The Darkness (Bagian 4)

The Darkness

Story by zhaErza

Naruto milik Kishimoto Masashi

SPESIAL MOMEN SASUSAKU FANS DAY 2017

Terinspirasi dari Inuyasha

Summary: Sakura dan neneknya hanyalah seorang tabib yang terkenal sangat mujarab, mereka akan mengobati siapa pun yang terluka, hingga seorang pelayan salah satu klan terpandang meminta bantuannya untuk mengobati tuan muda mereka yang sakit parah.

.

.

.

Chapter 4

Angin yang berembus dari balik jendela, dan sesekali menggoyangkan rambut hitamnya yang panjang, tak pelak membuat seorang lelaki yang memiliki kuasa di istana menjadi terhibur. Kerutan samar tercipta di dahi, sebelah tangannya mengurut batang hidung, menandakan dirinya sedang dalam kondisi yang tidak baik. Belakangan permasalahan pemberontakan di wilayah Timur menarik atensinya, tentara yang cukup banyak sudah digerakkan, namun dirinya tak menyangka kalau perampok itu memiliki jumlah pasukan yang banyak.

Jika dibiarkan dan tak ditanggulangi dengan cepat, sang tuan muda berpikir kalau pemberontakan ini akan meluas ke wilayah lainnya. Para perampok itu akan merajalela.

Untuk itu, Uchiha Sasuke yang duduk di kursi kekuasaannya telah mengirimkan beberapa orang kepercayaannya untuk menyelidiki kasus ini.

Deritan kursi menandakan Sasuke telah berdiri dari meja kerja, ia berjalan beberapa langkah guna mendekati sebuah lukisan yang tertempel di dinding ruangan. Di sana terlihat sosok dirinya dan sang kakak yang gembira dengan senyuman yang terumbar di wajah. Saat mereka masih belia dahulu, terlihat begitu bahagia.

Pikirannya perlahan menarik antensi matanya kepada gestur lukisan sang kakak yang berada tepat di sebelah dirinya yang masih berwujud bocah. Lelaki itu yang kelihatan selalu ramah dengan wibawa yang tinggi, menjadikan dirinya tepekur karena mengingat kondisi terakhir kakaknya yang diambang kematian.

Kondisi tubuh yang semakin hari semakin melemah, sakit ini dan itu, membuatnya bersedih dan mencari cara apa pun untuk bisa menyelamatkan nyawa sang kakak. Namun, ternyata Tuhan berkehendak lain, ia tak diberikan banyak waktu untuk bisa menatap senyum kakaknya. Merasakan belaian kepala yang didapat dari jari-jari kurus dan pucat itu, kakaknya menutup mata saat usia lelaki itu menginjak 26 tahun. Seharusnya sebagai pewaris sah klan, Uchiha Itachi sudah diharuskan menikah, namun dengan kondisi tubuh yang memprihatinkan, menjadikan mereka semua lebih terfokus untuk kesembuhan sang sulung.

Saat itu usianya 18 tahun. Dan tak terasa sekaran usianya sebentar lagi 19, ia sadar dirinya begitu egois sehingga menginginkan yang tak sepatutnya bertahan di dunia ini.

Lelaki itu terlihat berjalan keluar dari singgasananya. Ia mendatangi sang kakak untuk melihat keadaan lelaki itu sekarang, kekhawatiran yang ada di hati, kini terlapisi dengan umpatan-umpatan imajiner dari dirinya yang lain. Memang siapa lagi yang membuat keadaan sang kakak menjadi semenderita ini? Kau tak buta, Uchiha Sasuke.

Ia memberikan gestur tangan terangkat, untuk mencegah sang pengawal kediaman pribadi kakaknya tak meneriaki kehadiran dirinya. Lelaki itu perlahan menggeser pintu, dan berjalan untuk menyibak penghalang bambu yang membatasi ruangan dengan Itachi yang tak sadarkan diri di atas futonnya. Ia menghela napas, dan menatap sekali lagi wajah kakaknya, retakan-retakan aneh mulai menjalari muka dan tubuh lelaki itu. Benar apa yang dikatakan tabib yang merawat kakaknya, kalau keadaan lelaki ini sangat memprihatinkan.

Sasuke menyadari ada yang masuk, dan seperti perkiraannya itu adalah Sakura yang terlihat membawa ramuan herbalnya.

"Sakura, mau minum teh bersamaku." Gadis itu terlihat terdiam dalam keterkejutan. Tentu saja, pikir Sasuke. Suaranya sekarang teramat lembut dan ini adalah sesuatu yang sangat langka. Dirinya baru saja mengajak gadis biasa untuk minum teh bersama. Ah, Sakura adalah Haruno, Sasuke.

Terdengar gumaman, dan anggukan kepala. Sakura mengatakan setuju setelahnya. Dan meraka langsung berjalan dan meninggalkan Itachi untuk beristirahat atau tertidur dalam ketidakberdayaannya.

Tujuan Sasuke adalah gazebo di wilayah pribadinya. Ia ingin menyambut Sakura sebagai tamu khusus, setelah memikirkan kalau selama ini ia sangat tak berprilaku baik terhadap gadis yang berjasa merawat kakaknya.

Untuk menuju ke gazebo itu, Sasuke dan Sakura terlebih dahulu harus melewati ruangan kamar pribadi sang bungsu. Di wilayah bagian samping, terdapat pintu dan jalan selebar satu meter dan memanjang terbuat dari kayu yang langsung mengarah ke tempat tujuan, mereka akan melewati beberapa kolam yang di dalamnya ada ikan koi dan air terjun bambu, di bagian samping terdapat sebuah jalan lagi untuk menuju sebuah tempat yang dinamakan doujo pribadi Sasuke. Tak hanya itu, ada juga tempat khusus memanah dan melukis. Kediaman Sasuke ini sangat lengkap dan indah, dan sekarang untuk pertama kalinya Sakura mengetahui fakta ini. Mereka sampai, dan di sana sudah di sediakan peralatan untuk meminum teh.

