The Darkness (Bagian 16)

Dalam gemelut hati yang mulai kehilangan nurani, sosok itu berjalan mondar-mandir di ruangan kebesarannya. Bibirnya sesekali mengucapkan kata-kata dengan rancu dan tak jelas. Kadang diiringi tawa, kadang pula diiringi kemarahan yang tiba-tiba menguasai diri. Umpatan-umpatan terdengar, ringisan bahkan perkataan menyayat hati keluar dari bibir tipis si lelaki berambut merah.

Ada keanehan yang menguasai diri, sosok itu lalu tersenyum simpul, karena memikirkan rencana yang akan dilakukannya untuk menghabisi para musuh, memusnahkan mereka.

Para tetua dan petinggi yang banyak memihaknya, akan ia hasut untuk menyetujui keinginannya, laki-laki berambut merah ini sangat manipulatif, sangat berbahaya walau berwajah seperti malaikat. Deklarasi perang akan dilakukan, mereka pasti akan bisa merebut Uchiha dengan dua senjata terampuh yang dipunya Suna, Sang Kegelapan dan kekkai terkuat sepanjangan sejarah yang dimiliki gadis Haruno.

Akasuna no Sasori, menyeringai. Memastikan kalau rencananya akan berjalan dengan sempurna. Gadis Haruno itu harus bisa dimantrai, bagaimana pun caranya ia harus bisa membuat gadis itu bertekuk lutut kepadanya.

.

.

.

The Darkness

Story by zhaErza

Naruto milik Kishimoto Masashi

SPESIAL MOMEN SASUSAKU FANS DAY 2017

Terinspirasi dari Inuyasha

Summary: Sakura dan neneknya hanyalah seorang tabib yang terkenal sangat mujarab, mereka akan mengobati siapa pun yang terluka, hingga seorang pelayan salah satu klan terpandang meminta bantuannya untuk mengobati tuan muda mereka yang sakit parah.

.

.

.

Chapter 16

.

.

.

Sepasang suami-istri yang terus menyandiwarakan diri, kini terlihat terbelenggu dalam kubangan kesedihan. Sang gadis terduduk di ranjang dalam diam, wajahnya tertunduk dan masih menyisakan rasa sakit di hati yang mendalam, di sampingnya sang lelaki berambut merah memejamkan mata, karena tak ingin melihat si merah muda sedang bermuram durja. Hatinya ikut merasa sakit, tidak tenang dengan gemelut rasa bersalah yang menghantui diri.

Celah bibir itu terbuka, ingin mengutarakan sesuatu. Dengan memujuk sang gadis untuk tak terus meringkuk dalam permasalahan ini, namun ia menyadari kalau hal itu adalah sia-sia belaka, kerena kehilangan orang yang terkasih adalah hal yang paling menyakitkan di dunia.

Tangannya yang lebih besar dan kuat, kini bergerak menggenggam telapak tangan Sakura yang tergeletak indah di atas paha, memberi gadis itu kekuatan walau ia pun meragukan. Mencoba menghibur dan memberi tahu kalau sang gadis tak sendirian untuk sekerang ini, karena masih ada dirinya yang akan mencoba sebisa mungkin untuk melindungi Sakura.

Wajah yang tadinya tertunduk, pun perlahan mengangkat kepala. Rambutnya yang menutupi sebagian wajah dan mata, kini disibakkan Gaara ke balik telinga. Melihat wajah Sakura yang ekspresinya telah berubah, menjadi lebih tegar dan teguh menghadapi kemelutan hidup ini, membuat Gaara menghela napas lega.

Sakura tahu bahwa dirinya tak boleh tenggelam lebih jauh dalam kesedihan, itu sebabnya saat menerima tangan Gaara yang mencoba menguatkannya, Sakura pun membalas.

"Terimakasih, Douno."

Kepala merah muda itu menggelengkan beberapa kali, tersenyum menyemangati.

"Setelah ini, kuyakin Sasori akan menjalankan rencananya. Jadi, aku ingin kau mempersiapkan diri untuk hal buruk yang kemungkinan tejadi."

Sakura menghela napasnya, karena mengerti dengan peringatan yang diucapkan Gaara. Kekacauan akan terjadi lagi, pertumpahan darah dan hilangnya nyawa-nyawa prajurit yang akan membela negeri, menjadi hal paling menyedihkan untuk para istri-istri dan anak-anak akan ditinggalkan.

