The Darkness 21

Chapter 21

Akhir dan Penghakiman

.

.

.

Pagi hari sebelum sang surya benar-benar bersinar tajam di permukaan Gurun Neraka, pasukan perang kedua kubu baik dari Kerajaan Matahari maupun Kerajaan Langit saling mempersiapkan diri untuk kembali ke kerajaan masing-masing. Para pasukan berjejer, yang terluka dinaikkan ke atas kuda, yang masih sehat berjalan kaki dengan dipimpin masing-masing kapten tiap devisi. Jendral Perang Kabuto mewakilkan sang pewaris Uchiha untuk memimpin kepulangan pasukan, sedang Sasuke sendiri bersama beberapa petinggi dan lebih memilih tinggal di Kerajaan Matahari untuk berduka cita atas kepergian sang Raja Muda.

Tapak kaki kuda-kuda mengiringi perjalanan yang dipimpin oleh Jendral dari Kerajaan Langit, bersama petinggi, juga paman Sasuke. Di barisan kedua, ada Sasuke yang berkuda pelan dan di sampingnya sepuluh orang pengawal menopang tandu di bahu yang berisikan Sakura dan Gaara, serta sang petinggi yang menemani sang nyonya.

Gurun pasir menyebabkan mereka tak bisa melangkah laju dengan kuda-kuda, mereka berjalan dengan hati-hati karena bisa saja terperosok jatuh jika salah langkah, apalagi suasana tengah berkabung bagi kerjaan bersimbol matahari.

Burung pengantar pesan baru saja tiba di kabin pos, berita duka ini langsung menyebar ke seluruh Kerajaan Matahari. Rakyat yang berkabung pun mulai bersimpuh di depan jalan pusat kota, menyambut Raja mereka yang sudah kehilangan nyawa dan sebentar lagi akan segera tiba. Pasukan mulai terlihat, di depan para petinggi memimpin lajunya kuda. Barisan kedua ada Sakura dan Gaara yang berada di dalam tandu, di sampingnya Sasuke mengikuti dengan wajah menyesal karena tak bisa berbuat banyak hingga Gaara harus kehilangan nyawa.

Barisan belakang, para jendral dan kapten perang yang diikuti dengan prajurit dan juga seorang tahanan yang berada di kerangkeng dengan tangan dan kaki terikat. Laki-laki itu tengah tak sadarkan diri.

Mereka lalu berhenti, di depan pintu masuk gerbang Kerajaan Matahari. Para petinggi menyingkir, memberi jalan untuk tandu yang berisikan jenazah Raja, dan Sakura untuk memimpin kepulangan prajurit dari medan perang. Terompet berkabung ditiupkan. Gong dipukul, juga bendera berlambang matahari di kibarkan.

"Untuk Yang Mulia Sabaku no Gaara Yang Agung!" para petinggi diikuti rakyat berteriak sepanjang jalan yang dilewati rombongan perang yang membawa jenazah sang Raja. Menangis dan masih bersujud sebagai penghormatan terakhir mereka.

Sesampainya di istana, rombongan Kerajaan Matahari langsung menyebarkan pengumuman bahwa Raja mereka telah tiada, dan akan segera melakukan upacara penghormatan terakhir. Suasana berkabung amat terasa di penjuru negeri. Orang-orang tak diperbolehkan berkerja atau beraktivitas di luar rumah. Mereka pergi dan berbondong-bondong dengan pakaian serba hitam untuk menyaksikan upacara peristirahatan Raja Gaara.

Peti mati terbaik telah disiapkan, sang Raja Muda akan beristirahat dengan pakaian kebesarannya. Juga sebuah pedang penghormatan yang telah berada di sisinya sejak lama. Di lain pihak, Sakura berada di kamar, duduk diam saat detik-detik upacara akan segera dilakukan. Batinnya masih belum tenang, ia terlalu sedih hanya untuk sekadar menyaksikan sang suami yang jasadnya akan dikuburkan sore nanti bersama senja.

