The Darkness (Bagian 15)
"Gaara, mengenai Sakura tadi, kau juga melihatnya bukan? Tetapi, Sakura menjelasakan kalau dirinya belum bisa menguasai kekkai secara sempurna. Sementara itu yang kita lihat pada dirinya tadi, merupakan sesuatu yang sangat kuat dan menakjubkan? Apa kau mengetahui tentang wujud dari para Haruno yang menguasai kekkai dengan sempurna?"
Gaara mengerutkan kening, merasa mengerti dengan apa yang tengah berada di dalam pemikiran Sasuke.
"Aku tak terlalu tahu mengenai perubahan wujud dalam klan Haruno, tetapi Nona Sakura tadi memang mengalami peningkatan energi spiritual yang sangat luar biasa, ditambah lagi dengan kekkai yang digunakan untuk menghentikan Sasuke-douno sangat berbeda dengan yang biasa saat kami berlatih." Mata hijau itu memindahkan atensi kepada Sakura, ia kembali berkata saat melihat gelagat kebingungan yang ditampilkan wajah Sakura. "Nona Sakura, kemungkinan kau tadi mengeluarkan kemampuan legendaris klan Haruno tanpa kausadari."
.
.
.
The Darkness
Story by zhaErza
Naruto milik Kishimoto Masashi
SPESIAL MOMEN SASUSAKU FANS DAY 2017
Terinspirasi dari Inuyasha
Summary: Sakura dan neneknya hanyalah seorang tabib yang terkenal sangat mujarab, mereka akan mengobati siapa pun yang terluka, hingga seorang pelayan salah satu klan terpandang meminta bantuannya untuk mengobati tuan muda mereka yang sakit parah.
.
.
.
Chapter 15
.
.
.
Semakin larut, hawa di gurun akan turun drastis, tetapi berkat bangunan khas desa Suna yang terbuat dari bata dan tanah liat, menjadikan tempat ini tak terlalu terpengaruh dengan cuaca ekstrem padang pasir. Di dalam ruangan, satu-satunya gadis di antara dua orang pria, kini terdiam kaku. Ada keterkejutan di wajahnya yang masih terlihat tegang. Tak percaya dengan perkataan yang terucap, baik dari ketua klan Suna ataupun ketua klan Uchiha.
Tidak terlalu mengerti dengan apa yang tengah dibicarakan, apakah benar ia bisa menguasai kekkai luar biasa milik leluhurnya itu?
"Apakah itu benar-benar terjadi?"
Kedua lelaki itu kompak mengangguk, menatap Sakura yang masih duduk di sebelah Sasuke.
"Walau aku masih belum mengerti kenapa kau tiba-tiba− meski tak sengaja, tetapi bisa menggunakannya, namun aku meyakini jika pasti ada sesuatu yang membuatmu berada di dalam puncak energi spiritualmu itu, Nona Sakura." Tatapan Gaara berpindah kepada Sasuke yang sekarang mengerutkan alis.
"Jadi, saat kau menghentikanku yang ingin pergi, aku langsung merasakan peningkatan drastis pada energi spiritualmu. Bukan hanya itu saja, kekkai yang kaugunakan pun menjadi sangat kuat melebihi yang kutahu, lalu wujudmu tak seperti yang sekarang ini, Sakura."
Masih terlihat kekagetan yang pias di wajah Sakura, gadis itu mengerutkan alis, informasi yang didapatnya kali ini sebelumnya tak diketahu, walau ia menyadari beberapa saat yang lalu telah menggunakan kekuatan kekkai untuk menghalau Sasuke, Sakura sama sekali tak mengetahui kalau ia berubah sedrastis itu.
Sakura jelas tak banyak tahu, bahkan baginya terlalu minim mengetahui tentang segala yang ada pada klan Haruno, ia hanya mendapatkan informasi dari gulungan yang dimiliki Uchiha yang ditemukannya di perpustakaan dahulu.
"Aku ... aku tak mengetahuinya, kukira saat itu aku seperti yang kalian lihat sekarang?"
Dahi Gaara berkerut lagi, menandakan bahwa dia tengah berpikir.
