TWENTY FIVE: We Were in Love
Hi, guys.
Sebelum membaca aku mau menyampaikan bahwa THE DARKEST EMBRACE akan terbit menjadi NOVEL. Untuk info lebih lanjutnya kalian bisa lihat di instagram @naminabooks atau di instagramku @shanfitriani / @xvshanxv Di sana akan banyak info tentang novelnya termasuk Pre-Order. Jangan sampai ketinggalan PO, karena biasanya akan ada banyak bonus dan diskon untuk PO pertama ^^
[Don't forget to VOTE and COMMENT]
Enjoy~
***
Kaki-kaki Nora perlahan melangkah dengan diam-diam. Ia bahkan menjinjitkan kakinya sedikit menuju pintu besar yang ada di depan sana, membuat beberapa pengawalnya yang melihat kelakukan Nora hanya bisa mengernyitkan dahi.
Dengan perlahan, Nora menyembulkan kepalanya dari balik pintu masuk utama rumah besar keluarga Christofor setelah melihat bahwa mobil yang berisikan Aldo dan Charles baru saja berangkat pergi ke kantor pagi ini.
Walau Charles sudah lebih baik dan kembali bisa mengatur perusahaan seperti biasa, terkadang Charles masih membutuhkan keahlian Aldo untuk mengurus beberapa hal penting di perusahaan. Apalagi Charles masih tak boleh kelelahan berlebih, membuat Aldo juga harus turun tangan pada beberapa rapat.
Mata Nora terus memicing sampai ke sudut yang tersulit. Hingga ia benar-benar melihat mobil mewah yang membawa Aldo benar-benar sudah menghilang pergi dari lingkungan rumah besar itu.
"Nona Nora?"
Mendengar suara lembut nan tenang itu, Nora malah melonjak kaget di tempatnya.
Nora segera berbalik dan menatap pria yang baru saja menyebut namanya. Pria itu tak lain dan tak bukan adalah Alfonso. Sepertinya Alfonso sedang tak mengikuti Aldo ke perusahaan.
Nora menyengir. "Alfonso? Kau di sini?"
Alfonso tersenyum tenang dan sopan seperti biasa. "Tuan Muda menyuruh saya untuk menjaga Anda. Jadi, mulai sekarang aku adalah pengawal sekaligus penjaga Anda."
Nora mendecih. "Memangnya aku bayi?"
"Anda lupa? Terakhir Anda tak dijaga siapa-siapa, Anda malah pergi ke kelab malam yang membuat Tuan Muda hampir menghancurkan rumah ini."
Nora menunduk. Ya, itu salahnya. Ia salah karena pergi ke tempat yang sedikit liar seperti itu tanpa mengatakannya pada Aldo. Bagaimanapun juga, ia dulu seorang bartender. Ia hanya mengikuti nalurinya yang sering keluar saat ia bekerja.
Nora kemudian mengingat sesuatu, membuat ia menyadari bahwa Alfonso mungkin bisa memberinya sesuatu. "Oh iya, Alfonso. Apa kau bisa membantuku?" tanya Nora.
"Apa itu?"
"Ikut aku."
Alfonso hanya bisa mengernyitkan alisnya melihat tingkah hati-hati Nora yang sudah berjalan mendahuluinya. Mau tak mau, Alfonso pun mengikuti langkah Nora. Rupanya, wanita itu mengajaknya ke kamar Aldo yang selama ini ditempati Nora. Alfonso pun semakin bingung, apa yang sebenarnya Nora ingin perlihatkan padanya.
"Kenapa kita ke ruangan ganti?" tanya Alfonso yang mengikuti langkah Nora ke ruangan ganti besar Aldo.
Nora kemudian berbalik, ia menatap Alfonso serius. "Aku ingin menunjukkan dan menanyakan sesuatu, tapi berjanjilah kau takkan mengatakan hal ini ke Aldo. Aku mohon."
Alfonso sendiri hanya bisa menatap tak yakin. Namun, setelah melihat wajah memohon Nora, ia akhirnya hanya bisa menghela napas pasrah. Sebelum akhirnya ia mengangguk mengerti.
