2. Penjelasan

"Sebelum itu, Ashvin mana?"

Alvin menyadarkan diri, lantas mendengkus. "Masih tidur," jawabnya singkat, meskipun Alvin tidak yakin.

"Bangunin sana," pinta Gita sambil mengibas tangan. "Aku harus kasih tahu langsung ke kalian berdua."

Bola mata Alvin berputar. Jujur, dia sangat malas kalau harus menggedor pintu kamar Ashvin kalau bukan karena ada sesuatu yang terbakar atau pencuri seperti tadi malam. Namun, raut wajah serius Gita memberitahukannya ada hal yang tidak beres. Dengan enggan, anak itu menaiki tangga mengabaikan hawa-hawa asing nan aneh yang mengawasi.

"Vin, bangun!" seru Alvin sambil mengetuk pintu kamar saudaranya dengan keras. "Vin-"

Pintu terbuka sedikit. Ashvin di baliknya mengintip dengan mata lelah. Lingkaran hitam menghias membuat tahi lalat di bawah mata kirinya menyaru. "Ada apa?" tanyanya lirih.

"Ada Gita di bawah. Bawa berita buat kita katanya," Alvin memberi tahu. Sedikit banyak anak itu ingin tahu kenapa kembarannya terlihat tidak sehat, tapi dia masih marah dengan Ashvin. "Buruan."

"Oke," jawab Ashvin singkat. Pintu kemudian ditutup kembali.

Alvin mendesah kasar sambil mengacak rambut, lantas kembali menemui Gita.

"Mana Ashvin-nya?" tanya Gita menyadari kehadiran Alvin ketika dia melihat-lihat isi lemari kaca.

"Sebentar lagi juga turun," jawab Alvin kembali duduk di tempat semula. Tak lama kemudian, orang yang dimaksud muncul dengan wajah lembap.

"Hai, Git," sapa Ashvin sambil melambai. Dia agak kaget merasakan sesuatu yang kuat di belakang Gita, meski dia tidak melihat apa pun.

Gita membalas lalu bergeser agak jauh dari tempatnya, membiarkan Ashvin duduk. Namun, anak lelaki berponi koma itu ragu karena jadi harus duduk di dekat Alvin. Dengan enggan, Ashvin menempatkan pantat di sana karena tidak ada pilihan lain.

"Oke, karena ini darurat, aku akan langsung ke intinya saja," mulai Gita, mengenyahkan hasrat untuk bertanya mengenai keadaan Ashvin. "Kalian sudah merusak segel kotak keris kembar dan sekarang kalian dikutuk."

Alvin dan Ashvin mengerutkan kening bersama.

"Hah?" Alvin merespons.

"Apa?" tanya Ashvin bingung. "Maksudnya gimana? Tahu dari mana?"

"Dengar, kalian mungkin sudah tahu. Keluargaku sudah jaga kotak warisan dari keluarga mamah kalian selama turun-temurun. Tugas kami buka kotak itu pas waktunya, pas umur kalian 20 tahun. Kemarin malam, aku merasa segelnya rusak karena kami ada keterikatan. Siapa yang merusak?"

"Alvin," tunjuk Ashvin seketika. Orang yang ditunjuk hanya tergeregap.

Gita menepuk keningnya tak habis pikir. "Kenapa? Kalian kan, sudah dibilang jangan buka kotak itu. Sebelum kalian tanya, iya, aku sudah tahu tentang amanah si Mamah."

"Urang cuma penasaran, oke? Lagi pula sebentar lagi juga 20 tahun. Apa salahnya?" bela Alvin.

"Tetap enggak ada toleransi, Al." Gita menunjuk belakang punggungnya. "Kalian merasa ada sesuatu di belakang aku, 'kan?" Si kembar hanya diam dan tidak menjawab. "Enggak usah menyangkal, aku juga tahu kalian merasa." Gadis itu mendesah lemah. "Lambat laun mata ketiga kalian bakal terbuka sepenuhnya, dan lelembut yang ada bakal mengincar karena kalian itu sasaran empuk. Daging segar yang punya akses buat pakai keris pusaka."

"Omong kosong, ah!" sangkal Alvin. Daripada disebut tidak percaya, anak itu lebih ke takut bahwa hal itu akan jadi kenyataan. "Paling yang lewat-lewat itu perasaan paranoid doang."

"Kamu secara enggak langsung mengakuinya, Al. Enggak perlu denial. Aku ke sini cuma mau kasih tahu. Sebelum aura kalian makin kuat dan para lelembut berhasil mengambil alih tubuh kalian, kalian harus melakukan ruwatan."

"Ruwatan?" tanya si Kembar bersamaan.

"Iya, ruwatan yang ini cuma bisa dilakukan pembuat segel atau muridnya. Bapak aku mungkin bisa bantu. Kalau kalian mau, siang nanti kita ketemu."

"Males, ah!" tolak Alvin. "Urang mau bikin konten sampai malam nanti di Dago."

"Aku tawari ini juga untuk kebaikan kalian sendiri. Kalau enggak mau ya sudah, sih. Tapi, nanti aku juga yang bakal repot." Pipi gadis itu menggembung.

"Repot kenapa?" tanya Ashvin penasaran.