"Tidakkah ini aneh? Kau yang biasanya selalu sensitif terhadap aura di sekitarmu, tiba-tiba tak menyadarinya. Nona Sakura, saat itu atensimu penuh teralihkan karena memikirkan Sasuke-douno yang tak ingin dirinya meninggalkanmu, seperti itu bukan, Nona Sakura?"
Mata hitam milik Sasuke melebar karena mendengar perkataan Gaara, memang kalau dipikir-pikir energi yang barusan meningkat dalam sekejab pun karena Sakura bersama dirinya, karena ia mengucapkan pernyataan cinta. Lalu, apa mungkin kekkai legendaris milik klan Haruno ini memiliki persyaratan khusus untuk menguasainya? Karena, Sakura sendiri tadi bercerita bahwa meski telah dilatih, mereka tak mendapatkan hasil yang signifikan.
Tetapi, apa persyaratan yang harus dilakukan untuk membangikitkan kekuatan Sakura?
Mungkinkah bekaitan dengan perasaan Sakura?
"Kalau begitu, kita hanya perlu mencari tahu cara agar Sakura bisa menguasainya. Kukira mungkin ada semacam persyaratan khusus untuk mencapai kekuatan sempurna klan Haruno." Alis Sasuke mengerut, sebelah tangannya menyentuh dagu, dengan pose orang yang sedang berpikir.
"Persyaratan khusus?"
"Ya, sama seperti mata merah ini, Sharingan hanya bisa bangkit jika kita kehilangan orang yang terkasih, cinta sangat berperngaruh untuk memperkuat mata ini."
Malam yang dingin, Gaara menghela napasnya. Mungkin pembicaraan mereka harus dihentikan terlebih dahulu, mengingat waktu menjelang pagi tak lama lagi akan hadir. Kemungkinan hanya tinggal beberapa jam dari sekarang. Sasuke juga tak bisa terus menerus berada di sini, jika ia tertangkap maka habislah rencana mereka semua.
Untuk itu, Gaara menyerukan agar sebaiknya Sasuke kembali ke istana Uchiha terlebih dahulu, karena sebaiknya masalah ini biar mereka berdua yang mengurusnya.
"Kaubilang, Sasori yang menaruh matera kepadamu untuk mengunci makhluk kegelapan yang bersarang di dalam tubuhmu?" kepala merah itu mengangguk menanggapi ucapan Sasuke.
"Kenapa?"
"Mungkin, aku bisa saja membantu makhluk itu keluar dari tubuhmu, dengan memakannya, tetapi dia akan menjadi bagian dari diriku, dan kaubisa membebaskan Sakura karena Sasori tak mungkin mengekangmu lagi, dan menjadikanmu sebagai ancaman desa." Mata Sasuke menatap tajam, ia sepertinya masih tak rela jika Sakura berstatus sebagai istri dari lelaki yang memimpin kerajaan Suna, apalagi kabar ini bisa saja menyebar ke seluruh negeri.
"Tidak, jangan lakukan itu. Bagaimana pun, perlahan hatimu akan dicemarinya, tanpa kausadari, jiwamu akan tenggelam karena Sang Kegelapan." Sakura tidak percaya, Sasuke masih bersikeras untuk membebaskannya, walau taruhannya adalah diri lelaki itu sendiri. Bagaimana bisa dia melakukan hal itu? Padahal Sakura meyakini kalau pria di sampingnya ini pasti mengetahu ada risiko besar di balik mengendalikan Sang Iblis.
Sakura menatap nanar Sasuke, mata hijaunya tak percaya dan berkaca-kaca, ia tak ingin Sasuke berkorban sejauh ini, sudah cukup, meski dahulu lelaki itu berjanji di depan Itachi akan selalu menjaganya, menaunginya di dalam perlindungan.
"Kau memang pernah berjanji di depan Itachi-douno, tetapi kumohon untuk tak membuat dirimu sendiri menderita, hanya karena ingin menyelamatkanku, Sasuke."
Yang ditatap terdiam, mengehela napas karena ia tahu Sakura adalah seorang gadis yang keras kepala. Sama seperti dirinya, Sakura pun mengkhawatirkan dan tak ingin dirinya terjebak di dalam kegelapan. Hatinya tercubit, ia telah menjadi orang yang sangat egois, sangat diyakini olehnya kalau Sakura pun memiliki perasaan yang sama, tetapi gadis itu tak gegabah hanya karena ingin terus bersama dan terbebas dari permasalahan ini.
