The Darkness (Bagian 12)
The Darkness
Story by zhaErza
Naruto milik Kishimoto Masashi
SPESIAL MOMEN SASUSAKU FANS DAY 2017
Terinspirasi dari Inuyasha
Summary: Sakura dan neneknya hanyalah seorang tabib yang terkenal sangat mujarab, mereka akan mengobati siapa pun yang terluka, hingga seorang penasehat salah satu klan terpandang meminta bantuannya untuk mengobati tuan muda mereka yang sakit parah.
.
.
.
Dua sosok berbeda kelamin dan warna rambut masih duduk berdekatan, salah satunya tengah meneguk segelas teh hijau dari sebuah cawan, irisnya yang hazel melirik gadis berambut merah muda di sampingnya. Senyum tipis mewarnai bibir sang lelaki.
Pekat cahaya senja masih mewarnai langit sore, suhu yang menurun membuat suasana semakin dingin di dalam ruangan. Tak ada perkataan lagi yang mengisi ke dua belah pihak, dengan sang lelaki yang sibuk menyesap tehnya, dan sang wanita yang masih asik menundukkan kepala.
Kali ini, kekehan terdengar lagi. Tabib yang bernama Sakura, terlihat mengerutkan dahi, ia entah kenapa tidak menyukai orang ini. Banyak spekulasi mulai mewarnai otaknya. Apa yang menyebabkan sang pria mengetahui berbagai hal dari dirinya? Dan kenapa pula Gaara bisa mematuhi orang ini? Ah ... begitu. Lelaki yang bernama Yashamaru, diakah penyebabnya? Tunggu, jadi ... orang ini adalah kakaknya Gaara?
Mata hijau yang meneduhkan akhirnya terbelalak, karena pemikiran itu masuk ke benaknya. Tubuhnya perlahan mengeluarkan keringat, ia merinding seketika. Laki-laki yang duduk di dekatnya ini adalah kakak sulung dari Rei Gaara yang selalu mengatur dan menjadikan Gaara sebagai bidaknya, meski dia adalah seorang kepala klan.
"Kau benar, Sakura. Akulah yang memerintahkan semuanya, hahahha." Laki-laki itu tertawa kuat, bukan main. Sakura merasakan bulu-bulu di sekitar lehernya meremang, karena seperti menghadapi orang yang berkepribadian menyeramkan.
"Jadi, A-anda juga yang memberikannya hukuman-hukuman itu?"
Tawa itu seketika menjadi hening. Sasori, nama lelaki yang duduk di dekat Sakura, malah menuangkan teh di salah satu cawan kosong. Wangi dupa yang dihidupkan mewarnai pembau mereka, Sakura sempat melirik di sudut ruangan yang merupakan tempat untuk menaruh mangkuk tembikar tempat ditusukkanya dupa, sebuah boneka aneh yang sudah terbelah menjadi dua juga tergeletak di lantai.
"Apa kau mengkhawatirkannya? Bukankah dia musuhmu, Sakura."
Kerutan alis semakin jelas terlihat, Sakura merasa kesal. Apa-apaan lelaki yang ada di sampingnya ini? Ia tak habis pikir kenapa dia seolah seperti orang yang tak bersalah, padahal segala yang dilakukan Gaara adalah atas perintahnya?
Mata emerald itu menatap tajam, tak menunjukkan kalau dirinya cukup terusik karena berada di ruangan menyesakkan ini. Sakura tak dapat menikmati segala kemewahan yang ada di dalam ruangan, secangkir cawan teh pun tak diteguknya sejak tadi. Ia tak peduli, sekarang yang terpenting adalah mengatakan apa yang ada di kepalanya.
"Karena Gaara adalah orang yang baik, dia tidak pantas menerima hukuman itu. Kaulah yang seharusnya dihukum karena seenaknya memerintahnya yang seorang ketua klan!" beberapa oktaf suaranya telah naik, ia menatap sang lelaki dengan nyalang.
"Tidak, Sakura! Tidak! Dia pantas menerimanya. Anak bodoh itu pantas menerima hukuman karena dosa-dosa orangtuanya! Itu benar-benar pantas, Sakura." Kepala Sasori menggeleng-geleng, lelaki itu mencengkram meja hingga kukunya menancap di sana, dan membuat sebuah cacat pada benda berbahan kayu itu.