Emerald memerhatikan jendela, sebentar lagi datang senja. Acara penghormatan dan lainya telah dilakukan, tetapi dirinya masih belum juga mau untuk menampakkan diri di tengah-tengah alunan upacara. Tubuhnya masih gemetar, saat menyaksikan dengan mata kepala sang suami rela mengorbankan diri. Demi dirinya, demi kedamaian dan demi masa depan kerajaan.

Ketukan terdengar, akhirnya mereka menegur Sakura juga untuk sifat kekanakan yang dilakukan sekarang. Di awal Sakura tak ingin peduli dengan semua ini, ia hanya ingin mengenang dan menenangkan diri. Namun, benak menyadarkan, walau berat ia harus menerima atas apa yang terjadi. Untuk terakhir kali, ia juga harus memberikan senyumannya kepada Gaara.

Sakura bergerak, dibuka pintu geser, dan menampilkan wajah petinggi di negeri ini, juga beberapa pelayan yang telah menyiapkan kimono hitam di atas baki. Setelah menganggukkan kepala dan mempersilakan pelayan masuk, dirinya pun langsung berganti pakaian. Menghela napas dan mencoba untuk lebih baik, Sakura pun melangkah keluar diiringi para dayang istana. Sakura tak ingin menegakkan wajah, ia berjalan mengikuti orang di depannya.

Upacara baru saja dimulai, Sakura datang melewati para pelayat yang sedang berduka berdiri sambil menundukkan kepala dan memegang Lili Putih di masing-masing tangan, untuk memberikan penghormatan terakhir dan melepas kepergian sang Raja Negeri Matahari yang telah beristirahat bersama Sang Pencipta.

Bersujud di depan foto laki-laki yang pernah menjadi suaminya selama beberapa bulan, Sakura pun menundukkan wajahnya, menatap ukiran nama di nisan yang bertuliskan Sabaku Gaara. Seseorang lelaki luar biasa, yang sangat mementingkan perdamaian hingga merelakan nyawanya untuk kepentingan negeri.

Menghela napas, beberapa dayang kembali membantu Sakura yang berdiri, ia masih tak bisa menerima akhir dari kisah sang suami yang telah pergi karena menyelamatkan dirinya. Setetes air mata kembali mengalir di pipi, wajah Sakura pucat dan tak bergairah untuk sekadar membalas sapaan tamu yang memberikan nasihat kepadanya untuk bersabar, termasuk suara Sasuke yang sekarang sedang berdiri di berhadapan dengan Sakura.

"Aku benar-benar menyesalinya, Sakura." Sasuke menatap sang gadis dengan raut kecemasan yang tak bisa ditutupi. Bagaimana ia bisa tak merasa cemas, sekarang Sakura berdiri dengan raut yang begitu memprihatinkan.

"Yang terjadi adalah kehendak Yang Maha Kuasa, Douno. Bukanlah salah Anda. Terima kasih karena sangat berjasa dan mau menerima permintaan Gaara-Douno. Saya permisi." Sakura memberi hormat dengan suara nyaris seperti bisikan, membuat Sasuke lantas menganggukkan kepala sembari tetap memandangi sang bunga yang berlalu.

Matanya yang hitam tak lepas punggung Sakura yang mulai menjauh dan menghilang di balik pintu, gadis itu masih terlihat amat terguncang. Walau sudah lebih baik daripada beberapa hari yang lalu, bagaimana tidak, Gaara meninggal karena melindungi Sakura dari serangan Sasori.

Ah, Sasori. Sasuke dan Sakura hanya tinggal menunggu hukuman apa yang akan diberikan para petinggi Kerajaan Matahari untuk lelaki satu itu.

.

.

.

Laki-laki yang baru saja dipikirkan oleh Sasuke, kini berada di ruangan gelap penjara bawah tanah. Seorang tawanan khusus yang keberadaanya sangat dijaga ketat oleh orang-orang bertalenta khusus. Akasuna no Sasori duduk menyandar, kaki dan tangannya yang patah telah diobati, tetapi tak membuat kondisi sang lelaki terlihat lebih baik. Tubuhnya dililit rantai, begitu pula dengan kedua tangannya yang sekarang terbelenggu ke belakang, sementara itu penglihatan ditutup kain hitam, agar ia tak bisa menggunakan sihir untuk mengelabui para penjaga, begitu pun dengan mulutnya.