"Pertumpahan darah, selalu terjadi hanya demi kekuasaan dan keegoisan hati." Sakura menggumam, sangat prihatin dengan hal yang akan terjadi nanti. Kemungkinan dalam waktu dekat ini, Sasori akan mengumumkan deklarasi perang kepada kerajaan Uchiha.

"Manusia, seperti itulah kebanyakan dari kita, Nona Sakura."

.

.

.

Beberapa minggu setelahnya, hal yang ditakuti pun mulai terealisasikan. Sepucuk surat telah sampai ke tanah makmur Uchiha, sang ketua klan terlihat menggeram karena membaca tulisan yang dibuat dengan ukiran indah, seolah mengejek mereka secara terselubung. Jika balasan ini dikirim, maka mereka pun akan memulai pertempuran darah sekali lagi, dan jika tidak menerima tantangan perang, maka pernyerangan secara berutal yang dilakukan Suna akan kembali terjadi seperti beberapa bulan yang lalu.

Sebagai pemimpin, Sasuke memikirkan dan mendiskusikan masalah ini kepada para petinggi lainnya, mengirim surat kepada salah satu aliansi, yaitu klan Hyuuga yang ada di tanah selatan. Mereka tentu saja masih kekuarangan prajurit karena penyerangan mendadak beberapa bulan yang lalu, apalagi dengan sempat nyaris diruntuhkannya kekuasaan Uchiha, maka dari itu cara yang bisa mereka lakukan adalah meminta sekali lagi bantuan kepada salah satu aliansi.

"Paman Obito, apakah surat sudah dikirim?"

Sang lelaki yang berusia tiga puluhan itu menganggukkan kepala.

"Beberapa hari lagi, kita akan mendapatkan balasannya dan untuk itu kita tak bisa sembarangan menyetujui deklarasi perang dari Suna."

Alis tajam itu mengerut, Sasuke tak tahu kenapa, tetapi hatinya resah. Apa yang menyebabkan Suna melakukan hal ini, jangan bilang Sakura dan Gaara tidak berhasil, bukankah kemampuan Sakura sudah mendekati sempurna? Di saat seperti itu, seharusnya Sakura bisa membebaskan Gaara dari pengaruh iblis yang mendiami tubuh, juga mantra yang mengekang. Jadi, permasalahan apa yang mereka hadapi sampai-sampai peperangan sudah nyaris berada di depan mata?

Masa-masa seperti ini, jika Sasori tak dihabisi, maka kemungkinan hal ini akan terus terjadi. Jika mereka sudah menyiapkan pasukan, bisa saja akhirnya dengan beringas menyerang kembali secara sepihak seperti beberapa bulan yang lalu, tak mematuhi etika perang dan membabibuta menyerang rakyat sipil.

"Aku mengerti, Paman."

"Untuk berjaga-jaga, sebaiknya kita siapkan pasukan terlebih dahulu, untuk kali ini jangan ada pengecualian, Sasuke. Kita harus bisa menumbangkan pemimpin Suna, agar masalah ini cepat selesai. Atau jika bisa, melakukan gencatan senjata, walau aku rasa itu adalah hal yang mustahil."

"Baiklah, kalau begitu, kita persiapkan para prajurit perang, juga kapten dan jendral terbaik. Kalian latihlah mereka." Sasuke mengatakannya, yang paling membuatnya tak henti berpikir, Sasori yang mengundang mereka, bertempur di Gurun Neraka. Mereka akan kalah telak di sana, dan jika hal itu sampai tejadi, terpaksa Sasuke akan menyatu dengan Sang Kegelapan untuk menghancurkan pihak musuh. Ia tak akan peduli dengan jiwanya yang perlahan dimakan Sang Kegelapan, yang terpenting adalah keselamatan rakyatnya, dan juga gadis berambut merah muda yang sedang disandera.

.

.

.

Beberapa waktu ke depan, Sakura tak terlalu sering berjumpa dengan Gaara. Lelaki itu disibukkan dengan pekerjaan dan juga permasalahan desa. Dalam waktu seminggu, mungkin hanya sekitar dua kali Gaara tidur satu ranjang dengannya, selebihnya di istana yang megah ini, Sakura tak bisa menjumpai laki-laki itu. Kalau ia perhatikan, entah kenapa situasi istana terlihat berbeda, sibuk dan juga penuh ketegangan.

