The Darkness (Bagian 1)
The Darkness
Story by zhaErza
Naruto milik Kishimoto Masashi
SPESIAL MOMEN SASUSAKU FANS DAY 2017
Terinspirasi dari Inuyasha
.
.
.
.
.
Pagi yang cerah, seorang gadis terlihat sedang duduk di pinggir kolam. Ia bukan tengah menatap ikan-ikan yang berenang di dalam sana, namun ada yang lebih menarik atensi sang gadis, yaitu rumput dan dedaunan kering. Sejenis akar-akaran juga terdapat di sana, yang sengaja dijemur di bawah terik matahari menggunakan keranjang pipih berbahan rotan. Memeriksa kekeringan dedaunan itu, setelah merasa sudah cukup, sang gadis berambut merah muda yang sedang dikepang pun mengangkat tiga buah keranjang sekaligus.
Ia membawa dengan hati-hati, masuk ke dalam rumah yang ditinggalinya dengan seorang nenek yang telah mengasuhnya sedari kecil. Kimono bercorak sakura pun tertiup angin, saat ia melangkah masuk.
"Sakura, apakah tanaman obatnya sudah cukup kering?" suara serak terdengar dengan langkah kaki agak menyeret, juga dentuman tongkat pun mulai semakin memasuki indra sang gadis merah muda yang namanya baru saja disebutkan tadi. Lantas, langsung dirinya mendekati neneknya dan menjawab ucapan sambil memperlihatkan satu keranjang kepada wanita yang usianya hampir 70 tahun itu.
"Hm, iya, Nek. Ini lebih dari cukup."
Cicitan burung baru saja bersautan, saat seorang wanita tiba-tiba datang dan mengetuk pintu mereka yang sengaja dibuka. Mengucapkan salam terlebih dahulu setelah dipersilahkan masuk sebagai tanda hormat kepada tabib paling mujarab di desa mereka.
"Nenek Chiyo, saya bersama putra saya memohon bantuan anda. Dia terlampau nakal hingga telapak kakinya terkena paku dan menjadi seperti ini. Sekali lagi, saya meminta bantuan Nenek." Ibu berumur 30 tahun itu menundukkan tubuh bersimpuh dengan kedua tangan dan lutut di atas lantai berbahan tatami, lalu membantu sang anak untuk naik ketika sang pemilik rumah mengizinkan mereka masuk.
"Anak seusia mereka memang sangat bersemangat ya, Bibi. Sekarang, mendekatlah ke sini agar lukanya bisa saya lihat. Hari ini nenek kurang sehat, jadi saya yang akan membantu mengobatinya." Sakura tersenyum dan dengan sigap mengambil air hangat dan handuk kecil untuk membersihkan terlebih dahulu luka sang anak.
Dengan perlahan, ia mengusapkan handuk itu, walau begitu tetap saja ada rintihan dari anak yang sedang menjadi pasiennya. Sakura mencoba memberi semangat dan bersabar, mencoba mengalihkan fokus anak kecil itu kepada apa saja yang ia bisa. Ia bernyanyi, terkadang memberikan cerita, hingga luka itu selesai dibersihkan.
Tak butuh waktu lama, ia pun mengambil tanaman obat yang sudah tersedia dan meramunya ke dalam sebuah alat yang memang berfungsi untuk menumbuk tanaman-tanaman itu. Ia menggerakkan tangannya dengan sedikit bertenaga untuk menghaluskan dedaunan akar dan lainnya dan menjadikannya sebuah ramuan yang berbentuk seperti bubur, berlendir dan hijau, jangan lupakan aromanya yang sama sekali tak mengenakkan hingga sang anak menutup indra penciumannya. Sakura sendiri hanya tertawa kecil karena melihat reaksi dari pasiennya itu.
.
.
.
"Hai, Nona Sakura. Apa kau sudah mendengar berita heboh pagi ini?" Itu adalah beberapa orang yang akan selalu lewat dan memberikannya beberapa sayur dan buah-buahan segar hasil kebun mereka kepadanya, pasangan suami-istri yang memang sudah menjadi langganan Sakura jika mereka kehabisan bahan makanan.
Gadis itu mengerutkan dahi, para ibu-ibu memang senang sekali bertukar cerita dan saling mengomentari hal-hal yang terjadi di desa mereka.
Untuk memberikan keramah-tamahan, maka Sakura tersenyum dan menjawab cukup ingin tahu, lagipula siapa tahu memang sesuatu yang menghebohkan.
"Kemarin sore, saat beberapa lelaki mencari kayu di hutan, mereka menemukan jejak serigala yang cukup dekat dengan perbatasan desa."