Jika dilihat ke arah bawa, kaki Sasori tengah dipasung, tetapi kalau diperhatikan dari wajah sang mantan Pangeran kesayangan Kerajaan Matahari, wajah itu tak menggeluarkan ekspresi yang menunjukkan rasa takut dan menyesal. Tak berarti, dingin dan tak tertekan sama sekali walau dalam kondisi tubuh yang memprihatinkan.

Dia hanya duduk menyandar, mulutnya yang tersumpal kain akan dibuka saat beberapa orang datang dan menanyainya macam-macam, tetapi tak ada satupun jawaban yang keluar dari bibirnya. Ia hanya akan membuka kedua celah itu, jika minuman dan makanlah yang diberikan. Lebih sering lagi, Sasori akan dihajar karena malah tertawa atau menyeringai jika orang-orang yang tak tahu entah siapa, menanyainya ini dan itu.

Dari telinga yang mengawasi, terdengar umpatan atau hela napas gusar dan Sasori tak ingin menanggapi. Ia tak mau peduli lagi, yang terpenting dendamnya telah terbalaskan, walau gadis Haruno itu masih hidup di dunia ini. Toh gadis itu tak terlalu penting karena baginya Gaara telah mati itu sudah cukup.

Orang-orang khusus yang di antaranya adalah Shiranue pun mengerang karena tak bisa membongkar apa yang menyebabkan laki-laki ini membunuh Raja mereka. Tak mendapatkan hasil untuk kesekian kali, ia pun beranjak dari sel tahanan.

"Tak bisa diharapkan, tetapi Gaara-Douno tak ingin Akasuna Sasori dihukum mati. Itulah keinginan terakhir beliau."

Para petinggi yang kali ini berkumpul di ruangan rapat, termasuk Sasuke dan perwakilan kerajaan lain, kini mendengarkan keinginan terakhir sang Raja Kerajaan Matahari sebelum mengembuskan napas terakhir, yaitu tak ingin jika Akasuna Sasori dihukum mati karena kesalahannya yang merencanakan pembalasan dendam terhadap pewaris sah Kerajaan Matahari. Namun, Gaara tak sempat mengatakan jalan apa yang harus mereka ambil untuk memberikan hukuman kepada Sasori.

Beberapa saat setelah berpendapat dan perdebatan yang cukup alot menenai hukuman yang pantas diterima Sasori, petinggi Kerajaan Matahari dan pemimpin atau perwakilan raja yang hadir di rapat ini pun akhirnya memutuskan untuk menunda penghakiman Sasori. Mereka memutuskan untuk menyelidiki apakah Raja Gaara meninggalkan catatan atau apa pun yang bisa dijadikan petunjuk untuk penghukuman Sasori.

.

.

.

Sakura mengambil napas, desakan air mata tak bisa ditahan, ketika dengan tanpa sengaja pikirannya kembali membawa pada pristiwa menyakitkan beberapa minggu lalu. Di Gurun Neraka, perang besar dua Kerajaan yang akhirnya memilih untuk mendamaikan diri, melakukan gencatan senjata. Kedamaian itu didapat, tetapi dengan bayaran nyawa sang Raja yang tak bisa diselamatkan. Semahal itu, harga yang harus dibayar untuk menyelamatkan dua negeri dari kehancuran dan keserakahan.

"Kalau saja aku bisa menyelamatkanmu, Gaara-Douno." Suara gadis itu berbisik, menyentuh gelang pusakan milik klan Haruno, sebelah tangannya terlihat mengenggam kalung bersimbol matahari yang sudah dilepaskan Gaara sebelum lelaki itu memejamkan mata selamanya.

Walau kesedihan itu coba ia halau, rasa kehilangan tak semudah itu disingkirkan, apalagi dengan kenangan-kenangan yang mudah terbayang saat menatap, melewati atau mendengar nama sang terkasih, pasti ingatan menyakitkan itu hadir. Namun, Sakura tak ingin dirinya berkubang dalam keputusasaan, ia harus bangkit. Maka dari itu, Ia memutuskan untuk kembali seperti sedia kala, di istana Klan Sabaku, Sakura menjadi seorang tabib dan akan mengobati siapa pun yang terluka.

