirinya dan Sakura. Menyuruh agar gadis itu beristirahat setelahnya.

.

.

.

Mereka meninggalkan desa pagi-pagi setelah memberi hormat peristirahatan terakhir kepada kepala desa yang meninggal dengan damai. Istri dari Hidan datang tergopoh sebelum mereka berpamitan pergi, wanita itu memberikan sekantung uang setelah menarik tangan Sakura, namun gadis merah muda keras kepala menggelengkan kepalanya dan berkata bahwa ia iklas membantu keluarga ini. Tetapi, di sampingnya tiba-tiba saja sudah berdiri Sasuke, lelaki itu dengan bisikan sarat akan makna menyuruh Sakura untuk menerima uang itu. Alhasih, mereka pergi dengan membawa rasa terimakasih yang cukup banyak dan bisa dimanfaatkan untuk perbekalan dalam perjalanan. Sekantung uang.

Hela napas menarik atensi Sasuke, lelaki itu masih tidak mengerti bisa-bisanya Sakura lebih memikirkan keiklasan dalam menolong, daripada kebutuhan yang mereka perlukan selama perjalanan. Mereka sekarang menaiki seekor kuda, dengan Sakura duduk di bagian depan dan Sasuke di belakangnya. Sasuke sadar, sekarang Sakura sedang salah tingkah, jarak mereka tentu saja sangat berdekatan dan membuat gadis itu malu setengah mati. Di satu sisi untuk Sasuke, ia merasa seperti memeluk seseorang karena sedang mengendalikan tali kekang, di sisi lain untuk Sakura, sang gadis berambut merah muda sedang menahan napas atau bernapas pendek-pendek karena merasa seperti sedang dipeluk Sasuke.

"Hentikan, Sakura. Kuda ini bisa terusik jika kau terus bertingkah seperti ini." Sasuke memperingati, gadis itu bisa membawa keresahannya kepada kuda. Hewan tunggangan ini merang bisa mengerti dan merasakan apa yang dirasakan oleh tuannya.

Mereka sampai di pintu masuk desa kecil ini, dan para penduduk yang melihat mereka ingin meninggalkan desa menundukkan kepala, sebagai rasa terimakasih karena telah menyelamatkan kepala desa mereka dari momonoke. Gadis di dekapan Sasuke membalasnya dengan sungkan, dengan senyuman yang agak dipaksakan karena kondisi dirinya yang sangat tak mengenakan. Memalukan tepatnya, tetapi penduduk desa malah memandang lain. Salahnya sendiri menciptakan sandiwara pengantin muda yang terlihat dimabuk asmara. Sakura menghela napas lega saat mereka telah keluar dari desa.

"Aku akan menambah kecepatan, kau bisa memengang kedua lenganku jika takut terjatuh." Sasuke berbicara serius, napas lelaki itu terasa di sebelah telinga Sakura dan membuatnya gugup bukan main. Alhasil, anggukan kaku pun ia lancarkan sebagai jawaban.

"Atau ..." Sasuke berbisik, dan Sakura bersumpah memang merasakan kepala lelaki itu berada di sebelah telingnya. Sialan, Sasuke. Detak jantungnya meningkat tajam dan ia berkeringat bukan main saat merasakan sebelah tangan Sasuke merayap di perutnya dengan gerakan perlahan. Lelaki itu menyeringai dan kembali bebisik, "Aku yang akan memegangimu, Koishi."

.

.

.

.

.

Bersambung~~~

Erza Note:

Hari ini panas banget sumpah. Tapi malamnya dingin.

Silakan berikan masukan, kritik, saran atau fangirlingan semata dalam bentuk komentar heheh.

Words 5,5 k.

Silakan memberikan masukan, kritik dan saran atau pesan kesan.

Salam sayang,

zhaErza

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top