Sasuke menyerukan agar Sakura duduk berhadapan dengannya. Lelaki itu dengan apik memberinya cawan dan menuangkan teh hangat kepada sang gadis. Sakura kikuk karena merasa tak pantas diperlakukan hal semacam ini oleh seorang tuan muda.

"Jangan terlalu sungkan. Ini wilayah pribadiku, santai saja."

Ada kerutan di dahi, tentu saja ia canggung. Lelaki ini seperti memiliki wajah berlapis-lapis. Beberapa waktu lalu ia akan marah jika Sakura berucap sesuka hati, dilain waktu dia akan memotong perkataannya yang belum selesai, dan sekarang ia berprilaku sangat sopan dan itu walau terlihat bagus, tetap saja membuat Sakura khawatir. Ia sedikit trauma sepertinya.

Dengan kicau burung dan belaian angin, Sakura menjadi terbawa suasana juga. Ia meneguk minuman hangat itu setelah menganggukkan kepala dan mengucapkan terimakasih.

"Bagaimana Itachi?" ah pertanyaan ini lagi, tentu saja begitu. Sekarang Sakura sedang duduk dengan adik dari tuan muda yang tak berdaya. Siapa lagi penyebabnya, batin Sakura kesal.

"Seperti yang saja jelaskan beberapa hari lalu, Tuan Muda."

Sakura terdiam, ia kembali membatin kalau ini adalah kesempatan. Bagaimanapun, sekarang Sasuke tengah bersikap ramah kepadanya. Tak ada salahnya mecoba, namun ia masih terdiam dan menunggu.

"Apakah tak ada cara lain yang kaubisa?"

Sasuke menganggap kalau sekarang Sakura tengah menghela napas, lelaki itu meneguk habis tehnya dan kembali menuang ke cawan tembikar miliknya dan juga sang gadis.

"Begitu," keluh Sasuke sedih.

Lelaki Uchiha itu tahu, kalau sang gadis ingin membujuknya prihal ini, namun ia tetap diam sambil memikirkan apakah ia sanggup merasakan kehilangan kakaknya lagi? Dan masalah di wilayah Timur pun sedang didiskusikan, apakah akhirnya mereka harus menggunakan cara kekerasan dan mendeklarasikan perlawanan dengan senjata?

Saat memejamkan mata yang terbelai indah oleh angin, sang gadis merah muda diam-diam memandangi tuan mudanya ini. Menerka gerangan apa yang dirasakan lelaki itu sekarang. Wajah datar itu terlihat lebih lelah, kantung mata sangat mencolok di wajah putihnya. Dalam benak, Sakura hanya berasumsi masalah Itachi adalah ulah lelaki itu sendiri, dan sekarang pula yang membuat kendala semakin berat adalah lelaki itu yang tak mau melepaskan kakaknya.

"Tuan Muda, apakah anda tak memikirkan yang saya ucapkan beberapa hari lalu?" Sakura mengawasi sang tuan, lelaki itu masih memejamkan mata, tetapi Sakura sadar kalau dia sama sekali tak tertidur.

Tepat yang seperti Sakura pikirkan, Sasuke membuka kelopaknya.

"Berapa lama lagi ia akan bertahan dan tetap sadar?"

Gadis itu terdiam, menerka-nerka apa yang ada di balik otak sang tuan muda sekarang, ia mulai memprediksi. Seperti tak sampai dua bulan lelaki itu akan hancur lebur menjadi abu.

"Saya tahu ini sangat lancang, tetapi saya merasa kalau tuan muda Itachi tak akan bertahan lebih lama. Rekatan ditubuhnya sudah bermunculan. Tuan muda Itachi bisa menjadi abu jika tak segera dibebaskan dan yang paling fatal, kita tak akan bisa menyelamatkan jiwanya."

"Sakura, aku harap ini hanyalah fantasiku." Sakura mengerutkan alis, ia tak bisa mengerti jalan pikiran tuannya yang keras kepala ini. Padahal jelas sekali kalau kakaknya sedang menderita karena keegoisannya. "Kurasa, kedamaian di desa akan terusik beberapa saat lagi."

"Apa maksud Tuan Muda?" Sakura tak tahu Sasuke sekarang membicarakan hal apa. Padahal inti percakapan ini adalah mengenai kebebasan Itachi.

"Apakah kaubisa menunggu hingga masalah desa selesai? Aku tak ingin Itachi pergi dengan membawa beban bahwa desa sedang tak aman. Orang-orang kepercayaanku sedang menyelidiki, ada sebuah kelompok perampok yang mengacaukan daerah Timur dan entah kenapa aku sangsi kalau ini hanya sekadar perampokan. Jika benar apa yang aku pikirkan, maka kami akan segera melakukan deklarasi perang di wilayah itu."

Yang bisa Sakura lakukan sekarang hanya terdiam, ia bingung dengan permasalah desa, ia hanyalah seorang tabib, namun ia cukup tahu kekacauan apa yang akan terjadi jika akan dimulai perang. Pertama, perang membawa kesengsaraan, walau hal ini untuk membela desa, namun tetap saja nyawa akan dipertaruhkan dan banyak keluarga yang akan kehilangan nantinya. Kedua, situasi tak aman ini dapat mengundang desa lain dibawah naungan klan lain untuk menyerang wilayah kekuasaan Uchiha. Kalau tak salah, klan Uchiha terlalu tersohor dengan kejeniusannya, pasti banyak wilayah lain yang merasa menginginkan klan Uchiha untuk menjadi wilayah jajahan mereka.

"Maaf, tetapi saya tak yakin, Tuan Muda." Sakura menundukkan kepala. Mereka tidak akan tahu apa yang akan terjadi jika tak sesegera mungkin membebaskan jiwa Itachi, Sakura sudah dua minggu lebih berada di kediaman kastil ini. Kemarin baru saja ia mengirim surat kepada neneknya di desa dan sangsi kalau akan menerima balasan. "Jika menurut saya, semakin cepat, maka akan semakin baik."

