ONE: A Girl in Love
Nora menatap antusias pada seluruh bentuk kue yang tersedia di toko itu. Ada berbagai macam bentuk dan rasa yang dipajang, membuat wanita itu semakin bingung untuk memilih akan mengambil yang mana. Semuanya sangat cantik dan menggiurkan. Harusnya ia menanyakan pendapat Leo tentang kue-kue ini, sayangnya itu akan membuat kejutannya berantakan. Jadi, ia harus memilih sendiri kali ini.
Hari ini adalah salah satu hari yang paling membahagiakan baginya. Hari ini adalah hari peringatan dua tahun hubungan Nora dengan kekasihnya yang sangat ia cintai, Leo. Mereka adalah pasangan yang saling mencintai dan saling menyayangi satu sama lain. Bersama Leo, selalu membuat Nora merasa nyaman dan dicintai. Leo sangat tahu caranya membuat Nora selalu bahagia.
Kedua mata Nora masih menjelajah, tak bisa memilih kue apa yang ia inginkan. Ia putuskan untuk melihat menu kue yang lebih lengkapnya, sebelum kemudian ia tertarik pada sebuah kue berwarna cokelat berbentuk hati dengan hiasan bunga mawar yang berwarna biru tua yang cantik. Disekitarnya dilapisi cokelat. Dari keterangan menu, kue itu rasa mocca di dalamnya, persis seperti rasa yang disukai Leo.
"Aku ingin kue ini," kata Nora, menunjukkan gambar yang ada di buku menu itu.
"Maaf, kue yang ini sedang tidak tersedia sekarang. Apa Anda ingin dibuatkan? Kami akan membuatnya. Dua atau tiga jam lagi mungkin Anda bisa mengambil di sini."
Nora berpikir sejenak sebelum memutuskan mengangguk dengan senyuman manisnya. "Baiklah," balas Nora sembari menuliskan format pesanannya.
"Anda ingin kalimat apa di atasnya?" tanya sang pelayan toko lagi.
"Ah, ini!" Nora mengeluarkan secarik kertas yang berisi beberapa kata di atasnya. Ia memang sudah menyiapkan soal tulisan di atas kuenya nanti. Sehingga ia tinggal memberikannya pada sang pelayan toko kue.
Pelayan itu terkekeh sebentar membacanya, lalu mengangguk. "Baiklah, kami akan menelepon Anda jika pesanannya sudah jadi. Terima kasih sudah memesan di toko kami."
Nora berjalan keluar sembari memegang kedua lengan tas punggungkecil dengan erat. Ia senang akhirnya bisa mendapatkan uang lebih untuk membeli kue yang bisa dibilang cukup mahal itu. Sesekali ia ingin ia yang mengeluarkan uang untuk Leo dan menunjukkan ketulusannya.
Tepat setelah keluar dari toko itu, ponsel lipat Nora yang berada di sakunya berbunyi nyaring. Ia tak bisa menahan senyuman lebarnya saat melihat nama Leo di panggilan masuk itu. Tak ingin membuat penelepon itu menunggu lebih lama, Nora segera mengangkatnya.
"Temui aku, di taman belakang fakultas. Sekarang."
Hanya kalimat itu yang terdengar sesaat setelah Nora mengangkat panggilannya. Ia sedikit tertegun dengan kalimat singkat tersebut sebelum panggilannya diputuskan begitu saja. Lama Nora termenung mendengar suara dingin yang biasanya lembut itu, hingga akhirnya Nora mengedikkan bahunya acuh dan memilih menuruti sang kekasih. Nora menatap jam tangannya sebentar. Satu jam lagi mata kuliah berikutnya. Ia harus segera kembali ke universitasnya dan segera menemui Leo.
Nora segera berlari kecil. Untung saja jarak antara toko kue dan universitasnya tidak terlalu jauh, sehingga Nora bisa menempuhnya dengan berjalan kaki.
Beberapa menit kemudian, Nora sudah berada di taman belakang fakultasnya. Ia menatap sekitar untuk beberapa saat, mencari di mana sosok pria dengan tinggi 191 cm itu berada.
Senyuman Nora mengembang. Tidak sulit bagi Nora untuk menemukan sosok pria yang sekarang tengah duduk dalam diam menunggunya.Itu adalah sosok pria yang paling ia cintai selama dua tahun ini. Pria itu adalah sosok pemalu—atau lebih tepatnya pendiam—, lembut, dan hangat yang telah membuat kehidupannya terisi cahaya indah. Baru beberapa jam tidak bertemu pria itu, selalu membuatnya rindu setengah mati.
"Leo!" seru Nora berlari kecil sembari melambai-lambai antusias pada Leo.