Tak tahu harus mengatakan apa, Sakura memilih mendiamkan diri, gelagat aneh Sasori membuatnya kehilangan kata-kata, bahkan sekarang Sasori mulai meracau tak jelas.
"Kau tahu! Gara-gara lelaki keparat itu, Ibuku dan aku menderita. Gara-gara wanita sialan yang sulit mengandung itu, ibuku menderita, Sakura. Sialan!" Sasori mencengkram bahu Sakura, matanya membelalak tajam, kebencian yang terukir jelas di dalam bola mata hazel itu.
Tak bisa bergerak karena merasakan perih di bahu, Sakura hanya meringis. Ia menatap wajah Sasori yang mencerminkan kemarahan dan rasa sakit secara bersamaan. Apa yang terjadi kepadanya? Apa maksud dari perkataannya tersebut? Dan kenapa lelaki itu memberitahukan masalah ini kepadanya?
"Laki-laki bajingan itu menjadikan Ibuku selir, di saat dia sudah memiliki seorang istri sah. Nyonya Besar di klan ini. Mereka membawanya dari desa dan membunuh orangtua Ibuku. Ketika Ibuku akhirnya mengandung, karena hasil pemerkosaan yang berkedok selir, mereka menggunjingnya dan Ibuku selalu disiksa oleh Nyonya Besar yang dimakan api cemburu, HAHAAAHHHAHAH."
Sakura masih mencoba mendengarkan, ia merasa takut menyergapnya, karena tubuhnya masih berada dalam jeratan kedua tangan Sasori.
"Tetapi, Tuhan memang adil. Ternyata, tak hanya Ibuku yang digunjing, tapi juga istri sah Ayahku yang kunjung tak bisa mengandung. Saat aku lahir, Ibuku diusir dari tempat ini. Kautahu, istana ini sangat luas dan memiliki banyak kamar, tapi Ibuku tak diizinkan tinggal, padahal baru memiliki seorang putra. Mereka kejam, Sakura." Laki-laki yang berada di hadapan wajah Sakura, kemudian berhenti untuk menghela napas. Terlihat kepala itu tertunduk hingga rambutnya yang merah menutupi ekspresi wajahnya.
Gadis itu tak mengerti, kenapa Sasori menceritakan semua ini?
Beberapa saat terdiam, tiba-tiba lelaki itu berdiri dan membuka kimono bagian atasnya, hingga terlihatlah tubuh lelaki itu yang juga dipenuhi bekas luka. Berbagai macam cacat kulit terlihat, bekasnya jauh lebih banyak daripada yang dimiliki Gaara. Alis Sakura mengernyit dalam, ia terperangah karena menatap bagian dada dan perut Sasori yang dipenuhi bekas-bekas sayatan ataupun luka cambuk.
Berbagai khayalan buruk pun mengalir di dalam otaknya, terkaan-terkaan ketika melihat semua itu, apa yang sebenarnya menimpa Sasori, dan apa yang sudah terjadi di istana ini?
Bulir-bulir keringat menetes dari dahi hingga ke ujung dagu, ruangan ini tiba-tiba menjadi panas, meski suhu menjelang malam sudah menurun drastis. Padahal bangunan terbuat dari batu dan tanah liat khas yang akan membuat suhu ruangan menurun ketika cuaca di luar terik, dan menghangat ketika cuaca di luar dingin.
Ada miris yang terpikir oleh kepala merah muda itu.
"Karena wanita sialan itu sulit mengandung, laki-laki bajingan itu memaksaku untuk mempelajari semuanya, jika aku salah maka akan banyak hukuman yang menungguku. Kaulihat, tubuhku tak punya celah untuk ditorehkan luka lagi. Ah, mungkin tersisa di bagian telapak tangan dan wajah saja. Ya, beberapa tahun kemudian, tepat saat usiaku yang ke sebelas, Gaara akhirnya lahir. Dan nenekku yang sangat baik hati menyatakan kalau dia adalah anak yang cocok untuk dijadikan wadah dari iblis yang akan menjadi senjata terkuat klan ini, Ibunya yang mengetahui hal itu pun langsung mati seketika setelah melahirkan HHAHAHAHA! Tuhan memang adil bukan, Sakura?"