.

.

.

Niat awal Sakura yang ingin memberitahu hal ini kepada Itachi sirna sudah, lelaki itu memang memutuskan kalau akan menerima kepergian kakaknya, tetapi Sakura bisa merasakan penyesalan dan rasa bersalah itu saat mengobrol dengannya beberapa saat yang lalu. Kini, ia hanya bisa termenung saat mencoba memulihkan tubuh Itachi, lelaki itu bercakap-cakap sesekali dan menanyai kehadiran adiknya yang sudah absen selama beberapa hari. Itachi hanya tak tahu kalau Sasuke datang di saat dirinya tengah tak sadarkan diri.

"Bagaimana perasaan anda, Tuan Muda?"

Itachi tersenyum kecil. Ia menggeleng kepalanya.

"Aku tak tahu, kadang aku merasa ditempat yang aneh, tetapi aku sadar aku masih di dunia ini. Aku bahkan sudah tak mengerti kalau ini sangat sakit, aku tak tahu aku sedang bagaimana. Aku tak tahu, tapi aku paham di sini adalah kesalahan untukku. Aku bukan di sini, Sakura."

Gadis itu menatap prihatin, Itachi sudah mengerti dengan kondisinya. Apalagi kesadaran lelaki itu yang dimaksud bahwa ia seharusnya telah mati. Hingga menjadikan momok tersendiri untuknya, ia bilang dirinya kedinginan dan juga kepanasan di saat bersamaan. Dan Sakura pahan, jiwa itachi mulai dimakan kegelapan.

"Ah, bagaimana kau dan Sasuke? Apakah dia baik?"

Sakura mengangguk.

"Ia mengundang saya minum teh di gazebo pribadinya beberapa hari lalu."

"Syukurlah dia baik, dan berada ditanggung jawabnya. Aku hanya tak tahan melihat kesedihan di matanya, aku tahu ini adalah ulahnya dan aku sama sekali tak menyalahkan dirinya."

Sakura tertegun. Apa yang dikatakan tuan muda ini tadi? Apakah dia tak salah dengar dengan apa yang diucapkan tadi? Atau Itachi hanya asal berbicara saja.

"Maksud, Tuan Muda?" Sakura memancing.

Itachi terlihat tersenyum, ia melirik Sakura.

"Kau memiliki energi spiritual, bukan? Kukira pasti kau sudah menyadarinya. Aku memang tak memiliki hal semacam itu, namun bagiku tak ada yang bisa disembunyikan Sasuke dariku." Itachi terdiam dan Sakura pun sama, ia tak bisa asal bicara, dan masih belum memastikan benar mengenai apa yang dikatakan Itachi.

"Aku tahu ini semua ulah Sasuke. Tapi, aku tak ingin berprasangka buruk kepadanya. Namun, semakin hari aku semakin yakin. Sakura, aku tahu kau masih meragukanku karena keadaanku yang seperti mengambang dan tak jelas dalam berbicara belakangan ini, tetapi ada kalanya aku bisa menjadi seperti diriku yang biasa, seperti sekarang."

Sakura terlihat sedih, ia menundukkan kepala karena menatap senyuman Itachi.

"Jangan beri tahu kalau aku sudah mengetahui kebenarannya. Aku tak ingin dia sedih, nanti aku sendiri yang akan memberitahu kesalahannya ini dan tentu saja dia tetap harus dihukum karena perbuatannya ini. Kau mau membantuku? Sepertinya ia akan sangat kesal kalau aku menunjukmu sebagai pengawas prilakunya, agar ia tak sembarangan dan jangan lupakan hukuman yang lama. Ia akan menjagamu hingga kau menikah kelak. Itu terlihat mengesalkan, bukan."

"Tuan Muda, tak perlu seperti ini."

Dan Sakura melihat Itachi tertawa kecil dengan polosnya.

.

.

.

Seperti dugaan Sasuke, semua yang diprediksikannya mengarah tepat ke sasaran. Ia sedang duduk dengan para petinggi, penasehat dan jenderal di dalam ruangan pertemuan. Mereka membahas tentang para perampok yang telah membentuk satuan untuk mengambil alih kekuasaan Uchiha. Alis lelaki berambut panjang dan dikucir tinggi itu mengerut, ia tak bisa percaya ada kelompok perampok yang seberani ini terhadap kalangan penguasa.

"Apakah ini tak terlalu mencurigakan?" lelaki bermarga Uchiha itu mengeluarkan unek-uneknya.

"Saya juga berpikir sedemikian, Tuan Muda. Terlalu menggebu bagi mereka untuk melawan kekuasaan Uchiha dengan orang-orang yang jumlahnya tidak seberapa dibandingkan kita. Maksud saya, walau jumlah mereka banyak, tetapi tetap saja ini adalah tindakan yang gegabah bagi mereka." Penasehat Itachi yang bernama Dan menyumbangkan pikirannya.

"Tetapi, semua para perampok itu memang gegabah. Mereka kira, mereka cukup kuat untuk menjarah negeri ini, itu sebabnya mereka memulainya dari wilayah Timur." Jenderal Juugo pun mengomentari yang diucapkan Dan.

Terlihat sang penasehat sang ayahanda dahulu, Hiruzen menganggukkan kepalanya.

"Tuan Muda, hamba rasa, kemungkinan ada campur tangan pihak lain. Hingga mereka merasa di atas awan." Jenggot putih penasehat sang ketua terdahulu dielusnya perlahan, matanya menatap kepada meja sambil berpikir.

"Itu dugaanku, Penasehat Hiruzen. Apakah mereka dibayar oleh klan lain untuk menjatuhkan Uchiha?" Sasuke kembali menerangkan yang ada di kepalanya.