Sakura cukup tercengang karena ini suatu hal yang ganjil, karena tak pernah ada serigala di daerah mereka. Baik di desa maupun di hutan.
"Apa kau meyakininya, Bi? Bagaimana kalau itu hanyalah anjing hutan?"
Bibi itu menggelengkan kepala, dan ia menatap Sakura dengan serius.
"Itu memang serigala, Nona Sakura. Lagipula, peramal desa mengatakan kalau itu bukanlah pembawa sesuatu yang baik. Kakek Petapa bilang, serigala itu adalah jelmaan iblis yang bisa mencelakai desa."
"Ah, begitu. Itu sangat mengkhawatirkan, Bi."
"Iya, aku sarankan kita jangan pergi ke hutan sendirian, juga karena rumahmu ini yang paling dekat dengan gunung dan hutan, sebaiknya waspadalah. Bakar obor lebih banyak untuk menerangi pekarangan kalian ini."
Sakura menganggukkan kepalanya, dan ia pun berpamitan karena mendengar sang nenek memanggil namanya dari dalam rumah.
"Permisi, Bi. Dan terimakasih sekali."
"Baiklah, aku juga mau mengantarkan ini ke yang lainnya. "
Langkah kaki berdentuman, ia merasa firasat yang tidak enak. Tentu saja, seperti yang dikatakan istri penjual sayur tadi, karena rumah Sakura berada di dekat gunung dan dekat dengan hutan, itu menjadi sesuatu yang sangat mengkhawatirkan jika sudah ada hewan buas berkeliaran seperti ini. Padahal, belum pernah ada yang memasuki atau mendekati daerah pemukiman, kebanyakan hewan buas lebih suka di dalam hutan yang jarang dijejaki manusia. Mungkin, hanya sekumpulan babi liar yang turun dari gunung untuk mengacaukan kebun para petani yang sedang musim panen.
Ia harus cepat, mumpung masih tengah hari, membuat obor-obor baru dan meletakkan mengelilingi pekarangan agar serigala itu tak sampai mendekati rumahnya. Ia tentu saja waswas, bagaimana pun juga, mereka tidak memiliki lelaki yang tinggal bersama di rumah, hanya ada dirinya dan nenekanya yang renta.
Usia yang baru menginjak 16 tahun, menjadikannya cukup diincar para pemuda desa, namun Sakura secara terselubung menjelaskan kalau ia masih belum mau menikah, dengan alasan ingin membalas budi neneknya yang sudah merawatnya selama ini. Ia tak ingin dibawa sang suami dan meninggalkan neneknya seorang diri di rumah ini.
.
.
.
Saat hari mulai gelap, Sakura dengan cekatan memasang obor-obor di sekeliling pekarangannya, dari arah sini, ia bisa melihat perumahan penduduk yang juga terlihat lebih bersinar.
Mata hijau itu terlihat bercahaya saat api memantulkan kilaunya, Sakura memandangi sekitar lagi, terutama arah gunung dan hutan. Alisnya berkerut dan dia berbicara kepada dirinya sendiri.
"Petaka buruk, ya? Tetapi, aku tak merasakan aura jahat."
Langkahnya yang terhenti, kini kembali digerakkan. Ia memasangkan api kepada kayu obor yang sudah tersedia, entah hanya pemikirannya, namun karena pembicaraan tadi siang dengan penjual sayur menyebabkan perasaannya menjadi tak enak.
"Apa serigala itu hanya ingin mengawasi desa? Kalau iya, lantas untuk apa? Karena aku sama sekali tak bisa merasakan aura iblis. Apa itu hanya serigala biasa? Lalu, bagaimana dengan yang peramal katakan?" banyak pertanyaan yang mengganjal sekarang, ia tidak bisa menemukan jawabannya, hingga seluruh pekarangan rumahnya sudah dikelilingi obor yang menyala, rumah itu menjadi lebih terang daripada biasanya.
Hawa dingin malam hari, membuat Sakura memutuskan untuk masuk saja setelah memastikan sekali lagi, ia pun mempercepat langkahnya ketika mendengar sang nenek kembali memanggil namanya untuk meminta bantuannya.
"Sakura, saatnya kita beristirahat. Apa kau memikirkan rumor di desa kita mengenai serigala itu?"
Hela napas terdengar, Sakura yang telah selesai menggelar futon mereka, lantas membantu sang nenek untuk berbaring, ia tidak menyangkan neneknya mendengar pembicaraan mereka tadi siang. Telinga neneknya masih sangat tajam untuk ukuran wanita yang sudah tua.
Gadis itu tidak mau berbohong, maka ia menganggukkan kepala.