Gelegar tawa Sasori bisa terdengar sampai ke luar ruangan, tetapi lelaki itu tentu saja tak menghiraukannya.
"Setelah aku beranjak remaja, aku memutuskan untuk mencari sisa-sisa keberadaan Ibuku, aku menemukannya yang nyaris membusuk karena penyakit dan dia memberiku banyak kejutan. Aku diberikan sebuah buku untuk mengendalikan Sang Kegelapan. Buku itu berhasil dicuri Ibuku dari istana dan aku mempelajarinya, walau membutuhkan waktu bertahun-tahun hingga Gaara beranjak remaja. Si Sialan yang mulai sakit-sakitan, pun meminta maaf kepadaku, katanya aku berjasa karena telah berhasil memperlebar wilayah, dan mempererat kerja sama dengan Uchiha Fugaku. Dia akhirnya mengakuiku, setelah yang ia perbuat kepadaku. Cuih." Sasori meludah ke lantai. "Dan yang paling menarik adalah ... dia memberiku kuasa untuk mengatur segalanya hingga Gaara dirasa pantas untuk memimpin klan ini. Kerajaan ini. Itu adalah tindakan bodoh, bukan?"
Tak bisa menjawab, Sakura hanya memandangi Sasori yang masih tertawa, laki-laki itu lalu merubah ekspresinya, seperti tak pernah menceritakan semuanya kepada Sakura. Dia berjalan santai, lalu mengambil camilan yang sudah tersedia di meja, memakannya dan menyuapi Sakura.
"Bukalah mulutmu, Sakura." Tangan Sasori dihalaunya dengan pelan. Sakura tak berselera makan untuk sekarang, apalagi setelah mendengar cerita kelam yang ada di istana ini.
"Apa maksudmu, menceritakan semuanya?"
Gadis itu menatap tak mengerti Sasori, ia bukanlah orang yang tepat untuk mendengar segala kisah-kisah ini. Apalagi dirinya hanyalah tawanan yang tentu saja sedang merencanakan sesuatu untuk melarikan diri.
Mata hazel itu meliriknya, senyuman mulai melekat di wajah lalaki berambut merah.
"Untuk menegaskan, kalau Gaara pantas mendapatkan hukuman dariku. Lagi pula, aku masih sedikit lebih baik daripada si Sialan itu. Oh, dan lagi. Sampaikan pada Gaara, kalau dia berani menentangku, kupastikan dia akan menghabisimu. Kalian akan berduel sampai salah satu di antara kalian ada yang mati. Kuyakin Gaara tak berani hanya sekadar memikirkan untuk menghianatiku atau bisa saja akan kulakukan yang lebih parah dari itu."
"Kau mengancamku?" Sakura mengigit bibir untuk menghalau suaranya yang ingin meneriaki Sasori. "Kau ingin menghabisi Yasahamu-san, dan mengancam Gaara juga? Kau benar-benar rendah."
Kepala Sasori menggeleng-geleng secara dramatisir. Dia tersenyum manis, dan menatap wajah Sakura yang memerah karena rasa marah atau sinar terik sang mentari sore yang masuk dari celah jendela.
"Satu nyawa tak ada artinya dibandingkan ribuan nyawa, Yashamaru hanya untuk pemanis belaka."
"K-kau!" Sakura merasa kehilangan suaranya, laki-laki ini benar-benar gila. Sudah gila karena penyiksaan yang sering didapatnya, apa yang dikatakannya bisa saja menjadi kenyataan, karena bagi Sasori hidup di dunia ini sudah tiada artinya lagi. Laki-laki itu hidup hanya untuk membalaskan dendam dan ingin menyiksa Gaara.
Setelah merasa tak ada yang ingin di sampaikan lagi, Sasori menegakkan tubuhnya, ia berdiri dan berjalan menuju ruangan lain yang ada di sana. Pintu itu tergeser dan Sasori melangkah masuk ke ruangan yang tak diketahui Sakura sebagai tempat apa, meninggalkan Sakura seorang diri di kamar mewah ini. Tak ingin berlama-lama di dalam ruangan menyesakkan ini, Sakura pun berdiri dan berjalan ke arah pintu. Ia akan kembali ke ruangannya dan beristirahat, memikirkan apakah pertemuannya ini harus diberitahukannya kepada Gaara atau tidak?