"Matsuri, apakah kau sudah selesi menjemur ramuannya. Coba kaulihat di pekarangan?"

Dari dalam ruangan, Sakura berjalan dan mendekati Matsuri yang membawa beberapa keranjang pipih yang berguna untuk wadah akar-akaran dan ramuan yang harus dikeringkan terlebih dahulu. Menggunakan sebelah tangan untuk merasakan tumbuhan itu sudah cukup kering atau belum, Sakura lantas tesenyum dan menyerukan agar ramuan itu dipisahkan sesuai dengan jenis-jenisnya.

Dari arah selatan, terlihat salah satu sosok petinggi yang menghampiri Sakura. Laki-laki itu lantas memberi hormat dan mengajak Sakura untuk menuju ruangan rapat yang akan dihadiri oleh para petinggi kerajaan dan keluarga inti.

"Nyonya Besar, setelah memutuskan untuk memberi hukuman penjara kepada Akasuna Sasori sampai batas yang belum ditentukan―kemungkinan seumur hidupnya. Para Petua menyerukan agar kami memeriksa dan mencari apa pun yang bisa dijadikan sebagai petunjuk, selain kesaksian Nyonya Besar saat Tuan Besar Gaara meninggal dunia dan menginginkan Akasuna Sasori untuk tidak dihukum mati.

"Dan kami menemukan sebuah surat dengan nama Nyonya Besar di atas pembungkus. Di ruangan Tuan Besar Gaara, kami berasumsi bahwa itu adalah wasiat Tuan Besar. Itu sebabnya, kami akan menyerahkannya kepada Anda, semoga saja di sana ada petunjuk untuk kelangsungan Kerajaan Matahari."

Sakura menganggukkan kepala, masih mengikuti Shiranue yang terus membimbingnya menuju ruang rapat yang sudah diisi oleh para petinggi lain dan tetua, dengan sebuah surat peninggalan Gaara yang akan diserahkan kepada Sakura. Masih terbungkus rapi, belum terbaca.

Saat mereka memasuki ruangan, para petinggi dan tetua yang ada di meja bundar pun berdiri, memberi hormat kepada Nyonya Besar. Melihat hal itu, Sakura pun membalas mereka dengan ikut menundukkan kepala hingga punggung. Melangkahkan kaki ketika Shiranue menyerukan untuk masuk dan duduk di salah satu kursi kosong yang sudah disediakan.

Para tetua memulai rapat ini dengan memberi sambutan hormat untuk Sakura yang kali kedua bergabung dalam rapat Kerajaan Matahari, sebelumnya ia diikut sertakan karena menjadi saksi dari keinginan Gaara yang agar Akasuna Sasori tak dihukum mati.

"Ini adalah surat yang kami temukan di laci meja kerja Tuan Besar Gaara, di bawah lipatan buku paling akhir. Bertuliskan nama Nyonya Besar Sakura di atas pembungkusnya." Tangan dari salah satu tetua memberikan kertas berpembungkus itu yang diasumsikan sebagai wasiat dari Sabaku Gaara.

Menghirup napas untuk menghilangkan perasaan tak mengenakan di hati karena mengingat suaminya kembali, Sakura pun menerima surat tersebut, kemudian membaca ukiran nama yang tertulis di bagian atas kertas pembungkus.

Napasnya terasa sesak karena menyadari itu adalah tulisan dari Sabaku Gaara. Rasa rindu langsung menyebar di hati, laki-laki baik hati yang selalu menolong dan tersenyum kepadanya. Ia begitu rindu.

Sesaat, Sakura terdiam. Ia kemudian menatap para Petuah, dan menganggukkan kepala karena mengerti isyarat yang dilayangkan kepadanya untuk membaca isi surat tersebut. Dengan perlahan, jari-jarinya pun membuka pembungkus, dan menemukan sebuah kertas berlipat tiga cukup panjang.

.

.

.

Kepada sosok yang membuatku bahagia, Sakura.

Bersamamu serasa begitu sempurna, kutahu kau tak merasa hal yang sama.

Namun....