"Aku hanya sedikit cemas karena rumah kita berdekatan dengan hutan, Nek."
"Sudahlah, serigala tidak akan mengganggu dan mendekati manusia. Mereka mungkin kehabisan makanan, itu sebabnya menjelajah hingga ke sini."
Senyuman menjadi akhir pembicaraan mereka, karena Sakura memutuskan untuk tidak meneruskan topik. Kini ia pun menggelar futon miliknya dan memilih untuk mengistirahatkan diri. Mungkin memang benar kalau serigala itu mencari tempat tinggal baru karena kehabisan makanan. Ya, setidaknya jumlah babi liar akan berkurang dengan kehadiaran pemangsa itu.
Beberapa hari setelahnya, desa kembali berjalan normal setelah desas-desus itu menyebar, tak ada yang dinamakan ancaman karena desa aman-aman saja, para penduduk mulai ke hutan untuk mencari keperluan kayu bakar untuk memasak dan menghangatkan diri, ada juga yang mencari hewan buruan atau seperti Sakura yang sedang berusaha menemukan tanaman obat langka.
Sudah sedari pagi ia menelusuri hutan, namun tanaman yang bentuknya tercetak di atas kertas sama sekali tak ditemukannya.
Keringat yang sudah menjaluri seluruh tubuh, membuat Sakura terhenti sejenak, ia pun memilih untuk mengistirahatkan diri di bawah sebuah pohon. Membersihkan wajahnya menggunakan sapu tangan, Sakura lalu meneguk air yang ia bawa di dalam kantung air.
"Sepertinya, takdir belum mau memihakku. Hmm ... setelah ini aku harus ke rumah keluarga Akashi untuk menyembuhkan istrinya yang sakit, untung saja nenek sudah sehat sepenuhnya dan bisa ditinggal sendirian di rumah."
Membereskan barang yang ia bawa, Sakura pun memilih untuk menyudahi pemburuannya dan melangkah ke rumah keluarga Akashi.
.
.
.
"Ini, Paman. Mimunkanlah setiap hari sekali, untuk pemulihan bibi."
"Nona Sakura, saya sangat berterimakasih dengan bantuan anda. Ini, ambilan uang ini untuk membalas kebaikan Nona."
Ringisan langsung mewarnai wajah gadis berkimono merah muda itu, bagaimana ia bisa menerima hadiah tersebut, sedang neneknya selalu mengajarkan kalau mengobati orang yang sakit adalah kewajiban mereka sebagai tabib.
Lagipula, yang menyebabkan bibi Akashi melemah bukan hanya penyakitnya, tapi juga ada sesuatu yang mengikuti wanita berusia 35 tahun itu. Apa makhluk kasat mata itu tertarik dengan diri bibi Akashi hingga menempel terus kepadanya, tapi jika itu terus-terusan terjadi, maka keadaan tubuhnya bisa semakin memburuk.
"Saya hanya menjalankan kewajiban, Paman."
Sakura lantas permisi untuk segera pulang dan melihat keadaan neneknya, namun tiba-tiba ia merasa sang paman menarik tanganya dan memberikan sekantung uang kepadanya, hingga membuat Sakura menghela napas.
"Ini sebagai rasa terimakasih, kumohon terimalah." Mau bagimana lagi, Sakura hanya tersenyum dan menganggukkan kepalanya.
Desa ini sangat indah, subur dan makmur. Orang-orang di sini pun ramah dan sopan, belum lagi mereka akan saling membantu jika ada yang berkemalangan. Itu sebabnya nenek mereka membawa Sakura menempat di desa ini, dan karena memiliki pengetahuan sebagai tabib, mereka pun semakin disenangi penduduk desa ini.
Saat beberapa meter lagi menuju pekarangan rumah, Sakura melihat beberapa orang dengan senjata, mereka seperti penjaga istana, yang berjaga di depan rumahnya.
"Apa yang terjadi?" lepaslah tanya itu dari bibirnya, ia pun berlari dan langsung masuk karena takut terjadi sesuatu dengan neneknya.
"Nenek!"
Mata Sakura terbelakak, selanjutnya ia mengucap syukur di dalam hati, ternyata neneknya baik-baik saja. Wantia tua itu sedang berbicara dengan seorang yang tampaknya berpengarush dan lebih dihormati daripada pengawal-pengawal ini.
"Ah, Sakura. Masuklah, cucuku."