"Maafkan aku, Sakura." Sang gadis menganggukkan kepala, terlihat menyunggingkan senyum tulus untuk menjawab permohonan Sasuke.
Sekali lagi menatap Sakura, Sasuke pun naik ke atas jendela, membuka kimononya sebatas dada hingga menampakkan pungungnya yang telah berubah kecokelatan. Laki-laki itu melompat dan terbang dengan sepasang sayap yang keluar dari punggung. Gaara dan Sakura menatap kepergian Sasuke, di malam bulan purnama.
.
.
.
"Gaara, naungilah Sakura dalam penjagaanmu." Kalimat itu terdengar, berulang di kepala Gaara ataupun Sakura.
Dan setelah Sasuke mengatakan hal tersebut, laki-laki itu pun pergi untuk pulang ke tanah kelahirannya. Meninggalkan gadis yang dikasihinya sekali lagi, berpisah sementara untuk kebaikan mereka semua. Jendela ditutup, Gaara dan Sakura masih berdiri, untuk beberapa saat memerhatikan benda yang berfungsi sebagai lubang angin dan cahaya.
Walau ada sebesit tak rela karena berpisah kembali, Sakura hanya bisa menghela napasnya untuk menyembunyikan kegelisahan hati, mata emeraldnya memandang Gaara yang berjalan dan duduk di ranjang. Laki-laki itu terlihat mengenggam sebilah pisau lipat yang disimpannya di balik jubah, kemudian menggulung lengan kimono hingga mendekati atas pundak. Pisau yang dipegang itu, lalu disayatkan di bagian otot atas lengan, hingga mengeluarkan amis yang kental, menetesi seprai putih hingga membentuk bercak-bercak kemerahan. Sakura mendekati dengan cepat, ia tak habisa pikir kenapa Gaara sampai menyakiti diri seperti itu?
"Apa yang kaulakukan, Douno?" sang gadis musim semi mengambil saputangannya dan membersihkan luka di lengan. Mentap mata yang hampir sama sepertinya dengan pandangan tidak mengerti dan menyiratkan kekhawatiran.
"Hanya sentuhan akhir, agar mereka nantinya memercayai kita." Laki-laki itu tersenyum tipis dan menelentangkan diri di atas ranjang, memejamkan mata yang lelah. "Tidurlah, Nona Sakura, kita membutuhkan istirahat sejenak."
Walau tak terlalu memahami dengan apa yang dilakukan dan dikatakan sang ketua klan Rei tadi, toh Sakura juga mengikuti ucapan terakhir Gaara. Mereka memang harus memberikan waktu rihat untuk diri, agar besok setidaknya bisa lebih segar untuk menyambut hari.
Mereka pun akhirnya lebih memilih untuk memampirkan diri ke dunia mimpi, tidur saling membelakangi di sudut ranjang masing-masing.
Hari perlahan berganti, matahari yang berada di ufuk timur mulai malu-malu mengintip di balik bukit pasir, sebelum dengan gagah terpampang di tengah-tengah langit yang cerah.
Dari atas ranjang, Gaara mengeluh pelan, dan terbangun kala mendengar ketukan pintu yang terus terdengar selama beberapa saat. Ia membalas dengan ucapan kata singkat, masih terlentang di atas ranjang, saat ingin menggerakkan tubuh untuk duduk dan membasuh wajah, ia merasakan ada sosok yang menghalanginya, menimpah hampir sebagian dari tubuhnya.
Mata itu melebar, menatap kepala merah muda yang masih dalam keadaan nyenyak bersandar di dada dan ceruk lehernya. Tak ingin mengganggu kenyamanan sang gadis, Gaara pun dengan perlahan memindahkan Sakura kembali ke sisi ranjang. Menyelimuti gadis itu kala ia selesai memindahkannya.
Beberapa hari setelah malam pertama yang ditamui Uchiha Sasuke, Sakura dan Gaara kembali dalam dunianya masing-masing. Gaara dengan rapat-rapat yang diadakan petinggi, dan Sakura yang menjalani hari dengan profesi sebagai tabib.
