TWENTY SEVEN: Painful Past
Hi, guys.
Sebelum membaca aku mau menyampaikan bahwa THE DARKEST EMBRACE akan terbit menjadi NOVEL. Untuk info lebih lanjutnya kalian bisa lihat di instagram @naminabooks atau di instagramku @shanfitriani / @xvshanxv Di sana akan banyak info tentang novelnya termasuk Pre-Order. Jangan sampai ketinggalan PO, karena biasanya akan ada banyak bonus dan diskon untuk PO pertama ^^
[Don't forget to VOTE and COMMENT]
Enjoy~
***
Nora terdiam. Ia tercengang dengan jawaban Randy yang begitu ambigu. Ia sama sekali tak bisa mengerti kenapa Randy menginginkan dirinya hingga menculiknya dengan kejam seperti ini.
"Apa sebenarnya maksudmu?" tanya Nora.
Randy tersenyum miring. Ia kemudian melangkah maju membuat Nora menjadi sedikit panik dalam diamnya. Ia panik karena tak bisa melangkah mundur saat pria itu mendekat ke arahnya.
"Karena aku tertarik padamu. Dan sekarang kau milikku."
Nora hanya bisa diam tak percaya. Ia sudah dua kali diculik dan dua kali pula penculiknya menginginkannya. Benar-benar membuatnya lelah sekaligus takut.
Nora kemudian semakin panik. Ia bergetar ketakutan saat Randy mulai membungkuk, menyejajarkan wajah mereka berdua, membuat Nora memalingkan wajahnya cepat karena takut. Namun, tangan Randy malah meraih wajahnya dan membuatnya mau tak mau berbalik menatap Randy.
Nora rasanya ingin menangis. Ia merasa benar-benar berada dalam penculikan yang menakutkan. Hingga ia tak mampu lagi berkata-kata. Bahkan air matanya seolah ingin kembali keluar untuk sekian kalinya hari ini.
Randy menatap Nora yang sekarang sangat ketakutan pada dirinya. Walau ia mengusap wajah Nora dengan lembut dan sayang, Nora tetap memandangnya penuh takut.
"Shh.., jangan takut, Nora. Aku takkan menyakitimu. Aku malah mau melindungimu," ucap Randy berbisik pelan.
Nora tetap terdiam dengan mata berkaca-kaca. Ucapan Randy sama sekali tak membuat rasa takut Nora kepada Randy surut.
"Sungguh, aku hanya ingin melindungimu. Aku benar-benar menyukaimu, Nora Andreana. Jadi, kau harus memercayaiku." Randy melihat ketakutan Nora sekali lagi sebelum kembali menambahkan, "Orang yang seharusnya kau takuti dan kau benci bukanlah aku. Aku berada di pihakmu. Sebaliknya, pria yang harusnya kau takuti dan kau benci adalah Aldo. Dia alasan kenapa hidupmu menderita selama ini."
Nora terdiam. Kata-kata Randy membuatnya terdiam seribu kata walau ia berusaha agar tak terpancing dengan kalimat-kalimat Randy yang licik. "Apa maksudmu?"
Randy tersenyum miring. Ia kembali menegakkan tubuhnya. "Aku di sini untuk menyadarkanmu. Walau caraku sedikit tak menyenangkan, tetapi percayalah, ini semua demi kebaikanmu, Nora. Kau sudah bersembunyi dan jatuh cinta pada malaikat kematianmu sendiri," sindir Randy sembari menggeleng-geleng kecil.
Nora masih menatap tak mengerti bercampur ketakutan, tetapi Randy dengan sabar menjelaskannya. Seolah ia benar-benar menikmati proses permainan yang ia buat.
"Dia membohongimu. Dia adalah Leo-mu, Nora. Leo yang kau cintai dan kau kira telah meninggal oleh penyakit buatannya."
Nora memalingkan wajahnya karena sedih dan kesal. "Aku tahu itu." Nora kemudian berbalik memandang Randy dengan kening berkerut. "Tapi, dari mana kau tahu soal Leo dan aku?"
Randy tersenyum semakin lebar. Ia merasa rencananya akan berjalan dengan mulus.
"Aku menyukaimu. Sudah seharusnya aku mengetahui seluruh hal tentang wanita yang kusukai. Dan betapa menyedihkan aku menemukan bahwa kau mencintai pria yang membawa kemalangan padamu," ucap Randy penuh provokasi.
"Apa maksudmu sebenarnya?" tanya Nora bingung.
Randy hanya mengedikkan bahunya. Ia kemudian menunduk membuat Nora sedikit was-was.
