THERE IS NOTHING BETWEEN US

Anania menyiapkan chicken salad di sebuah piring besar. Setelah dua kali menghindar dari acara makan malam rutin di rumah Liisa, kali ini Anania tidak bisa mengarang alasan lagi. Akan terlihat tidak tahu diri sekali kalau dia sampai menyakiti hati wanita yang berperan besar dalam hidupnya—secara umum—dan kariernya—secara khusus. Di samping Anania, Sophia mengatur gelas-gelas minuman. Semua anggota keluarga Liisa lengkap berkumpul.

"Haagen." Liisa mengelap tangannya dan bergegas menuju pintu dapur.

Gerakan tangan Anania terhenti. Sendok besar menggantung di udara. Sama sekali dia tidak tahu kalau Liisa juga mengundang Haagen. Haagen memberikan sebotol anggur kepada Liisa dan bercakap sebentar dengan Liisa. Ketika Liisa berbalik dan menyuruh Haagen menonton sepak bola bersama Asger dan Jesper, Haagen menatap Anania. Tidak lama, hanya beberapa saat. Tetapi itu sudah cukup membuat jantung Anania berhenti berdetak.

"Jadi, apa Asger masih mengganggu kalian?" Sophia menarik kursi lalu duduk.

"Kalian? Siapa saja?" Anania mengangkat kepala.

"Kamu dan Haagen. Aku tahu seperti apa protektifnya Asger, dan saat di Geranium malam itu, aku tahu Asger sedang punya misi untuk mencampuri urusan kalian."

"Tidak ada apa-apa di antara aku dan Haagen." Anania mengangkat piring berisi salad dan meletakkan di tengah meja. Lima belas menit lagi makan malam dimulai. Karena Liisa selalu mengerahkan seluruh kemampuan untuk acara mingguan ini, sudah pasti makanan yang disajikan beragam. Dan semua enak.

Sophia tertawa keras.

"Kenapa?" Anania menatapnya bingung.

"Aku berani mempertaruhkan semua gajiku bulan ini, Anania. Banyak apa-apa di antara kamu dan Haagen. Percayalah, Haagen tertarik padamu dan kalau dia tidak melakukan apa-apa, aku akan mengirimnya ke rumah sakit jiwa."

"Siapa yang sakit jiwa?" Haagen masuk ke dapur dan membuka pintu kulkas.

"Tidak ada yang sakit jiwa. Hanya ada orang yang sedang jatuh cinta. Kalau kalian pernah mengalaminya, pasti tahu keduanya punya gejala yang hampir sama." Sophia menutupi tawa dengan suara batuk yang dibuat-buat.

Di samping Sophia, Anania mendengus. Bagaimana mungkin seorang dokter seperti Sophia bisa melemparkan candaan tidak masuk akal seperti itu?

"Asger, kata Sophia dia akan mengirimmu ke rumah sakit jiwa." Haagen duduk di samping Anania. "Dia bilang gejala orang jatuh cinta dan orang sakit jiwa tidak ada bedanya. Apa kamu orang yang dia maksud?"

"Sophia sudah sering bilang begitu. Meskipun aku sudah bilang aku hanya tergila-gila padanya." Asger duduk di kursi yang tadi ditempati Sophia, yang saat ini membantu Liisa meletakkan semua makanan utama di meja.

"Aku bisa mengobati sendiri penyakitmu," sahut Sophia.

"Inilah enaknya menikah dengan dokter, aku bisa main dokter-dokteran setiap malam." Asger menyeringai dan Anania melempar sebutir anggur ke arahnya.

"Too much information!" Anania menutup telinga.

Setelah semua orang duduk, Rasmus mulai mengucap syukur. Selanjutnya satu per satu dari mereka bergantian menyebutkan sesuatu yang mereka syukuri minggu ini.

Rasmus bersyukur karena mendapatkan sebuah sepeda dari undian yang diikutinya. Liisa bersyukur karena bisa berkumpul bersama mereka semua. Asger bersyukur karena Sophia setuju memajukan tanggal pernikahan. Sophia bersyukur karena mendapatkan penyewa apartemen—dia mulai tinggal bersama Asger—lebih cepat dari perkiraan.

Jesper bersyukur karena memenangkan kasus besar yang tengah dia bela. Haagen bersyukur karena mendapatkan komitmen dari sebuah bank di Bangkok untuk membangun jalur bersepeda yang lebih panjang. Anania bersyukur karena berhasil mengendalikan perasaannya terhadap Haagen dan bisa bersikap biasa saja di hadapan semua orang.

Tetapi Anania tidak mengucapkan apa yang baru saja melintas di pikirannya.

"Aku bersyukur karena persiapan final untuk Giselle sudah selesai." Ada banyak hal yang disyukuri Anania dalam hidupnya dan Anania memilih menyampaikan ini di meja makan.

Dulu Anania pernah mengalami masa sulit saat ditinggal kedua orangtuanya kembali ke Indonesia dan Anania harus tinggal bersama keluarga Liisa. Hampir setiap malam Anania menangis, ingin menyusul pulang ke Indonesia dan melupakan keinginannya menjadi seorang balerina. Pada saat seperti itu, Liisa memberinya selembar kertas dengan gambar-gambar lucu di sudutnya. Dengan sabar Liisa membimbing Anania untuk menuliskan hal-hal baik yang dia sukai dan dia dapatkan di sini. Ketika lulus sekolah menengah, baru Anania menyadari bahwa Liisa mengajarinya untuk fokus pada hal-hal positif. Hal-hal yang membahagiakan.