Uchiha Sasuke pun telah sampai di kerajaan Uchiha, ia langsung memeriksa beberapa laporan dan perkembangan desa. Obito dan para petinggi lain mulai menjelaskan banyak hal, mengenai kependudukan yang sudah ditata kembali, rakyat pun sudah memulai beraktivitas seperti sedia kala.
Sang penguasa masih duduk apik, di balik meja kerjanya, memeriksa hasil dari perundingan, gulungan-gulungan ketatanegaraan, juga perekonimian yang kembali berkembang.
Embusan napas terdengar, Sasuke mengangkat wajahnya, dan kembali menggulung kertas-kertas yang terbuka di atas meja. Tubuhnya ia senderkan ke dinding, kepalanya ia dongakkan sedikit, alam khayalnya bermain dan membayangkan wajah gadis yang dirindukannya.
Belum ada kabar selama hampir seminggu sejak pertemuan terakhir mereka di negeri Suna, ada kekhawatiran di hati, namun ia memercayai kalau Gaara akan menepati janji menaungi Sakura dalam penjagaannya seorang. Ketika lelah sudah menghampiri, Sasuke menggerakkan tubuh. Ia berdiri, dan memutuskan untuk mencuci mata dengan keindahan negeri.
Bejalan-jalan di sekitar istana maupun desa, dengan menggunakan kuda dan beberapa pengawal yang menjaga dan berjejer di belakangannya, Sasuke mulai memerhatikan sekeliling. Rakyatnya yang beraktivitas, di jalanan pasar, sawah ataupun kebun. Ada yang beberapa pergi ke hutan untuk mencari kayu bakar dan berburu hewan liar.
Mata elangnya menangkap sesuatu yang terbang mengangkasa, mereka sedang berada di padang, dengan rumput dan ilalang yang melambai ketika digodai angin. Pohon-pohon mengeluarkan bunyi gemeresik, ikut berdansa dengan daun-daun tunggal yang berguguran.
Tangannya digunakan untuk menjadi tampungan sang elang yang merendahkan terbang, tepat bertengger di lengan Sasuke, sementara lelaki itu memeriksa gulungan kecil yang terselip di dekat pergelangan kaki elang.
Ia menerbangkan kembali burung bermata tajam, kemudian membuka gulungan kecil dari surat yang berasal dari Gaara.
80 persen.
Hanya itu yang tertulis di dalam surat berukuran kecil, Sasuke mengerutkan alisnya, menebak kemungkinan yang dimaksud adalah Sakura telah menguasai kekuatan kekkai itu sebanyak 80 persen dari semestinya. Untuk mencapai kesempurnaan, maka dibutuhkan persyaratan khusus yang kemungkinan berkaitan dengan perasaan Sakura. Apakah itu berkaitan dengan percintaan mereka? Sasuke tak terlalu bisa memprediksinya, ia hanya mengandai, tetapi melihat gadis itu yang bereaksi dahulu, maka bisa jadi. Maka, untuk mewujudkannya, apakah dirinya harus turun tangan langsung untuk mendukung Sakura?
.
.
.
Pangan sabana yang terbentang luas, menjadi arena latihan Sakura dan Gaara, kekkai legendaris itu sudah hampir disempurnakan. Hanya membutuhkan beberapa saat lagi, mungkin seperti yang diterangkan Sasuke kalau mereka harus mencari cara untuk mengetahui persyaratan khusus menuju kesempurnaan.
Gaara melihatnya, serangan pedang dihalau dengan sesatu yang seperti dinding kaca hijau, penghalang yang tak bisa ditembus walau sekuat tenaga ia menghantamkan mata pedang ke arah Sakura.
Bunyi dentingan cukup memekakkan telinga, Sakura menarik napas, dan menghilankan kekkai yang melindungi tubuhnya, sebelah tangannya yang melakukan pose bertahan pun diturunkan.
"Kerja bagus, Nona Sakura. Kau semakin mahir, kekkaimu bahkan telah bekerja untuk sesuatu yang nyata."
"Ya, aku merasakan perubahan energi, Gaara-douno."
Walau tubuh Sakura tak terlihat perbedaan fisik, tetapi bagi seseorang seperti Gaara yang bisa merasakan auranya, tolok ukur itu benar-benar terlihat.