"Akan kubuka seluruh ikatanmu dan kuberi kau waktu selama beberapa menit di dalam sini untuk membuka matamu bahwa siapa yang sebenarnya harus kau takuti dan kau benci. Setelah itu, pilihan ada di tanganmu. Namun, kau harus tahu bahwa aku melakukan ini karena aku jatuh cinta padamu. Aku hanya ingin kau bahagia. Sungguh."
Randy perlahan membuka ikatan kedua tangan dan kaki Nora, membuat Nora bisa merasakan kelegaan pada kaki dan tangannya. Detik berikutnya, ia melihat Randy berjalan mengambil sesuatu di lantai yang tidak lain adalah map berisi data Aldo. Sejak awal map itu memang di sana, tetapi Nora tak begitu memperhatikannya.
"Semua yang berada di map ini akan memberikanmu jawaban yang menjadi pertanyaan-pertanyaanmu. Aku hanya bisa membantu melalui map ini. Jadi, kuharap kau bisa menemukannya. Jika kau membutuhkan sesuatu, panggil saja aku. Aku berada di luar jika kau membutuhkanku, Nora," ucap Randy penuh kelembutan.
Nora terdiam menatap map yang sekarang sudah berpindah tangan padanya. Kemudian ia menatap Randy yang tersenyum padanya sebelum pria itu pergi meninggalkannya sendirian.
Setelah Randy benar-benar pergi, Nora kembali menatap map itu. Ia kemudian perlahan membukanya, membaca kata demi kata yang ada di kertas-kertas yang ada di dalamnya.
Sepuluh puluh menit ia membaca, ia sadar bahwa ia sedang membaca biodata Aldo. Nora menjadi bingung dan penasaran. Nora pun terus melanjutkan membaca semua informasi tentang Aldo yang tercakup di dalam berkas itu. Menit demi menit berjalan, jarum jam terus berputar seiring Nora membaca dengan hati-hati.
Wajah serius Nora berubah menjadi kaget setelah terus membaca. Perlahan, air mata kembali memenuhi pelupuk matanya, hingga kemudian berjatuhan layaknya hujan badai. Suara tangis pun terdengar hingga kemudian Nora sadar bahwa ia tak bisa membacanya lagi.
"Tidak! Tidak mungkin! Ini tidak mungkin!"
Nora menangis tersedu sebelum kemudian melempar map itu.
Dadanya terasa sakit, dan sesak mengetahui semua itu.
Nora menggeleng mencoba menolak fakta itu. Sayangnya, fakta tetaplah fakta. Ia tak bisa menepisnya.
"Tidak mungkin!!!"
Randy yang sedang bersandar di balik daun pintu sejak tadi, tersenyum mendengar suara tangis dan seruan tak terima Nora. Ia bahkan dengan santai menyalakan rokoknya dan menghisapnya dengan penuh rasa kepuasan. Seperti biasa, kelicikkannya adalah senjatanya.
***
Dua hari berlalu dan Aldo sudah mulai merasa bahwa dirinya benar-benar akan gila. Nora masih belum ditemukan. Bahkan wanitanya itu seolah menghilang ditelan bumi.
Di saat anak buahnya menyebutkan kemungkinan yang terjadi, Aldo akan murka, membentak mereka semua dengan alasan tak berguna dan mengucapkan hal-hal yang tak masuk akal. Sosok kejamnya yang bersembunyi benar-benar keluar.
Ia mulai menyesal menculik Nora hanya untuk keegoisannya. Sekali lagi, ia membawa kesengsaraan pada wanita yang seharusnya ia bahagiakan. Bukannya malah menambah kesengsaraan kepada Nora yang ia cintai.
Semua ini karena Gianna. Aldo berjanji, jika Gianna kembali berani menginjakkan kakinya di rumahnya, ia akan langsung menusuk jantung Gianna dengan pedang anggarnya yang paling tajam.
Memang benar, bahwa jangan pernah berani mengusik hal yang paling disayangi seseorang, karena seseorang itu bisa menjadi hewan terbuas yang takkan kalian kenali. Namun, Aldo juga sadar semua itu salahnya. Ia salah karena sudah menjadi pengecut dengan tidak memberitahukan semuanya pada Nora. Semuanya. Termasuk momen terkelam pria itu.
Tanpa Nora di sisinya, Aldo juga mulai menenggelamkan diri pada pekerjaannya, berusaha mengalihkan pikirannya. Seperti saat ini.
Dengan wajah penuh kemarahan, kesedihan, kesengsaraan yang ia sembunyikan di balik wajah dinginnya, Aldo berjalan tegap memasuki perusahaannya. Hingga kemudian, ia tanpa sengaja menyambar bahu seseorang yang berjalan dari arah lain.