Apa yang sebenarnya terjadi di sini? Apa jangan-jangan Sasori sudah memulai aksinya?

Sakura tidak bisa sembarangan keluar dari wilayah kekuasaan yang ditempatinya saat ini, ada dayang-dayang dan pengawal yang bertugas untuk menjaga maupun merawatnya. Saat ingin berjalan-jalan , ia harus terlebih dahulu melapor kepada sang kapten berambut merah, dan laki-laki itu akan menemaninya, baik dalam meramu obat ataupun memeriksa orang-orang yang sakit di lingkungan istana.

"Kapten Nagato, kenapa situasi istana terlihat sangat tegang dan ramai? Apa yang sedang terjadi?"

Laki-laki yang berjalan di depannya tak merespons satu pun pertanyaan yang keluar dari bibir, seperti biasa. Dan Sakura merasa kesal bukan main, karena selalu diperlakukan sama. Ia yang berada di belakang lelaki itu beberapa langkah, pun melajukan tapaknya hingga sekarang berada di samping sang lelaki berambut merah. Wajah itu dingin menghadap ke depan, seolah dirinya tak ada.

"Hei, Kapten Nagato?"

Telinga Sakura akhirnya mendengar embusan napas pelan, mereka berada di bawah pohon, di sana ada sebuah batu untuk duduk, kolam air mancur berada di depan beberapa meter dari duduknya Sakura. Nagato di sampingnya, menjaga seperti sedia kala, selalu seperti biasa.

Gadis itu memandangi alam negeri Suna yang terik, tetapi karena taman ini tertanam banyak pohon, juga ada mata air yang mengalir dan dijadikan kolam, membuat suasana menjadi lebih meneduhkan. Sakura menutup mata, merasakan wajahnya tengah dibelai angin yang kadang nakal menggodai rambutnya.

"Apakah kau mengetahui, kadang menerima keadaan seperti sekarang adalah hal yang tersulit, mencoba berpasrah diri dan kembali berjuang dari keterpurukan, itu semua bukalah hal yang mudah. Sama halnya seperti memaafkan seseorang, kukira itu semua masalah yang sepele, namun ketika aku merasakannya, ternyata sangat menyakitkan dan perih di hati." Sakura tersenyum tipis, menatap langit yang bersinar cerah, matanya yang hijau dipantuli kilau dari mentari yang bertengger di atas kepala.

Nagato tak menyahut, bahkan dengan perkataan basa-basi. Lelaki itu tetap mengunci rapat bibirnya dalam diam, namun telinganya dengan apik mendengarkan.

Sakura menolehkan wajahnya, menatap Nagato yang tak berekspresi.

"Aku memaafkanmu, Kapten Nagato."

Laki-laki itu tersentak, dan langsung memandang Sakura yang tersenyum tulus. Setelahnya, mata dengan lingkaran spiral aneh lavender berkedip, ketika kepala merah muda menghadapkan kembali wajahnya pada langit cerah, seperti sebelumnya.

Berbagai persepsi mulai menggeluti pikiran Nagato, tentang gadis yang beberapa bulan lalu dibawa paksanya dengan kekuatan hipnotis, yang telah sebatang kara kerena satu-satunya nenek yang merupakan bagian dari keluarga telah dibunuh malam itu juga.

Nagato tak bisa menebak, apakah pernyataan itu berkaitan dengan tragedi yang disebabkan olehnya secara langsung, walau atas perintah sang atasan.

Bagi seorang prajurit perang sepertinya, perintah atasan adalah hal mutlak, walau yang ditugaskan adalah membantai keluarganya sendiri, maka mereka harus tetap melaksanakan hal itu demi negeri yang mereka cintai. Mereka juga telah disumpah, untuk selalu taat pada aturan, salah satunya untuk tidak membocorkan informasi penting desa.

Rahang yang mengeras, menandakan Nagato masih terus bergemelut pada pemikirannya sendiri, banyak dosa dan hal keji yang telah dilakukannya dalam menjalankan tugas-tugas sebagai mata-mata, namun mendengar pernyataan memaafkan dari orang yang menjadi korban atas tindakannya, merupakan sesuatu yang pertama kali dirasakannya dalam kehidupan ini. Biasanya orang-orang akan mengutuknya hingga mati, tetapi gadis ini tak sedemikian, walau sekilas ia bisa melihat ketulusan dalam manik sejernih emerald itu. Tiba-tiba, rasa bersalah menghujam relung hatinya yang terdalam.