.
.
.
Berada di taman belakang sambil mengeringkan beberapa ramuan, tiba-tiba saja saat ia ingin berdiri karena sejak tadi menjongkokkan tubuh, mata emerald yang dimilikinya pun menatap kedatangan Gaara yang berjalan cepat dengan wajah yang jauh dari kata datar ataupun santai seperti yang sering ia lihat. Lelaki itu mengerutkan wajah, dengan bibir yang mencebik tajam. Saat sudah di depan wajahnya, lengan Sakura langsung ditawan dan Gaara berbicara sambil menyoroti matanya dengan dingin.
"Apa yang Sasori inginkan?"
Kelopak mata itu mengerjab, kenapa lelaki ini bisa mengetahuinya? Sakura masih bingung, namun bisa saja kalau Sasori yang memberitahukan Gaara, bukan?
"Kautahu." Itu adalah sebuah pernyataan.
Jemari yang menggenggam lengan atas Sakura, perlahan semakin mengerat. Lelaki itu kembali mendekatkan wajahnya dan mengikat pandangan Sakura dengan memegangi dagunya, agar sang gadis selalu menatap ke arah jade dari mata Gaara.
Angin bertiup, udara yang cukup panas menyentuh kulit.
"Kami hanya berkenalan saja, bukankah dia akan menjadi kakak iparku juga nantinya?"
Kening itu semakin mengerut, Gaara tak bisa menerima perkataan yang diucapkan Sakura.
"Kau menerima perjodohan ini? Kau bersedia dimantrai dan diikat dengan klanku, Nona Sakura?"
"Kalau itu akan membuatku aman, kenapa tidak?"
Tarikan napas yang tajam terdengar jelas di telinga Sakura, Gaara mencengkeram kedua bahunya dan mendekatkan jarak mereka. Lelaki itu benar-benar marah karena pernyataan yang diterima. Apa gadis ini tak punya pikiran hingga mau dimanfaatkan oleh klannya?
"Jangan membual, Sakura. Kau berlagak tak tahu kalau kau adalah seorang tahanan yang sedikit diperlakukan dengan baik. Jika Sasori sudah mendapatkan apa yang ia mau, kau akan diperlakukan sama sepertiku."
"Lalu kenapa kau tidak melawan? Ah, karena Yashamaru? Atau karena kau takut dengan kakakmu yang gila itu?"
Gaara merenggangkan cengkeramannya pada bahu Sakura, lelaki yang berambut merah terlihat menundukkan kepala. Embusan napas pelan keluar dari celah bibirnya, menandakan ia tengah berpikir apakah harus mengatakan hal ini atau tidak kepada Sakura. Saat kepalanya kembali menegak dan matanya yang jade lebih menyoroti keyakinan ketika menatap emerald Sakura, Gaara mengatakan alasannya kepada sang gadis, mengenai kenapa selalu mengikuti perintah Sasori.
"Karena ... dialah yang bisa mengendalikan iblis di dalam tubuhku, Sakura. Saat aku tidur, dia yang mengontrol aura iblis ini agar tak menguasaiku. Bukan hanya itu saja, kalau dia mau, dia juga bisa menghilangkan kewarasanku sekarang juga."
"Dengan membantai seluruh penduduk desa?"
Gaara awalnya terperangah karena mendengar perkataan Sakura, namun kepalanya dengan perlahan mengangguk beberapa kali, bertanda memang benar kalimat yang telah diucapkan Sakura.
Gadis itu mendesah pasrah, lengannya mencengkeram rambutnya, kepalanya mendadak pening. Hidupnya benar-benar penuh dengan kemelut dunia, kenapa ini bisa terjadi di waktu yang sesingkat ini. Apa yang harus ia lakukan? Tidak ada yang bisa diperbuatnya dengan kemampuan seperti ini. Jika memilih kabur bersama Gaara pun, bisa jadi Sasori mengendalikannya dari jauh. Sepertinya tubuh Gaara sudah dimantrai oleh Sasori.
"Jadi, dia mengatakan hal itu kepadamu, ya? Sudah kuduga."
"Apa ... apa tak ada jalan lain bagi kita?"
"Ada, tentu saja."
"Be-benarkah?"