Aldo ingin membentak kalau orang yang ia tabrak adalah bawahannya. Namun, Aldo harus menahan amarahnya saat melihat bahwa salah satu kolega perusahaannya yang ia tabrak. Ia masih waras untuk tidak membentak kolega. Ia juga tak mau jika ia membuat perusahaan menjadi mengalami beban hanya karena sikapnya yang mulai gila karena kehilangan Nora.
"Tuan Christofor."
Aldo menatap pria yang tak lain adalah Randy. Ia sebenarnya mulai tak menyukai Randy saat ia mendapati Nora dan pria itu berbicara di pesta beberapa minggu lalu. Ia tak suka pada Randy yang seolah mencoba dekat dengan Nora. Namun, ia mencoba tetap bersikap sopan walau sulit.
"Oh, Tuan Vincent. Sedang apa di perusahaanku?"
Randy tersenyum ramah, walau dibuat-buat. "Hanya menyapa Tuan Charles Christofor dan membicarakan beberapa hal tentang kerja sama. Bagaimana dengan Anda? Bukannya Tuan Charles sudah pulih? Kenapa Anda datang bekerja? Bukannya Anda lebih suka berkeliling dunia?" tanya Randy penuh penyindiran yang sangat halus.
"Tidak. Aku hanya merasa lebih tenang saat bekerja."
"Anda terlihat tak sehat. Apa terjadi sesuatu?" pancing Randy masih dengan senyumannya.
"Tidak. Aku tak apa-apa," Aldo kemudian mencium kejanggalan. Instingnya benar-benar seolah memperingatkannya pada sesuatu. "Bagaimana dengan Anda? Anda terus tersenyum, sepertinya Anda sedang bahagia."
Randy tertawa. "Oh, Anda bisa melihatnya? Aku hanya bahagia karena aku memiliki wanita yang kucintai."
Aldo tersenyum mengejek. "Baguslah jika begitu."
"Kalau begitu, saya pamit, Tuan Christofor Junior. Saya harus segera pulang. Wanitaku menunggu. Sampai jumpa."
Aldo dan Randy pun mulai kembali berjalan melawan arah. Randy tersenyum puas di balik punggung Aldo setelah ia kembali berjalan. Ia senang bisa menggoda Aldo. Menari-nari di atas penderitaan Aldo benar-benar menyenangkan.
Sedangkan di lain sisi, Aldo juga kembali berjalan, diikuti Alfonso yang juga setia menemaninya dua hari ini. Namun, beberapa detik melangkah, Aldo berhenti, membuat Alfonso mengernyitkan dahinya. Aldo berbalik menatap punggung Randy yang berjalan menjauh. Menatapnya tajam seolah ia ingin menusuk punggung Randy yang terlihat sangat bahagia.
Tiba-tiba saja ia mengingat cara Randy menatap Nora di balik obrolan mereka berdua. Ia sangat yakin bahwa tatapan Randy, adalah tatapan ketertarikan. Dan kemudian hari ini, dengan penuh senyuman lebar di wajah sombongnya, pria itu mengatakan ia mendapatkan wanita yang ia cintai, tepat setelah Nora menghilang.
Walau mencoba menepis pikiran anehnya, Aldo tetaplah tertegun. Ia kemudian menyadari sesuatu. Dengan cepat, ia berbalik pada Alfonso.
"Alfonso."
"Ya, Tuan Muda?"
"Suruh seseorang mengikuti dan menyelidiki Randy Vincent.."
"Baik, Tuan Muda."
***
Melaksanakan perintah Aldo hanya dalam kurun waktu beberapa jam, penyelidikan tentang Randy Vincent sudah membuahkan hasil yang sangat sempurna. Bahkan, Alfonso sudah bisa membawa buah dari penyelidikan malamnya kepada Aldo.
"Kami sudah menyuruh salah seorang menyamar jadi kurir dan memotret seluruh sudut luar dan dalam rumah Randy yang bisa dia dapatkan."
Alfonso memberikan beberapa kumpulan foto hasil potret yang dimaksud oleh Alfonso. Dengan sabar, Aldo menatapnya satu persatu sebelum kemudian matanya berhenti dan terbelalak melihat satu foto.
Foto itu di ambil dari luar rumah Randy. Foto itu adalah foto salah satu kamar di rumah Randy. Dan yang membuat Aldo terkejut adalah orang yang tampak di dalam kamar itu. Orang itu adalah Nora yang tertangkap kamera sedang menutup gorden kamarnya di rumah Randy.