Hingga sekarang, setiap hari, di awal dan akhir hari, di buku jurnalnya Anania membuat daftar apa saja yang harus dia syukuri dalam satu hari. Harinya tidak selalu berjalan mulus. Selalu ada kegagalan atau kekecewaan yang harus dia hadapi. Misalnya kritikan menyakitkan dari seorang pengamat balet setelah Anania selesai tampil.

Anania memiliki kecenderungan untuk menyesali satu kegagalan berhari-hari. Kadang sampai memengaruhi performa dan produktivitas kerjanya. Tetapi dengan kebiasaan yang diajarkan Liisa, Anania bisa mengendalikan kebiasaan buruk tersebut. Dengan menghitung apa-apa yang bisa dia syukuri.

Lissa betul, memikirkan apa yang sudah terjadi dan yang belum tentu terjadi tidak ada manfaatnya sama sekali. Setelah pementasannya berakhir, tidak ada lagi yang bisa dia lakukan selain menerima hasil dan mempersiapkan penampilan selanjutnya. Tidak mungkin dia memutar waktu untuk mengulang semua sesuai keinginan setiap orang.

Anania tidak berhasil mendapatkan kontrak sebagai corps de ballet di The Royal Ballet of Denmark pada kesempatan pertama. Mungkin dia gagal karena postur tubuhnya. Saat itu Anania bisa saja menyalahkan Tuhan karena menganggap Tuhan tidak adil padanya. Kenapa Tuhan memberinya kemampuan menari balet dan pada saat bersamaan tidak meninggikan tubuh Anania. Tinggi badannya yang hanya seratus enam puluh sentimeter disebut wrong type body dalam balet. Tidak proporsional.

Beruntung Anania memiliki Liisa dalam hidupnya. Liisa mengingatkan tidak pernah ada yang tahu apa alasan sesungguhnya seorang balerina tidak diterima di The Royal Ballet of Denmark. Hanya tim perekrut saja yang tahu. Jadi Liisa menyuruhnya untuk terus berjuang dan tidak berpikir negatif. Pada saat itu Anania berpikir untuk mengikuti audisi di negara lain. Meskipun itu bertolak belakang dengan keinginan Anania, yang ingin menjadi bagian The Royal Ballet of Denmark.

"Do not give up." Nasihat Liisa waktu itu. "We must always remember that God has his own way of testing us to see if we deserve our future success. Dunia balet profesional sangat keras, Anania. Tidak semua orang bisa berkarier lama di dalamnya. Diperlukan seseorang yang tangguh secara fisik dan mental untuk berdiri di sana.

"Tuhan sedang mempersiapkan mental dan fisikmu mulai dari sekarang. Dengan menyuruhmu tidak berhenti menari meski jalan terjal menghambat langkahmu. Saat kamu sudah kuat dan terbiasa bangkit dari setiap kegagalan, Tuhan akan memberikan apa yang menjadi hakmu. Percayalah. Pada saatnya nanti kamu akan menjadi balerina yang luar biasa. Berbeda dari balerina-balerina yang pernah ada. Kamu akan mencetak sejarah."

Betul kata Lissa. Seseorang tidak pernah tahu kapan mereka akan berhasil. Bisa jadi besok. Atau lusa. Mungkin setelah kegagalan pertama atau kelima puluh lima. Kalau mereka memilih menyerah, mereka tidak akan pernah bertemu dengan keberhasilan itu. Hidup menyimpan kejutan yang tidak bisa diprediksi. Anania tetap menari dan mengasah tekniknya di studio Liisa dan rajin mengikuti berbagai kompetisi di Eropa dan Amerika. Video-video balet Anania, yang diunggah ke YouTube baik oleh Anania maupun pihak lain, menarik perhatian. Dari sanalah Anania dikenal sebagai balerina yang berbeda. Istimewa. Direktur Artistik The Royal Ballet of Denmark yang baru pun memanggilnya dan memberinya kesempatan.

Kejutan yang disiapkan dunia ini untuk Anania sangat indah. Dengan kerja keras, hanya dalam waktu dua tahun Anania sudah bisa naik tingkat menjadi soloist. Tubuh mungilnya tidak lagi menjadi hambatan. Malah menginspirasi banyak orang yang dulunya tidak percaya seseorang dengan badan tidak ideal bisa menjadi balerina. Selain itu, Anania adalah orang Asia pertama yang menduduki kasta tertinggi di The Royal Ballet of Denmark. Namanya banyak disebut dalam kelas balet di Korea, di Jepang, dan berbagai penjuru Asia, untuk memotivasi para calon balerina.

"Anania? Kamu sakit?" Haagen menyentuh lengan Anania.

Sentuhan yang membuat Anania hampir meloncat, karena tubuhnya terasa seperti tersengat listrik. Tidak hanya pada permukaan kulit yang disentuh Haagen, tapi menjalar ke seluruh badan bahkan hingga ke dalam hati. Karena melamun, Anania sampai tidak ingat dia sedang duduk bersebelahan dengan Haagen.

###

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top