Beberapa petinggi lain menganggukkan kepala, mereka berkomentar sama dan membenarkan dugaan ini. Karena memang bagaimana pun tidak ada perampok yang akan seberani ini, mungkin mereka memang menjarah desa-desa kecil. Tetapi untuk mendeklarasikan perang secara terang-terangan, seperti yang diselidiki oleh orang kepercayaan Sasuke, ini terlalu mustahil.

"Aku rasa kita harus mempersiapkan pasukan perang. Jendral, bagaimana menurutmu?" Sasuke menaruh sikunya di atas meja, jari-jari tangannya saling menggenggam menjadi satu.

"Karena kecurigaan ini semakin terbukti, saya akan membagi pasukan menjadi dua. Untuk berperang di wilayah timur, juga untuk penjagaan ketat di desa kita. Masing-masing berjumlah 500 pasukan. Akan diberi kode, Ame dan Yuki. Yuki akan menjaga di desa untuk meminimalisir kecurigaan kita dan yang akan terjadi, dan Ame akan berperang melawan para perampok."

Lelaki muda itu menganggukkan wajahnya, rambut hitam panjangnya bergoyang.

"Baiklah ada pendapat lagi? Jika tidak, kita harus mempersiapkannya sedini mungkin, dan rombongan Ame akan ikut bersamaku ke medan pertempuran, kelompok Yuki akan dipimpin oleh Jenderal Suigetsu. Nanti petang, para jenderal akan berdiskusi denganku lagi mengenai strategi apa yang akan kita gunakan. Sekarang, sebaiknya kita mengatur persiapannya."

Mereka pun membubarkan diri, Sasuke lantas menuju ruangannya untuk beristirahat siang. Ia menatap sejenak beberapa dayang yang bersujud hormat saat dirinya melewati mereka. Pikirannya sedang dalam keadaan bercabang atara kakaknya dan desa. Kalau saja Itachi yang menghadapi hal ini, lelaki itu akan bisa melaksanakannya lebih baik, kakaknya terlalu ahli memprediksi sesuatu dan hal itu bisanya selalu tepat sasaran.

Ada hela napas, situasi genting ini tak boleh sampai bocor pada sang kakak.

Niat awal ingin beristirahat di kamar sambil menikmati suguhan teh hijau, namun kakinya malah membawanya kepada kediaman pribadi sang kakak. Lucu sekali, ia sangat merindukan sosok itu entah karena apa.

Teriakan pengawal menandakan sang kakak sedang dalam keadaan terjaga, mungkin tabib panggilan itu sedang menangani kakaknya. Tentu waktu masih pertengahan, Sakura pasti masih memeriksa tubuh Itachi.

Ia melangkah masuk dan melihat sosok kakaknya yang berbaring dan tersenyum, di sebelahnya ada Sakura yang menyujudkan diri.

Sebelah tangan diangkatnya dan ia menyentuh wajah dingin sang kakak yang mulai terlihat memiliki retakan seperti yang diceritakan Sakura.

"Kau terlihat lelah, Otoutou."

Sasuke menggelengkan kepalanya, dan Itachi berkata lagi agar Sakura memberikannya teh dan pendamping yang sangat tak disukai Sasuke, apalagi kalau bukan kue manis. Lelaki itu menghela napas, saat tangan yang lebih kecil itu menyodorkannya dengan apik dan sopan secawan tembikar dengan cairan beraroma hangat dan menenangkan, juga sebuah wasaghi manis yang memiliki warna seperti rambut Sakura. Ya, wasaghi memang dapat membuat Sasuke secara terpintas mengingat Sakura yang identik dengan rambut merah muda dan mata hijau.

"Ya, aku menjadi mengerti perasaanmu, Niisama." Sasuke menyeringai, main-main dan membuat Itachi mendengus malas.

"Aku mengatakan kepada Sakura, kalau ia bisa menyelidiki prihal klan Haruno di perpustakaan kita. Aku mengingat ada beberapa gulungan yang membahas tentang klan Haruno dan keistimewaanya. Bagaimana menurutmu, Otoutou?"

"Aku kira terserah saja. Jika dia menginginkannya, kenapa tidak?Lagipula, sangat menyiksa kalau kau tak mengetahui jati dirimu. Begitukan, Sakura?"

Gadis itu hanya menganggukkan kepalanya. Ia memang penasaran dengan jati dirinya. Kalau memang benar ia adalah salah satu keturunan Haruno yang talah musnah belasan tahun silam, apalagi dengan segala keistimewaan yang ia punya dan merupakan ciri khas klannya.

"Apakah saya boleh membacanya di ruangan saya, Tuan Muda?"

"Tentu."

.

.

.

Hari-hari berikutnya, suasana panik mulai terasa, desa mereka yang selalu aman kini dipenuhi para tentara yang berjaga di lima titik untuk melindungi desa. Pasukan satu rombongan Yuki yang paling banyak akan menjadi tameng bagi istana, beberapa kapten dan jenderal berada di garis depan, mulai mempersiapkan penjagaan. Di bagian lainnya, rombongan Ame mulai berkumpul di lapangan sudut istana, mereka akan keluar dari pintu gerbang samping yang akan berhadapan langsung dengan bagian Timur.

Gadis merah muda itu berjalan untuk melakukan aktivitas biasanya di pagi hari, ia tidak diperbolehkan berkeliling istana karena sekarang para pengawal tengah menyiapkan diri dan posisi. Jadi, dirinya hanya akan berniat untuk mengunjungi Itachi dan melihat keadaannya.

Tatapannya sedikit terhenyak saat mendapati Sasuke berjalan dengan beberapa orang berpakaian sama seperti pemuda itu. Terlihat mereka memiliki kuasa di sini, mengenakan baju zirah perang yang sangat mencolok dan membuat Sakura terpukau hanya dengan sekali tatap.

"Sakura!" lelaki itu memanggilnya ketika jarak mereka sudah berdekatan. "Kalian tunggu aku di gerbang Timur." Sakura menunduk, dan sebesit ia melihat dua orang lelaki yang berjalan di belakang pria itu menganggukkan kepala dan meninggalkan mereka.