Dengan pelan ia melangkahkan kaki, dan ikut duduk di atas bantalan yang disediakan. Neneknya mengatakan, kalau orang-orang ini adalah utusan dari istana salah satu klan yang terhormat, yang jaraknya cukup jauh dari desa yang mereka tempati. Jauh-jauh datang ke sini untuk meminta pertolongan agar menyembuhkan tuan muda mereka yang sakit-sakitan dan semakin lemah dari hari ke hari.
Sudah banyak tabib yang mereka datangi untuk menyembuhkan tuan muda mereka, namun tak ada satupun yang bisa menanganinya. Oleh sebab itu, saat mendatangi desa ini, mereka mendengar kalau nenek Chiyo dan cucunya adalah tabib yang sangat mujarab, maka dari itu mereka berencana untuk membawa cucu dan nenek itu untuk menemui tuan muda mereka.
"Tapi, dengan jarak yang cukup jauh, bagaimana bisa tuan muda kalian mendatangi kami?" Sakura bertanya, ia agak khawatir dengan keadaan tuan muda itu jika harus menempuh perjalanan untuk mendatangi mereka.
"Tidak, Nona. Saya datang ke sini untuk membawa kalian menemui tuan muda kami."
"Apa? Tapi itu tidak mungkin, nenekku sudah terlalu tua untuk menempuh perjalanan jauh, angin di luar sana sangat tidak baik untuk kesehatannya." Sakura mengerutkan alis, ia tidak mungkin mengizinkan neneknya pergi ke luar rumah, apalagi dengan jarak yang jauh. "Dan tidak mungkin juga kalau aku meninggalkan nenekku sendirian di rumah berhari-hari nanti."
Mereka semua terdiam, lalu dengan suaranya yang serak, nenek Chiyo mengusulkan sesuatu.
"Sakura, pergilah, Nak. Tuan muda itu pasti sangat membutuhkan bantuanmu, periksalah ia dan sembuhkan penyakitnya. Kau bisa meninggalkanku di rumah keluarga Mizuki, mereka pasti mau merawatku saat kau menjalankan pekerjaan ini."
"Maaf memotong, Nyonya, tetapi saya rasa itu adalah tindakan yang bijaksana. Saya meminta maaf sekali lagi atas kesulitan ini, tetapi saya sangat memohon kepada Nona tabib agar melihat dan mengobati tuan muda kami."
Dengan izin dari sang nenek dan keluarga Mizuki yang akan merawat satu-satunya keluarga Sakura itu, maka ia pun bersedia untuk di bawa ke istana Klan Uchiha yang merupakan tempat tinggal tuan muda mereka yang sakit parah.
Sakura dibawa menggunakan tandu, dan mereka berjalan selama tiga hari untuk sampai ke kastil itu. Dalam perjalanan, sang penasehat istana mengatakan kalau sang sulung yang menderita penyakit seharusnya sudah bisa menjadi kepala klan menggantikan ayahnya yang meninggal dunia, tetapi karena tubuh yang lemah dan penyakit yang baru-baru ini menyerangnya, upacara penobatan pun belum bisa dilakukan.
"Kalau begitu, siapa nama tuan muda?"
"Uchiha Itachi, dia adalah sang sulung dan sang bungsu Uchiha Sasuke. Tuan muda Itachi dan Tuan muda Sasuke hanya tinggal berdua di istanya semenjak Kepala klan, tuan besar Fugaku meniggal dunia, sedangkan nyonya besar Mikoto istri beliau sudah meninggal sejak lama, ketika melahirkan tuan muda Sasuke."
"Nona Sakura, itu adalah kediaman klan Uchiha."
Mereka hampir tiba, istana itu sudah terlihat dan bentuknya sangat besar. Namun, semakin mendekat, Sakura merasakan sesuatu yang kuat menyelimuti dinding benteng dan keseluruhan istana.
Dirinya pun turun dari tandu, dan mengikuti sang penasehat yang berjalan di depannya.
Ini, aura iblis. Aura iblis menyelimuti istana Uchiha. Kenapa bisa?
"Nona Sakura, apakah anda ingin beristirahat terlebih dahulu, saya akan menyiapkan kamar untuk anda."
Sakura menggelengkan kepalanya.
"Saya ingin melihat keadaan tuan muda Itachi terlebih dahulu."
"Baiklah, Nona. Ikuti saya."
Mereka pun berjalan, melewati sebuah halaman luas yang rumputnya menguning, kolan ikan yang ada di tengah-tengah halaman terlihat tidak ada tandan kehidupan di sana. Sakura menjadi heran sendiri, apa istana ini tidak ada yang merawat lagi?
Mereka lalu berbelok dan manik hijau itu melihat sebuah bagunan indah dan beberapa penjaga yang berada di depan mereka untuk menghalangi mendeketi kediaman pribadi sang sulung.