"Akan ada peperangan untuk meruntuhkan Uchiha, sekali lagi," bisikan itu berasal dari mulut Nagato, tak menatap Sakura, namun dirinya bisa melihat kalau sang merah muda terkejut karena mengetahui kebenaran ini. Hal yang ditakutkan terjadi, peperangan tinggal di depan mata dan sudah dipersiapkan.

"Apakah ... tak ada jalan untuk menghentikannya, Kapten Nagato?" laki-laki itu selama beberapa saat terdiam.

"Semuanya sudah terlanjur, tak ada yang bisa menghentikan para petinggi, Nyonya."

.

.

.

Malang sudah diujung tanduk, selain deklarasi, yang tertulis juga adalah ancaman yang akan merugikan Uchiha. Jika mereka tak menerima ajuan perang ini, maka Suna akan menyerang Uchiha sekali lagi. Terlalu gegabah jika memutuskannya seorang diri, Uchiha Sasuke sudah berpikir semenjak surat berada di tangan, sangat berisiko bagi mereka jika menjadi tuan rumah perang, jika harus bertahan menghadapi Suna. Tetapi jika menerima ajuan ini, maka mereka akan saling menyerang di tanah kosong yang jauh dari perumahan rakyat sipil, namun sangat berbahaya karena iklim yang ekstrem. Gurun Neraka sudah tak diragukan lagi tempat yang sangat dipenuhi ancaman, dan tersohor karena menjadi tempat latihan para pasukan elit perang.

Embusan napas ia keluarkan, menyadari semua yang terjadi karena tak bisa mengalahkan Suna pada perang sebelumnya. Mereka seperti serba salah dengan keadaan ini, menerima dan tak menerima sama-sama berisiko dan merugikan mereka. Sasori teramat licik, hingga memikirkan cara sekotor ini.

"Tak ada pilihan lain," bisik suara lelah sang kepala klan. Kalau saja kakaknya ada di sini, pasti hal ini akan lebih mudah. Khayalannya terlalu berlebihan, bagaimanapun kakaknya sudah tenang di alam sana.

Sasuke berdiri dari duduknya yang menyandar di dinding, langkah kaki terdengar kemudian ia keluar dari ruangan kerjanya untuk menjumpai beberapa petinggi dan jendral perang. Ia akan memberikan rencana untuk itu, menggunakan kekuatan yang menjadi risiko bagi dirinya sendiri. Untuk saat ini, ia lebih memikirkan keamanan desanya. Kalau saja ia bisa membawa Sakura dan tak memedulikan rakyat Suna yang akan terkena imbas dari Sakura yang menghilang, mungkin hal ini tak akan terjadi. Hanya sang gadis bukanlah seseorang yang bisa melihat orang-orang yang tak bersalah menderita karena ulahnya.

Mereka duduk melingkar, dan Sasuke langsung saja mengutarakan pemikirannya kepada para petinggi dan yang lainnya.

"Aku memiliki rencana, kali ini, untuk meminimalisir jebakan kita membutuhkan bantuan Hyuuga dan kemampuan matanya. Lalu, aku sangat yakin Suna akan menggunakan senjata terkuat mereka."

Beberapa petinggi terlihat mengerutkan alis, sebagian tercengang karena mengetahui fakta ini.

"Senjata terkuat Suna?"

Kepala hitam dengan poni memanjang dan menutupi sebagian wajah mengangguk beberapa kali.

"Mereka memiliki seorang gadis Haruno yang hampir menguasai kemampuan legendaris kekkai klannya. Juga, sosok iblis yang berwadah seorang manusia."

Suasana tegang amat terasa, para petinggi mulai berkeringat kembali. Jika kali ini mereka kalah perang, dipastikan Uchiha benar-benar akan diruntuhkan dan diambil alih oleh Suna. Rakyat akan dijadikan budak dan sebagian lagi akan dibunuh. Diperdagangkan ke istana dan kastil lain sebagai budak dan pelacur.

Negeri makmur ini akan dijajah, diambil bahan pangan dan hasil bumi lainnya. Rakyat akan menderita, kelaparan dan sebagainya. Bebagai peristiwa buruk terbayang-bayang dalam kepala mereka masing-masing.