Hela napas terdengar, Sasuke melepas pelindung kepalanya yang berbentuk topi yang sisinya memanjang sampai mendekati leher, dan terbuat dari baja. Ia berjalan lebih mendekati gadis itu.

"Aku tak punya banyak waktu, perang sudah di depan mata, kami harus bisa menangani ini dan semoga kecurigaanku tak menjadi kenyataan."

"Kecurigaan?"

Sasuke menganggukkan kepalanya.

"Ya, semoga ini hanya fantasiku, tetapi aku menaruh curiga kalau mereka dinaungi klan lain untuk meruntuhkan Uchiha." Sasuke dapat melihat bola mata Sakura terhenyak.

"Lalu ... bagaimana?"

"Kami sudah mempersiapkan diri, aku mengirim surat ke Suna untuk meminta bantuan Gaara, tetapi mereka akan sampai kemungkinan esok pagi lagi. Waktu kita terlalu sempit, Sakura." Sasuke terdiam, ia kemudian melanjutkan perkataannya dengan hela napas kembali. "Jika terjadi sesuatu yang mencurigakan. Selamatkan dirimu, di perpustakaan ada sebuah ruangan di dekat ujung barat di bawah lantai tatami ke 20, itu adalah jalur untuk meloloskan diri, ikuti saja jalannya, kau akan sampai di hutan terlarang. Aku akan memberikan dua orang komandan untuk menjagamu Sakura."

Bola mata sejernih kristal itu menatap Sasuke, tidak tahu harus mengatakan apa, tetapi masih tidak yakin dengan apa yang didengarnya.

"L-lalu, bagaimana dengan Tuan Muda Itachi?"

Sasuke mendengus.

"Kau masih memikirkan keselamatan orang lain disaat genting begini. Itachi pada awalnya memang sudah mati, mereka tidak akan bisa menyakiti tubuhnya selama aku belum melepaskan jiwanya. Tenang saja, dia tidak akan apa-apa."

"T-tapi, tuan muda Itachi pasti akan menyaksikan semuanya." Sakura sudah bersuara seperti cicitan.

"Kau bisa membawanya bersamamu, aku akan menjemputmu ... ya, kalau selamat dari maut ... di tangah hutan.. "

Sakura tercengang, dan itu membuat Sasuke tertawa kecil untuk pertama kalinya.

"Se-sebentar, lalu bagaimana dengan tuan muda Itachi nantinya?" Sakura gelisah, dan Sasuke hanya menatap gadis itu dengan sudut bibir yang berkedut geli.

"Aku tidak akan mati, Sakura. Walau mereka bisa melukaiku jika aku lengah, tapi tetap saja aku tidak akan mati."

Mengambil napas, Sakura setidaknya merasa lega, ia memikirkan nasib sang tuan muda tentu saja.

"Jadi, benar kalau anda bersekutu dengan iblis, Tuan Muda Sasuke?" Sakura menatap serius, merasakan aura manusia yang hangat dari tubuh Sasuke. Ke mana iblis itu disembunyikan lelaki ini?

Lelaki itu berjalan, tidak menjawab Sakura. Setelah beberapa langkah di depannya, ia membalikkan muka dan berhenti. "Aku hanya memakannya." Bibir Sasuke menyeringai karena ia yakin Sakura tidak akan paham, padahal ini bukanlah kiasan.

Tepat, alis Sakura berkerut. Tidak paham dengan ucapan yang lagi-lagi ambigu baginya. Kenapa sepertinya lelaki itu sangat senang memenjarakannya dengan perkataan seperti ini, ia bisa tidak tidur karena memikirkannya kelak.

Tak mau berlama-lama, Sakura juga berjalan menuju ruangan pribadi Itachi. Lagipula, Sasuke sudah menghilang di balik bangunan.

Setelah memeriksa keadaan sang tuan, Sakura memutuskan untuk membenahi barang-barangnya di ruangan pribadi yang disediakan untuknya. Ia hanya mempersiapkan diri, karena bagaimanapun kecurigaan Sasuke akan sangat mengerikan jika benar-benar terjadi. Saat sedang mengambil gulungan yang dibawanya dari perpustakaan tentang klannya, suara ketukan pintu terdengar. Sakura lantas berdiri dan membuka pintu geser itu, ia melihat dua orang lelaki yang memperkenalkan diri sebagai Uzumaki Naruto dan Sai yang akan menjaganya selama peperangan berlangsung. Kedua kapten itu ia persilakan masuk.

Sai menjelaskan seperti apa yang dikatakan Sasuke kepadanya tadi pagi, bahwa desa sedang dalam keadaan sangat siaga, walaupun sekarang pasukan Ame sedang menuju tempat pertempuran, tak lantas pasukan Yuki hanya berdiam diri saja. Jika yang dipikirkan Sasuke benar adanya, maka desa akan mengalami konflik yang nyata. Penyerangan hingga ke distrik desa akan menjatuhkan kekuasaan klan Uchiha.

"Tetapi, apakah tak sebaiknya mengamankan tuan muda Itachi terlebih dahulu?"

"Karena ini masih dugaan, tuan muda tak bisa meninggalkan istana. Karena pada dasarnya keselamatan rakyat lebih utama. Kalau tuan muda Itachi mengetahui hal ini, ia pasti akan berpikir demikian, tak akan mau meninggalkan istana. Rakyat juga sedang berbenah untuk dievakuasi ke jalur aman di bagian selatan. Lagipula, yang paling bermasalah dari hal ini adalah bagaiman meyakinkan tuan muda Itachi untuk ikut dengan kita tanpa mengusik keingintahuannya dan kecurigaannya."

"Kenapa tidak langsung dibawa saja, lagipula tuan muda tak bisa melawannya."

"Onna, kau naif sekali. Tuan muda Itachi bagaimana pun adalah pewaris sah dari klan Uchiha, kita tidak bisa memperlakukannya sedemikian."