Setidaknya, bolehkah aku memberimu sesuatu yang paling kaudamba?

Jangan bersedih, khawatir atau merasa duka karena kehilangan. Sesungguhnya ini adalah hal yang kuinginkan. Takdirku telah terbaca, Sakura. Aku melihatnya seperti ilham dari Yang Maha Kuasa.

Hapus air matamu, pengorbananku adalah kebanggaan yang paling berarti, bagimu, juga dua Kerajaan Besar.

Aku sangat menyayangi Aniue, tetapi kutahu dia sangat keterlaluan, dia tak salah Sakura, jangan membencinya. Diperlakukan sehina itu oleh ayahmu sendiri sangatlah menyakitkan dan menyayat jiwa. Memikirkan jalan terbaik yang ada di benak Aniue adalah dengan membalaskan denda. Aniue membutuhkan pertolongan. Sudikah kau memikirkannya demi diriku, Sakura? Aku tahu, Uchiha Obito-Douno pasti memiliki jalan tengah untuk masalah ini.

Dan yang terakhir, ketika lambang matahari yang melingkari lehermu telah dilepaska oleh tanganku sendiri dalam keadaan sadar, maka kau terbebaskan dari segala ikatan yang melibatkan dirimu dengan Kerajaan Matahari.

Kau berhak mendapatkan bahagian, Sakura. Aku telah berbahagia karena menemukan sosok dirimu, tetepi aku tahu kau tak berbahagia karena diriku. Ambilah bahagiamu, dengan kembali ke desa tepat kau dibesarkan. Hiduplah dengan hati dan keinginanmu.

Aku merestui kepulanganmu ke desa asalmu, Sakura.

Sosok yang ingin selalu melindungimu, dan begitu memujamu, bahagia dan bangga karena kau sempat memakai nama depanku, Sabaku Sakura,

Sabaku Gaara.

.

.

.

Napas Sakura terputus-putus, tetes demi tetes air mata mengalir dan membasahi kertas yang dipengang oleh kedua tangan yang bergetar. Seguk tetahan, bibirnya digigit untuk menghalau suara tangis dan isakan. Sakura, sosok gadis yang namanya berkali-kali dituliskan di dalam surat pun tak bisa lagi berkata-kata. Dalam kerinduaan dan duka yang kembali datang, direngkuhkan sepucuk surat yang mengisahkan sepenggal isi hati dari sang Raja yang telah tiada.

Sedalam itukah? Seperti itukah perasaan Gaara terhadapnya? Kenapa? Kenapa lelaki itu tak mengatakan apa-apa? Hanya selalu mendukungnya, dan seperti merestui perasaan Sakura yang menyukai lelaki lain.

Apakah ini yang dinamakan cinta yang sebenarnya? Merelakan agar yang dicinta bahagia?

.

.

.

Mengetahui wasiat yang tertulis di secarik kertas, para petinggi Kerajaan Matahari pun mulai merundingkan apa yang disampaikan Raja mereka yang telah tiada.

Tidak mungkin mereka mengingkari keinginan sang Raja yang sudah tersampaikan, mengenai sosok Nyonya Besar juga masa depan Kerajaan Matahari kedepannya. Saling memberikan pendapat dan masukan, juga analisis dengan apa yang akan dialami oleh negeri ini jika tak diteruskan oleh keluarga inti.

"Tetapi, Tetua, tidakkah terlalu gegabah jika kita menyerahkan takhta kepada yang bukan keluarga inti?"

Terdiam sejenak, sambil mengelus janggutnya, pria itu pun menghela napas.

"Saya percaya, kalau Gaara-Douno lebih memahami apa yang beliau pikirkan. Semua yang diwasiatkan oleh Mendiang Raja adalah titah yang tak bisa kita ingkari. Lagi pula, Akasuna Sasori tak bisa diharapkan lagi, Uchiha Obito-sama lah yang akan menanganinya dan mengawasinya nanti. Kita sudah meminta izin Obito-sama dan beliau menyanggupinya."

.

.

.