"Untuk itu, aku akan menggunakan kekuatan rahasia Klan Uchiha, kekuatan terkuat mata Sharingan, agar kita bisa menang dalam pertempuran kali ini. Aku akan menggunakan Sang Kegelapan, untuk memenangkan peperangan ini."

"Apa?" Obito yang duduk di sebelah Sasuke, dan merupakan bagian keluarga inti dari Uchiha, tentu saja langsung bereaksi. Ia tak akan membiarkan kalau keponakan satu-satunya ini akan melakukan hal gila itu. Dan yang paling penting, kenapa Sasuke sampai memikirkan cara ekstrem ini? Risikonya terlalu besar untuk diri Sasuke. Salah langkah, maka jiwa lelaki itu bisa dikuasai Sang Kegelapan.

"Jangan bercanda, Sasuke-douno! Meski Anda adalah pewaris Sharingan dan sangat ahli menggunakannya, membiarkan Sang Kegelapan untuk ikut andil dalam peperangan ini adalah hal bebahaya. Melepaskan segel sambil menjaganya dalam peperangan nanti, merupakan hal yang tak mudah untuk dilakukan. Apalagi jika sampai Dia mengambil kesadaran Anda tanpa Anda sadari, itu akan berakibat fatal karena Dia akan membalikkan keadaan yang Anda lakukan sekarang kepada-Nya."

Beberapa petinggi mulai berbisik dan gelisah, jendral yang berdiri di belakang mereka pun mengerutkan alis, bertanda memikirkan konsekuensi yang akan terjadi nantinya, namun Sasuke yakin dia bisa melakukannya.

Sasuke menguasai mata yang lebih kuat sekarang ini, karena kekuatan cinta sangat berpengaruh, Sasuke bisa merasakan perbedaannya di saat sebelum mengenal Sakura dan sekarang ini. Walau semenjak kematian Itachi lah awal mulanya ia mendapatkan kekautan tersembunyi dari keturunan darah murni keluarga inti.

"Aku bisa melakukannya, karena aku yakin aku lebih kuat sekarang. Jika hanya mengendalikan Sanga Kegelapan, aku bisa melakukannya. Karena aku sendiri sudah pernah mengeluarkannya menjadi pertahananku saat melatih seseorang beberapa bulan yang lalu." Mata Sasuke yang tajam, kini menatap para petinggi dan juga pamannya, guna untuk meyakinkan mereka kalau inilah satu-satunya cara untuk memperoleh kemenangan.

Dalam permusyawarahan ini, para petinggi dan yang lainnya masih belum bisa mengambil keputusan. Walau Sasuke adalah ketua klan, tetap saja keputusan seperti ini juga tanggung jawab sang petinggi dan petua klan Uchiha. Anggukan-anggukan pun terlihat, mereka saling berbisik, karena kembali membicarakan dengan singkat rencana yang diutarakan sang ketua klan beberapa saat yang lalu.

Obito hanya bisa mengusap wajahnya, ia memang memercayai kekuatan sang keponakan, namun kekhawatiran tetap saja dirasakannya. Bagaimanapun, sekarang ini Sasuke adalah satu-satunya ahli waris klan Uchiha.

"Baiklah, rencana Tuam Muda Sasuke akan dilaksanakan jika kegentingan sudah mulai tampak terlihat. Kita juga tak bisa langsung mengeluarkan senjata pamungkas, karena itu kita lihat terlebih dahulu sejauh mana Suna bertindak nantinya di dalam perang."

"Yang pasti, kekkai legendaris dari Haruno akan langsung menyambut mata kita di saat pertempuran berlangsung. Mereka tak akan mengambil celah untuk kekalahan."

.

.

.

Saat itu, jawaban deklarasi perang pun dikirim dengan mantap. Untuk sekali lagi, Uchiha dan Suna akan dipertemukan dalam pertempuran. Di sana, sepasang muda-mudi yang saling merindukan akan saling berahadapan dan bertatapan mata, dalam gemelut kekejaman dunia yang akan dihiasi darah. Sasuke dan Sakura, akan berperang satu sama lain untuk mempertahankan tanah yang mereka bela nantinya.

.

.

.

.

.

Bersambung~~~

Ok, salam sayang dari Itachi paling ganteng dan sempurna. (Walau banyak yang ngaku-ngaku dirinya paling ganteng, yakinlah Itachi tetap yang paling ganteng)

zhaErza.

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top