Sakura terdiam dan menunggu perkataan Gaara, wajahnya terlihat lebih baik karena merasa lega.
"Pergilah dari sini. Kau tak perlu memedulikan aku dan rakyatku."
Wajah lega itu berubah menjadi keterkejutan, kemarahan dan tidak percaya menggambarkan ekspresi yang terpampang di muka Sakura. Gadis itu menyingkirkan ke dua tangan yang ada di bahunya, ia menatap marah lelaki berambut merah.
"Dan membiarkan kau dan rakyatmu mati dengan sia-sia karena Sasori? Tidak, Gaara. Aku akan gila karena memikirkannya, demi Tuhan aku adalah seorang tabib yang selalu berusaha menyelamatkan nyawa seseorang."
"Tapi ini satu-satunya cara, Sakura. Jika tidak, kau akan segera dimantrai dan dinikahkan denganku, kau harus kabur secepat mungkin. Sasori mempercepat upacara pernikahan, dilakukan esok hari."
"Apa?"
Sakura panik bukan main, apa yang harus mereka lakukan? Ia mencengkeram kepalanya dan berkeringat, Sasori benar-benar di luar dugaan. Lelaki itu bisa memikirkan segalanya dengan cepat dan mengerikan, mereka tidak akan punya waktu untuk melarikan diri sekarang. Sakura juga belum terlalu menguasai kemampuan kekkainya. Ia tak bisa membuat sebuah jurus untuk melindunginnya dari serangan manusia seperti kemampuan khas leluhurnya.
Tidak bisa, dia tidak siap untuk menerima semua yang terjadi. Kenapa hidupnya menjadi seperti ini? Ketakutan tiba-tiba saja menjalar di seluruh tubuhnya. Hatinya masih belum menerima keputusan ini, walau ia sudah bisa lebih memihak untuk bekerjasama dengan Gaara, tetapi ia kira pernikahan ini masih sebuah rencana saja, dan akan mereka lakukan di belakang hari. Ia berpikir, kemungkinan ia bisa menerimanya, lagi pula ini hanya kepura-puraan saja, jika nantinya sudah bisa menguasai kekuatan tersohor klannya, maka ia akan mudah mengendalikan mantra itu, tak akan ada yang bisa mengendalikan atau mengekangnya. Namun, semua pemikiran itu akhirnya pupus sudah. Hari pemaksaan untuk terikat dengan klan Rei sudah berada di depan mata.
.
.
.
Tidak ada yang bisa diperbuat, demi kelangsungan hidup rakyat Suna, maka Gaara dan Sakura pun menyetujui pernikahan yang dipercepat. Hari baru telah tiba, hanya ada orang-orang penting yang berkumpul di aula istana, di sana mereka sudah memakai kimono pernikahan. Gaara dan Sakura sedang bersujut untuk meminta restu kepada Sasori. Sang gadis berambut merah muda masih merasa kesal bukan main dengan lelaki itu, namun ia harus memasang ekspresi palsu.
Sang mempelai berdiri, menundukkan kepala hingga punggung saat biksu kuil memberkati. Gaara yang berdiri gagah diberikan sebuah kalung, dengan bandul matahari yang menjadi simbol kebanggaan Suna. Gaara mengambilnya dari bantalan yang diarahkan kepadanya, dan memakaikan kepada Sakura. Saat tali meningkari leher sang gadis, maka sahlah Sakura menjadi bagian dari klan ini. Secawan sake berada di tangan masing-masing sang pengantin, mereka berhadapan, menyilangkan tangan dan menghadapkannya di depan bibir, kemudian meminumkannya ke pasangan.