Mengetahui tentang keinginan Gaara tak lantas membuat Sakura merasa senang karena akan dipulangkan ke Desa Kitsune, malahan gadis itu memutuskan untuk terlebih dahulu tetap tinggal beberapa bulan lagi untuk mengabdikan diri kepada orang-orang yang memerlukan bantuannya untuk menyembuhkan diri dengan kemampuan sebagai seorang tabib.

Gadis itu juga membuka kelas bagi para anak gadis yang ingin belajar cara meramu tanaman untuk menurunkan demam, cara memilah tanaman yang tepat dan juga cara mengobati luka fisik yang benar.

Ia setidaknya ingin meninggalkan sesuatu yang berharga bagi kerajaan ini, setidaknya jika ada warga desa yang terluka karena terkena senjata tajam, tak lantas dibiarkan karena mereka sudah tahu cara untuk mengobati luka dengan benar. Orang-orang awam di desa ini memang agak banyak yang tak mengerti cara mengobati diri dari luka. Tabib juga tak terlalu banyak di Kerajaan Matahari.

"Baiklah, cara melilitkan perban sudah kalian kuasai, begitu pula dengan cara meramu obat herbal. Nah, sekarang yang diperlukan adalah bagaimana cara menanam tanaman obat di cuaca yang terik seperti di Kerajaan Matahari." Sakura tersenyum, ketika melihat para gadis-gadis agak bingung sebab negeri mereka cukup tandus dan hanya hujan satu tahun beberapa kali.

"Bagaimana, Sakura Shishou?"

"Nah, begini, jadi nanti saya akan mengusulkan agar salah satu daerah yang cukup subur di Kerajaan Matahari, untuk menjadi pemasok ladang tanaman obat, sekitar satu atau beberapa hektar saja sudah cukup. Tujuannya agar Kerajaan Matahari tidak perlu lagi bersusah paya untuk meminta izin atau bantuan ke kerajaan lain jika terjadi suatu penyakit menular yang menyerang negeri."

Para gadis pun semangat mendengar perkataan Sakura.

"Kemudian, dari beberapa desa, saya juga usulkan agar negeri ini menyewa seorang tabib yang bisa mengajari lebih banyak ilmu kepada kalian semua, tidak hanya tabib dari wilayah ini, tetapi tabib dari luar desa juga agar pengetahuan pengobatan kalian menjadi luas."

Para gadis-gadis muda itu mengangguk-anggukkan kepalanya, tatapan berbinar mereka lesatkan kepada Sakura yang berusia hampir sama seperti mereka semua tetapi sangat luar biasa. Apalagi pengetahunnya tentanfg dunia pengobatan.

Sakura sangat terkenal di Kerajaan Matahari karena kebijakannya dalam ilmu pengobatan, membuat kelas, mendatangkan Shisho dari luar desa, dan juga membuat kebun tanaman obat sendiri yang sebelumnya belum pernah dilakukan di desa ini.

Ketika Sakura ingin berpamit dari karena harus kembali ke desa asalnya, para gadis-gadis yang merupakan murid-muridnya pun menangis terisak-isak, tak rela sosok Sakura pergi meninggalkan Kerajaan ini.

Tak hanya penghuni kelas, bahkan para penduduk desa yang menyadari Sakura telah berbuat banyak untuk dunia pengobatan Kerajaan Matahari pun ikut bersedih. Mereka berkumpul disepanjang jalan dan memberi salam perpisahan dengan mengibarkan sapu tangan saat Sakura duduk di dalam tandu dan melakukan perjalanan untuk kembali ke desa asalnya. Gadis itu menyibakkan gorden yang terbuat dari bambu dan tersenyum kepada masyarakat negeri, melambaikan tangan dan mengangukkan kepala dengan haru.

.

.

.

Bersambung

YA AMPUN! AKHINYA BISA LANJUT EDIT THE DARKNESS.

Sebenarnya ini edit sesempatnya sih, karena gak kuat mau edit serius soalnya diksi terlalu gak banget. Maklum ff jaman dino hehe.

Semoga suka ya, tinggal satu chapter lagi tamat. Masih belum Erza edit sih huhu.

Tapi kalau bisa diup secepatnya nanti hehe.

Terima kasih, salam sayang dari istri Itachi,

zhaErza

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top