"Nanti pasti bakal banyak kejadian yang enggak terduga, dan aku pastinya yang harus selesaikan. Contohnya ... penampakan yang seram, gangguan gaib, poltergeist, kesurupan, dan entahlah apa lagi."

Ashvin tertegun mendengar pernyataan gadis di depannya. "Kalau Alvin enggak mau, biar urang aja sendiri."

Gita menggeleng. "Sayangnya, ruwatannya harus bersama, soalnya kalian kembar."

Alvin mendengus sebal. "Udah, ah! Urang mau tidur lagi sebelum nanti ketemu temen," katanya seraya beranjak. Ashvin dan Gita hanya melihat kepergian anak itu dengan kecewa.

"Susah juga kalau Alvin enggak mau ikut diruwat," ujar Gita seraya menumpu dagu dengan satu tangan.

"Tenang aja, Git. Nanti urang yang bujuk sampai mau," Ashvin berjanji.

Gita hanya mengangguk seraya tersenyum simpul.

"Omong-omong, Vin. Matamu kenapa?" tanya Gita sambil menunjuk Ashvin.

Ashvin refleks menyentuh bawah matanya. "Oh, ini karena urang enggak bisa tidur. Habis subuh juga enggak bisa tidur lagi," katanya seraya tertawa kecil.

Namun, gadis itu tidak ikut tertawa. Dia menatap Ashvin lurus dengan serius, membuat yang ditatap salah tingkah. Anak lelaki itu memalingkan pandang sambil menggaruk pipinya yang tak gatal.

"Pasti karena kamu merasa ada yang awasi. Kutukannya sudah dimulai semenjak kalian buka kotak itu. Indra kamu sudah mulai peka, Vin. Mereka lagi memastikan kalau kamu memang bisa lihat mereka. Kalau sudah begitu, mereka enggak akan cuma jail doang dan enggak akan lagi segan-segan untuk menyerang terang-terangan."

Senyum di wajah Ashvin hilang. Dia menatap Gita dengan serius sekarang. "Memang ... berapa lama sampai kemampuan urang sama Alvin matang?"

"Aku enggak tahu. Tergantung orangnya." Gita menggeleng. "Tapi, kalau kalian, mungkin bakal lebih cepat mengingat kamu dan Alvin keturunan langsung yang berhak punya keris kembar itu."

Ashvin menelan ludah. Meskipun dia suka hal-hal berbau klenik karena ibunya, bukan berarti dia seketika antusias bila bisa melihat langsung makhluk-makhluk gaib. Apalagi Alvin yang sangat kebalikan dengan dirinya. Anak itu dari dulu tidak suka cerita-cerita horor. Dapat melihat langsung satu yang sangat jelas bisa membuatnya pingsan seketika. (Ashvin belum pernah melihat langsung kembarannya seperti itu, sih, tapi siapa yang tahu.)

"Jadi, kita tinggal segera ruwatan, 'kan? Urang enggak mau badan ini jadi wadah lelembut." Ashvin memeluk dirinya sendiri.

Gita menggeleng sambil mengangkat satu jari. "Bukan wadah saja, Vin, tapi diambil alih. Artinya, kamu bakal mati, tapi tubuh kamu hidup ditempati makhluk lain, begitu juga Alvin."

Sesuatu seperti menghunjam dada anak bertubuh kurus itu. Kematian seperti itu tentu tidak pernah Ashvin bayangkan. "Kayaknya, kalau Alvin susah dibujuk, enggak ada cara lain selain paksa dia," usul Ashvin.

Gita mendesah. "Mungkin saja. Tapi, aku enggak tahu apa ruwatan bisa berhasil kalau di bawah paksaan."

Hening menyelimuti mereka kemudian.

"Karena enggak ada lagi info yang harus kukasih tahu, aku pamit dulu, ya, Vin," kata Gita seraya berdiri.

"Oh? Oke kalau gitu. Maaf, ya, enggak disuguhin apa-apa." Ashvin di sebelahnya ikut bangkit, mengantarkan gadis itu ke lawang pintu.

"Enggak apa-apa, kali," sahut Gita.

"Hati-hati, Git," kata si anak lelaki berponi koma sambil melambai.

Gita tersenyum simpul. "Kalian yang harus hati-hati. Kamu harus buruan bujuk Alvin kalau enggak mau rebutan badan sama lelembut." Dia balas melambai, lalu pergi. Samar-samar Ashvin bisa melihat sekelebat bayangan hitam bergerak di belakang punggung gadis itu saat dia menutup pintu pagar.

Sudut bibir Ashvin jatuh. Anak lelaki itu buru-buru menutup pintu. Dia kemudian pergi ke kamar Alvin di lantai dua. Namun, Ashvin tidak mendengar suara apa-apa saat menempatkan telinga di pintu sehingga membuatnya enggan untuk mengetuk. Sepertinya Alvin benar-benar tidur kembali.

Anak itu menurunkan tangan dari daun pintu. Kasihan juga Alvin kurang tidur. Perkelahian mereka semalam dengan maling pastinya membuat stamina Alvin terkuras. Apalagi Alvin yang terluka lebih banyak. Dia perlu banyak istirahat.

Ashvin mengembuskan napas berat. Mungkin lain kali saja membujuk kembarannya saat waktunya tepat. Sekarang dia harus mempersiapkan kemungkinan terburuk.[]

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top