Sweet Revenge (1)
Clarissa menatap sedih ayahnya yang tengah terbaring lemah di ranjang pasien dengan alat-alat medis terpasang di tubuh. Sudah hampir satu tahun ini David Tanjaya tak bersedia membuka mata dan membiarkan putrinya menanggung beban seorang diri.
"Pa, mau sampai kapan Papa kayak gini? Lisa capek, Pa," lirih wanita cantik itu dengan air mata melucur di pipi.
Tak berapa lama, seorang dokter laki-laki masuk ke ruangan. Clarissa cepat-cepat mengusap air matanya karena tak ingin terlihat lemah di depan orang lain. "Larissa, ikut saya sebentar, ya, ada hal penting yang mau saya bicarakan sama kamu," ucap dokter muda itu lalu berlalu pergi.
Clarissa mengangguk kemudian mengikuti langkah sang dokter di belakang.
"Papa kamu sudah terlalu lama berada di rumah sakit ini, tubuhnya sudah mulai lemah. Saya sarankan agar kamu melepas semua alat bantu di tubuhnya."
Mendengar saran itu, wajah Clarissa berubah kaget dan sedih. "Nggak, Dok, saya akan tetap berusaha membuat dia bangun kembali. Saya mohon beri saya waktu. Cuman dia yang saya miliki saat ini."
Dokter Niko mengembuskan napas berat saat dia menatap wajah sedih Clarissa. Lebih dari siapa pun, Niko adalah saksi bagaimana hidup gadis ini tiba-tiba berubah jadi sangat menyedihkan. Dari seorang tuan putri yang bergelimang kemewahan, menjadi upik abu yang harus berjuang hanya untuk sesuap nasi.
Setelah keluarga Tanjaya jatuh bangkrut dan kepala keluarga mereka terbaring di sini, semua orang pergi meninggalkannya.
"Tapi, Larissa, biaya ayah kamu di sini sangat besar. Asuransi yang dia miliki tinggal beberapa bulan lagi akan habis masa berlakunya. Mau nggak mau kamu harus bersiap untuk kemungkinan terburuk. Ikhlaskan dia dan lanjutkan hidup kamu dengan baik." Niko memberi saran bijak sebagai orang yang sudah lama kenal keluarga Tanjaya.
"Tolong, Dok, jangan copot alat-alat medis di tubuh papa saya. Saya janji akan secepatnya mencari pekerjaan yang layak."
Melihat tekad Clarissa, Niko akhirnya mengembuskan napas berat. "Baiklah, saya akan coba berbicara dengan pihak rumah sakit agar memberi kamu waktu."
Dengan senyum lega, Clarissa pun mengangguk. "Makasih, Dok, karena selalu membantu saya."
Niko hanya membalas ucapan tulus Clarissa dengan anggukan, biar bagaimanapun laki-laki berkacamata itu tak bisa membiarkan wanita di depannya kesusahan seorang diri. Apa lagi keluarga Tanjaya dulu sudah berjasa pada keluarganya. Mungkin dari sekian banyak orang yang pernah dekat dengan keluarga Tanjaya, hanya kelurga Niko satu-satunya yang masih bersedia membantu Clarissa.
Setelah pembicaraan selesai, gadis berwajah cantik itu keluar dari ruangan. Tak berapa lama, ponsel di dalam tasnya tiba-tiba berbunyi. Tertera nama 'bos Alex' di layar.
"Kamu di mana? Kenapa belum sampai di sini? Sudah saya bilang, kan, kalau hari ini akan ada acara penting di club." Alex terdengar sangat marah di seberang sana.
"Maaf, Bos, saya ada ke-"
"Saya nggak mau tahu alasan kamu, cepat ke sini dalam waktu dua puluh menit. Atau kamu saya pecat!" Panggilan ditutup setelah itu.
Clarissa mengembuskan napas lelah, lalu memesan taksi online. Jika bukan karena dirinya butuh banyak uang, dia tak akan sudi bekerja di club itu. Namun, Clarissa tak punya pilihan lain. Satu tahun sejak keluarganya pindah ke Jakarta lagi, Clarissa begitu kesusahan untuk mencari pekerjaan.