"Ada apa ini? Saya membawa tabib untuk melihat keadaan tuan muda Itachi."
"Maafkan kami, Penasehat. Tetepi, tuan muda Sasuke melarang siapa pun untuk mendekati kamar tuan muda Itachi."
Sakura memerhatikan, situasi ini sangat tidak membuatnya nyaman, ditambah lagi iblis yang menyelimuti setiap sisi dan di mana-mana. Apa yang terjadi sebenarnya? Gadis itu hanya diam, lalu melangkah maju tanpa memedulian para pengawal yang memanggil namanya. Ia lalu menggeser pintu dan melangkah untuk mendekati tirai yang terbuat dari bambu dan membatiasi antara dirinya dan sang tuan muda yang duduk di atas futon.
Mungkin Itachi terbangun saat mendengar suara ribut-tibut di luar sana. Lelaki itu menatap pintu masuk kamarnya dan melihat siluet seorang wanita yang datang.
Mereka saling bertatapan.
Inikah tuan muda Itachi? Kenapa?
Sakura hanya bisa membatin sambil mengerutkan alis, rambutnya yang terikat indah pun ia sisikan ke belakang telinga.
"Tuan Muda, maafkan kami. Kami telah menyuruhnya untuk tidak memasuki wilayah pribadi Tuan Muda Itachi, tapi Nona Tabib ini memaksa masuk. "
"Tananglah, dan sekarang tinggalkan kami berdua."
Sakura semakin tidak mengerti dengan semua ini. Setelah menganalisis dengan apa yang dilihatnya, ia pun menundukkan diri, bersujut maaf atas ketidak sopanan yang telah ia perbuat.
"Maaf atas tindakan saya tadi, Tuan Muda."
"Bagunlah, tidak apa-apa, Nona Tabib."
Sakura pun mengikuti apa yang dikatakan Itachi, ia menegakkan tubuhnya dan terdiam. Masih kebingungan dengan yang terjadi di depan matanya.
"Kemarilah, dan siapa namamu?"
Sakura berjalan menggunakan lututnya untuk kesopanan dan ia sekarang berjarak cukup dekat dengan sang sulung yang terlihat sangat lemah.
Muka lelaki itu pucat, tidak seluruh tubuhnya pucat, seperti orang yang sudah mati, namun suara dan pergerakan akan menyadarkan kalau tuan muda Itachi masih hidup dan terlihat menderita.
"Nama saya Haruno Sakura, Tuan Muda."
"Baiklah, Nona Sakura. Kalau begitu kau bisa memulai memeriksaku sekarang."
Kembali anggukan kepala terlihat, ia pun mulai mendekati Uchiha Itachi dan menyentuh denyut nadinya. Alisnya semakin berkerut, ternyata benar apa yang sudah dilihatnya tadi. Untuk lebih meyakinkan, ia menggerakkan tangan dan memeriksa bagian leher, selain suhu tubuh yang sangat dingin, denyut nadi yang seharusnya terdapat di tangan dan leher juga tidak ada.
Alis merah muda itu berkerut semakin dalam, ia menatap wajah rupawan sang sulung dan melanjutkan dengan memeriksa detak jantung.
Ia lalu berhenti, meyakini bahwa seseorang yang berada di hadapannya itu telah meninggal dunia, dengan tubuh yang sudah tidak ada tanda-tanda kehidupan lagi, lantas apa yang membuat lelaki ini masih memiliki jiwa di dalam tubuh yang sudah tak berfungsi itu.
Iblis? Ya, pasti ini ulah iblis.
"Nona Sakura, kau terlihat gelisah. Ada apa? Katakanlah sejujurnya."
Sakura mulai merasa keringat menyelimuti tubuhnya, ini di luar kemampuannya, apalagi yang sedang berada di hadapannya adalah calon kepala klan istana ini. Ia tidak mungkin bisa berbicara sembarangan, kalau itu terjadi mungkin ia bisa dihukum nanti.
"Maafkan saya, Tuan Muda Itachi. Tetapi, sepertinya ini semua di luar kuasa saya." Sakura kembali menyujudkan dirinya, memohon maaf. Hanya ini yang bisa dilakukannya.
Lelaki itu terlihat menghela napas, ia menyisir rambut panjangnya yang terurai indah dengan jari-jari tangannya. Terlihat beberapa helai rambut terikut jarinya, menyebabkan Itachi memandangi tangannya yang sekarang dililiti surainya.
Apakah ... Tuan Muda sudah menyadari kondisinya?