"Dugaan Anda benar. Nora berada bersama Randy."
Aldo menatap tak percaya. Ia kemudian melihat foto-foto lainnya dan tak menemukan petunjuk lain selain gambar Randy yang diambil secara diam-diam pula.
Dengan penuh amarah, Aldo menatap foto Randy. Ia tak menyangka bahwa koleganya itu benar-benar berani memanfaatkan situasi dan mengambil miliknya dengan cara kotor.
Wajah Aldo mengeras karena menahan amarah. Perlahan ia menutup mata berusaha tidak berteriak marah, sembari tangannya meremukkan foto Randy dalam kepalan tangan kokohnya. Sebelum kemudian ketukan di ruangan kerjanya menginterupsi.
Seorang pengawal masuk dan membawakan sebuah surat yang katanya baru saja diantar oleh seseorang.
Dengan masih menahan amarah, Aldo membuka surat itu dengan tak sabaran. Ia kemudian membaca surat itu dan membuat amarah Aldo semakin memuncak.
Permainanmu mudah tertebak, Tuan Christofor. Kurir palsu benar-benar terbaca. Jadi, apa kau sudah mendapatkan apa yang kau inginkan? Jika iya, datanglah besok dan ambil kembali yang kau inginkan. Itu pun jika kau bisa. Untuk informasi, aku punya seorang yang sangat tangguh yang aku yakini takkan bisa kau kalahkan.
–R. Vincent.
Kesabaran Aldo habis. Ia langsung menggebrak meja dengan kepalan tangannya, membuat suara hantaman yang begitu kencang.
"SIAPKAN YANG LAIN! KITA PERGI KE RUMAH RANDY MALAM INI JUGA!"
***
Dengan memakai celana panjang dan kemeja hitam yang dua kancingnya sudah terlepas, Aldo melaju membelah jalanan malam ibukota Italia yang tak pernah sepi. Ia benar-benar sudah tak sabar menghajar Randy Vincent hingga pria itu sekarat karena sudah berani bermain-main dengan seorang Reynaldo Christofor. Di lain sisi, Aldo sudah tak sabar bertemu dengan Nora. Wanita yang sudah ia rindukan setengah mati.
Hanya butuh sepuluh menit dengan kecepatan tinggi, mereka sudah berada di depan rumah Randy. Keadaan seolah berpihak pada Aldo, perkarangan serta gerbang utama rumah Randy tak ada penjaganya. Namun, Aldo tak peduli akan hal itu. Yang ia pikirkan hanya merebut miliknya kembali.
Aldo pun segera turun dari mobil hitam legamnya. Langkahnya bak tentara perang yang siap bertempur. Pistol yang ia sembunyikan di balik pakaiannya pun siap ia tembakkan, bahkan jika harus menembakkan ke otak Randy langsung, ia dengan senang hati akan melakukannya dengan satu tangan. Tak peduli jika ia telah berjanji takkan membunuh lagi demi Nora, ia tetap akan membunuh Randy jika berani menyentuh miliknya.
Amarah Aldo yang sudah berkumpul selama hampir tiga hari ini, benar-benar ia luapkan malam ini. Alfonso dan yang lain pun mengikuti dengan sempurna di belakang Aldo, siap melakukan apa saja untuk melindungi bos mereka.
Sekali tendangan dari kaki kanan Aldo, pintu kokoh pun langsung terbuka dengan sempurna secara paksa. Aldo sama sekali tak menghiraukan rumah yang tampak kosong itu, walau Alfonso dan yang lain mulai merasa curiga melihat betapa mudahnya mereka memasuki rumah besar Randy.
Dengan langkah mengentak, Aldo berjalan semakin dalam sebelum kemudian masuk ke ruang keluarga yang besar. Di mana sebuah perapian menyala dengan indahnya.
Aldo pun menggertakkan giginya melihat bayangan Randy dengan santai meminum wine sembari membelakangi Aldo.
Melihat itu, Aldo tersenyum. Ia melangkah, sudah siap memecahkan kepala Randy dengan puluhan tembakannya jika pria itu tak juga menyerah. Namun, langkah Aldo menuju musuhnya itu terhenti, saat seseorang langsung muncul dan menghadangnya tepat ke depan Aldo.
"Sudah satang, Tuan Mafia?"
Seketika kedua mata Aldo membulat sempurna. Tubuhnya mematung syok dan kemudian ia sadar bahwa ia sedang mengalami déjà vu. Dalam keadaan yang berbeda, tetapi posisi yang sama.
"Nora?"
***
To be continue...
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top