Akhirnya dia terpaksa bekerja serabutan demi biaya hidup, sampai harus mengambil dua pekerjaan paruh waktu. Jika di club dapat shift malam, maka pagi harinya Clarissa akan mengambil job menjaga lansia atau balita. Terkadang dia pun bisa mengambil jasa cuci gosok atau beres-beres untuk anak-anak kost di samping rumahnya.
Tak berapa lama setelah berkendara, taksi yang Clarissa tumpangi akhirnya sampai di depan bangunan berbentuk horizontal. Club yang digadang-gadang sebagai club terbesar di Asia ini memang sangat megah, bisa menampung ribuan orang karena luas bangunannya hampir tujuh ribu meter. Dengan pencahayaan yang menakjubkan dan desain interior yang modern. Tak heran segala jenis hiburan mewah ada di dalamnya. Banyak artis yang sering datang untuk sekedar menikmati live musik atau melakukan pertunjukan di panggung megah yang telah disediakan.
Orang kaya semua berkumpul di tempat ini untuk memuaskan kesenangan mereka. Minum-minum dan menyalurkan hasrat. Sudah tak terhitung berapa banyak laki-laki yang menawarinya sebagai pemuas nafsu, tapi Clarissa tetap bertahan dengan prinsipnya. Dia tak akan pernah memberikan keprawanannya pada laki-laki yang tidak dia cintai.
"Lo kenapa baru datang, sih? Bos marah-marah mulu tuh. Mana tamunya orang-orang besar semua," adu Nina, salah satu rekan kerjanya di club itu.
"Emang acaranya sepenting apa, sih?" Clarissa bertanya sambil mengenakan perlengkapan kerja. Sebuah seragam berwarna hitam dengan rok mini ketat yang berhasil mengekspos kaki jenjangnya. Kontras sekali dengan warna kulit Clarissa yang seputih susu.
Meski baju itu sangat sederhana, bila dipakai Clarissa akan tampak berbeda, tingginya yang semampai dengan lekuk pinggang kecil, tapi bagian pinggul dan bokongnya proporsional sehingga membuat Clarissa terlihat sangat seksi saat berjalan. Belum lagi dua bukit kembarnya yang padat dan berisi, tidak terlalu besar atau kecil. Seolah menambah daya tarik tersendiri bagi wanita itu. Sudah tak terhitung berapa banyak agensi hiburan yang menawarinya sebagai model atau artis, tapi Clarissa belum menyetujui. Dia tak tega untuk meninggalkan ayahnya terlalu lama. Apa lagi ujung-ujungnya yang mereka minta adalah tubuhnya.
"Larissa, nggak usah kebanyakan ngobrol. Bawa pesanan itu ke privat room paling pojok. Kamu udah datang telat malah santai-santai!" omel Alex tak sabaran.
Clarissa hanya mengangguk patuh lalu berjalan membawa pesanan untuk room paling pojok.
"Silakan minumannya," ujar Clarissa pada dua orang laki-laki yang tengah ditemani beberapa wanita. Kini dia sudah sampai di dalam privat room.
Setiap bekerja, Clarissa sama sekali tak tertarik untuk melihat aktifitas para pengunjungnya, tapi entah apa yang dia pikirkan saat ini, sampai harus melirik laki-laki yang tengah berciuman di atas sofa. Wajahnya sangat tampan meski hanya terlihat dari samping, otot-otot di lengannya sangat maskulin. Belum lagi permainannya dalam bercumbu terlihat sangat mahir. Diam-diam sisi liar dalam diri Clarissa mulai bangkit. Dia membayangkan saat sepasang tangan kekar itu memeluk dan membuatnya orgasme. Baru kali ini Clarissa benar-benar memperhatikan tamu yang datang ke club, dan pria di depannya ini adalah pria paling tampan yang pernah dirinya lihat.
"Ma-maf," ucap Clarissa ketika matanya dan mata laki-laki itu tak sengaja bertemu. Merasa takut kena teguran, wanita berhidung mancung tersebut gegas bangkit dan menyudahi lamunan. Terlebih ketika pria lain yang sudah setengah mabuk tiba-tiba berdiri dan menarik tangan Clarissa.
"Maaf, Mas," cicit Clarissa takut, dia sedikit kaget karena tangannya ditarik secara tiba-tiba.
"Lo Clarissa, kan?" ujarnya kemudian.