"Sudah kuduga, kau akan mengatakan hal itu." Lelaki itu kemudian terdiam, mengumpulkan rambutnya yang berguguran dan mengikatnya menjadi satu lilitan hingga tak berntakan di mana-mana.
Sakura hanya terdiam, ia menundukkan kepala.
"Nona Sakura, sebagai seorang tabib, kalian pasti bisa mengetahu kondisi-kondisi tertentu yang dialami tubuh. Aku hanya ingin tahu, menurutmu bagaimana kondisi tubuhku? Sejak kecil, tubuhku memang lemah, namun kondisi ini sangat berbeda, Nona. "
Kepala yang tertunduk, kini diangkatnya. Ia mengerutkan alis dan merasa prihatin melihat kondisi Itachi, belum lagi ucapan lelaki itu tadi.
"Tuan Muda Itachi," bisik Sakura.
"Aku merasa, seharusnya aku tak berada di dunia ini lagi. Seharusnya aku sudah mati, Nona Sakura."
Tepat ucapan itu terselesaikan, tiba-tiba terdengar suara pintu yang terbuka dengan cukup kuat, ditambah langkah kaki yang berdentuman, menandakan seseorang tengah berjalan cepat untuk menghampiri mereka berdua. Tirai bambu itu disibakkan, terlihat seroang lelaki berambut hitam legam panjang yang terkuncir kuda tinggi, dengan mata sehitam malam. Tak seperti tuan muda Itachi yang terlihat bersahaja, lelaki yang baru masuk ini lebih terlihat seperti sedang mengintimidasi Sakura dengan manik matanya.
Mereka bertatapan, dan tubuh Sakura membeku. Ada sesuatu yang kuat yang keluar dari tubuh lelaki itu, dan ketika Sakura memfokuskan tatapan matanya, ia melihat wujud lelaki itu sedikit berbeda.
Itu, seperti sa-yap.
"Nii-sama, kau harus beristirahat. Dan kau, pergilah dari sini jika kau tak bisa berguna."
Lelaki itu menajamkan matanya, menyoroti Sakura dengan tatapan benci, hingga membuat gadis itu kembali menundukkan kepala dan bersiap untuk berpamit diri.
"Tidak, Sasuke. Dia belum menjelaskan kondisi tubuhku, aku ingin mendengarnya sendiri. Nona Sakura, katakanlah, angkat wajahmu dan tatap aku."
Walau Itachi telah mengatakan seruannya, tetap saja Sakura masih terdiam dan berpikir, apalagi di sampingnya sekarang berdiri sosok Sasuke yang terus-terusan mengintimidasinya. Aura kuat itu seperti ingin mencelakainya. Tidak, sekarang prioritasnya adalah tuan muda Itachi. Ia begitu tak sampai hati melihat tatapan memohon calon kepala klan itu, lelaki itu teramat tersiksa dengan kondisi tubuhnya.
"Maafkan atas kelancangan saya ini, Tuan Muda Itachi dan Tuan Muda Sasuke. Saya akan menjelaskan," omongan Sakura terhenti karena ia merasakan Sasuke melototinya dari samping, lelaki itu seperti ingin mengirimnya ke neraka. Ia pun menarik napas dan kembali melanjutkan ucapannya, "setelah saya memeriksa keadaan Tuan Muda Itachi, saya merasa ada sesuatu yang janggal, sekali lagi saya mohon maaf atas kelancangan saya. Tuan Muda Itachi tak memiliki denyut di nadinya, suhu tubuh yang sangat dingin, tidak bernapas dan juga tidak memiliki detak jantung. Itu semua sangat mustahil untuk seseorang yang masih hidup,"
"Lancang kau! Maksudnya kau mau bilang bahwa kakakku suda−"
"Sasuke, biarkan Nona Sakura menyelesaikan perkataannya."
Lelaki yang merupakan adik dari pasien Sakura itu terdengar menggeram, aura itu semakin marak keluar dari tubuhnya, namun Sakura bisa merasakan kalau aura itu tak bisa menyentuh tubuhnya.
"Maafkan saya, Tuan Muda." Sakura bersujud lagi.
"Tidak, Nona Sakura. Katakanlah, jelaskan kepadaku tentang tubuh ini." Sakura melihat Itachi memberikan senyum kecil kepadanya, mungkin tak terlalu terlihat karena kamar yang temaram ini.
"Seperti yang saya katakan tadi, tubuh Tuan Muda perlahan semakin rusak karena tak bekerja seperti tubuh manusia normal ... yang hidup. Seperti yang saya amati, Tuan Muda Itachi juga sepertinya sadar dengan kondisi ini. Lalu, ada satu hal lagi yang paling mencolok," ucapan Sakura dihentikan sejenak, gadis itu membelokkan kepalanya, menatap Sasuke yang berdiri gagah di sampingnya.