Pria berkacamata itu berbalik tepat setelah mendengar suara wanita yang telah berada di sisinya selama dua tahun lamanya. Ia menatap dalam-dalam Nora yang berlari ke arahnya. Tak ada ekspresi senang dan lembut yang sering ia tunjukkan seperti biasa pada kekasihnya itu. Hanya ada ekspresi datar.
Leo Steward, pria yang dikenal sebagai kutu buku. Kemeja rapi selalu membalut tubuhnya. Rambutnya pun selalu ia sisir dengan rapi walau tidak terlalu tampak aneh. Kacamata kotak yang ukurannya agak besar pun tidak pernah absen dari wajahnya. Ia seperti seorang dosen dengan gaya fashion yang membosankan.
Namun, wajah Leo menjadi nilai yang sangat lebih. Hanya orang buta saja yang tak bisa melihat ketampanan seorang Leo Steward di balik gaya kutu buku formalnya. Siapapun akan terpaku dengan wajah aristrokat Leo. Hidung yang mancung dan kokoh, rahang yang tegas, mata abu-abu yang tajam, alis tebal nan hitam, serta bibir tipisnya membuat siapapun terbius. Ia tampak seperti Clark Kent dalam kehidupan nyata. Ia hanya perlu merobek kemeja dan melempar kacamatanya, maka dari seorang kutu buku, ia akan menjadi sosok pria yang memesona layaknya Superman.
Walaupun begitu, tak ada wanita yang benar-benar ingin mendekati Leo. Para wanita sekarang menggunakan logika mereka. Di mana mereka selalu berkomentar bahwa 'Untuk apa mempunyai kekasih tampan, jika dia membosankan?' Lebih baik mempunyai kekasih yang tidak terlalu tampan tapi perhatian dan tahu berbaur, daripada kekasih tampan tapi kerjanya hanya membaca buku dan berdandan formal seperti pria paruh baya.
Prinsip itu juga sebenarnya diterapkan oleh Nora. Sejak awal ia juga tak ingin berurusan dengan Leo yang ia anggap mempunyai tatapan tajam seperti ingin membunuh. Namun, semua itu dipatahkan saat Nora dan Leo mulai dekat dan saling jatuh cinta.
Nora suka suara berat Leo yang mengalun lembut dan ramah setiap berbicara padanya. Nora suka senyuman tipis Leo setiap mendengar ocehannya. Nora suka melihat bulu mata Leo yang bergerak setiap pria itu berkedip. Entah sejak kapan, tetapi Nora menyukai semua apa yang dilakukan dan apa yang ada pada pria itu. Padahal sejak awal, Nora tak pernah setertarik ini pada pria itu. Entah karena pria itu menyihir Nora atau memang takdir menginginkan, Nora benar-benar jatuh pada pesona pria itu. Ia mencintai Leo sebagaimananya pria itu. Walaupun seperti yang digosipkan bahwa Leo bukanlah pria yang romantis memang benar, Nora tetap bertahan bersama pria itu.
Leo memang tidak pernah bersikap romantis seperti pria lainnya kepada kekasihnya. Leo tak pernah memberikan bunga pada Nora, tak pernah mengajaknya nonton bioskop atau makan malam berdua, dan tak pernah mengatakan hal yang puitis untuk menunjukkan perasaannya. Namun, Leo selalu ada untuk Nora, mendengarkan semua ocehan Nora tentang kesehariannya, dan selalu menamani Nora setiap wanita itu membutuhkan sosok pria tersebut. Cukup itu saja, sudah membuat Nora mempunyai satu alasan kuat untuk mencintai dan mempertahankan pria yang melenyapkan kesepian dan kegelapan dalam kehidupan dan hatinya.
"Maaf, jika aku lama. Aku mengurus sesuatu tadi," ucap Nora dengan senyuman malu-malu. Mengingat hari ini adalah hari jadi hubungan mereka yang kedua, Nora menjadi begitu antusias.
Namun, ada hal yang membuat alis Nora berkerut tidak mengerti. Wajah Leo sangat datar. Leo bahkan seolah enggan menatap wajahnya. Tak ada lagi raut wajah berbinar samar yang sering pria itu ekspresikan kala melihat Nora. Sekarang, hanya ada raut datar yang sering Nora lihat sewaktu ia dan Leo tidak dekat. Ada sedikit kekecewaan di hati Nora melihat Leo yang tampak datar seperti itu.
Apa Leo tak ingat bahwa hari ini adalah hari jadi mereka? Tetapi menurut Nora, itu tidak mungkin. Mengingat Leo adalah orang yang pernah dengan lembut mengucapkan 'selamat hari jadi yang pertama, Nora', membuat Nora bertanya-tanya kenapa Leo tampak tak ingat dan tak peduli dengan hari ini.
"Leo?" ucap Nora lagi.