"Em ... maafkan saya. Saya hanya sangat khawatir dengan keselamatan beliau."

"Uchiha dengan segala kejeniusannya, tuan muda Itachi adalah generasi yang paling mencolok tentang hal itu." Naruto mengeluh, mereka akan kesusahan karena Itachi memang sangat mengerikan dalam hal menganalisis apapun.

"Ya, kita harus bernegosiasi dahulu dengan tuan muda. Lagipula, petang nanti rombongan Ame akan sampai di tempat pertempuran, kemungkinan tanpa jeda mereka akan mulai berperang. Karena aku memiliki firasat yang tak mengenakan tentang masalah kaum perampok yang mendeklarasikan perang terhadap klan Uchiha, kita akan memulai secepatnya." Sai memberikan pendapatnya dan ia berdiri bersama dengan Naruto.

Tak semudah membalikkan telapak tangan nyatanya. Sai dan Naruto kehabisan kata-kata karena tuan muda mereka bisa mematahkan segala asumsi yang berada di otak kedua kapten itu. Dan hari sudah nyaris petang. Sakura yang melihat tak ada tanda-tanda dari dua orang pengawalnya, pun akhirnya berpikir untuk mengunjungi ruangan pribadi Itachi. Salah satu dari penjaga kemudian masuk dan menunduk hormat, mengatakan kepada Itachi kalau tabib panggilan meminta izin untuk masuk, tentu saja Itachi mengatakan 'ya'.

Sakura membungkuk, melihat wajah Sai dan Naruto yang masam dan berada di luar tirai pembatas membuatnya menghela napas. Ia sudah menduga kalau mereka tak akan berhasil.

"Apakah kalian masih ada keperluan? Jika tidak, biarkan nona Sakura berkonsentrasi." Itachi berbicara demikian, menyuruh untuk kedua kapten itu keluar dari kediamannya.

Sakura memulai pekerjaannya, memeriksa kembali tubuh sang tuan muda. Dengan tidak adanya penopang, yang Sakura lalukan hanya memancing energi kehidupan Itachi seperlunya.

.

.

.

Menjelang malam, angin dingin bertiup. Dua rombongan pasukan bertemu, di sana para perampok itu berdiri menantang, beberapa orang terlihat menggunakan kuda, yang sepertinya memiliki kuasa atas kelompok mereka. Sasuke berada digaris depan memimpin para tentara yang berbaris sejajar. Ia berteriak untuk memberi semangat, kuda hitam yang dinaikinya berlari pelan ke sisi-sisi para tentara itu untuk melihat barisan dan membarakan api.

Sasuke bisa melihatnya dari atas kuda, begitu pula dengan Juugo dan Kabuto, mereka kemungkinan berpikiran sama dengannya. Jumlah para perampok itu memang mencapai ratusan, tetapi jumlah pasukan Sasuke lebih banyak dan apa mereka pikir mereka bisa menang dengan jumlah pasukan yang bahkan tak sama dengan mereka.

Bendera berlambang kipas merah putih yang dikibarkan melambai-lambai tertiup angin, terompet ditiup dan sorak-sorak para petarung terdengar nyaring. Di tanah kosong berumput ini mereka akan menciptakan amis yang merah dan pekat jika mongering nanti. Sasuke mengeluarkan pedangnya, rombongan pemanah berada di garis depan, bersiap dengan busur dan anak panahnya. Sedangkan para perampok kini mulai berteriak dan menggerakkan kaki, menyerang meraka.

"Tembak!" teriakan kuat itu disambung dengan lontaran anak panah yang mengenai para komplotan perampok, kuda yang tengah berlari kencang kini terjatuh dan terguling karena kakinya tertancap mata panah. Sasuke menghentak kudanya, dan mereka menyerbu orang-orang yang kesetanan.

Hantaman besi berdenging saat saling bersinguhan. Tusuk, penggal, sayat. Dari atas kuda ia bisa lebih leluasa. Pedang-pedang berhiaskan darah, rumput dan tanah pun serupa dan kini menjadi merah. Orang-orang bergelempangan dari dua kubu, Sasuke menatap sang pemimpin dan menusuk lawannya dengan cekatan.

Kikikan kuda Sasuke terdengar, selanjutnya ia merasa oleng dan tubuhnya menghantam tanah. Kuda hitam itu tertusuk pedang, leheranya langsung gorok dan mengakibatkan hewan kesayangan Sasuke itu meregang nyawa. Sasuke bangkit, kilat kemarahannya tercipta jelas di mata, ia berteriak dan menghantamkan pedang dengan sekuat tenaga. Bola matanya berubah menjadi merah dan lawan yang berhadapan dengannya tak bisa bergerak saat menatap kilauan mata mengerikan itu. Sasuke memenggal kepalanya. Menendang, menghantamkan pedang dan tinjunya. Mengantukkan kepalanya yang berhias topi zirah kepada lawan. Berbalik arah, menusuk seseorang yang mencoba menyarangnya dari belakang.

Napasnya terengah-engah, hujan mulai menguyur mereka, darah yang terciprat di wajah dan tubuh pun hilang tertimpa air dari langit.

Kediaman istana menghening, Sakura, Sai dan Naruto berada di kamar Sakura. Membicarakan apa yang akan mereka lakukan selanjutnya. Sakura di dalam hati mengkhawatirkan keadaan Sasuke, walau lelaki itu mengatakan akan baik-baik saja, tetapi segala kemungkinan bisa saja terjadi.

Ia menghela napas dan menatap lelaki berambut kuning yang sedang mendebatkan sesuatu dengan sang lelaki beramut hitam, itu adalah cara yang akan mereka gunakan untuk meyakinkan tuan muda mereka.

Tetapi, tiba-tiba saja terdengar suara peluit yang awalnya samar, namun semakin lama semakin jelas.

"Astaga!" Sai dan Naruto langsung berdiri.

"A-ada apa?" Sakura terlihat bingung.