Tidak seperti upacara yang dilakukan secara resmi, pernikahan mereka ini hanya sebatas untuk mengikat antara mempelai agar menjadi suami-istri. Sasori tersenyum tipis, saat melihat pasangan yang sedang berdiri dan diberikan nasihat oleh petuah klan yang rata-rata berusia lanjut. Mendapatkan Sakura secara utuh sudah dilakukannya, yang tersisa hanyalah mengendalikan gadis itu secara menyeluruh dengan memantrainya. Namun, hal ini masih belum bisa dilakukan Sasori, gadis itu dan Gaara sepertinya telah merencanakan sesuatu, ia juga belum bisa memperhitungkan bagaimana reaksi kekuatan spiritual Sakura jika diberikan mantra sihir. Tidak ada informasi yang menjelaskan apakah kekkai klan Haruno dapat menghalau kekuatan mantra? Atau mereka memang bisa menggunakannya untuk menghalau apa saja? Jika sampai Sakura bisa mengendalikan mantranya bahkan sebelum kekuatan gadis itu utuh dikuasai, maka Sasori berada dalam risiko yang akan membuat semuanya yang dilakukannya sia-sia hingga menyebabakan kekalahan baginya, karena pasti Sakura akan membebaskan mantra yang mengikat Gaara dan iblis di tubuh adiknya itu. Kalau sudah begitu, satu-satunya yang dilakukan adalah kudeta dan mencetuskan perang sipil.
.
.
.
Malam hari yang dingin, cuaca di gurun sangatlah ekstem dan berubah-ubah. Jika di siang hari bisa sangat panas, maka di malah hari serasa bisa membekukan. Sasuke menerbangkan diri, dengan sepasang sayap yang mengerikan. Tubuh cokelatnya tak memedulikan angin malam yang bertiup kencang, terkadang badai gurun juga bisa datang dengan tiba-tiba. Ia sudah berada di perbatasan desa, terus membelah area padang pasing, maka benteng yang mengilingi kawasan desa Suna akan terlihat, pun dengan celah panjang yang menjadi pintu gerbangnya.
Ia tidak perlu memasuki area itu, malam yang sudah cukup larut, menjadikan para penduduk yang awalnya beraktivitas lebih memilih berdiam di rumah, apalagi cuaca tak ramah yang tiba-tiba datang cukup membuat mereka mengerutkan kening khawatir jika harus lebih lama di luar rumah. Para penjaga juga tak mungkin bisa melihatnya dari ketinggian seperti ini, ia yang memiliki kulit gelap dalam wujud iblis cukup sulit dipandang dalam pekatnya malam tanpa rembulan. Apalagi awan-awan begelung dan membentuk sebuah pertahanan untuk ikut menyembunyikan tubuhnya. Hari yang sempurnah untuk melakukan misi penyelidikan ini.
Mata merahnya mencari aura Sakura, cukup sulit ia lakukan karena harus memeriksanya satu persatu. Ia mencari bagunan yang paling megah di antara rumah-rumah penduduk desa.
Ia melihatnya, di kawasan tebing yang tinggi cukup jauh dari pusat kota, di atas sana bertempat sebuah bagunan besar seperti istana, konstruktur bagunan di suna memang terbuat dari tanah dan bata, tidak seperti istananya yang dominan adalah kayu dan atap. Ia langsung mengepak kuat sayapnya, memasuki area benteng istana dengan perlahan, bersembunyi di balik bagunan yang satu dan yang lainnya. Mencari dan terus mencari, menelisik aura yang dikenalnya dengan baik, walau membutuhkan waktu yang cukup lama.
"Di sana."
Mata merahnya bersinar ketika menangkap energi spiritual Sakura. Ia menungkik tajam, seperti elang yang ingin menyambar mangsa.
Akhirnya ia menemukan gadis yang dirindukannya, di malam yang gelap gulita. Mengais mencoba mencari jejak sang terkasih yang sudah hampir ia jumpai setelah berminggu-minggu tiada kabar. Akhirnya hari ini tiba, ia tak akan peduli walau harus melawan siapa saja untuk mendapatkan gadis impian yang telah membawa hatinya itu.
Sasuke menyunggingkan senyum, ia berdebar karena menemukan aura keberadaan Sakura, gadis pujaannya.
.
.
.
.
.
Bersambung~~~
Catatan Erza:
Gambar yang tetera bukan punya Erza, sebagian mili para Artist atau pihak studio SP.
Halooo ... ahahah akhirnya GaaSaku terpaksa nikah nih.
Mereka cuma bersandiwara aja ya, tapi yang bagaimana pun harus bisa terlihat senatural mungkin agar Sasori gak curiga. Walau Sasori lumayan menyadari gerik mereka. Heheh.
Nah, di sini juga udah membahas permasalahan Sasori nih.
Ya, semoga kalian suka.
Ditunggu vote dan komentarnya.
Salam sayang dari istrinya Itachi,
zhaErza
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top