"Apa itu, Nona Sakura?" Itachi mengerutkan alisnya.
"Istana ini, penuh dengan aura iblis." Setelah mengatakan hal itu, tak ada satu pun dari mereka yang menjawab perkataan Sakura, Itachi terlihat masih mengamati raut wajah Sakura, sedang Sasuke masih berdiri dengan paras muka mengeras.
"Apakah kau sedang membual? Bagiamana bisa hal ini terjadi, iblis katamu?" Sasuke tak bisa terima dengan perkataan yang diucapkan Sakura sejak tadi, kalau bisa ia sudah menendang gadis muda ini atau memenggal kepalanya, namun semua itu tak bisa ia lakukan karena kakaknya menyambut gadis ini dengan sangat baik.
"Maafkan saya sekali lagi, Tuan Muda, tetapi sejak kecil saya memang bisa merasakan hal seperti ini. Bukan hanya itu, saja juga bisa melihat mereka. Sejak masuk ke dalam istana ini, saya sudah sadar kalau iblis menaungi istana, dan Tuan Muda Itachi yang saya lihat untuk pertama kali pun tak memiliki adanya tanda kehidupan di tubuhnya. Saya sudah melihat hal itu, namun saya berusaha mematahkan apa yang saya lihat, itu sebabnya saya memeriksa keadaan Tuan Muda secara langsung."
"Kau benar-benar membual ternyata!"
"Sasuke, tenanglah. Aku merasa yang dikatakan Sakura benar adanya. Lagipula, aku tak pernah merasa lapar sekarang, aku seperti bernapas, namun tak ada udara yang masuk ke tubuhku. Aku hanya melakukan kebiasaan itu saja. Sekarang, Sakura, kau boleh beristirahat setelah menempuh perjalanan. Besok pagi kita akan berbincang lagi." Itachi tersenyum, ia lalu menidurkan dirinya dan melihat Sakura berpamitan dengan menyujudkan tubuh.
Bukan hanya dengan Itachi, Sakura pun melakukan hal yang sama dengan Sasuke.
"Ah, Sasuke, kau harus menyambut tamu kita dengan baik, Nona Sakura adalah tabib yang akan membantu kesembuhanku. Jadi, aku akan menjamin keselamatannya secara langsung."
Beberapa pengawal yang berjaga di luar pun masuk dan mengatakan kalau penasehat akan datang ke kediaman pribadi Itachi, lelaki tua itu lalu menyujudkan diri seperti yang dilakukan Sakura tadi. Kini titah Itachi pun terdengar, kalau secara langsung dirinya akan menjamin keselamatan Haruno Sakura, seorang tabib yang akan membantu kesembuhannya.
Lelaki bernama Hiruzen itu menganggukkan kepala, memberi hormat atas titah langsung sang calon penguasa.
"Hamba akan melaksanakan titah Tuan Muda Itachi, Nona Sakura akan diperlakukan dan dijaga dengan baik."
"Kalau begitu, kau bisa beristirahat, ini sudah malam."
"Hamba memohon diri, Tuan Muda Itachi dan Tuan Muda Sasuke."
.
.
.
Malam sudah larut, Sakura bersiap untuk tidur setelah makan malam yang sangat berlebihan menurutnya, juga pakaian kimono tidur yang terlalu nyaman. Pakaian ini terbuat dari sutra, tipis namun tak menampakkan lekuk tubuhnya, sangat terawat dan mewah, belum lagi futon istana yang bahannya berbeda sekali dengan miliknya di rumah. Sakura merasa dimanjakan, terlepas dari hal ganjil yang meliputi istana, segalanya cukup berjalan normal. Dayang-dayang yang sangat bersikap ramah dan patuh, membuatnya menjadi heran dengan segala perlakuan ini, padalah ia hanyalah seorang tabib panggilan.
Apa seluruh tabib yang didatangkan ke sini diperlakukan sama?
Tiupan pada lilin ia lakukan, ruangan pun menjadi temaram, karena hanya beberapa lilin yang tersisa untuk membuatnya setidaknya tidak merasakan kegelapan gulita.
Sanggulan rambutnya ia lepaskan perlahan, ia mengambil sisir yang sudah disediakan dayang istana, dan membenahi rambutnya agar tidurnya menjadi lebih nyenyak. Sisir itu ia gerakkan perlahan, hingga rambutnya yang panjang sepinggul itu menjadi tak kusut lagi.
"Sekarang saatnya tidur, nyaman sekali." Sakura menggumam saat punggungnya menyentuh futon.