"Yang dipikirkan tuan muda Sasuke benar. Nona Sakura, kita harus menyelamatkan diri tuan muda Itachi, persiapkan bawanmu dan jangan terlalu banyak."

Sakura langsung mengambil sebuah bungkusan dan langsung dikalungkannya di bahu, ia kemudian memakai lapisan kimononya dan sebuah sepatu yang sudah disediakan Sasuke. Mereka langsung menuju ruang pribadi Itachi dengan tergesa.

Kalau menurut pemikiran Sai, kemungkinan para penyerang itu masih berada di perbatasan desa, atau mulai memasuki area desa. Syukurlah rakyat sudah dievakuasi, dengan begini keselamatan mereka tidak terabaikan.

"Tuan muda Itachi, kami harus membawa anda." Setibanya di dalam ruangan, Sakura langsung berkata dengan intonasi nyaris berteriak.

Itachi membuka matanya, ia menatap ketiga orang yang menundukkan tubuh dan Sakura terlihat canggung karena merasa tak pantas berkata demikian, sangat tidak sopan.

"Kenapa?"

"Untuk keselamatan anda." Sai berbicara.

"Aku aman di sini. Lagipula, apa yang sedang terjadi? Kenapa mereka membunyikan peluit Amaterasu?"

Sebelum Sai dan Naruto menjawab, peluit lagi-lagi berbunyi dengan suara yang agak berbeda dengan yang tadi, kedua kapten itu saling memandang.

"Ah, sekarang peluit Tsukuyomi. Itu artinya bahaya semakin mendekati istana." Itachi berbicara tanpa menatap meraka bertiga, kalau tuan muda ini mengetahui perihal tanda dari peluit, bukankah itu sama saja? Sakura berpikir demikian. Ia lalu berdiri.

"Sudahlah, kalau begitu kita tak ada waktu. Ini demi keselamatan, Tuan Muda. Kapten Naruto, kau gendong tuan muda Itachi, dan ini adalah beberapa barang yang mungkin dibutuhkan tuan muda." Sakura memberikan bungkusan kain itu kepada Sai, lelaki itu lalu memakainya.

Naruto langsung melakukan apa yang dikatakan Sakura setelah menatap sai dan menganggukkan kepala secara bersamaan. Ia lalu meminta izin dan mendengar helaan napas Itachi, dengan perlahan ia membawa tubuh lemah sang tuan muda ke punggungnya yang kokoh. Naruto lantas berdiri dan menganggukkan kepala lagi, bertanda bahwa dirinya sudah siap dengan semua ini.

Sakura berjalan di depannya, mereka menuju perpustakaan istana yang letaknya berada di bagian Barat. Itachi hanya diam dan memejamkan mata, namun saat ia tak mendengar lagi suara langkah dan tak merasakan pergerakan, ia membuka kelopaknya, mereka sudah berada di dalam perpustakaan.

"Di barisan ke 20 lantai tatami, di bagian barat ada sebuah pintu rahasia yang akan membawa kita untuk meloloskan diri dan akan membawa kita ke hutan terlarang."

Sai mulai menghitung petakan tatami itu, ia lalu menggesernya dan dan menemukan sebuah pintu terbuat dari kayu, ia menariknya dan membukanya, terlihat tangga yang menurun ke bawah, sangat gelap dan udara pengap pun terasa hingga ke luar.

"Kita harus bergerak cepat."

Yang melangkah turun terlebih dahulu adalah Naruto dan Itachi, kemudian Sakura, sedangkan Sai tengah mengikatkan seutas benang yang terlihat kuat dibagian ujung tatami, ia merapikannya dan sebelum menutup pintu dari dalam, ia menarik benang itu sehingga lantai tatami berada di tempat semula seperti mereka datang, jadi tak ada yang mencurigai kalau mereka baru saja masuk ke dalam pintu rahasia ini.

Berada di dalam, Naruto sudah menyalakan obor. Benda itu berada di dinding lorong ini, begitu pula dengan Sai, lelaki itu mengambil yang satunya lagi dan menyalakannya. Naruto dan Itachi ada di bagian depan, Sakura di tengah dan Sai berada berjalan di belakang.

"Tuan Sasuke bilang kita hanya perlu mengikuti jalan ini saja, apakah kalian sudah pernah melewati ini?" Sakura menatap Naruto yang menggumam tidak, dan sekarang kepala Sakura menoleh ke belakang.

"Saya juga tak pernah."

Sang tuan muda yang berada di gendongan Naruto hanya diam saja, memejamkan mata dan mendengar pembicaraan yang cukup panik dari sisi Sakura. Gadis itu terdengar tak tenang sekarang.

"Aku kira kalian mengetahui hal ini? Kenapa tuan muda Sasuke mengirimkan kalian untuk membimbingku? Kalian belum peranah melewati ini?"

"Kami bahkan tak tahu kalau ada yang seperti ini." Sai sekarang tersenyum dan Sakura melotot karena melihat lelaki itu yang tak khawatir sedikitpun.

Saat ingin mengomeli Sai yang sekarang berjalan berdampingan dengan Sakura, tiba-tiba saja Naruto menyuruh mereka diam dan berhenti dengan sebuah isyarat. Itachi membuka matanya.

"Ada yang mendekat," bisik Naruto.

Sakura terperangah.

"Tidak mungkin? Bagaimana bisa?"

Terlihat Naruto dan Sai menggelengkan kepalanya. Pendengar Naruto sangat tajam dan Naruto memang seorang kapten yang sering dikirim sebagai mata-mata, jadi pergerakan tidak wajar apa pun dapat dirasakannya dan didengarnya dengan mudah.

"Tahan napas kalian, saya ingin memastikannya."

Mereka melakukan seperti apa yang diinginkan Naruto, lelaki itu lalu meniup obor, begitu pula dengan Sai, hingga menjadikan lorong ini gulita. Naruto kemudian memejamkan mata, dan memfokuskan indra pendengarannya. Setelah beberapa saat ia berkata kalau mereka harus bergerak cepat karena orang-orang itu tengah berusaha mendobrak pintu masuk.