Nora tersenyum antusias sebelum kemudian berjalan menuju sudut ruangan. Ia mencari foto yang sudah ia letakkan kembali ke tempatnya sebelum ia dan Aldo pergi ke peternakan kemarin. Ia hanya merasa berbahaya jika membawanya ke mana-mana, karena itulah ia menyimpannya kembali.
Nora kemudian kembali berjalan ke hadapan Alfonso begitu ia mendapatkan yang ia ingin. Nora memperlihatkan foto yang ada di tangannya.
Alfonso mengernyit kembali sembari mengambil foto yang ada di tangan Nora. Ia melihat sebentar sebelum akhirnya Alfonso menyadari bahwa itu adalah foto masa kecil Aldo.
"Dimana Anda menemukan ini?"
Nora kemudian menunjuk kotak besar yang ada di sudut ruangan. "Di sana."
"Lalu? Apa yang Anda ingin tahu dariku tentang foto ini?"
Nora kemudian menunjuk gadis kecil yang ada di samping Aldo di foto itu. "Siapa ini?"
Alfonso kembali menatap foto itu dan tersenyum sebentar. "Ini teman Tuan Muda. Namanya Gianna Shelton."
"Mereka terlihat dekat. Apa mereka sepasang kekasih?"
Alfonso semakin ingin tertawa. Ia bisa melihat jelas bahwa Nora sebenarnya penasaran dan sedikit cemburu dengan Gianna di foto itu. Hanya saja wanita itu menyembunyikannya di balik sikap polosnya.
"Mana mungkin! Ya, benar wanita ini menyukai Tuan Muda sejak dulu. Bahkan, hingga saat ini. Tapi Tuan Muda sama sekali tak menyukainya. Anda tak perlu takut Tuan Muda akan berpaling jika itu yang Anda maksudkan," ucap Alfonso.
Nora merona. "S-s-siapa yang takut?" Nora kemudian merebut foto itu cepat dan menaruhnya kembali ke kotak.
"Hanya itu yang membuat Anda penasaran setengah mati hingga bertingkah seolah ingin mencuri berlian di rumah ini?" tanya Alfonso dengan nada gelinya.
"Tidak!" seru Nora malu. "Ya sudah, keluarlah, Alfonso! Aku ingin mandi!"
Alfonso keluar dari kamar besar itu sembari tertawa puas, membuat Nora seolah ingin mengubur dirinya karena malu. Ia bahkan masih malu menyatakan bahwa ia memang sudah jatuh cinta pada pria tampan yang memesona itu. Aldo.
***
"Apa masih ada yang perlu kulakukan untuk menggantikan Ayah?"
Aldo yang baru saja menyelesaikan rapat yang dilaksanakan di anak perusahaan—yang jaraknya sedikit lebih jauh dari perusahaan utamanya—langsung membuka ikatan dasi yang menjerat lehernya sejak tadi. Ia memasuki ruangan Charles yang sudah tampak sibuk di kursi besarnya.
Charles tersenyum geli sembari menggeleng. Memang sudah tak ada kegiatan berat lagi hari ini."Kenapa kau terlihat sangat terburu-buru?"
"Aku mau pulang, Ayah. Ini sudah sangat siang. Kau tadi berjanji rapatnya hanya sampai jam sepuluh saja. Tapi sekarang malah sudah hampir jam satu siang," ucap Aldo menegeluh.
"Ini pertama kalinya kau mengeluh. Apa begitu rindunya kau pada wanita itu sehingga kau menjadi begitu betah di dalam rumah?" tanya Charles yang masih terkekeh geli karena bisa membaca pikiran putra semata wayangnya itu.
Aldo terdiam. Ia tampak malu menjawab kebenaran itu sehingga ia hanya bisa terdiam memasukkan kedua tangannya ke dalam saku celana sembari mencoba memandang hal lain.
"Kenapa kau tak memberitahunya tentang semuanya, Nak? Kenapa kau tak memberitahukan kebenarannya? Sampai kapan kau akan menyekapnya di dalam kamarmu tanpa ia tahu apapun?"