Nora melihat Leo yang hanya terus terdiam di tempatnya. Ia merasakan suasana dan perasaan tak nyaman melihat Leo seperti itu. Ia hendak berbicara terlebih dahulu sekaligus mencoba mencairkan suasana aneh nan canggung di sekitar mereka, saat Leo menyela lebih dulu.
"Leo—"
"Aku ingin kita berakhir, Nora."
"A—apa?"Lidah Nora kelu. Ia terlalu syok. Ia benar-benar tak menyangka kalimat itu yang akan dikeluarkan oleh Leo untuk memulai pembicaraan mereka.
Nora kemudian tertawa hambar, berusaha memperlihatkan raut seolah ia baru mendengar sebuah lelucon. "Hei, ini benar-benar tidak lucu. Kau pikir aku akan terpengaruh dengan candaan itu?"
"Aku sama sekali tidak sedang bercanda, Nora. Aku tak pernah seserius ini," kata Leo sekali lagi dengan tatapan mata tajamnya. Nada suaranya seperti gunung es yang berusaha memisahkan diri dengan udara hangat.
Wajah Nora berubah. Pandangannya tampak marah sekaligus takut. Namun, ia tetap berusaha mengatur suaranya agar tetap rendah. "Ini benar-benar sudah tidak lucu, Leo."
Leo mengembuskan napas panjang sembari menutup lama kedua matanya sebentar dan kemudian membukanya. Ia berkata, "Sejak awal aku hanya bermain-main denganmu."
Seolah dihantam beban berat, dada Nora seketika berdesir nyeri. Ia berusaha meyakinkan dirinya sendiri bahwa Leo memang sedang bercanda sebagai bumbu kejutan dalam hari jadi mereka.
"Kau tidak sedang serius," lirih Nora, memberi pernyataan untuk meyakinkan dirinya sekali lagi.
"Sejak awal aku tak pernah tertarik apalagi menyukaimu. Aku hanya menggunakanmu sebagai penghilang kebosanan. Aku bosan hanya berdiam diri di perpustakaan. Aku memilihmu karena aku pikir kau perempuan yang cukup polos untuk dipermainkan. Dan untungnya, seseorang menantangku untuk menjadikanmu kekasih selama dua tahun. Aku melaksanakannya karena aku hanya ingin bersenang-senang. Sejak awal, aku tidak mencintaimu sama sekali."
Mata Nora pun berkilat. Bakal air matanya terlihat menyelimuti bola mata indahnya sehingga terlihat bersinar di bawah sinar matahari. Jika Leo sedang bercanda dengannya, maka candaan Leo padanya benar-benar sudah keterlaluan.
"Kau tidak berarti apa-apa untukku, Nora. Aku hanya mempermainkanmu. Seharusnya kau cukup pintar untuk melihatnya. Sekarang aku sudah bosan bermain-main denganmu. Jadi, sekarang lupakan aku. Kau sudah tidak kubutuhkan lagi."
Leo pun beranjak meninggalkan Nora yang masih terdiam di tempatnya. Pandangan wanita itu pun kosong, hanya ada air mata yang perlahan mengalir dari mata Nora. Ia sekarang sadar, Leo memang sedang tak bercanda mengatakan itu.Namun, tetap saja, Nora merasa semua ini salah. Ia sangat yakin bahwa Leo mencintainya seperti ia mencintai Leo.
Ia bisa merasakan semua ketulusan cinta Leo selama ini. Tidak mungkin Leo bisa memainkan peran palsu itu secara sempurna. Tatapan cinta Leo tampak nyata menurutnya.
"Katakan!"
Nora berbalik dan berseru pada Leo, membuat langkah Leo terhenti tanpa membalikkan tubuhnya pada Nora. Leo tak ingin berbalik. Pria itu seolah memang tak sudi menatap Nora. Dan Nora hanya bisa menatap punggung berbahu lebar dan tegap itu dari belakang.
Keduanya terdiam selama beberapa detik, sebelum akhirnya Leo berbalik membalas tatapan tersakiti Nora dengan raut datar dan tidak pedulinya.
"Katakan di depanku. Tatap mataku langsung dan katakan perasaanmu sebenarnya. Katakan semua itu," lirihnya sekali lagi. Suaranya sudah serak menahan air mata.
Nora merasa was-was saat Leo berjalan dengan tegas kembali padanya hingga berada tepat di depan wanita itu. Mata Leo menatap tajam nan teguh ke dalam kedua bola mata Nora. Leo menatapnya dengan ketegasan tanpa berkedip atau mengalihkannya barang sejenak.
"Kau tidak berarti untukku, Nora Andreana. Aku tidak pernah mencintaimu," ucap Leo tanpa ragu dengan penekanan di setiap katanya, membuat kalimat menjadi jauh lebih meyakinkan.