Sai menyalakan obor kembali, begitu juga dengan Naruto. Mereka berjalan cepat dan mengikuti saja lorong ini. Sampat setelah berjalan sekitara jarak 200 meter, mereka menemukan sebuah pintu. Naruto membukanya dengan perlahan, dan bola matanya hampir keluar dari rongga, mulutnya ternganga. Sakura pun sama pucatnya, dia menutup mulutnya dengan kedua tangan.

"Apa-apaan ini?" lelaki berambut kuning itu hanya bisa berbisik ngeri.

Satu-satunya gadis yang berada di kelompok pelarian ini sekarng masih terperangah, ia merasakan dirinya mulai berkeringat. Bagaimana tidak sedemikian, jika sekarang mereka dihadapkan dengan sebuah tembok penuh belokan dan tak tertebak. Ya, mereka tiba di pintu masuk labirin bawah tanah.

"Nona Sakura, apakah tuan muda Sasuke mengatakan hal ini?" Sakura menggelengkan kepalanya cepat, ia ingat pasti kalau Sasuke sama sekali tak pernah membahas labirin, yang ia tahu mereka hanya disuruh untuk mengikutinya saja.

Hela napas terdengar, waktu mereka semakin menipis dan mereka tidak melakukan apa pun.

Lalu, tiba-tiba saja Itachi berbicara dengan suara bosan.

"Sudahlah, jalan saja. Aku akan memberikan petunjuk jika kita melihat persimpangan."

Mereka seperti merasakan adanya harapan, mereka bahkan sampai melupakan kalau sekarang tuan muda Itachi tidak mungkin tak mengetahui seluk beluk istananya.

"Apakah anda yakin, Tuan Muda?"

"Jalan saja."

Mereka mengikuti perintah itu, dan Naruto berjalan di depan dengan Itachi, sekitar 30 meter mereka hanya menemukan lorong lurus, lalu setelahnya Naruto melihat sebuah persimpangan yang bercabang tiga. Lelaki itu pun berhenti.

"Sai, mendekatlah ke sisi tembok, lima jengkal dari bawah, ada ukiran tak kasat mata, namun bisa kaurasakan dengan tanganmu."

Jengkal tangan Sai mulai melakukan yang dikatakan Itachi, ia menghitungnya di dalam hati dan saat angka ke lima tersebut, ia merasakan sesuatu, itu adalah ukiran. Sai menganggukkan kepalanya, ia menunggu suara Itachi.

"Jelaskan apa yang kaurasakan di tanganmu." Untuk lebih memudahkan indra perasa, lelaki berambut hitam pendek itu menutup matanya.

"Saya tidak terlalu yakin, tapi ini sepertinya ukiran sayap. Ya, sayap tetapi hanya sebelah."

Bola mata Itachi yang hitam kini terlihat memantulkan cahaya api yang kemerahan. Lelaki berambut panjang itu mengangguk.

"Kita ke arah kanan."

.

.

.

Darah-darah tercipta, air yang suci dari langit kini ternoda saat turun ke bumi. Petir menyambar, namun tak seorangpun dari mereka memedulikan kemurkaan Tuhan. Remasan pada gagang pedang tercipta, saat bola matanya yang merah menatap sinar merah menyala dari arah desa, samar-samar suara peluit Susano'o terdengar dari pusat desa. Napasnya menderu semakin dalam, ia melihat kalau para perampok nyaris dikalahkan, namun jantungnya malah berpacu teramat kencang.

Sasuke berjalan ke arah kedua jenderalnya, ia sesekali menghantamkan pedang pada perampok yang masih berusaha untuk menyingkirkannya.

Sekarang yang tersisa adalah lima banding satu, dalam pertempuran ini, meraka telah mengalahkan para perampok yang sekarang terluka parah dan terbujur kaku, pemimpin mereka diikat oleh Kabuto.

"Dengar! Yang masih dalam keadaan baik, berkumpul dan bagi menjadi dua kelompok. Tiga banding satu." Sasuke menaiki kuda lain yang berbulu kecokelatan gelap. "Kalian yang ikut denganku ke istana, untuk menyelamatkan negeri kita!" Sasuke berteriak, ia memacu kudanya sekencang mungkin. Mereka akan sampai subuh nanti, sial ini tidak akan sempat. Walau ada bantuan dari Suna yang juga akan sampai subuh nanti. Mereka pasti sedang memburu Itachi.

"Pasukan berkuda ikut denganku, Juugo, kaupimpin tentara yang berjalan. Kabuto, kau urus mereka yang berada disini."

Lelaki itu langsung menghentak kuda dan sekita 50 tentara berkuda mengikutinya dengan kecepatan sama, sementara sekitar 150 orang tentara yang berjalan dipimpin salah satu jendral. Sisa yang lainnya ada di tempat pertikaian untuk membereskan para perampok yang telah menyerah.

Kenapa aku tidak memikirkan, jumlah mereka lebih banyak untuk menyerang desa. Bajingan, jika saja yang memimpin adalah Itachi.

.

.

.

.

.

Bersambung~~

Erza Note:

Hai haiiii! Jumpa lagi dengan saya zhaErza.

Hmmm. Gimana chapter ini? Semoga memuaskan ya. Sila tuliskan pesan dan kesan, atau kritik dan saran kalian hehehe.

Yang nanyain roman SasuSaku kapan, sabar yaaa ... nanti bakal ada kok, alurnya agak lambat memang heheh.

Ah, gak ada yang mau kukatakan lagi ... ini nulisnya siang2 dan panas banget padahal aye baru mandi, gak tahan di depan lepi siang2 hiks.

Chapter depan apakah endingnya? Hmmm ... kita lihat saja nanti nnyehehehe.

Salam sayang,

zhaErza

Luar biasa 5,5k lagi hebat banget saya.

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top