Ucapan itu membuat laki-laki tampan yang tengah bercumbu reflek mendorong wanita di depannya, demi bisa memastikan apa yang diucapkan Leo, sahabatnya, benar.
Clarissa syok ketika matanya bertemu dengan mata Kevin yang kini menatapnya tajam. Betapa bodohnya dia karena tadi sempat mengagumi laki-laki itu.
Clarissa sama sekali tak menyangka bisa bertemu Kevin di sini. Merasa dalam masalah, wanita dengan rambut diikat itu langsung menepis tangan Leo, berniat pergi dari sana. Bagi Clarissa bertemu Kevin adalah sebuah musibah, dan dia tak akan pernah membiarkan laki-laki itu menghancurkan hidupnya lagi.
Namun, baru hendak memutar tubuh, Kevin langsung menarik tangan Clarissa dan menghempaskannya ke sofa. Laki-laki itu tersenyum sinis, lalu menghimpit tubuh Clarissa dibawahnya.
"Akhirnya kita bertemu lagi, Lisa," ujar Kevin sambil mengusap pipi Clarissa dengan gerakan seringan kapas.
Clarissa tak bergeming, dia hanya menatap mata Kevin datar. Sampai akhirnya sebuah benda kenyal mendarat di bibir Clarissa tanpa persetujuan. Seolah tak membiarkannya untuk melawan, Kevin mencumbuinya tanpa ampun. Mencecap manis bibir wanita itu yang diam-diam selalu dia rindukan.
Clarissa tanpa sadar membalas ciuman tersebut seperti orang bodoh. Entah dibutakan rasa rindunya pada masa lalu, atau hasratnya sendiri. Andaikan Kevin tak menyakitinya dulu, mungkin sampai detik ini Clarissa masih bertahan dengan laki-laki ini. Seolah ditarik kesadarannya, Clarissa reflek mendorong tubuh Kevin, lalu berlari menuju pintu.
Namun, secepat kilat Kevin langsung menghadang jalan Clarissa dan kembali memojokkannya di tembok. Menarik tangan wanita itu ke atas dan menahannya ke dinding agar Clarissa berhenti membrontak.
Seakan belum puas, Kevin kembali mencium bibir Clarissa dengan paksa. Meski gadis di depannya kewalahan dan terus memberontak, Kevin tetap tak peduli.
Justru kali ini dia mulai meremas dada Clarissa dengan gemas lalu mencumbui leher wanita itu dengan menggebu. Kevin berusaha melepas kancing bagian atas kemeja Clarissa agar dia lebih leluasa memberikan kecupan-kecupan kecil di pundak wanita itu. Sedang tangannya yang lain bergerak menyusuri paha Clarissa lalu masuk ke dalam rok agar bisa menyentuh titik sensitifnya.
"Ke-kevin ... please ...," lirih Clarissa, dia berusaha menahan agar desahan di bibirnya tak keluar. Namun, apa yang dilakukan Kevin terlalu nikmat bagi Clarissa. Apa lagi dia masih belum bisa melupakan laki-laki ini.
Seolah tersadar, Kevin akhirnya menjauhkan wajah dari ceruk leher Clarissa, kemudian menatap wanita di depannya dengan wajah datar. "Dasar murahan," ujarnya kemudian.
Mendengar itu, Clarissa pun marah dan langsung melayangkan tamparan keras di pipi Kevin.
"Gue harap ini kali terakhir kita ketemu," ujar Clarissa, lalu melesat pergi dari ruangan itu. Meninggalkan Kevin yang membeku ditempat sambil memegangi pipinya yang terasa kebas.
"Kali ini jangan harap gue bakal lepasin lo, Lisa," gumam Kevin dengan api kemarahan berkobar di matanya.
Lisa adalah panggilan kesayangan untuk Clarissa. Hanya orang-orang terdekatnya yang memangil Clarissa dengan sebutan itu. Agaknya Kevin pun lupa bahwa wanita yang dia cintai sudah bukan miliknya, karena dia sendiri yang dulu mendorongnya untuk pergi.
***
Jadi bagaimana part awalnya? Apa udah bikin kalian panas dingin? 😂😂😂. Genrenya melenceng dikit dari yang biasa aku tulis. Jadi jangan pada kebakaran jenggot ya 😂😂😂
Jangan lupa tinggalkan jejak dengan vote, komen biar aku mangat lanjut.
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top