Mereka kembali ke istana ketika matahari beranjak siang, berada di kamar untuk sekadar membersihkan diri dan makan bersama, Sakura merasa mantap kalau ia bisa membebaskan Gaara dengan kemampuannya, untuk sekarang yang terpenting adalah meminimalisir risiko agar Gaara tak dikendalikan Sasori.
"Mungkin, malam nanti kita bisa memulainya, Gaara-douno. Aku akan membebaskanmu dari iblis yang menjadikan tubuhmu sebagai wadahnya."
"Kau benar, dengan itu Sasori tidak akan bisa menggunakanku sebagai ancaman desa lagi."
"Jadi, inikah yang kalian rencanakan, Adikku?" di sudut kamar, seorang lelaki tersenyum miring, tubuh yang sebelumnya menyandar, kini berdiri tegak dan berjalan mendekati kedua muda-mudi yang terkaku dalam duduknya.
Rambut merah dan mata hazel menjadi ciri khas dari lelaki yang sekarang sudah duduk di depan mereka, menyunggingkan lekukan yang membentuk kurva, mata sayunya menatap dengan sorot ingin tahu.
"Gaara! Gaara! Gaara! Teganya kau berencana mengkhianati kakakmu. Bersekongkol dengan wanita ini?"
"Nii-sama," bisik lelaki berambut merah dengan manik jade. Napas mereka putus-putus, bisa saja Sasori melakukan sesuatu yang kejam kepada mereka, Sakura lebih tepatnya.
"Tidak! Tidak! Gaara. Kau memakai gadis ini untuk menyingkirkan iblis yang sengaja ditanam oleh nenek kita? Kenapa kautega melakukannya? Kau adalah senjata terkuat Suna untuk saat ini, bisakah kau memikirkan bagaimana jadinya negera ini tanpa kekuatan menakutkan yang ditanamkan di tubuhmu?" Sasori memiringkan wajah, polos seperti anak kecil, namun hatinya lebih kejam dari iblis.
"Ah, tidak. Lebih gampangnya, bagaimana kalau kita melakukan permainan? Mana yang lebih menguntungkan, Haruno, Gaara? Iblis yang tetap ada di dalam tubuhmu dan kau akan menjadi senjata perang melawan Uchiha ... atau desa di pegunungan Katsuyu aku musnahkan dalam satu malam?"
Mata Sakura terbelalak mendengarnya, kedua hal yang ditawarkan Sasori sama sekali tidak menguntungkan pihak mereka, kenapa lelaki ini begitu kejam hingga membawa-bawa rakyat desa yang tidak bersalah.
"Ah, kalian tidak diberikan kuasa untuk membantah, hanya memilih. Jangan sampai pengorban tabib tua yang tinggal paling dekat dengan kawasan hutan di Pegunungan Katsuyu, menjadi sia-sia belaka, Haruno?
Sasori lalu berdiri, tertawa mengerikan dan meninggalkan Sakura yang terkaku dalam duduknya. Wajahnya berubah pucat, dengan air mata yang mengalir di pipi karena mendengar pernyataan Sasori.
Sungguh bajingan lelaki itu, apa yang sudah dilakukannya, apa yang terjadi dengan neneknya? Sakura gemetaran, seguknya tak bisa ditahan lagi, kepalanya tertunduk dan ia hanya bisa menangis pilu. Memikirkan orang tua yang sudah mengasuhkan sedari kecil, kini telah kehilangan nyawa.
"Tidak! Nenekku, hiks."
Mata jade itu menatap nanar Sakura yang masih terperosok di dalam kubangan kesedihan, ia terdiam dan merasa bersalah. Hingga wajahnya tersentak di saat sang gadis memanggil nama Sasuke, ingatan tentang perkataan Sasuke pun tengiang, kalau dirinya yang harus melindungi Sakura, meski itu dari perasaan duka terdalam. Maka, ia mendekati gadis itu, membawa kepala merah muda untuk bersandar di dadanya, menenggelamkan wajahnya sendiri di ceruk leher Sakura, sambil meneteskan air mata penyesalan.
"Maafkan aku, Nona Sakura."
Mereka menangis bersama, Sakura dengan isak dan Gaara dalam diam.
.
.
.
.
.
Bersambung~~~
Haloo jumpa lagi dengan saya zhaErza.
Ok, deh. Salam sayang dari istri Itachikoi,
zhaErza.
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top