Aldo berjalan ke salah satu sofa yang ada di ruangan besar itu.
"Aku tidak tahu," jawabnya sembari menyandarkan kepalanya pada punggung sofa sembari menutup mata. Tampak bahwa tak hanya fisik Aldo yang lelah, tetapi juga pikirannya.
"Lalu kau akan membuat Nora terus berada di dalam rumah? Menyekapnya seperti burung kecil? Dia juga manusia, Aldo. Walau dia diam, dia pasti ingin bebas juga. Lagipula aku yakin dia merindukan negaranya," tambah Charles.
"Aku tahu itu, Ayah. Aku hanya tak tahu apa yang harus kulakukan padanya. Yang terpenting sekarang, aku hanya ingin dia terus berada di sisiku. Aku takkan membiarkan dia pulang dan kembali bersama dengan pria bernama Jason itu. Walau mereka tak ada hubungan apa-apa, aku tetap tak suka dia dekat-dekat dengan Nora."
Charles hanya bisa menghela panas melihat kelakuan anaknya. Mungkin itu salahnya, mengajarnya Aldo hanya tentang dunia pekerjaan bahkan dunia mafia. Sehingga anaknya itu tak tahu caranya bersikap saat jatuh cinta.
"Pulanglah, pekerjaan yang tersisa juga sudah tidak banyak. Ayah bisa mengerjakannya."
"Ayah yakin?" tanya Aldo yang sudah kembali membuka mata.
Dengan cepat Aldo pun bangkit dari tempatnya begitu melihat Charles mengangguk yakin. Ia pun menjadi antusias untuk segera kembali pulang ke rumah besarnya.
"Kalau begitu, aku pergi."
***
Gianna kembali menginjakkan kakinya dengan sombong di dalam rumah besar milik Aldo. Hanya melihat sebentar, Gianna bisa tahu bahwa Aldo sedang tak ada di rumahnya itu. Namun, Gianna cukup yakin bahwa wanita itu pasti berada di dalam rumah ini. Ia menjadi penasaran, ada di mana wanita itu sekarang.
Gianna mengernyit, Alfonso, si tua bangka yang sok pengatur itu pun tampak tak terlihat. Ia menatap seluruh tempat sebelum kemudian pandangannya jatuh pada seorang wanita yang tampak baru saja menuruni tangga. Kedua pasang mata pun itu bertemu. Nora tampak bingung dan terkejut, sebaliknya dengan Gianna yang malah sudah menyinggungkan senyum miringnya.
Ia melihat Nora berjalan mendekat ke arahnya. "Anda tamu? Anda mencari siapa?" tanyanya dalam bahasa Inggris.
Gianna hanya bisa memandang tajam, sebelum mendecih di dalam hatinya mendengar kalimat Nora yang seolah wanita itu adalah sang pemilik rumah. Ia jadi penasaran, sebenarnya sudah berapa lama Nora berada di rumah Aldo? Kenapa ia baru mengetahui keberadaan wanita itu?
"Aldo di mana?" tanyanya basa-basi.
"Oh, Aldo? Dia pergi bekerja bersama ayahnya tadi pagi."
"Mantra apa yang sudah kau ucapkan pada Aldo sehingga dia tertarik pada wanita kotor yang tak menarik sama sekali sepertimu?" ucap Gianna menggunakaan bahasa Italia yang sama sekali tidak dimengerti oleh Nora.
"Apa?" tanya Nora tak mengerti.
"Tidak, tidak apa-apa," kilah Gianna, kembali berbicara dalam bahasa Inggris. "Apa Alfonso ada di sini?"
"Iya, dia ada di ruang makan. Alfonso sedang makan siang," balas Nora ramah.
"Panggilkan dia."
Nora mengernyit mendengar nada biacara Gianna yang begitu sombong sejak tadi. Bahkan sekarang wanita itu tampak sedang memerintahnya.
"Baiklah," jawab Nora sedikit ragu sebelum berjalan cepat menuju dapur.
Gianna tersenyum puas setelah Nora berlalu dari hadapannya. Di saat yang sama pun, Aldo baru saja tiba dan sudah memarkirkan mobilnya, lalu memberikan kunci pada seorang penjaga.