Bagaikan kiamat kecil, air mata Nora kembali berjatuhan dalam syok dan keterkejutannya. Ia melihat ketegasan itu. Dan itu cukup bisa membangun Nora dari mimpi indahnya selama ini.
Tubuh Nora pun luruh berjongkok ke tanah saat Leo benar-benar sudah meninggalkannya tanpa berbalik lagi. Leo benar-benar menunjukkan bahwa Nora memanglah tidak berarti untuknya. Dan itu membuat Nora semakin hancur.
***
Nora terus menyembunyikan wajahnya di kedua lipatan tangan yang ia tumpukan di lutut yang ia tekuk. Ia tak peduli jika ada orang yang melihatnya menangis menyedihkan seperti ini. Ia tak peduli jika ia tampak mengenaskan hanya karena patah hati pada seorang pria.
Tidak ada hal lain yang ia lakukan selain duduk menangis di kursi yang sama dengan yang diduduki Leo sebelumnya. Nora merasa semua ini tak benar. Ia masih tak percaya bahwa ia dan Leo berakhir. Ia yakin Leo juga mencintainya.
Nora yang merasakan saku ponselnya bergetar, perlahan mengangkat kepalanya. Ia meraih ponselnya dan melihat nomor yang tidak ia kenal. Nora pun tetap mengangkatnya sembari ia menjernihkan suaranya sebelum berbicara.
"Halo?"
"Nona, saya dari toko kue. Kuenya sudah jadi. Apa Anda ingin mengambilnya sekarang?"
Nora terdiam. Lama ia berpikir sebelum berkata, "Aku akan segera ke sana. Aku akan mengambilnya," jawab Nora dengan suara yang sedikit serak.
Setelah menerima panggilan itu, Nora pun berdiri sambil menghapus air matanya. Ia telah meneguhkan dirinya. Ia tak mau hubungan selama dua tahun berakhir menyedihkan seperti ini. Ia harus memperjuangkan Leo.
Nora pun kembali ke toko kue itu. Ia mengambil kue yang sudah ia pesan sejak dua jam yang lalu. Ini adalah hari jadi hubungannya dengan Leo, setidaknya biarkan Nora menghabiskan waktu hari ini bersama Leo. Harusnya hari ini menjadi hari yang bahagia. Bukan menjadi hari yang menyedihkan.
Tidak sampai setengah jam, tangan Nora sudah memegang sebuah kotak yang berisikan kue. Ia bertekad akan menghabiskan hari ini bersama Leo. Jika pria itu memang selama ini berpura-pura menyukainya, maka ia akan meminta Leo untuk untuk meneruskaan pura-puranya untuk hari ini saja.
Langkah Nora pun membawanya ke perpustakaan. Tempat di mana seorang Leo Steward selalu berada. Perpustakaan itu adalah saksi bisu kebersamaan Nora dan Leo. Di sana mereka pertama kali berkenalan. Perpustakaan itu pun yang menjadi tempat Nora dan Leo berkencan dengan cara membaca buku bersama-sama. Sederhana, tetapi sangat membahagiakan bagi Nora.
Nora mulai memasuki perpustakaan. Ia sedikit aneh karena perpustakaan itu sangatlah sepi. Walau memang perpustakaan itu tak selalu ramai di hari biasa, tetap saja pasti ada tiga atau empat orang yang terlihat. Namun, ini tak ada sama sekali.
Nora perlahan kembali berjalan. Perpustakaan itu memang sepi, tetapi ia yakin Leo pasti berada di perpustakaan itu. Nora memutuskan terus berjalan ke salah satu sudut terdalam dekat jendela—yang sering tertutup—berada. Semakin ia mendekat ke sudut itu, semakin ia mendengar suara aneh. Suara itu berasal dari sudut di mana Leo dan Nora sering duduk bersama. Dengan tak sabaran pun Nora melangkah lebih cepat hingga akhirnya ia terhenti.
Air matanya yang sempat kering kembali basah. Ia melihat pria yang baru saja memutuskan hubungan mereka tengah memangku seorang wanita. Pria yang ia cintai itu bahkan berciuman dengan seorang wanita, di mana bibir Leo itu sendiri tak pernah ia rasakan.
Leo melihat Nora. Namun, bukannya menghentikan ciumannya bersama wanita murahan itu, pria itu malah hanya menatap Nora dengan tajam, sebelum akhirnya ia kembali ke kegiatan menyenangkannya.
Detik berikutnya, kotak yang berisi kue hadiah hari jadi Nora dan Leo sudah jatuh ke tanah. Bertepatan dengan Nora yang sudah berlari keluar sembari mengeluarkan semua tangisnya. Hatinya begitu sakit melihat semua itu. Setelah Leo memutuskannya dan mencampakkannya dengan kejam, sekarang pria itu menunjukkan pada Nora bahwa dirinya memang tidak berarti apa-apa untuknya.
***
To be continue...
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top