"Tentu saja kau menikmati keistimewaan ini." Suara seorang lelaki tiba-tiba saja terdengar, membuat Sakura terkejut bukan main, ia langsung terduduk dan celangak-celinguk mencari sosok tubuh pemilik suara. Tidak dapat melihat dengan pencahayaan seminim ini, bagaimana bisa lilin-lilin yang tersisa itu padam?
Sakura menarik selimutnya, ia menutupi tubuhnya yang berbahan kimono tipis.
"S-siapa itu? Sangat tidak sopan, j-jika lelaki masuk ke kamar perempuan di malam selarut ini." Tapak kaki terdengar, namun ia tak bisa melihat. Tunggu, ia dapat merasakannya, aura kuat itu lagi. Aura yang sama seperti saat di kediaman pribadi Itachi.
"Kau merasa ini adalah kamar milikmu? Heh, tabib murahan."
"Si-siapa? Dasar tidak sopan. Jangan mendekat!" Sakura berkata lantang, ia sungguh merasakan aura mengerikan itu semakin mendekatinya, kenapa cahaya bulan tak memberikan efek penerangan? Seharusnya ia masih bisa melihat.
Benar, ia masih bisa melihat walau tak ada cahaya sekalipun, ini adalah kemampuannya. Mengetahui siapa yang ada di dekatnya. Sakura memfokuskan pikiran dan hati, ia menutup mata dan terkejud dengan hal yang ada dipenglihatannya.
Wujud mengerikan itu, dan wajah itu? Ya, seharusnya aku sadar kalau aura ini miliknya.
"T-tuan Muda ... S-sasuke."
Sosok itu terdiam, terkejut dalam benaknya, bagaimana bisa perempuan muda ini mengetahui dirinya, padahal suasanan kamar sekarang sudah gelap tanpa setitik cahaya, suaranya pun sudah ia samarkan. Lantas bagimana bisa dia mengetahuinya? Apakah benar gadis ini tidak biasa.
Tak ada jawaban, hanya desisan yang Sakura dengar.
"Aura kuat ini, saya sadar itu milik Tuan Muda ... Sasuke." Sakura terbata, ia cukup takut dan tiba-tiba ruangan menjadi bercahaya, lilin-lilin itu dihidupkan lagi, suasana temaram seperti sedia kala telah kembali. Sakura benapas lega, karena tak melihat sosok sang tuan yang seharusnya berdiri beberapa meter di depannya. Sepertinya perkiraannya benar, dan sang tuan muda memutuskan untuk menjauhkan diri.
Bukg.
"Ah!"
Sakura merasa hentakan kasar pada tubuhnya, menyebabkan ia langsung terbaring miring di atas futon dengan seseorang yang berada di atasnya. Sakura merasa dirinya terkunci dan tak bisa bergerak, tangan yang lebih besar menekan kedua pergelangan tangan yang disatukan dan berada di depan dadanya, dengan beban berat dari tubuh yang menimpah dirinya.
Mata Sakura terbelalak.
Rambut hitam lelaki itu berada di atas futon yang sama dengannya, bagaimana ia bisa melupakannya, rambut panjang yang diikat tinggi berdampingan dengan rambut merah muda Sakura yang sekarang berserakan di tubuhnya.
"Akh!" Sakura meringis, itu karena tangan Sasuke berada di atas kepalanya dan menekannya kuat hingga ia kesulitan bernapas, air liurnya bercecera di atas futon, kimononya tersibak karena ia mencoba melawan dengan tendangan yang berutal.
"Jika kau berani melawan, kepalamu akan kupecahkan." Sasuke berbisik tepat di telinga Sakura. Gadis itu sekarang lebih tenang, dengan deru napas yang mengerikan.
Bagaiaman bisa, sebenarnya Sasuke itu apa? Jika lelaki itu adalah iblis, lelaki itu tak akan bisa menyentuh tubuhnya, karena iblis yang mencoba untuk menyakitinya pasti akan langsung binasa dengan kekuatan spiritual yang ia miliki.
.
.
.
.
.
.
Bersambung
Erza Note:
Covernya kurang lebih bakal gini.
Anjir! KENAPA DULU BISA BANGET NULIS SATU CHAP SAMPE 4K LEBIH LOH INI. GILAAAA.
REPUBLISH.
KARENA SAYA GANTENG.
OK, SILA BERNOSTALGIA.
TIDAK DIEDIT DAN LAGI... INI SEHARUNYA DIBUAT JADI EMPAT CHAP DEH HAHAHAH.
SALAM SAYANG DARI ISTRI ITACHI,
zhaErza
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top