Nora sudah masuk ke dalam ruang makan saat Alfonso baru saja menyelesaikan makan siangnya.
"Ada apa, Nona Nora?" tanya Alfonso yang melihat Nora menatapnya langsung seolah mencarinya.
"Di luar ada seorang wanita. Dia tadinya mencari Aldo lalu mencarimu," ucap Nora.
"Siapa?" tanya Alfonso mengerutkan alisnya.
"Entahlah. Dia tinggi, rambutnya coklat tetapi sedikit pirang.Dia cantik."
"Gianna?"
Nora terdiam. "Dia Gianna?"
Tiba-tiba saja gambaran tentang foto yang ditemukan oleh Nora kemarin kembali terlintas di benaknya. Ia baru menyadari bahwa wanita tadi adalah wanita yang sama dengan yang berfoto dengan Aldo.
"Nona, tunggu di sini. Saya keluar dulu melihatnya."
Alfonso pun berlalu meninggalkan Nora yang masih mematung di tempat setelah mendengar nama Gianna. Ia terus mengingat gadis kecil di foto Aldo. Yang mana gadis itu memeluk mesra lengan Aldo kecil di foto itu.
Nora pun tersadar dari lamunannya dan mengabaikan perintah Alfonso agar tinggal di ruangan makan. Ia bahkan setengah berlari keluar saat langkahnya kemudian terhenti tepat di belakang Aldo.
Ia melihat Aldo yang baru saja memasuki rumah. Mereka saling pandang sebelum akhirnya Gianna bereaksi dulu. Wanita itu tersenyum sebelum kemudian berlari dan memeluk Aldo dengan sangat erat seolah Gianna adalah seorang istri yang sejak tadi menunggu kepulangan suaminya.
Melihat itu membuat dada Nora seketika nyeri. Sangat sakit rasanya melihat pria yang selalu memeluknya sedang dipeluk oleh wanita lain tanpa penolakan.
Rasa sakit yang dirasakan Nora terasa jauh lebih sakit dibandingkan saat Aldo merebut kegadisannya, lebih sakit saat ia melihat Aldo berwajah Leo, bahkan lebih sakit saat Leo memutuskannya secara sepihak. Semuanya terasa sangat sakit hingga mata Nora perih dan perlahan mengeluarkan air mata. Ia baru menyadari, betapa ia sangat telah jatuh cinta pada Aldo.
Nora pun perlahan mundur dengan air mata yang masih mengalir. Tanpa siapapun sadari kehadirannya, Nora berlari naik kembali ke kamar di mana selama ini ia tidur. Berlari tanpa suara karena ia tak menggunakan alas kaki seperti biasa.
Ia berlari sembari terus menahan air matanya. Namun, semakin ia menahannya, semakin deras pula air mata Nora turun membasahi kedua pipinya. Nora masuk dan menutup pintu kamar Aldo dengan bantingan yang tak ia sengaja. Nora terus berlari memasuki ruangan terdalam kamar, yaitu ruangan ganti. Ia bersadar di pojok ruangan, bersembunyi bersama rasa sakit dan sedihnya di ruangan itu.
Perlahan tubuh Nora luruh ke lantai bersama dengan suara tangisnya yang semakin terdengar. Ia memeluk lututnya setelah terduduk di lantai. Ia menenggelamkan wajahnya, tangisannya semakin menjadi tanpa bisa ia tahan lagi.
Ia merasa bodoh. Karena tak mau mengakui bahwa ia telah jatuh cinta pada Aldo. Merasa bodoh karena ia tak menyatakannya. Merasa sangat bodoh karena tak mengatakan bahwa betapa ia menginginkan Aldo menjadi miliknya seorang.
Perlahan Nora mengangkat kepalanya. Menangis membuatnya lelah. Mata Nora yang sembab kemudian menemukan benda yang masih terselip di bawah lemari. Karena penasaran, Nora kemudian meraih benda itu dari bawah lemari. Kemudian menatapnya dengan mata berairnya begitu lama, sebelum kedua mata itu membulat sempurna. Benar-benar terkejut dengan hal yang ia temukan.
"Topi ini...." Bibir Nora kelu. Air matanya berhenti digantikan raut terkejut.
Dengan tangan bergetar, Nora membalik topi itu dan kembali terkejut melihat benang putih yang tampak bekas dijahit ulang. Benang putih yang sama dengan yang ia pakai untuk menjahit topi rusak Leo kala itu.
Nora terdiam. Ia kehilangan kata-kata. Sebelum beberapa kejadian seolah terputar ulang di kepalanya. Lebih tepatnya semua ucapan Aldo dan Leo yang berputar di dalam pikirannya.
"Nora, aku menyukaimu. Kau mau menjadi kekasihku?"
"Aku sama sekali tidak sedang bercanda, Nora. Aku tak pernah seserius ini sebelumnya."
"Kau tidak berarti untukku, Nora Andreana. Aku tidak pernah mencintaimu."
"Kau siapa? Apa aku mengenalmu?"
"Dengar, sudah kubilang aku tak mengenalmu. Aku juga tak mengenal pria bernama Leo itu. Dan Leo bukanlah namaku."
"Sial. Berhenti memanggilku dengan nama sialan itu! Aku bukan Leo! Mantan kekasihmu atau apapun itu! Aku adalah Reynaldo Christofor!"
"Kau kulepaskan kali ini. Tetapi selanjutnya, kau takkan pernah lepas lagi."
"Ini yang aku sukai darimu. Kau sangat penuh kejutan. Kau benar-benar tak membosankan."
"Ini salah satu yang membuatku menyukaimu. Kau sangat penuh kejutan, Nora."
"Sebenarnya tukang kebun yang merawatnya karena aku tak punya waktu. Tetapi memang aku yang membelinya saat ikan-ikan itu masih begitu kecil. Sejak kecil aku suka memelihara ikan."
"Dulu, saat kecil, aku pernah mempunyai seekor anjing. Tetapi saat kami bermain, ia berlari ke jalan dan tertabrak mobil sebelum kemudian meninggal. Sejak saat itu, aku lebih suka memelihara ikan."
"Sudahlah, tidak perlu sedih begitu. Itu hanyalah sebuah kalung. Lagipula itu adalah tiruan. Kalung itu sebenarnya sebuah desain dari merek perhiasan terkenal. Harga aslinya mencapai ratusan juta bahkan milyar, apalagi berlian biru yang ia gunakan adalah berlian safir asli persis dengan berlian safir yang ada di kalung Heart of The Ocean di film Titanic. Yang kau lihat tadi hanyalah tiruan murahan."
"Aku pernah membaca majalah perhiasan saat ditempat kerja karena bosan."
"Tentu saja, Alfonso. Dia satu-satunya. Dia cinta pertamaku. Menurutmu bagaimana perasaanku sekarang? Aku yang sudah mulai belajar untuk tidak membunuh sembarang orang begitu saja, malah membunuh pria murahan itu tanpa berpikir dua kali sedikit pun."
Lama Nora merangkai ingatan demi ingatan itu, hingga kemudian menyadari satu hal yang pasti. Satu hal yang selalu disangkal oleh Aldo. Satu hal yang ia sadari adalah kebohongan. Kebohongan yang manis.
"Aldo..., adalah Leo?" bisik Nora tak percaya.
Entah ia harus kaget, marah, sedih, atau bahagia terlebih dahulu. Namun, yang terpenting baginya sekarang adalah menemui Aldo. Menanyakan pria itu sekali lagi sembari mempelihatkan bukti kuat topi itu. Dan jika Aldo kembali menyangkal, ia berjanji akan memukul kepala Aldo dengan tongkat golf yang ada di kamar Aldo saat itu juga.
Melupakan rasa sedihnya, Nora segera kembali berlari keluar dengan tak sabaran. Ia berlari turun dengan kedua kakinya yang polos. Namun, bahkan sebelum Nora menyelesaikan anak tangga terakhir, ia harus kembali berhenti dan melihat hal yang jauh lebih menyakitkan.
Aldo dan Gianna sedang berciuman.
***
To be continue...
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top